"Pak putar balik aja." Stella tiba-tiba berubah pikiran."Loh, kenapa?" Sarah terkejut dengan perintah anaknya pada sopir."Maaf Ma, aku gak bisa ikut Mama ke Pandeglang. Kalau Mama mau pergi silakan pergi, aku mau tetap di sini. Aku gak bisa membiarkan Dian bahagia di atas penderitaan aku." Stella kembali menunjukkan wajah aslinya."Stella, dengar Mama!" Sarah memaksa sang putri menghadap ke arahnya, "Apalagi yang kamu inginkan dari Rian? Sudah nak, kita perbaiki saja kehidupan kita, gak usah ganggu orang lagi."Mata Sarah berkaca-kaca melihat anaknya yang masih sulit menerima kenyataan."Tapi, Ma...." Stella mengelak."Pak, lanjut aja." Sarah memberi instruksi pada sopirnya. Sang sopir yang lebih takut pada Sarah lantas menurut."Mama aku gak bisa lupain Rian. Aku gak bisa...." Stella bersikukuh. Wanita itu nampak kesal dan stress."Stella, di sana masih banyak laki-laki lajang yang mungkin akan menerima kamu apa adanya. Mama gak mau kamu merusak rumah tangga orang lain lagi." Suara
"Pak, boleh aku bertanya sesuatu?"Nengsih dan Beni tengah duduk di halaman rumahnya sambil menatap gemerlap bintang di langit. Ada sekelumit penasaran dalam hatinya."Boleh, tapi sebelumnya boleh aku meminta sesuatu?" Beni justru balik bertanya. Lelaki itu melirik ke arah Nengsih kemudian menatapnya penuh perasaan.Nengsih mengalihkan pandangannya dari bintang, kemudian ia membalas tatapan Beni dan tersenyum. Sungguh, sebagai seorang laki-laki biasa Beni tak mampu menolak pesona yang dipancarkan pujaan hatinya."Jangan panggil Bapak, panggil aja aku Mas, Beni atau sayang juga boleh," balas lelaki itu berusaha menggoda calon istrinya.Ditatap seperti itu, Nengsih merasa malu. Gadis yang mengenakan kaus putih dan celana kulot itu lantas menunduk untuk menyembunyikan kupu-kupu yang berterbangan di hatinya."Iya deh Mas," balas Nengsih sambil tertawa malu, hati gadis itu sangat berbunga-bunga. Hampir tak pernah ia mengalami rasa indah itu seumur hidupnya.Biasanya, jika jatuh cinta maka
"Bu, lagi apa?" tanya Radit yang masuk ke dalam kamar Ajeng.Wanita yang baru saja menaruh ponselnya itu kemudian tersenyum pada putra semata wayangnya."Ini, baru aja video call sama Citra," balas Ajeng sambil memberi isyarat dengan tangan agar sang putra duduk di sampingnya.Radit lantas duduk di tepi ranjang ibunya, lelaki itu tersenyum dan menggenggam tangan Ajeng."Pantes ibu mukanya semringah," goda Radit."Iya, tapi Citra langsung tidur, mungkin dia kecapekan habis jalan-jalan," balas Ajeng."Syukurlah Bu, aku bahagia lihat Dian dan Citra bahagia." Radit tersenyum, tetapi pancaran matanya tak mampu membohongi rasa cemburu."Ibu selalu doakan, semoga anak ibu yang tampan ini bisa mendapatkan pengganti Dian dengan yang jauh lebih baik."Melihat wajah sendu sang putra, Ajeng lantas mengelus pundak anaknya dan memberi dukungan."Aamiin, terima kasih doa nya Bu," balas Radit. Lelaki itupun merebahkan tubuh di pangkuan Ajeng. Kendatipun sudah dewasa, terkadang lelaki itu masih sering
