Share

Bab 43

Penulis: Author Receh
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-01 21:10:19

Sejak percakapan aneh dengan Nadine, Sera merasa tak nyaman. Ada sesuatu tentang wanita itu yang terus membekas di pikirannya, membuatnya waspada. Pagi itu, setelah mengantar Daffi ke sekolah, Sera mulai memasang sikap berjaga-jaga. Setiap kali Nadine lewat di depan mansion mereka, Sera memperhatikan dari balik jendela ruang tamu.

"Dia selalu lewat sini, tapi nggak pernah bilang mau mampir lagi. Rasanya dia cuma mau lihat-lihat keadaan rumah," gumam Sera pada dirinya sendiri, sambil terus memandang keluar.

Galen, yang tengah duduk di ruang kerja, mendengar gumaman istrinya. "Kamu masih mikirin soal Nadine?" tanyanya sambil berjalan mendekat.

Sera mengangguk. "Iya, aku nggak bisa lepasin perasaan aneh ini. Sejak dia datang ke sini dan bilang hal-hal aneh tentang betapa beruntungnya aku punya kamu, aku jadi curiga. Kayaknya dia pengen lebih dari sekadar tetangga baik."

Galen meraih bahu Sera, memberikan rasa tenang. "Kamu nggak usah khawatir. Kalau dia mulai bertingkah, aku yang akan ha
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 44

    Malam itu, Sera menghadiri pesta glamor di sebuah ballroom mewah di pusat kota. Lampu kristal berkilauan, musik jazz lembut mengalun, dan para tamu sosialita saling berbincang sambil menyesap minuman berkelas. Sera mengenakan gaun elegan berwarna merah marun, rambutnya ditata rapi, membuatnya terlihat anggun dan memukau. Di sampingnya, beberapa wanita sosialita yang merupakan teman-temannya sibuk berbincang."Sera, kamu terlihat luar biasa malam ini!" seru Lisa, salah satu temannya, sambil tersenyum lebar."Terima kasih, Lisa. Kamu juga," balas Sera dengan anggukan kecil, meski pikirannya melayang ke masalah yang masih mengganggunya: Nadine.Tak lama kemudian, Tania, teman lamanya yang terkenal bijak di kalangan sosialita, menghampiri dan bergabung dalam percakapan mereka. "Sera, lama nggak lihat kamu. Gimana kabarmu?" tanyanya dengan nada ramah namun ada sorot perhatian di matanya.Sera tersenyum kecil, tapi matanya memancarkan sedikit kelelahan. "Baik, Tania. Meskipun beberapa hal b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 45

    Nadine mulai merancang langkah berikutnya dengan hati-hati. Di tengah keheningan sore itu, ia mulai menelpon beberapa tetangga yang dikenal doyan bergosip. Tujuannya jelas—menciptakan cerita tentang Sera yang akan merusak citra sempurna wanita itu di mata orang-orang sekitar."Eh, kamu tahu nggak, soal Sera?" Nadine berbicara lembut dengan nada penuh keakraban di telepon. "Aku nggak mau ikut campur, tapi belakangan ini aku dengar hal-hal nggak enak tentang dia, lho."Dari ujung telepon, suara seorang wanita yang penuh rasa ingin tahu terdengar, "Serius, Nadine? Emang ada apa?"Nadine pura-pura ragu sejenak sebelum akhirnya melanjutkan. "Ya, katanya... dia nggak sesempurna yang kelihatan. Gosipnya sih, Galen mulai terganggu sama sikap posesif Sera. Kamu tahu kan, Sera tuh terlalu overprotective sama keluarganya, sampai-sampai Galen nggak bisa nafas, gitu.""Astaga, kok bisa? Jadi mereka nggak bahagia dong?" Suara di ujung telepon terdengar semakin penasaran.Nadine tersenyum puas, tahu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 46

    Keesokan harinya, Sera terbangun lebih awal dari biasanya. Setelah melakukan serangannya terhadap Nadine di media sosial semalam, perasaannya masih bercampur aduk antara puas dan waspada. Sambil menyiapkan sarapan untuk Daffi, ia tak henti-hentinya memeriksa ponselnya, melihat seberapa jauh gosip tentang Nadine telah menyebar. Notifikasi di ponselnya berderet panjang. Beberapa dari tetangga mulai membicarakan hal-hal yang ditemukan Sera, sementara yang lain, yang mungkin belum tahu, hanya mengirimkan pesan singkat dengan emoji mata besar, menandakan keterkejutan mereka. Ketika Galen turun dari lantai atas, dia melihat istrinya sudah sibuk dengan ponselnya. "Kamu masih mikirin soal itu, Ser?" tanyanya dengan nada prihatin. Sera tersenyum tipis, sambil mengangkat alisnya. "Gosipnya makin panas. Semua orang mulai tahu siapa Nadine yang sebenarnya. Aku cuma diam, tapi dampaknya besar." Galen menghela napas panjang, "Aku cuma nggak mau ini jadi bumerang buat kamu." Sera menatap suamin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 47

