Setelah tangan kanannya itu pergi, hendak mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan pasukannya Raisa, Gading masih terlihat duduk santai di kursi kebanggaannya sejak beberapa menit lalu sambil menikmati gelas berisi vodka di tangannya. Ditambah, senyum penuh kemenangan tampak menghiasi bibirnya. Dia tidak mengkhawatirkan apa pun. Dia yakin sekali akan menang. Mungkin jika laki-laki bernama Aliando itu ikut dalam penyerangan kali ini, baru ia akan sedikit khawatir. Akan tetapi, kalau soal Pak Damar (yang memimpin penyerangan kali ini) sama sekali tidak membuatnya khawatir. Bahkan, ia malah tertawa terpingkal pingkal dibuatnya. Meskipun orang tua itu adalah Ayahnya Aliando, tapi orang tua itu tidak punya nama sama sekali di dunia hitam ; hanya orang tua bodoh yang sok berani, mungkin saja hanya kepo ingin belajar menembak. Apa yang dia lakukan itu, sama saja dengan mengantarkan nyawanya sendiri. Ketika mengingat hal itu, Gading tidak tahan untuk tidak tertawa.Gading ja
Gading tercengang untuk beberapa saat, memperhatikan Raisa dari atas sampai bawah seraya menelan ludahnya susah payah. Tenggorokannya mendadak terasa kering. Kini ia sedang memastikan bahwa ia tidak salah lihat! Serius? Perempuan yang dilengkapi dengan pistol yang kini ada di hadapannya -tengah menatapnya tajam -itu adalah Raisa? Kenapa Raisa jadi terlihat garang begitu? Pasalnya, perempuan itu bukan seperti Raisa. Tampilannya malam ini sangat berbeda jauh ketika waktu di kantor. Selama ini, jika berada di kantor, CEO cantik itu anggun sekali. Tidak ada kesan garang-garangnya sama sekali seperti saat ini. Meskipun memang terkenal galak.Bisa dikatakan jika Gading baru pertama kali ini melihat tampilan Raisa seperti itu. Gading tidak pernah terlibat atau mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan bisnis dunia hitam milik Pak Harry karena dia hanya mengurusi perusahaan Pak Harry saja bersama Raisa. Melihat hal itu, terbit seulas senyum lebar yang langsung menghiasi bibir Raisa. Ha
Jangan ditanya, Raisa dan anak buahnya lebih dari siap menghadapi serangan dari pasukannya Gading. Mereka sudah siap sejak masuk ke dalam ruangan tersebut. Semangat mereka berkobar -membara hebat layaknya seperti bara api yang bisa membakar apa saja yang ada di dekatnya -siap menghabisi Gading dan pasukannya malam ini. Bahkan, sebenarnya, mereka sudah siap sejak melakukan persiapan di rumahnya Rizal sebelum akhirnya berangkat menyerang. Raisa dan anak buahnya langsung siaga, memasang kuda-kuda, mengepalkan tinju, siap menghadapi serangan mereka.Detik berikutnya, suara teriakan pun terdengar menggelegar, memenuhi langit-langit ruangan -seketika. Setiap orang mendapatkan bagiannya masing-masing, duel satu lawan satu. Kecuali Heru dan Ferdi, yang harus melawan dua orang sekaligus.Dalam sekejab saja, langit-langit ruangan itu telah dipenuhi atmosfer menegangkan. Buk! Buk! Buk! Jual beli pukulan dan tendangan dalam jarak dekat pun terjadi. Bersamaan dengan itu, mereka juga
Pertarungan antara Raisa dan Gading berlangsung sengit.Selang sebentar saja, mereka telah saling menyerang, bertukar jurus, saling menangkis, menghindar dan mengelak. Gading benar-benar dibuat kuwalahan saat menghadapi serangan Raisa yang begitu cepat dan susah diikuti itu. Sebenarnya Gading sudah terdesak sedari tadi, berkali-kali pukulan dan tendangan Raisa telak mengenainya, membuat kuda-kudanya goyah, membuatnya merintih kesakitan dan akhirnya terjerembab ke belakang.Akan tetapi, Gading masih bisa berdiri lagi setelahnya. Masih kuat menghadapi Raisa. Namun, beberapa saat kemudian, situasi mendadak berbanding terbalik. Ternyata Gading memiliki kesempatan untuk balas menyerang saat pertahanan Raisa sempat rentan, terbuka -tidak mau melewatkan kesempatan itu -Gading segera memberikan pukulan dan tendangan beruntun kepada Raisa. Alhasil, Raisa terdesak untuk yang pertama kalinya, harus merelakan tubuhnya terjengkang ke belakang. Seketika Raisa mengadu kesakitan.Melihat hal