"Apa? Remnya blong?" tanya Dian dan Hasna bersamaan, dua wanita itu nampak terkejut. Seketika saja mereka gelisah."Bu, gimana ni? Aku takut." Dian memeluk Hasna sambil memejamkan mata."Bu Dian dan Bu Hasna harap tenang ya biar saya bisa berpikir jernih buat cari solusi." Sang sopir memberi instruksi."Kita berdoa saja, Nak." Hasna memeluk putrinya, wanita itu berusaha tetap tenang agar Dian tak panik. Padahal, di dalam hatinya ia pun ketakutan.Dian dan Hasna berusaha tenang, mereka memejamkan mata sambil berdoa dan terus berpelukan.Detak jantung semua yang berada di dalam kendaraan itu berdegup tak beraturan. Tak dipungkiri pikiran buruk pun terus menghantui. Namun, Dian dan Hasna saling menguatkan dan berusaha tidak membuyarkan konsentrasi sopir.Beruntung, sebelum sampai di lampu merah yang padat, sang sopir yang berusaha tenang dan cekatan itu mampu menurunkan gigi secara bertahap. Kendatipun mobil yang ditumpangi Dian keluar dari lajur, tetapi kecelakaan mampu dihindari."Alha
Nengsih sedang menyiapkan makanan di dapur saat Beni tiba-tiba saja datang. Sebenarnya lelaki itu ingin memeluk wanita di hadapannya saat sang gadis pujaan tengah memotong sayuran dengan lihai.Terlebih melihat rambut gadis tercintanya selalu diikat ke belakang, Beni hampir tak tahan melihat leher jenjangnya. Sebagai laki-laki yang sudah lama tidak pernah merasakan kehangatan, lantas ada gelenyar aneh yang menyeruak dalam tubuhnya.Namun, sekuat tenaga Beni menahan semua godaan yang menghampirinya, ia tak mau menodai cinta yang suci hanya karena nafsu sesaat.Sebenernya ia ingin untuk sementara Nengsih tidak tinggal bersama dulu demi menjaga dirinya dari hal-hal yang mungkin saja terjadi. Tetapi, Nengsih tidak memiliki tempat tinggal lagi. Setelah dijadikan pengasuh olehnya, Nengsih sudah meninggalkan kontrakan yang dulu ditinggalinya.Beni sudah bicara dengan Nengsih agar wanita itu tinggal sementara di apartemennya. Namun, Farel yang sudah merasa dekat dengan gadis itu tidak mau ber
Hasna dan anaknya sedang dalam perjalanan pulang saat benda pipih di dalam tasnya berdering.Wanita itu lantas membuka resleting dan meraih ponselnya. Nama kontak Mbok Siti bergerak-gerak di layar. Hasna mengusap layar ke arah gambar gagang telepon warna hijau untuk menerimanya."Bu, ada Bu Mega di rumah, katanya beliau mau bertemu dengan Ibu, padahal saya sudah bilang kalau ibu akan pulang lama, tetapi beliau masih terus menunggu."Suara Mbok Siti diseberang sana membuat dahi Mega mengkerut. Wanita itu penasaran untuk apa Mega menunggunya."Bilang saja saya gak tahu di mana Maira," balas Hasna."Bukan Bu, sepertinya beliau bukan mau mencari Neng Maira. Dilihat dari raut wajahnya mah kayak ada hal serius begitu Bu," tegas Mbok Siti."Oh begitu, ya sudah, sebentar lagi saya sampai. Jamu dia dengan baik, ya.""Baik Bu," balas Mbok Siti kemudian panggilan terputus."Siapa, Bu?" tanya Dian penasaran."Mega, katanya dia nunggu ibu." Hasna menggedikkan bahu saat menjawab pertanyaan putrinya
Nengsih masih tergugu di tempatnya berdiri. Sungguh, ucapan Firda barusan membuat hatinya koyak. Kepercayaan dirinya untuk menikah dengan Beni kembali menciut mengingat dirinya dengan sang calon suami memang tak sebanding dalam hal apapun.'Sudahlah Nengsih, gak usah pedulikan Firda, dia cuma iri sama kamu.'Nengsih berbicara dalam hati, wanita itu berusaha menasihati diri untuk tak goyah menggapai masa depan meskipun aral melintang.Nengsih lantas memesan ojek online untuk pulang. Namun, sebelumnya ia berniat pergi ke pasar dulu untuk belanja beberapa sayuran dan juga daging.Di sepanjang perjalanan menuju pasar, Nengsih sekuat tenaga menghilangkan suara Firda yang masih terus mengusik jiwanya. Diledek sebagai orang yang bermimpi menjadi cinderela tentu Nengsih merasa sangat dihinakan.Selama ini, meskipun dirinya berada dalam kesusahan. Ia tak pernah menjual harga diri demi uang, kecuali saat perjanjian dengan Raya yang mengakibatkan insiden pidana beberapa tahun yang lalu. Itupun k
