Diikuti komentar-komentar dari anggota keluarga yang lain, mereka juga memiliki pertanyaan yang sama, yang belum bisa dijawab detik ini juga. Untuk memastikan mereka tidak salah lihat, mereka sampai mengucek mata berkali-kali. Namun rumah bak istana itu tetap berdiri kokoh di hadapan mereka. Astaga. Sesaat lamanya, semua anggota keluarga Sadewa kompak dibuat tercengang, terpelongo, berdecak kagum, mulut-mulut terbuka lebar, tubuh-tubuh seketika membeku -masih berdiri berjejeran -mematung di halaman rumah dengan pandangan menatap lurus ke arah rumah tersebut.Mereka berubah menjadi seperti patung-patung yang tak bergerak untuk beberapa saat, seperti terhipnotis, tersihir oleh rumah yang katanya adalah milik Aliando.Tenggorokan mereka juga tiba-tiba terasa kering, alhasil, mereka harus menelan ludah susah payah untuk membasahinya. Ini ...mereka sedang tidak bermimpi, bukan? Untuk memastikan mereka tidak sedang bermimpi, mereka menampar pipi dan mencubit kulit masing-masing. Dan.
Aliando dan Nadine tersenyum puas saat melihat anggota keluarga Sadewa mati kutu, tidak berani bergabung, tidak berani nimbrung obrolan. Jika biasanya, mereka akan heboh bukan main, petakilan enggak jelas, suka sekali cari ribut. Juga hinaan, caci makian, cemoohan, bicara dengan nada tinggi dan meledak-ledak -pasti selalu keluar dari mulut mereka masing-masing, hal itu seperti sudah menjadi tabiat mereka. Tapi, sekarang mendadak berbeda. Bisa dibilang, mereka semua tampak menyedihkan.Diam, hanya bicara dengan suara lirih, tidak berani banyak gerak, terlihat seperti ketakutan. Sebenarnya Nadine merasa kasihan dengan mereka (karena bagimana juga, mereka adalah keluarganya) tapi ia juga lebih kasihan dengan penderitaan yang dialami suaminya yang berasal dari mereka selama dua tahun itu. Jadi, Nadine memilih diam saja, berpihak kepada sang suami, karena ingin menjaga perasaan suaminya."Senang rasanya melihat mereka mati kutu seperti itu ...mereka memang pantas mendapatkannya karna
Karena penasaran, akhirnya Reno memutuskan berjalan menghampiri mereka berdua. Begitu menyadari kedatangan Reno, tawa Dimas dan Dion seketika itu terhenti, ekspresi wajah mereka berdua refleks berubah. Dion buru-buru memberikan kode kepada Dimas dengan kedipan mata. Dengan cepat, Dimas mengerti, lantas keduanya pun langsung mengubah topik pembicaraan. "Apa yang sedang kalian berdua bicarakan?" Tanya Reno dengan pandangan menyipit. Menatap Dion dan Dimas bergantian. Tatapan matanya penuh selidik. "Enggak, Om. Kami membicarakan Al yang sedang ngobrol sama orang-orang penting itu ..." Dion berkata seraya menunjuk ke arah Aliando yang memang saat ini sedang berbincang dengan para tamu-tamunya sejak tadi. Dion menghela napas, kemudian melanjutkan berkata. "Aku enggak nyangka, Om ... kalau Al itu ternyata mengenal orang-orang penting di Ibu kota ini ...""Iya, Pa. Dan ... astaga ... aku masih belum percaya saja ... kalau Al itu ternyata beneran membeli rumah bak istana seperti ini .