Akhirnya setelah terjadi saling tembak menembak, baku hantam saat amunisi peluru masing-masing dari mereka habis, juga karena terdesak oleh waktu, Raisa dan Ferdi berhasil melumpuhkan Gading. Kini Ferdi tengah mengunci tubuh Gading dari belakang -yang membuatnya tidak bisa berkutik sama sekali.Sedangkan Raisa tengah berdiri di hadapan lelaki itu dengan moncong pistol yang berada pada kening Gading -menekan keras -dengan tatapan mata tajam. Wajah Gading sudah pucat pasi, babak belur, berkali-kali ia harus menelan ludah dengan susah payah untuk membasahi tenggorokannya, serta bersamaan dengan sekujur tubuhnya yang juga tengah bergetar hebat.Kini Gading berada dalam kendali Raisa dan Ferdi sepenuhnya. Jika Gading berani macam-macam? Maka, tamat sudah riwayatnya! "Harus kah --aku membunuhmu sekarang juga, Ding?" Tanya Raisa dengan gigi gemeretak, bersamaan dengan seringaian lebar yang langsung menghisai bibirnya. Senyumannya saat ini sudah seperti seorang psikopat saja. Mendenga
"Cepat! Segera tanda tangani berkas-berkas itu!" Bentak Raisa kepada Gading. Saat ini, kepala Gading sedang ditekan keras oleh Ferdi di atas meja. Di sekelilingnya, berdiri pengacaranya Raisa bersama para bodyguard yang tiba di ruangan itu beberapa saat yang lalu (dengan tatapan mata tajam dan penuh mengintimidasi).Selain itu, anak buah Raisa yang lainnya juga ikut berada di situ dengan dilengkapi senjata, buat jaga-jaga, kalau-kalau Gading mencoba meloloskan diri. Akan tetapi, sepertinya hal itu tidak mungkin terjadi. Pasalnya Gading sudah tidak berdaya. Sudah lemah.Lagi pula, dia seorang diri sekarang ini. Kekuatannya sudah tumbang. Gading merasa dirinya begitu menyedihkan. Situasi berubah dengan cepat.Di sisi lain, ia masih terus saja merutuk karena rencana balas dendam yang telah ia susun jauh-jauh hari itu kini malah gagal total. "Nona...apa kau tidak kasihan kepadaku? Masa, Nona dan Tuan Harry juga akan menarik semua aset yang aku miliki?" Dalam keadaan wajah yang s
Belum sempat Raisa menyelesaikan kalimatnya, Gading sudah membelakakan matanya lebih dulu, mencerna dalam seperkian detik sebelum kemudian buru-buru mengangguk. Lalu berkata jika ia akan segera mendatangani berkas-berkas yang diminta, serta akan menuruti semua perintah Raisa -asalkan Nona kejam itu tidak menyiksa atau bahkan membunuhnya saja! Raisa menyeringai, sungguh puas melihat bagimana Gading sudah jadi seperti anjing yang penurut dengan majikannya. "Nah gitu kek dari tadi. Jadi aku enggak perlu susah payah menyuruh anak buahku untuk memaksamu tanda tangan menggunakan cara kasar!" Ucap Raisa. Gading mengerjap, menatap Raisa untuk beberapa saat, kemudian bergidik ngeri. Pasalnya Raisa terus-terusan membuatnya mati kutu. Kini tanpa banyak protes lagi, tanpa banyak tanya lagi, Gading segera mendatangani berkas-berkas yang disodorkan oleh Raisa sebelumnya dengan keadaan tangan bergetar dan perasaan carut marut.Tentu saja dengan sedikit kesusahan (karena tengah merasakan ket
Saat ini Aliando tengah menerima telepon dari sang Ayah di balkon kamarnya sembari menghisap rokok. "Bagimana, Yah? Ayah tidak apa-apa, kan? Ayah selamat, kan? Ayah dan pasukan Ayah berhasil menghabisi pasukan musuh, kan? Kalian menang, kan?!" Aliando langsung mencecar sang Ayah dengan pertanyaan begitu panggilan terhubung. Tidak sabaran. Sejak mendapat kabar keberangkatan mereka menyerang markas musuh, Aliando jadi tidak tenang. Meskipun ia telah memberikan pasukan yang hebat dan terlatih, berpesan kepada para letnan untuk menjaga dan melindungi Ayahnya, akan tetapi, ia masih saja merasa khawatir. Pasalnya baru pertama kali ini Ayahnya terlibat dalam masalah besar, tak tanggung-tanggung ; melawan kelompok mafia! Kalau saja hubungannya dengan Raisa dan Pak Harry baik-baik saja, tidak terjadi masalah diantara mereka, kalau saja Nadine tidak melarang dirinya dan sedang tidak hamil pula, maka, sudah pasti, ia akan turun tangan untuk membantu Ayahnya. "Haha. Kamu sangat mengkhawatir