Haris tengah menatap orang-orang yang yang hendak diangkut ke pelabuhan saat salah satu anak buahnya membawa seorang lelaki suruhan Mega ke hadapannya.Haris hanya mengangguk sekali, tetapi anak buahnya mengerti bahwa bos mereka menginstruksikan agar wanita dan anak-anak tak berdaya di depannya segera diangkut untuk diseberangkan.Satu persatu-persatu wanita dan anak-anak yang berjumlah puluhan orang itu menurut saat anak buah Haris menyuruhnya bangkit dan berjalan ke arah kontainer yang akan membawa mereka. Meskipun ketakutan, tetapi tak ada yang berontak, mereka tahu kalau anak buah Haris tak segan-segan untuk mencelakainya.Seorang lelaki suruhan Mega yang tertangkap oleh anak buah Haris itu nampak ketakutan. Sudut bibirnya berdarah, pelipisnya membiru lantaran pukulan keras yang dilayangkan anak buah Haris padanya. Lelaki itu kesal, juga takut saat melihat tindakan tidak manusiawi di depan matanya. Namun, kali ini dirinya tak berdaya.Setelah wanita dan anak-anak yang hendak disel
"Sayang."Beni menghampiri Nengsih yang masih tersedu-sedu. Air mata wanita itu sulit terhenti. Hatinya masih saja nyeri membayangkan masalah yang menimpa keluarganya."Hmmm."Nengsih hanya berdehem, setelah jarak suaminya dekat, ia pun justru mengalihkan pandangan. Kondisi mood sedang buruk lantaran tengah premenstrual syndrom. Sehingga, hormonnya sangat berpengaruh terhadap masalah yang tengah dihadapi.Biasanya, Nengsih akan berpikir rasional. Namun, entah mengapa kali ini seakan-akan ia membenarkan ucapan Abizar bahwa semua yang terjadi antara keluarganya dengan keluarga Tiara disebabkan oleh pengkhianatan suaminya.Beni yang lelah, lantas mencoba diam, lelaki itu mencerna sikap istrinya kemudian instrospeksi diri. Namun, setelah diperhatikan sekian lama ia baru peka bahwa istrinya tengah mengalami mood swing. Sehingga, ia memeluk istrinya dari belakang, tak peduli Nengsih mengamuk, ia hanya ingin menunjukkan bahwa dirinya sangat mencintai sang istri dibandingkan orang lain."Apaa
"Ya udah, sambil nunggu Kak Citra masuk aja dulu, yuk."Kedua insan itu lantas masuk ke rumah Dian. Di dalam, Abizar langsung disambut hangat oleh Dian."Abizar, apa kabar?" tanya Dian begitu pandangannya bersitatap dengan putra kedua Beni."Alhamdulillah, aku sehat Tante, Tante Dian apa kabar?"Abizar meraih tangan Dian lalu menciumnya takzim. Lelaki itu kemudian duduk di sofa, sementara Syadea pergi ke dapur untuk mengambilkan jamuan untuk sahabatnya."Katanya mau berangkat siang, ini masih pagi, lho," ujar Dian, ia menoleh ke arah jam dinding yang baru menunjukkan pukul sembilan.Belum sempat Abizar menjawab, Syadea yang baru kembali dari dapur sembari membawa air dan kudapan itu menyahut."Biasa Ma, dia gak sabar," ujar Syadea dengan menaikkan sebelah alisnya.Dian tersenyum, wanita itu kemudian menganggukkan kepala dan pergi ke halaman rumah untuk mengurus semua tanaman hias kesayangannya.Setelah Dian berlalu, wajah Abizar kembali pias kala mengingat sang ayah. Rasa kecewa kemba