Mendengar itu, membuat Dion dan Lidya kompak mendengus, tersinggung dengan perkataan lelaki itu.Mata Lidya menyipit, menatap teman laki-lakinya itu seraya tersenyum penuh arti. Kemudian, dia maju satu langkah, kedua tangannya terlipat di depan dada. "Kalian pikir...kami enggak bisa kayak Aliando dan Nadine?!" Tanyanya dengan nada sarkas seraya tergelak. Pandangannya bergantian dari teman laki-laki ke teman perempuannya. Belum sempat mereka menimpali, Lidya sudah melanjutkan bicara. "Eh, asal kalian tau aja ya...bisa aja loh kami membeli rumah yang harganya diatas rumah yang dibeli Aliando ini!" Dua orang itu mengerjap begitu mendengar hal itu, langsung saling bertukar pandang satu sama lain sebelum kemudian tertawa terbahak-bahak. Mata Lidya seketika membulat. Apa mereka tertawa karena ucapannya barusan?Lidya mendengus, lipatan kedua tangannya terlepas. Sialan! Sedangkan Dion menoleh ke arah istrinya seraya mengernyit. Apa Lidya sudah gila?Mana mungkin mereka berdua bisa
"Kalian ini apa-apaan sih!" Reno berseru marah kepada dua perempuan yang baru saja adu saling jambak itu dengan mata menyala-nyala. "Bertengkar di depan banyak orang seperti anak kecil! Bikin malu saja!" Lanjutnya. Kemudian, pandangannya beralih kepada Lidya lagi yang saat ini sudah berada dalam kendali Dion sepenuhnya. Namun tatapan matanya masih nyalang kepada teman perempuannya itu, napasnya menderu, tampak kemarahan tercetak jelas di wajahnya, tak menghiraukan perkataan Reno. Sama halnya dengan teman perempuannya, yang berusaha memberontak, masih ingin menyerang Lidya. "Jangan gila kamu, Lidya! Kamu ngomong apa sih!" Bentak Reno.Baru, ketika dibentak Reno, muka Lidya perlahan mengendur, telah mengalihkan pandangan dari teman perempuannya dan beralih kepada Reno. Omongan Lidya yang penuh percaya diri itu tak pelak menarik perhatian semua orang yang ada di situ. Kini, kepala-kepapa kompak tertoleh. Kemudian, mereka tergelak, berdecak, geleng-geleng kepala. Dan mereka tak ta
"Nanti lah sayang..." Keluh Dion. Dia lalu mengedar pandangan ke sekeliling sebelum kemudian kembali menatap sang istri. "Enggak enak sama yang lain kalau kita pulang duluan. Tahan sebentar ya, nunggu acaranya sampai selesai dulu." Lanjutnya. Dion harap-harap cemas menunggu keputusan Lidya. Semoga saja Lidya mendengarkan perkataannya. Kalau tidak? Maka, berantakan sudah rencana dirinya dan Dimas yang akan dijalankan malam ini.Lidya malah memalingkan muka sembari mendecakan lidahnya, mukanya jadi tertekuk."Tapi aku udah enggak tahan lama-lama berada di sini, Mas. Aku malu banget. Aku udah dicibir sama tamu-tamunya Al dan Nadine loh, terus, juga udah dimarahin sama Om Reno!" Lidya berseru tertahan. Kemudian, Lidya menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Lidya benar-benar sudah tidak betah berada di situ dan ingin segera pulang saja. "Kamu juga kan udah dihina-hina sama mereka, Mas! Masak kamu masih mau tetap berlama-lama di sini sih!" "Jadi, lebih baik ki
Kata suaminya ini ...sebentar lagi akan ada pertunjukan seru? Di pesta ini? Pertunjukan apa? Dan ...katanya lagi ...keadaan akan berbanding terbalik dalam hitungan menit? Kepala Lidya mendadak dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan. Dia masih belum mengerti juga dengan maksud perkataan Dion. Mata Lidya menyipit, menyilangkan tangan di depan dada. "Emangnya apa yang akan terjadi nanti, Mas? Terus...apa maksudnya sih keadaan akan berbanding terbalik itu?" Tanya Lidya pada akhirnya karena penasaran. Lantas, menunggu jawaban sang suami dengan tak sabaran. Dion tidak kunjung menjawab, rahangnya malah mengeras, berpikir sebentar sebelum kemudian berkata. "Kita lihat saja nanti, sayang. Ditunggu saja. Pokoknya kita jangan pulang dulu karna akan terjadi sesuatu di pesta ini. Pertunjukan yang...seru." Ucap Dion dengan senyuman penuh arti. Otak Lidya sedang tidak bisa berpikir dengan jernih untuk saat ini, ia tidak mau tambah pusing -hanya gara-gara berusaha menebak perkataan sang suami
"Ada tamu wanita di depan yang hendak bertemu dengan Tuan Al..." Lapor seorang bodyguard kepada Aliando.Aliando mengernyitkan kening mendengar hal itu. Tamu? Seorang perempuan? Hendak bertemu dengannya? Kenapa tamu itu baru datang sekarang? Padahal, pesta sudah hampir selesai! "Siapa namanya?" Tanya Aliando. Belum sempat bodyguard itu menjawab, Nadine yang baru saja melepas temannya pergi, segera menoleh ke arah Aliando. "Masih ada tamu Mas?" Sambar Nadine.Aliando balas menoleh ke arah sang istri seraya mengangguk. "Padahal pestanya udah hampir selesai. Tapi kok masih ada tamu aja yang datang dan kenapa baru datang sekarang sih?!" Lanjut Nadine agak kesal. Aliando mengangkat kedua bahunya, ia juga tidak tahu. "Nama wanita itu adalah Anggia...Tuan Al dan Nona Nadine." Jawab bodyguard itu pada akhirnya, membuat Aliando dan Nadine seketika itu menoleh.Anggia? Aliando dan Nadine kembali mengernyitkan kening begitu mendengar nama itu, saling pandang, keduanya langsung berusa