Lady Neenash memejamkan mata. Dia merasakan kekecewaan mendalam, tak menyangka akan gagal dengan sangat mengenaskan. Bukan hanya tak lolos ujian, dia juga bisa dipastikan mati dengan sia-sia.Namun, Nasib baik masih berpihak pada Lady Neenash. Tepat beberapa langkah sebelum tubuhnya menghantam tebing, kalung yang dipinjamkan Lady Hazel berpendar. Cahaya hangat menyelimuti Lady Neenash. Bagian tebing yang mengenai tubuhnya malah hancur."Eh, tidak sakit?" seru Lady Neenash seraya membuka mata. Dia seketika meneteskan air mata haru saat melihat kalung Lady Hazel yang masih berpendar. "Aku harus sangat berterima kasih kepada Lady Hazel," gumamnya. "Terima kasih, Lady Cherrie," bisiknya lagi sambil mengusap kalung."Ini sudah tugasku, Lady," balas Lady Cherrie dengan suara yang seperti menggaung dalam kepala Lady Neenash.Wushhh!Nyatanya, Lady Neenash belum bisa tenang. Sepatu artefak kembali membawanya berputar-putar. Kalung berisi jiwa Lady Cherrie sudah berkali-kali melakukan perlindu
Wushh!Angin kencang bertiup. Panah api Pangeran Sallac berbalik arah. Louvi yang baru saja tersadar bersiap membentuk perisai cahaya. Namun, waktunya terlalu mepet.Pendeta muda itu memejamkan mata, pasrah. Namun, hawa dingin terasa membekukan tubuh. Louvi tersentak dan refleks membuka mata. Panah api Pangeran Sallac entah bagaimana telah raib. Louvi mengembuskan napas lega. Namun, rasa kesalnya terbangkitkan lagi saat melihat aksi Pangeran Sallac. Pemuda itu tak jua jera meskipun sudah hampir terkena senjata sendiri. Pangeran Sallac kembali mengumpulkan manna, bermaksud menyerang perisai kuil sekali lagi."Ya ampun, Pangeran! Bukankah sudah saya bilang kita harus bersabar? Kenapa Anda malah melakukan hal yang berbahaya?" gerutu Louvi sembari menghentikan aksi Pangeran Sallac."Aku tak peduli mau bahaya atau tidak! Aku hanya ingin menyelamatkan Neenash!" sergah Pangeran Sallac."Menyelamatkanku?"Pangeran Sallac seketika menegakkan badan saat mendengar suara Lady Neenash. Dia tak pe
"Apa yang kau lihat, Neenash?" cecar Pangeran Sallac."Benang cahaya. Persis seperti yang dikatakan Lady Cherrie dari kalung ini. Saat aku memusatkan pikiran, benang cahaya terlihat," sahut Lady Neenash sembari menunjuk ke depan.Pangeran Sallac mengerutkan kening. Beberapa kali dia memicingkan mata, juga berkedip. Namun, benang cahaya yang dimaksud sang kekasih tak tertangkap pandangan. Louvi yang mengerti kebingungan Pangeran Sallac terkekeh. Tak ayal, Pangeran Sallac mendelik tajam karena merasa diremehkan. Dia hampir saja mencengkeram kerah jubah si pendeta. Beruntung, Lady Neenash sudah memperingatkan dengan lirikan mata."Jangan berbuat kasar kepada Tuan Louvi, Sallac," desis gadis itu tajam."Aku hanya kesal karena dia mencoba meremehkanku," gerutu Pangeran Sallac."Saya tidak meremehkan Anda, Yang Mulia. Sebenarnya, saya juga tidak bisa melihat benang cahaya yang dimaksud Lady Neenash. Sepertinya, hanya bisa dilihat saintess," kilah Louvi."Kau tertawa, Pendeta! Aku jelas-jel
Dua ekor lizen melompat. Lady Neenash bersiap melemparkan belati es. Namun, dia urung melakukannya karena dengan teringat pesan dari sang penjaga. Ujian kali ini adalah saat-saat untuk membuktikan dirinya layak menjadi seorang pemimpin. Lady Neenash jelas tahu pemimpin yang baik tidak akan langsung membunuh. Namun, dia bisa saja terbunuh jika salah bertindak. Akhirnya, dia hanya menghindar dari lizen."Aku pasti akan bisa menaklukkan kalian dan lolos dari ujian ini," desis Lady Neenash penuh percaya diri.Namun, rasa percaya dirinya berubah menjadi decakan sebal. Bagaimana tidak? Kawanan lizen yang baru semakin berdatangan, padahal dia belum menemukan solusi untuk menjinakkan para hewan mistis itu."Auuu! Auuu!" Lolongan khas membuat Lady Neenash seketika mengumpat.Rupanya, ujian tak cukup hanya dengan lizen. Kini, kawanan heik mulai bermunculan dari atas bukit. Mereka berlari dengan kecepatan tinggi seolah-olah siap menerjang.Keadaan bertambah buruk dengan beberapa ekor oksan yang
Lady Neenash membuka mata saat merasakan embusan hawa dingin. Dia tersentak dan memasang kuda-kuda. Bagaimana tidak? Sebelumnya, dia masih berada di kasur empuk. ketika terbangun, gadis itu sudah berada di tengah-tengah danau dengan permukaan yang membeku.Krak! Krak!Suara aneh meningkatkan kewaspadaan Lady Neenash. Dia mengedarkan pandangan. Namun, tak ada satu pun yang mencurigakan, bahkan suasan terasa sangat sepi, hanya ada dirinya dan es.Krak! Krak!"Sial!" umpat Lady Neenash begitu menyadari suara apa yang sedari menganggu.Bagian dalam es di bawah kakinya mulai mengalami retakan. Lady Neenash mengumpulkan manna di telapak tangan Embusan hawa dingin terasa saat dia mencoba membekukan retakan. Namun, usaha tersebut berakhir sia-sia. Retakan es anehnya hanya terhenti sebentar, lalu mulai terjadi lagi. Lady Neenash mencoba membekukan sekali lagi. Hasilnya sama saja, hanya memperlambat retakan.Akhirnya, dia pun berlari sekencang mungkin lurus ke depan, berharap segera menemui te
Lady Hazel tiba-tiba berdiri. Dia bergegas keluar dari ruang rahasia. Lady Neenash, Louvi, dan Grand Duke Erbish saling pandang dengan kening berkerut. Sementara Pangeran Sallac dari awal sama sekali tak tertarik dan menunjukkan raut wajah malas.Setelah menunggu cukup lama, pintu ruang rahasia kastil utara dibuka dari luar. Lady Hazel tersenyum lebar sambil memeluk gulungan perkamen. Dia masuk, lalu membentangkan perkamen di meja, hingga tampaklah gambar kostum yang cukup unik."Apa ini, Lady Hazel?" celetuk Lady Neenash setelah cukup lama melongo."Ini cetak biru pakaian tahan dingin dan panas yang coba kubuat sejak lama. Tapi, aku tidak bisa membuatnya karena bahannya kurang. Sekarang, pakaian ini bisa diwujudkan,""Bahannya sudah lengkap?" tanya Grand Duke Erbish. Matanya tampak berbinar-binar, tak sabar hendak melihat alat hebat buatan Lady Hazel lagi. Sejak Lady Hazel ditempatkan dalam posisi penting di tim oreon utara, dia selalu mengagumi karya-karya gadis itu. Grand Duke Erb
Lady Neenash, Pangeran Sallac, dan Louvi terus meluncur. Hawa panas membuat tubuh mereka banjir keringat. Lady Neenash mengumpulkan manna. Dalam satu helaan napas, dia melepaskan sihir pengendali es, mencoba membekukan kolam lava yang siap menyambut mereka.Hawa dingin beradu dengan panas. Lady Neenash berhasil membekukan sebagian kecil kolam lava. Namun, masalah lain masih menunggu. Mereka pasti tetap akan hancur jika jatuh dari ketinggian tersebut."Sial! Aku tak mau mati dengan tulang remuk!" umpat Lady Neenash.Pangeran Sallac berhasil meraih tubuh Lady Neenash. Dia memeluk dengan erat, berusaha menjadi perisai jika terjadi tabrakan."Serahkan ini pada saya," tukas Louvi. Kesadarannya sudah kembali. Dia langsung menggunakan kekuatan suci. Perisai cahaya menyelimuti tubuh mereka. Tabrakan keras dengan lava yang sudah dibekukan pun bisa dihindari. Tubuh mereka melayang sebelum menghantam lava beku. Kemudian, Louvi perlahan menarik kembali kekuatan suci, sehingga mereka bisa turun
Kurcaci penjaga mendekat. Dia mengamati Lady Neenash sejenak, lalu menggeleng pelan. Tangannya mengusap-usap janggut."Senjata itu akan menjadi bagian dari dirimu. Jadi, pembuatannya akan menyerap manna. Kau hanya akan berhasil jika bisa mengendalikan aliran manna," jelas kurcaci penjaga. Dia memberi jeda sejenak agar Lady Neenash bisa mencerna."Tapi, jika gagal, kau akan mati dalam keadaan lemas. Apa kau yakin akan menyelesaikan ujiannya? Kau bisa menyerah jika tak sanggup."Lady Neenash menggenggam gagang palu dengan erat. Semangatnya berkobar. Hanya sekali lihat saja, dia bisa tahu kurcaci itu berbeda dengan penjaga lainnya. Meskipun seperti memberi pilihan, lady Neenash yakin kurcaci penjaga akan marah besar jika dia menyerah."Tidak, Tuan Penjaga. Saya percaya bisa melalui ujian ini bahkan jika harus mempertaruhkan nyawa!" seru Lady Neenash penuh percaya diri.Meskipun sangat samar, Lady Neenash bisa melihat senyuman kecil di bibir kurcaci. Ternyata, dugaannya benar. Kurcaci pe