Beni mengejar istrinya yang tengah dikuasai emosi. Lelaki itu tahu betul bukan seperti ini karakter Nengsih. Namun, ia pun memaklumi apa yang dirasakan sang istri."Sayang, tunggu!"Beni menyeru istrinya yang baru saja membuka pintu kamar. Sedangkan Nengsih yang baru saja memutar kenop pintu itu menghentikan langkahnya sejenak. Wanita itu terisak, kemudian menyeka air mata yang berkejaran di pipinya.Melihat butiran kristal yang terus meluruh dari manik belahan jiwanya, Beni lantas memeluk sang istri erat. Ia tak mengatakan apapun meski ada yang ingin dikatakan.Beni memilih untuk membiarkan Nengsih mengekspresikan perasaannya. Sedih, marah, kecewa adalah rasa yang sangat manusiawi. Sebaik apapun sang istri, lelaki itu sadar wanitanya bukanlah malaikat. Sama seperti dirinya, kendatipun sudah berusaha menjadi orang baik, tetap saja ia selalu melakukan kesalahan."Mungkin benar kata Abizar, aku yang membuat semua jadi begini, andai aku gak menikahi Tiara untuk membantunya, andai aku jug
Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Asih, Beni dan istrinya lantas saling pandang. kedua insan itu mengerutkan dahi sebab rasa penasaran."Maksud Bu Asih?" tanya Nengsih tak mengerti.Begitupun dengan Beni, ia menatap mata mantan mertuanya penuh selidik. Entah, lelaki itu merasa ada makna tersirat dari kalimat yang diucapkan oleh Asih.Tak langsung menjawab, Asih justru menangis semakin kencang hingga membuat Abizar yang sebelumnya tak peduli dengan tamu kedua orang tuanya pun ikut menghampiri."Ma, Pa, ada apa?" tanya Abizar setengah berlari, ia takut ada orang kesurupan di rumahnya mengingat sang ibu pernah diganggu makhluk halus."Ssst, gak ada apa-apa," jawab Beni dengan meletakkan jari telunjuk di bibirnya.Namun, bukannya pergi, Abizar justru tertarik ingin mendengar obrolan mereka. Sehingga, lelaki kelas tiga sekolah menengah atas itu duduk di kursi lainnya yang kosong.Asih yang tengah menangis tak memedulikan kehadiran putra Beni, ia tak lagi malu untuk mengemis maaf."Be
Alarm berbunyi di pukul empat pagi. Sehingga, membuat Citra dan suaminya terperanjat. Boy yang masih merasa lelah itupun meraih ponsel di atas meja, kemudian ia mematikan alarmnya. Namun, bukannya bangkit, lelaki itu justru merebahkan lagi kepalanya ke atas bantal."Kok tidur lagi?"Citra yang juga terbangun karena mendengar alarm lantas menoleh ke arah suaminya. Tubuh keduanya masih polos dan hanya ditutupi oleh selimut saja."Masih ngantuk," jawab Boy dengan suara parau. Matanya seakan-akan sulit terbuka karena rasa lelahnya."Ish, bangun yuk, sebentar lagi kan subuh," ajak Citra.Wanita yang baru saja melepas kegadisannya itu bangkit kemudian duduk di samping Boy, ia menutup dadanya dengan selimut yang dikenakan."Hufft, ayo."Meskipun masih terasa lelah karena pertarungan semalam, tetapi Boy masih selalu ingat dengan kewajibannya. Kendatipun mengantuk dan kerap dihantui rasa malas, tetapi ia selalu bangun untuk bersih-bersih sebelum subuh.Lelaki itu lantas ikut bangkit lalu menci
"Kamu siap, gak?" tanya Boy.Lelaki itu berbisik di daun telinga sang istri dengan suara lembut dan berat. Sementara Citra hanya mengangguk dengan wajah tersipu."Tapi kita harus berdoa dulu," ujar Citra.Ia hampir tak berani melihat mata suaminya sebab malu, takut dan gelisah terus menghantuinya. Namun, tak dipungkiri ia pun sangat menginginkan malam ini."Iya, aku tahu, yuk kita berdoa dulu," jawab Boy.Keduanya saling melempar senyum, kemudian melafalkan doa sebelum berhubungan. Keduanya berharap semoga setelah malam ini akan lahir keturunan yang sholeh dan sholehah.Namun, setelah berdoa keduanya justru merasa kaku dan malu. Citra bingung begitupun Boy, sehingga lelaki dengan janggut tipis itu menggaruk-garuk kepala sebab salah tingkah yang membuat keduanya tertawa.Tak ingin gagal, Boy yang sangat senang dengan bibir istrinya lantas kembali melabuhkannya di sana. Pun Citra, ia sudah merasa terbiasa sehingga tak lagi malu seperti saat pertama menikah.Lama Boy memainkan bibirnya d