    Seiring berjalannya waktu, sikap Nadine semakin tak terkendali. Gosip dan fitnah yang ia sebarkan tentang Sera sudah mulai meresahkan tetangga sekitar. Setiap kali Sera keluar rumah, pandangan sinis dan bisikan-bisikan terdengar di belakangnya. Nadine, dengan senyum licik, tampaknya menikmati drama yang ia ciptakan.Suatu sore, Sera duduk di ruang tamu, memandangi ponselnya yang penuh dengan pesan dari teman-teman sosialitanya, menanyakan kebenaran gosip yang beredar. Satu pesan bahkan begitu terang-terangan menuduhnya sebagai seorang istri yang tak setia pada Galen."Serius, Ser? Mereka bilang kamu punya hubungan rahasia? Ini gila banget," suara temannya lewat panggilan telepon terdengar jelas di telinga Sera.Sera menutup matanya, napasnya semakin berat. Ia tahu fitnah ini pasti berasal dari Nadine, wanita yang tak pernah lelah mencoba merusak keharmonisan rumah tangganya. "Galen, aku nggak bisa diam aja soal ini lagi," kata Sera dengan nada penuh tekad ketika suaminya masuk ke rua

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 48

    Siang itu, suara bel pintu berbunyi cukup keras, memecah keheningan di dalam mansion. Sera yang sedang duduk di ruang tamu, merapikan beberapa berkas, menoleh ke arah pintu dengan dahi berkerut. Galen yang berdiri tak jauh darinya berjalan ke pintu, membukanya dengan hati-hati. Di depan pintu, tampak seorang gadis kecil, Lily, dengan wajah basah oleh air mata. Di sampingnya ada seorang wanita yang Sera kenali sebagai adik Nadine. “Bibi Maya” menyebut namanya. Gadis kecil itu langsung berlari masuk tanpa izin, memeluk kaki Galen sambil menangis. “Mama... Mama! Kalian bawa mama ke penjara! Kenapa?!” tangis Lily terdengar pilu, seolah seluruh dunianya telah runtuh. Sera segera bangkit dari tempat duduknya, wajahnya berubah tegang. Dia melirik Galen sejenak sebelum mendekati Lily. “Lily, sayang, dengerin Tante Sera dulu...” Namun, Lily menolak, menangis semakin keras. “Enggak! Tante yang jahat! Papa bilang Tante Sera dan Om Galen yang bikin Mama diambil polisi! Aku benci kalian!”

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 49

    Setelah beberapa hari berlalu, Sera mulai merasa lebih tenang meski bayang-bayang kejadian sebelumnya masih menghantui pikirannya. Namun, kehadiran Galen dan Daffi membuatnya lebih kuat. Hari itu, Sera tengah duduk di ruang tamu ketika Galen masuk dengan senyum lebar di wajahnya, membawa secangkir kopi yang masih hangat. "Hey, aku bawain kopi kesukaan kamu," ujar Galen sambil menaruh cangkir di meja di depan Sera. "Aku tahu kamu butuh sesuatu yang bisa bikin suasana hati kamu jadi lebih baik." Sera menghela napas pelan, menatap cangkir kopi itu sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Thanks, Galen. Kamu selalu tahu gimana cara bikin aku merasa sedikit lebih tenang." Galen duduk di sampingnya, menggeser posisi tubuhnya agar lebih dekat. "Karena aku ngerti kamu, Sera. Aku tahu kamu masih kepikiran tentang semuanya, tapi aku harap kamu nggak terus-terusan menyalahkan diri sendiri." Sera menggenggam tangan suaminya, lalu men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 50

    Keesokan harinya, Maya semakin memperkuat pengaruhnya pada Lily. Saat Lily bangun pagi, Maya sudah menunggunya di ruang makan dengan sarapan terhidang di meja. Namun, suasana yang hangat itu terasa dingin karena kata-kata Maya sebelumnya masih menggantung di pikiran Lily.“Kamu siap buat hari ini, Lily?” tanya Maya sambil menyuapkan sarapan ke mulutnya. “Ingat apa yang Tante bilang, ya. Nggak ada lagi main sama Daffi.”Lily hanya mengangguk pelan, perasaan ragu masih memenuhi hatinya. Dia merasa ada yang salah, tapi tak tahu harus berbuat apa. Saat jam sekolah hampir tiba, dia diantar oleh Maya, yang dengan tegas berpesan sekali lagi sebelum turun dari mobil.“Jangan biarkan Daffi mendekat, Lily. Kamu sekarang bukan teman dia lagi.”Lily mengangguk meski masih bingung, lalu turun dari mobil dan masuk ke sekolah. Selama hari itu, dia berusaha menghindari Daffi, meskipun Daffi berkali-kali mencoba mendekat.“Lily, kenapa kamu nggak main sama aku?” tanya Daffi saat jam istirahat. “Kamu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 51

    Sore itu, setelah bermain di taman, Sera dan Galen duduk di ruang tamu, menatap Daffi dan Lily yang masih asyik bermain. Meski senyuman tipis menghiasi wajah mereka, Sera tahu masalah yang lebih besar masih mengintai. Kebencian yang Maya tanamkan di hati Lily tidak akan hilang begitu saja. Ini hanya permulaan.Galen memecah keheningan, “Kayaknya Lily mulai melunak, tapi kita harus hati-hati, Sayang. Maya nggak akan berhenti semudah itu.”Sera menatap suaminya sambil menghela napas panjang. “Iya, aku tahu. Aku ngerasa kayak kita ini diintai dari jauh, Galen. Maya mungkin sudah ditahan, tapi aku yakin dia masih punya cara untuk bikin masalah.”Galen mengangguk. “Aku bakal pastiin polisi jaga jarak aman dari kita, dan aku juga bakal pastiin pengacara kita siap buat ngadepin apa pun.”Sera menatap anak-anak yang tertawa kecil di depan mereka. “Aku nggak mau Lily terjebak lebih jauh dalam kebencian itu, Galen. Dia masih terlalu kecil buat ngerti semua intrik ini. Kita harus jagain dia juga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08

Bab terbaru

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Ban 78

    Daffi menutup telepon tanpa berkata sepatah kata pun lagi. Suara napasnya terdengar berat, matanya menatap kosong ke kejauhan. Ruangan itu dipenuhi dengan ketegangan yang belum terurai. Giska mendekatinya, menaruh tangan lembut di pundaknya. “Kau baik-baik saja?” Daffi mengangguk pelan, meski ekspresinya menunjukkan konflik batin. “Aku tak bisa menolongnya, Giska. Dia telah menghancurkan hidup kita. Semua yang terjadi... luka yang ia tinggalkan... terlalu dalam.” Galen, yang sejak tadi mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya bersuara. “Kau sudah membuat keputusan yang benar, Nak. Ada hal-hal yang tak bisa diperbaiki begitu saja.” Sera mengangguk, mendukung pernyataan suaminya. “Dia hanya akan mempermainkanmu lagi. Ini bukan tentang dendam, Daffi, ini tentang melindungi dirimu dan keluargamu.” Daffi menarik napas dalam, seolah ingin mengusir beban berat dari dadanya. “Aku tahu. Tapi... ada rasa bersalah di sini,” ujarnya sambil menepuk dadanya. “Aku ingin percaya bahwa

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 77

    Daffi menatap layar ponsel dengan tatapan yang semakin goyah. Matanya bergerak cepat, mengikuti gambar-gambar kenangan yang terpampang jelas di sana. Suara Giska terdengar dari rekaman itu, tawa lembut yang selama ini terasa begitu akrab namun asing di benaknya. Daffi mulai mengingat, kilatan memori muncul seperti kilat di tengah badai. “Giska?” bisiknya nyaris tak terdengar, namun semua orang di ruangan itu mendengarnya. Lily, yang berdiri di sampingnya, merasakan ancaman itu semakin nyata. Dengan cepat, dia menarik lengan Daffi, memaksa senyumnya yang paling manis meskipun dalam hatinya gemuruh ketakutan mulai melanda. “Daffi, sayang, jangan biarkan mereka membingungkanmu lagi. Kau tahu aku satu-satunya yang selalu ada untukmu,” kata Lily, nada suaranya mencoba mengunci perhatian Daffi. Namun, detik itu juga, Daffi menepis tangannya. “Cukup, Lily,” ucap Daffi dengan nada yang tak lagi ragu. Dia menatap Giska, melihat matanya yang memerah dan wajahnya yang dipenuhi luka hati. “

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   bab 76

    Giska menatap Daffi dengan mata yang berbinar penuh harapan, meski ada ketakutan yang bersembunyi di sudut hatinya. “Daffi, aku hanya ingin kau tahu satu hal—cinta kita bukan sekadar kenangan. Itu nyata, dan kau merasakannya sebelum semua ini terjadi.” Lily mengepalkan tangannya erat di samping tubuhnya, mencoba mempertahankan senyuman manis di wajahnya, meski hatinya bergejolak marah. “Daffi, kau tahu aku selalu di sini. Aku yang mendampingimu saat semua terasa gelap, bukan dia.” Daffi mengalihkan pandangannya ke arah ibunya, Sera, yang menatapnya penuh kasih sayang. “Nak, pilih dengan hatimu. Kebenaran selalu datang pada saatnya.” Daffi terdiam, tatapannya beralih antara Giska yang penuh harapan dan Lily yang berusaha memancarkan keyakinan. Ingatan-ingatan kabur mulai terbangkitkan, seperti bayangan-bayangan samar yang muncul dan tenggelam. Rasa sakit di kepalanya kembali menyeruak, membuatnya memegangi pelipisnya. “Aku... aku hanya butuh waktu untuk mengingat,” gumam Daffi,

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   bab 75

    Daffi berdiri di tengah ruangan, pandangannya terarah ke lantai, tampak kebingungan. Giska berdiri di sudut lain, memegang selembar kertas yang penuh bukti, matanya berkaca-kaca. Lily di sisi lain, menggenggam erat tangannya, menyembunyikan ketegangan di balik senyum tipisnya. “Semuanya sudah jelas, Daffi,” ujar Giska dengan suara yang bergetar namun penuh keberanian. “Aku istrimu. Kau harus tahu kebenarannya, bahkan jika kau tidak mengingatnya sekarang.” Daffi memandang Giska dengan sorot mata yang kosong, seolah mencoba mencari serpihan ingatan di balik kabut yang membelenggu pikirannya. “Tapi… aku tak mengerti. Kenapa aku tak bisa mengingatnya?” Lily, yang sejak tadi diam, melangkah maju. Wajahnya seolah diliputi ketegasan palsu yang dibuat-buat. “Daffi, mereka hanya ingin membuatmu ragu. Kau tak harus memaksakan diri untuk mengingat sesuatu yang sudah hilang. Aku di sini untukmu, untuk masa depan kita,” katanya, suaranya mengalun lembut seperti mantra berbahaya. Sera, yang

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 74

    Hari yang telah direncanakan Lily dengan penuh kegigihan akhirnya tiba—hari pernikahannya dengan Daffi. Di antara dekorasi mewah dan tamu-tamu yang hadir dalam suasana meriah, Daffi berdiri di sampingnya, mengenakan setelan yang elegan dan tampak siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya. Hanya Lily yang tahu kenyataan di balik semua ini—bahwa pria yang sekarang berdiri di altar dengannya adalah pria yang telah hilang ingatan, terlupa pada cintanya yang dulu, dan kini siap mengucapkan janji suci untuknya. Mata Lily berbinar penuh kemenangan saat pastor di depan mereka mulai mengucapkan sumpah pernikahan. Namun, suasana sakral itu tiba-tiba terpecah ketika pintu gereja terbuka lebar. Giska muncul di ambang pintu, wajahnya penuh tekad. Gaun sederhana yang dikenakannya tak mampu mengurangi auranya—keberaniannya memancar, menuntut perhatian semua orang di dalam gereja. “Daffi!” seru Giska, suaranya lantang namun penuh haru. Beberapa tamu menoleh, terkejut dengan kedatangan tak terd

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 73 Season 2 Part 20

    Setelah pengumuman pernikahan Daffi dan Lily, suasana di keluarga Daffi menjadi campur aduk. Meski orang tuanya, Sera dan Galen, mencoba untuk mendukung keputusan Daffi, mereka tidak bisa menutupi kekhawatiran di wajah mereka. Daffi, di sisi lain, berusaha menampakkan sikap optimis saat merencanakan pernikahan. Hari-hari berlalu dan Daffi mulai menghadiri berbagai pertemuan untuk merencanakan hari besarnya. Dalam proses ini, Lily sangat bersemangat dan aktif, tetapi terkadang Daffi merasakan ketidaknyamanan yang samar, terutama ketika Lily terlalu banyak berbicara tentang masa lalu mereka. Suatu sore, saat Daffi sedang duduk di taman rumahnya sambil memikirkan detail pernikahan, Sera datang menghampirinya. “Daffi, bisakah kita bicara sebentar?” tanyanya lembut, duduk di sampingnya. “Ya, Mama. Ada apa?” jawab Daffi, berusaha tersenyum. Sera menatapnya dengan tatapan penuh perhatian. “Aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja dengan keputusan ini. Aku tahu kau berusaha

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 72 season 2 Part 19

    Beberapa minggu berlalu, dan Daffi semakin terjerat dalam kebohongan yang dibangun oleh Lily. Dia mulai menganggap Lily sebagai sosok penting dalam hidupnya, meskipun bayang-bayang Giska terus menghantuinya. Suatu sore, Daffi dan Lily duduk di taman belakang mansion, menikmati cuaca yang cerah. “Daffi, aku ingin membahas sesuatu yang penting,” kata Lily dengan nada serius. “Aku merasa kita harus mengambil langkah selanjutnya dalam hubungan ini.” Daffi menatap Lily dengan bingung. “Langkah selanjutnya? Seperti apa?” “Pernikahan,” jawab Lily, menatap Daffi dalam-dalam. “Aku tahu kamu mengalami banyak hal, dan kita bisa melakukannya dengan cara yang sederhana dulu, tanpa pesta besar-besaran. Hanya kita berdua.” Daffi terdiam sejenak, berusaha memproses kata-kata Lily. “Pernikahan? Tapi, aku tidak yakin. Semua ini terasa begitu cepat. Aku masih berusaha mengingat masa laluku.” Lily mendekat, mengambil tangan Daffi dengan lembut. “Sayang, aku mengerti. Namun, kita harus melanjutk

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 71 Season 2 Part 18

    Beberapa hari berlalu sejak insiden di kafe itu, tetapi amarah dan obsesi Lily pada Daffi tak mereda. Kali ini, dia merencanakan sesuatu yang lebih licik. Dengan hati penuh dendam, Lily berencana menyebarkan gosip palsu yang bisa mengguncang hubungan Daffi dan Giska. Dia merasa, jika tidak bisa memiliki Daffi, setidaknya dia akan memastikan kebahagiaannya hancur. Sementara itu, di rumah, Daffi dan Giska menghabiskan malam bersama. Mereka berbincang hangat di ruang keluarga, mencoba melupakan semua masalah yang telah terjadi. “Aku tidak ingin kau khawatir tentang Lily lagi,” kata Daffi, menatap Giska dengan penuh perhatian. “Dia tidak ada apa-apanya. Yang penting hanya kau dan kebahagiaan kita.” Giska tersenyum, meski kekhawatiran masih membayangi hatinya. “Aku percaya padamu, Daffi. Tapi… Lily tidak akan diam begitu saja. Aku tahu dia pasti punya rencana lain.” Daffi menggenggam tangan Giska erat-erat. “Aku akan selalu ada untukmu. Apapun yang dia lakukan, aku tidak akan perna

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 70 Season 2 Part 17

    Beberapa bulan setelah pernikahan Daffi dan Giska, kehidupan Lily semakin terpuruk dalam bayang-bayang obsesinya. Dengan kegagalan yang menghantuinya, dia menjadi semakin terobsesi untuk merebut Daffi dari Giska. Setiap kali melihat foto kebahagiaan Daffi dan Giska di media sosial, darahnya terasa mendidih. Dalam pikirannya, Daffi seharusnya menjadi miliknya, dan Giska hanyalah penghalang yang harus dihilangkan. Suatu sore, Lily duduk di depan cermin, merias wajahnya dengan cermat. Dia memilih pakaian yang menonjolkan lekuk tubuhnya dan menyisir rambutnya hingga mengkilap. “Hari ini, aku akan menunjukkan siapa yang lebih layak untuk Daffi,” gumamnya pada diri sendiri dengan suara serak. Rasa percaya diri mulai mengisi dirinya, dan dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi. Lily memutuskan untuk menghadiri pesta yang diadakan oleh salah satu teman Daffi, dengan harapan bisa menemukan kesempatan untuk mendekati Daffi. Dalam perjalanan ke pesta, jantungnya berdebar-debar.

DMCA.com Protection Status