Share

Bab 48

Penulis: Author Receh
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-05 20:11:27

Siang itu, suara bel pintu berbunyi cukup keras, memecah keheningan di dalam mansion. Sera yang sedang duduk di ruang tamu, merapikan beberapa berkas, menoleh ke arah pintu dengan dahi berkerut. Galen yang berdiri tak jauh darinya berjalan ke pintu, membukanya dengan hati-hati.

Di depan pintu, tampak seorang gadis kecil, Lily, dengan wajah basah oleh air mata. Di sampingnya ada seorang wanita yang Sera kenali sebagai adik Nadine. “Bibi Maya” menyebut namanya. Gadis kecil itu langsung berlari masuk tanpa izin, memeluk kaki Galen sambil menangis.

“Mama... Mama! Kalian bawa mama ke penjara! Kenapa?!” tangis Lily terdengar pilu, seolah seluruh dunianya telah runtuh.

Sera segera bangkit dari tempat duduknya, wajahnya berubah tegang. Dia melirik Galen sejenak sebelum mendekati Lily. “Lily, sayang, dengerin Tante Sera dulu...”

Namun, Lily menolak, menangis semakin keras. “Enggak! Tante yang jahat! Papa bilang Tante Sera dan Om Galen yang bikin Mama diambil polisi! Aku benci kalian!”

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 49

    Setelah beberapa hari berlalu, Sera mulai merasa lebih tenang meski bayang-bayang kejadian sebelumnya masih menghantui pikirannya. Namun, kehadiran Galen dan Daffi membuatnya lebih kuat. Hari itu, Sera tengah duduk di ruang tamu ketika Galen masuk dengan senyum lebar di wajahnya, membawa secangkir kopi yang masih hangat. "Hey, aku bawain kopi kesukaan kamu," ujar Galen sambil menaruh cangkir di meja di depan Sera. "Aku tahu kamu butuh sesuatu yang bisa bikin suasana hati kamu jadi lebih baik." Sera menghela napas pelan, menatap cangkir kopi itu sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Thanks, Galen. Kamu selalu tahu gimana cara bikin aku merasa sedikit lebih tenang." Galen duduk di sampingnya, menggeser posisi tubuhnya agar lebih dekat. "Karena aku ngerti kamu, Sera. Aku tahu kamu masih kepikiran tentang semuanya, tapi aku harap kamu nggak terus-terusan menyalahkan diri sendiri." Sera menggenggam tangan suaminya, lalu men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 50

    Keesokan harinya, Maya semakin memperkuat pengaruhnya pada Lily. Saat Lily bangun pagi, Maya sudah menunggunya di ruang makan dengan sarapan terhidang di meja. Namun, suasana yang hangat itu terasa dingin karena kata-kata Maya sebelumnya masih menggantung di pikiran Lily.“Kamu siap buat hari ini, Lily?” tanya Maya sambil menyuapkan sarapan ke mulutnya. “Ingat apa yang Tante bilang, ya. Nggak ada lagi main sama Daffi.”Lily hanya mengangguk pelan, perasaan ragu masih memenuhi hatinya. Dia merasa ada yang salah, tapi tak tahu harus berbuat apa. Saat jam sekolah hampir tiba, dia diantar oleh Maya, yang dengan tegas berpesan sekali lagi sebelum turun dari mobil.“Jangan biarkan Daffi mendekat, Lily. Kamu sekarang bukan teman dia lagi.”Lily mengangguk meski masih bingung, lalu turun dari mobil dan masuk ke sekolah. Selama hari itu, dia berusaha menghindari Daffi, meskipun Daffi berkali-kali mencoba mendekat.“Lily, kenapa kamu nggak main sama aku?” tanya Daffi saat jam istirahat. “Kamu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 51

    Sore itu, setelah bermain di taman, Sera dan Galen duduk di ruang tamu, menatap Daffi dan Lily yang masih asyik bermain. Meski senyuman tipis menghiasi wajah mereka, Sera tahu masalah yang lebih besar masih mengintai. Kebencian yang Maya tanamkan di hati Lily tidak akan hilang begitu saja. Ini hanya permulaan.Galen memecah keheningan, “Kayaknya Lily mulai melunak, tapi kita harus hati-hati, Sayang. Maya nggak akan berhenti semudah itu.”Sera menatap suaminya sambil menghela napas panjang. “Iya, aku tahu. Aku ngerasa kayak kita ini diintai dari jauh, Galen. Maya mungkin sudah ditahan, tapi aku yakin dia masih punya cara untuk bikin masalah.”Galen mengangguk. “Aku bakal pastiin polisi jaga jarak aman dari kita, dan aku juga bakal pastiin pengacara kita siap buat ngadepin apa pun.”Sera menatap anak-anak yang tertawa kecil di depan mereka. “Aku nggak mau Lily terjebak lebih jauh dalam kebencian itu, Galen. Dia masih terlalu kecil buat ngerti semua intrik ini. Kita harus jagain dia juga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 52