"Aku sakit karena membaca surat kamu sama Maira," jawab Citra, bukannya sedih, gadis itu justru tertawa mengingat kekonyolannya. Namun, tidak bagi Boy, ia justru semakin merasa bersalah dan menyadari betapa besar cinta sang istri padanya."Iya kah?" tanya Boy."Iya, kamu tahu gak, kamu adalah orang pertama yang aku cintai."Citra melanjutkan perjalanan, sementara Boy terus menatapnya dengan perasaan kagum juga bahagia."Aku berasa terbang karena dicintai begitu dalam," jawab Boy sembari tertawa. Lelaki itupun meraih kembali jemari Citra dan menuntunnya keluar dari area makam.Setelah sampai di parkiran, Boy meraih helm dan membantu Citra mengenakannya."Aku juga bisa pakai sendiri," tolak Citra, tetapi tak dipungkiri hatinya meleleh dengan perlakuan Boy yang begitu manis."Gak apa-apa, kamu cantik kalau pakai helm," puji Boy sembari menepuk-nepuk benda penutup kepala itu lembut."Ya sudah, sekarang kita cari masjid dulu yuk, habis itu kita makan, aku laper," ajak Citra."Ayok," balas
"Kak Farel, ada Oma sama Opa."Maira berbisik di telinga suaminya. Ia malu sebab ketahuan bermesraan di dapur. Sehingga, keduanya yang tengah berhadapan dengan jarak yang sangat dekat itu lantas menjauh."Gak usah malu, justru kita senang ya, Mas," ujar Indira pada suaminya.kedua pasangan berusia lanjut itu saling melempar senyum. Indira tanpa ragu menggandeng lengan suaminya di hadapan pengantin baru itu."Iya, gak apa-apa, jangan kalah sama kita yang udah tua," sahut Adi sembari tertawa kemudian berlalu meninggalkan Maira dan suaminya di sana.Saat langkah Adi menjauh, Farel masih tersenyum lebar. Ia sangat bahagia karena melihat keromantisan nenek dan kakek Maira meski sudah berusia lanjut."Oma sama Opa romantis banget, ya. Pasti dulu mereka saling mencintai," puji Farel saat kedua orang yang merawat istrinya pergi."Enggak, justru di masa lalu mereka pernah bercerai. Bahkan, kehadiran Mama pun belum bisa membuat Oma mencintai suaminya," balas Maira."Yang benar?"Farel terkejut,
Di rumah Indira, Maira tengah memasak untuk sarapan. Sementara nenek dan kakeknya tengah berjalan-jalan pagi. Mereka sadar sudah tak muda lagi dan harus memerhatikan kesehatan agar tak menjadi pesakitan."Masak apa?"Farel yang baru saja keluar kamar itu menghampiri sang istri, ia memeluk Maira dari belakang sehingga membuat istrinya sedikit terkejut."Eh, aku masak nasi goreng buat sarapan," jawab Maira.Wanita itu membiarkan tangan suaminya melingkar di pinggang. Sehingga, Maira bisa merasakan kehangatan di punggungnya yang menempel dengan dada Farel."Baunya enak," puji Farel.Melihat rambut Maira yang diikat ke belakang dan menampilkan leher jenjang membuat kecantikan wanita itu kian paripurna. Sehingga, membuat Farel semakin senang bermanja-manja dengannya."Oh ya, hari ini mau temani aku ke kantor, enggak?" tanya Maira.Saat libur kuliah, ia memang sering menghabiskan waktu untuk mengurus perusahaan Mega. Maira yang memang mengambil jurusan manajemen dan administrasi bisnis itu