Jangan ditanya, Raisa dan anak buahnya lebih dari siap menghadapi serangan dari pasukannya Gading. Mereka sudah siap sejak masuk ke dalam ruangan tersebut. Semangat mereka berkobar -membara hebat layaknya seperti bara api yang bisa membakar apa saja yang ada di dekatnya -siap menghabisi Gading dan pasukannya malam ini. Bahkan, sebenarnya, mereka sudah siap sejak melakukan persiapan di rumahnya Rizal sebelum akhirnya berangkat menyerang. Raisa dan anak buahnya langsung siaga, memasang kuda-kuda, mengepalkan tinju, siap menghadapi serangan mereka.Detik berikutnya, suara teriakan pun terdengar menggelegar, memenuhi langit-langit ruangan -seketika. Setiap orang mendapatkan bagiannya masing-masing, duel satu lawan satu. Kecuali Heru dan Ferdi, yang harus melawan dua orang sekaligus.Dalam sekejab saja, langit-langit ruangan itu telah dipenuhi atmosfer menegangkan. Buk! Buk! Buk! Jual beli pukulan dan tendangan dalam jarak dekat pun terjadi. Bersamaan dengan itu, mereka juga
Pertarungan antara Raisa dan Gading berlangsung sengit.Selang sebentar saja, mereka telah saling menyerang, bertukar jurus, saling menangkis, menghindar dan mengelak. Gading benar-benar dibuat kuwalahan saat menghadapi serangan Raisa yang begitu cepat dan susah diikuti itu. Sebenarnya Gading sudah terdesak sedari tadi, berkali-kali pukulan dan tendangan Raisa telak mengenainya, membuat kuda-kudanya goyah, membuatnya merintih kesakitan dan akhirnya terjerembab ke belakang.Akan tetapi, Gading masih bisa berdiri lagi setelahnya. Masih kuat menghadapi Raisa. Namun, beberapa saat kemudian, situasi mendadak berbanding terbalik. Ternyata Gading memiliki kesempatan untuk balas menyerang saat pertahanan Raisa sempat rentan, terbuka -tidak mau melewatkan kesempatan itu -Gading segera memberikan pukulan dan tendangan beruntun kepada Raisa. Alhasil, Raisa terdesak untuk yang pertama kalinya, harus merelakan tubuhnya terjengkang ke belakang. Seketika Raisa mengadu kesakitan.Melihat hal
Akhirnya setelah terjadi saling tembak menembak, baku hantam saat amunisi peluru masing-masing dari mereka habis, juga karena terdesak oleh waktu, Raisa dan Ferdi berhasil melumpuhkan Gading. Kini Ferdi tengah mengunci tubuh Gading dari belakang -yang membuatnya tidak bisa berkutik sama sekali.Sedangkan Raisa tengah berdiri di hadapan lelaki itu dengan moncong pistol yang berada pada kening Gading -menekan keras -dengan tatapan mata tajam. Wajah Gading sudah pucat pasi, babak belur, berkali-kali ia harus menelan ludah dengan susah payah untuk membasahi tenggorokannya, serta bersamaan dengan sekujur tubuhnya yang juga tengah bergetar hebat.Kini Gading berada dalam kendali Raisa dan Ferdi sepenuhnya. Jika Gading berani macam-macam? Maka, tamat sudah riwayatnya! "Harus kah --aku membunuhmu sekarang juga, Ding?" Tanya Raisa dengan gigi gemeretak, bersamaan dengan seringaian lebar yang langsung menghisai bibirnya. Senyumannya saat ini sudah seperti seorang psikopat saja. Mendenga
"Cepat! Segera tanda tangani berkas-berkas itu!" Bentak Raisa kepada Gading. Saat ini, kepala Gading sedang ditekan keras oleh Ferdi di atas meja. Di sekelilingnya, berdiri pengacaranya Raisa bersama para bodyguard yang tiba di ruangan itu beberapa saat yang lalu (dengan tatapan mata tajam dan penuh mengintimidasi).Selain itu, anak buah Raisa yang lainnya juga ikut berada di situ dengan dilengkapi senjata, buat jaga-jaga, kalau-kalau Gading mencoba meloloskan diri. Akan tetapi, sepertinya hal itu tidak mungkin terjadi. Pasalnya Gading sudah tidak berdaya. Sudah lemah.Lagi pula, dia seorang diri sekarang ini. Kekuatannya sudah tumbang. Gading merasa dirinya begitu menyedihkan. Situasi berubah dengan cepat.Di sisi lain, ia masih terus saja merutuk karena rencana balas dendam yang telah ia susun jauh-jauh hari itu kini malah gagal total. "Nona...apa kau tidak kasihan kepadaku? Masa, Nona dan Tuan Harry juga akan menarik semua aset yang aku miliki?" Dalam keadaan wajah yang s