    Malam itu, setelah Daffi tertidur lelap di kamarnya, Sera dan Galen duduk di teras belakang mansion mereka. Angin malam yang sejuk berhembus pelan, membawa suasana tenang. Namun, pikiran Sera masih berkecamuk.Galen melihat istrinya yang termenung, lalu dia memecah keheningan. “Sera, kamu udah mikirin apa yang kita harus lakukan selanjutnya?”Sera menghela napas panjang. “Aku udah tahu apa yang harus kita lakukan, Galen. Kita harus lawan Maya dan siapapun yang ada di belakangnya. Tapi aku nggak mau semuanya berakhir buruk buat Daffi.”Galen mengangguk pelan, memahami kekhawatiran istrinya. “Aku setuju. Kita harus hati-hati, terutama buat Daffi. Tapi kita nggak boleh diam aja, karena makin lama kita diem, makin parah tindakan mereka.”Sera menatap suaminya dalam-dalam. “Iya, aku tahu. Tapi Galen, aku beneran nggak ngerti. Kenapa mereka nggak bisa biarin kita hidup damai? Padahal kita nggak pernah ganggu mereka.”Galen tersenyum tipis, lalu meraih tangan Sera, menggenggamnya erat. “Oran

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 53

    Di sisi lain, suasana di pemakaman terasa muram. Angin sepoi-sepoi menggerakkan dedaunan pohon di sekitar makam Nadine, membuat suasana semakin hening. Maya berdiri di samping pusara yang masih basah dengan tanah yang baru saja dipadatkan. Di sebelahnya, keponakan kecilnya, Lily, menggenggam erat tangan bibinya, matanya merah dan bengkak karena menangis.Lily menatap nisan di depannya, tak bisa menahan tangis yang kembali pecah. “Bibi Maya... kenapa Mama harus pergi? Aku pengen Mama balik...”Maya memandang ke arah pusara dengan sorot mata dingin, berbeda dengan keponakannya yang penuh kesedihan. Meski tangannya memegang tangan Lily dengan lembut, pikirannya melayang jauh. "Ini bukan tentang Mamamu aja, Lily," gumam Maya pelan. "Ini tentang mereka semua yang bikin hidup Mamamu sengsara."Lily mengangkat wajahnya, menatap bibinya dengan bingung. “Maksud Bibi siapa?”Maya menarik napas panjang, berusaha menenangkan keponakannya meskipun di hatinya ada rasa dendam yang tak bisa dipadamka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 54 Season 2 Part 1

    Beberapa tahun berlalu, Lily kini menjadi seorang gadis dewasa berusia dua puluh dua tahun. Dia sedang menjalani kehidupan yang penuh kesibukan di bangku kuliah. Meski dia mencoba untuk fokus pada studinya, hatinya yang dipenuhi rasa dendam terhadap keluarga Daffi dan orang tua Daffi masih menggerogoti pikirannya. Setiap kali melihat foto-foto Daffi di media sosial atau mendengar kabar tentang keberhasilan mereka, amarahnya kembali memuncak.Suatu sore, setelah kelasnya selesai, Lily duduk di sebuah kafe dekat kampus, menatap layar ponselnya. Dia melihat unggahan Daffi yang merayakan ulang tahunnya dengan keluarga, tampak bahagia dikelilingi teman-teman dan orang-orang tercintanya. Dia menggigit bibirnya, merasa hatinya dipenuhi rasa tidak adil. “Bagaimana bisa mereka terus bahagia sementara aku harus hidup dalam bayang-bayang masa lalu?” gerutunya dalam hati.Seseorang menepuk bahunya dari belakang, membuatnya terlonjak kaget. “Lily! Kenapa kamu terlihat murung? Apakah ada yang mengg

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 55 Season 2 Part 2

    Di ruang makan yang megah, Daffi duduk sambil menyuapkan makanan dengan santai. Sera dan Galen, orang tuanya, duduk di seberang meja, sesekali melontarkan obrolan ringan. Di sisi Daffi, Aira, adik perempuannya, sedang sibuk dengan ponsel sambil tersenyum sesekali. "Daffi, bagaimana kuliahmu?" tanya Galen, menyela keheningan. Daffi mengangkat bahu. "Lancar-lancar aja, Pa. Cuma, kemarin ada tugas besar yang bikin pusing." Sera tersenyum tipis, tatapannya lembut. "Kamu pasti bisa, Nak. Lagipula, kamu sudah terbiasa mengerjakan hal-hal sulit." Aira mengangkat pandangannya dari ponsel, ikut menimpali. "Iya, Kak Daffi kan paling pintar di rumah ini!" Daffi terkekeh, melirik adiknya. "Ah, kamu lebay, Ra. Gimana kuliah kamu sendiri? Masih sibuk ngumpul sama teman-teman, kan?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 56 Season 2 Part 3

    Pagi itu, Daffi sedang duduk di kafe kecil dekat kampus bersama Giska, pacarnya. Suasana tampak ceria, keduanya sedang membahas rencana liburan. Giska, yang selalu penuh energi, tertawa saat menceritakan rencana perjalanan ke pantai. “Daffi, kamu harus coba surfing! Seru banget!” Giska menepuk pundak Daffi dengan semangat. Daffi tersenyum hangat, menggenggam tangan Giska. “Aku nggak janji bisa belajar cepat, tapi kalau kamu yang ngajarin, mungkin aku bisa.” Tawa Giska semakin lepas, tapi sekejap kemudian tawa itu terhenti saat mereka melihat seseorang yang mendekat. Lily, dengan langkah percaya diri dan senyum tipis di bibirnya, datang menghampiri meja mereka. Dia mengenakan pakaian yang modis, jelas berusaha menarik perhatian. “Hai, Daffi. Lama nggak ketemu,” sapa Lily dengan nada yang manis, seakan tak peduli dengan kehadiran Giska. Daffi mengangkat alis, merasa aneh dengan kehadiran Lily tiba-tiba. “Lily? Ngapain kamu di sini?” “Oh, aku cuma lewat... ngeliat kamu, ya, a

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-12

Bab terbaru

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Ban 78

    Daffi menutup telepon tanpa berkata sepatah kata pun lagi. Suara napasnya terdengar berat, matanya menatap kosong ke kejauhan. Ruangan itu dipenuhi dengan ketegangan yang belum terurai. Giska mendekatinya, menaruh tangan lembut di pundaknya. “Kau baik-baik saja?” Daffi mengangguk pelan, meski ekspresinya menunjukkan konflik batin. “Aku tak bisa menolongnya, Giska. Dia telah menghancurkan hidup kita. Semua yang terjadi... luka yang ia tinggalkan... terlalu dalam.” Galen, yang sejak tadi mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya bersuara. “Kau sudah membuat keputusan yang benar, Nak. Ada hal-hal yang tak bisa diperbaiki begitu saja.” Sera mengangguk, mendukung pernyataan suaminya. “Dia hanya akan mempermainkanmu lagi. Ini bukan tentang dendam, Daffi, ini tentang melindungi dirimu dan keluargamu.” Daffi menarik napas dalam, seolah ingin mengusir beban berat dari dadanya. “Aku tahu. Tapi... ada rasa bersalah di sini,” ujarnya sambil menepuk dadanya. “Aku ingin percaya bahwa

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 77

    Daffi menatap layar ponsel dengan tatapan yang semakin goyah. Matanya bergerak cepat, mengikuti gambar-gambar kenangan yang terpampang jelas di sana. Suara Giska terdengar dari rekaman itu, tawa lembut yang selama ini terasa begitu akrab namun asing di benaknya. Daffi mulai mengingat, kilatan memori muncul seperti kilat di tengah badai. “Giska?” bisiknya nyaris tak terdengar, namun semua orang di ruangan itu mendengarnya. Lily, yang berdiri di sampingnya, merasakan ancaman itu semakin nyata. Dengan cepat, dia menarik lengan Daffi, memaksa senyumnya yang paling manis meskipun dalam hatinya gemuruh ketakutan mulai melanda. “Daffi, sayang, jangan biarkan mereka membingungkanmu lagi. Kau tahu aku satu-satunya yang selalu ada untukmu,” kata Lily, nada suaranya mencoba mengunci perhatian Daffi. Namun, detik itu juga, Daffi menepis tangannya. “Cukup, Lily,” ucap Daffi dengan nada yang tak lagi ragu. Dia menatap Giska, melihat matanya yang memerah dan wajahnya yang dipenuhi luka hati. “

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   bab 76

    Giska menatap Daffi dengan mata yang berbinar penuh harapan, meski ada ketakutan yang bersembunyi di sudut hatinya. “Daffi, aku hanya ingin kau tahu satu hal—cinta kita bukan sekadar kenangan. Itu nyata, dan kau merasakannya sebelum semua ini terjadi.” Lily mengepalkan tangannya erat di samping tubuhnya, mencoba mempertahankan senyuman manis di wajahnya, meski hatinya bergejolak marah. “Daffi, kau tahu aku selalu di sini. Aku yang mendampingimu saat semua terasa gelap, bukan dia.” Daffi mengalihkan pandangannya ke arah ibunya, Sera, yang menatapnya penuh kasih sayang. “Nak, pilih dengan hatimu. Kebenaran selalu datang pada saatnya.” Daffi terdiam, tatapannya beralih antara Giska yang penuh harapan dan Lily yang berusaha memancarkan keyakinan. Ingatan-ingatan kabur mulai terbangkitkan, seperti bayangan-bayangan samar yang muncul dan tenggelam. Rasa sakit di kepalanya kembali menyeruak, membuatnya memegangi pelipisnya. “Aku... aku hanya butuh waktu untuk mengingat,” gumam Daffi,

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   bab 75

    Daffi berdiri di tengah ruangan, pandangannya terarah ke lantai, tampak kebingungan. Giska berdiri di sudut lain, memegang selembar kertas yang penuh bukti, matanya berkaca-kaca. Lily di sisi lain, menggenggam erat tangannya, menyembunyikan ketegangan di balik senyum tipisnya. “Semuanya sudah jelas, Daffi,” ujar Giska dengan suara yang bergetar namun penuh keberanian. “Aku istrimu. Kau harus tahu kebenarannya, bahkan jika kau tidak mengingatnya sekarang.” Daffi memandang Giska dengan sorot mata yang kosong, seolah mencoba mencari serpihan ingatan di balik kabut yang membelenggu pikirannya. “Tapi… aku tak mengerti. Kenapa aku tak bisa mengingatnya?” Lily, yang sejak tadi diam, melangkah maju. Wajahnya seolah diliputi ketegasan palsu yang dibuat-buat. “Daffi, mereka hanya ingin membuatmu ragu. Kau tak harus memaksakan diri untuk mengingat sesuatu yang sudah hilang. Aku di sini untukmu, untuk masa depan kita,” katanya, suaranya mengalun lembut seperti mantra berbahaya. Sera, yang

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 74

    Hari yang telah direncanakan Lily dengan penuh kegigihan akhirnya tiba—hari pernikahannya dengan Daffi. Di antara dekorasi mewah dan tamu-tamu yang hadir dalam suasana meriah, Daffi berdiri di sampingnya, mengenakan setelan yang elegan dan tampak siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya. Hanya Lily yang tahu kenyataan di balik semua ini—bahwa pria yang sekarang berdiri di altar dengannya adalah pria yang telah hilang ingatan, terlupa pada cintanya yang dulu, dan kini siap mengucapkan janji suci untuknya. Mata Lily berbinar penuh kemenangan saat pastor di depan mereka mulai mengucapkan sumpah pernikahan. Namun, suasana sakral itu tiba-tiba terpecah ketika pintu gereja terbuka lebar. Giska muncul di ambang pintu, wajahnya penuh tekad. Gaun sederhana yang dikenakannya tak mampu mengurangi auranya—keberaniannya memancar, menuntut perhatian semua orang di dalam gereja. “Daffi!” seru Giska, suaranya lantang namun penuh haru. Beberapa tamu menoleh, terkejut dengan kedatangan tak terd

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 73 Season 2 Part 20

    Setelah pengumuman pernikahan Daffi dan Lily, suasana di keluarga Daffi menjadi campur aduk. Meski orang tuanya, Sera dan Galen, mencoba untuk mendukung keputusan Daffi, mereka tidak bisa menutupi kekhawatiran di wajah mereka. Daffi, di sisi lain, berusaha menampakkan sikap optimis saat merencanakan pernikahan. Hari-hari berlalu dan Daffi mulai menghadiri berbagai pertemuan untuk merencanakan hari besarnya. Dalam proses ini, Lily sangat bersemangat dan aktif, tetapi terkadang Daffi merasakan ketidaknyamanan yang samar, terutama ketika Lily terlalu banyak berbicara tentang masa lalu mereka. Suatu sore, saat Daffi sedang duduk di taman rumahnya sambil memikirkan detail pernikahan, Sera datang menghampirinya. “Daffi, bisakah kita bicara sebentar?” tanyanya lembut, duduk di sampingnya. “Ya, Mama. Ada apa?” jawab Daffi, berusaha tersenyum. Sera menatapnya dengan tatapan penuh perhatian. “Aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja dengan keputusan ini. Aku tahu kau berusaha

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 72 season 2 Part 19

    Beberapa minggu berlalu, dan Daffi semakin terjerat dalam kebohongan yang dibangun oleh Lily. Dia mulai menganggap Lily sebagai sosok penting dalam hidupnya, meskipun bayang-bayang Giska terus menghantuinya. Suatu sore, Daffi dan Lily duduk di taman belakang mansion, menikmati cuaca yang cerah. “Daffi, aku ingin membahas sesuatu yang penting,” kata Lily dengan nada serius. “Aku merasa kita harus mengambil langkah selanjutnya dalam hubungan ini.” Daffi menatap Lily dengan bingung. “Langkah selanjutnya? Seperti apa?” “Pernikahan,” jawab Lily, menatap Daffi dalam-dalam. “Aku tahu kamu mengalami banyak hal, dan kita bisa melakukannya dengan cara yang sederhana dulu, tanpa pesta besar-besaran. Hanya kita berdua.” Daffi terdiam sejenak, berusaha memproses kata-kata Lily. “Pernikahan? Tapi, aku tidak yakin. Semua ini terasa begitu cepat. Aku masih berusaha mengingat masa laluku.” Lily mendekat, mengambil tangan Daffi dengan lembut. “Sayang, aku mengerti. Namun, kita harus melanjutk

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 71 Season 2 Part 18

    Beberapa hari berlalu sejak insiden di kafe itu, tetapi amarah dan obsesi Lily pada Daffi tak mereda. Kali ini, dia merencanakan sesuatu yang lebih licik. Dengan hati penuh dendam, Lily berencana menyebarkan gosip palsu yang bisa mengguncang hubungan Daffi dan Giska. Dia merasa, jika tidak bisa memiliki Daffi, setidaknya dia akan memastikan kebahagiaannya hancur. Sementara itu, di rumah, Daffi dan Giska menghabiskan malam bersama. Mereka berbincang hangat di ruang keluarga, mencoba melupakan semua masalah yang telah terjadi. “Aku tidak ingin kau khawatir tentang Lily lagi,” kata Daffi, menatap Giska dengan penuh perhatian. “Dia tidak ada apa-apanya. Yang penting hanya kau dan kebahagiaan kita.” Giska tersenyum, meski kekhawatiran masih membayangi hatinya. “Aku percaya padamu, Daffi. Tapi… Lily tidak akan diam begitu saja. Aku tahu dia pasti punya rencana lain.” Daffi menggenggam tangan Giska erat-erat. “Aku akan selalu ada untukmu. Apapun yang dia lakukan, aku tidak akan perna

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 70 Season 2 Part 17

    Beberapa bulan setelah pernikahan Daffi dan Giska, kehidupan Lily semakin terpuruk dalam bayang-bayang obsesinya. Dengan kegagalan yang menghantuinya, dia menjadi semakin terobsesi untuk merebut Daffi dari Giska. Setiap kali melihat foto kebahagiaan Daffi dan Giska di media sosial, darahnya terasa mendidih. Dalam pikirannya, Daffi seharusnya menjadi miliknya, dan Giska hanyalah penghalang yang harus dihilangkan. Suatu sore, Lily duduk di depan cermin, merias wajahnya dengan cermat. Dia memilih pakaian yang menonjolkan lekuk tubuhnya dan menyisir rambutnya hingga mengkilap. “Hari ini, aku akan menunjukkan siapa yang lebih layak untuk Daffi,” gumamnya pada diri sendiri dengan suara serak. Rasa percaya diri mulai mengisi dirinya, dan dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi. Lily memutuskan untuk menghadiri pesta yang diadakan oleh salah satu teman Daffi, dengan harapan bisa menemukan kesempatan untuk mendekati Daffi. Dalam perjalanan ke pesta, jantungnya berdebar-debar.

DMCA.com Protection Status