Belum sempat Raisa menyelesaikan kalimatnya, Gading sudah membelakakan matanya lebih dulu, mencerna dalam seperkian detik sebelum kemudian buru-buru mengangguk. Lalu berkata jika ia akan segera mendatangani berkas-berkas yang diminta, serta akan menuruti semua perintah Raisa -asalkan Nona kejam itu tidak menyiksa atau bahkan membunuhnya saja! Raisa menyeringai, sungguh puas melihat bagimana Gading sudah jadi seperti anjing yang penurut dengan majikannya. "Nah gitu kek dari tadi. Jadi aku enggak perlu susah payah menyuruh anak buahku untuk memaksamu tanda tangan menggunakan cara kasar!" Ucap Raisa. Gading mengerjap, menatap Raisa untuk beberapa saat, kemudian bergidik ngeri. Pasalnya Raisa terus-terusan membuatnya mati kutu. Kini tanpa banyak protes lagi, tanpa banyak tanya lagi, Gading segera mendatangani berkas-berkas yang disodorkan oleh Raisa sebelumnya dengan keadaan tangan bergetar dan perasaan carut marut.Tentu saja dengan sedikit kesusahan (karena tengah merasakan ket
Saat ini Aliando tengah menerima telepon dari sang Ayah di balkon kamarnya sembari menghisap rokok. "Bagimana, Yah? Ayah tidak apa-apa, kan? Ayah selamat, kan? Ayah dan pasukan Ayah berhasil menghabisi pasukan musuh, kan? Kalian menang, kan?!" Aliando langsung mencecar sang Ayah dengan pertanyaan begitu panggilan terhubung. Tidak sabaran. Sejak mendapat kabar keberangkatan mereka menyerang markas musuh, Aliando jadi tidak tenang. Meskipun ia telah memberikan pasukan yang hebat dan terlatih, berpesan kepada para letnan untuk menjaga dan melindungi Ayahnya, akan tetapi, ia masih saja merasa khawatir. Pasalnya baru pertama kali ini Ayahnya terlibat dalam masalah besar, tak tanggung-tanggung ; melawan kelompok mafia! Kalau saja hubungannya dengan Raisa dan Pak Harry baik-baik saja, tidak terjadi masalah diantara mereka, kalau saja Nadine tidak melarang dirinya dan sedang tidak hamil pula, maka, sudah pasti, ia akan turun tangan untuk membantu Ayahnya. "Haha. Kamu sangat mengkhawatir
Hari minggu dipagi yang cerah, kediaman keluarga Arjuna tampak disibukan dengan aktivitas orang-orang yang sedang hilir mudik, membawa sesuatu di tangannya, sesekali bergotongan, orang-orang itu adalah kuli yang disuruh untuk membawa barang-barang keluar dari rumah dan kemudian dimasukan ke dalam mobil.Sesekali, tampak Kinanti dan Arjuna berseru, menunjuk-nunjuk, mengomando, memberi perintah kepada para kuli tersebut. Sementara Aliando dan Nadine juga tengah disibukan dengan aktivitas yang lain, seperti mengecek, memilah-milah barang mana yang harus mereka bawa. Setelah menunggu waktu yang tepat, sambil menunggu beberapa urusan yang harus diselesaikan lebih dulu.Akhirnya, hari ini, mereka berdua akan pindah rumah dan menempati rumah baru mereka seharga 500 miliar (yang beberapa hari lalu berhasil membuat semua orang geger). Kini mereka berdua sedang merasakan bahagia sekaligus sedih begitu mengetahui jika mereka berdua akan segera pindah rumah. Bahagia karena pada akhirnya mere
Semua kepala tertoleh, mendapati sosok Bi Inah yang sedang berjalan menghampiri mereka, kemudian ikut bergabung. Bi Inah juga hendak memberikan selamat atas kepindahan ke rumah baru mereka, sekaligus ingin mengucapkan salam perpisahan kepada pasangan muda yang begitu amat ia cintai itu. Bi Inah menjadi orang yang turut bersedih dengan kepindahan mereka -karena itu berarti mereka akan segera pergi dari rumah ini. Maklum, Bi Inah sudah lama mengabdi pada keluarga Arjuna.Sehingga, Bi Inah sudah seperti menjadi bagian dari keluarga mereka. "Non ..." Ucap Bi Inah dengan suara bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Nadine menggangguk. Menunggu kalimat Bi Inah selanjutnya. Namun pandangan Bi Inah sudah beralih kepada Aliando. "Tuan Al ..." Kata Bi Inah lagi. Kentara sekali jika ia jadi kelihatan canggung di hadapan Al. Berbeda dengan dulu pada saat Aliando belum mengungkapkan identitas yang sesungguhnya. Mendengar hal itu, Aliando melambaikan tangan, tergelak pelan. "Panggil saya 'M
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa