"Apa yang kau lihat, Neenash?" cecar Pangeran Sallac."Benang cahaya. Persis seperti yang dikatakan Lady Cherrie dari kalung ini. Saat aku memusatkan pikiran, benang cahaya terlihat," sahut Lady Neenash sembari menunjuk ke depan.Pangeran Sallac mengerutkan kening. Beberapa kali dia memicingkan mata, juga berkedip. Namun, benang cahaya yang dimaksud sang kekasih tak tertangkap pandangan. Louvi yang mengerti kebingungan Pangeran Sallac terkekeh. Tak ayal, Pangeran Sallac mendelik tajam karena merasa diremehkan. Dia hampir saja mencengkeram kerah jubah si pendeta. Beruntung, Lady Neenash sudah memperingatkan dengan lirikan mata."Jangan berbuat kasar kepada Tuan Louvi, Sallac," desis gadis itu tajam."Aku hanya kesal karena dia mencoba meremehkanku," gerutu Pangeran Sallac."Saya tidak meremehkan Anda, Yang Mulia. Sebenarnya, saya juga tidak bisa melihat benang cahaya yang dimaksud Lady Neenash. Sepertinya, hanya bisa dilihat saintess," kilah Louvi."Kau tertawa, Pendeta! Aku jelas-jel
Dua ekor lizen melompat. Lady Neenash bersiap melemparkan belati es. Namun, dia urung melakukannya karena dengan teringat pesan dari sang penjaga. Ujian kali ini adalah saat-saat untuk membuktikan dirinya layak menjadi seorang pemimpin. Lady Neenash jelas tahu pemimpin yang baik tidak akan langsung membunuh. Namun, dia bisa saja terbunuh jika salah bertindak. Akhirnya, dia hanya menghindar dari lizen."Aku pasti akan bisa menaklukkan kalian dan lolos dari ujian ini," desis Lady Neenash penuh percaya diri.Namun, rasa percaya dirinya berubah menjadi decakan sebal. Bagaimana tidak? Kawanan lizen yang baru semakin berdatangan, padahal dia belum menemukan solusi untuk menjinakkan para hewan mistis itu."Auuu! Auuu!" Lolongan khas membuat Lady Neenash seketika mengumpat.Rupanya, ujian tak cukup hanya dengan lizen. Kini, kawanan heik mulai bermunculan dari atas bukit. Mereka berlari dengan kecepatan tinggi seolah-olah siap menerjang.Keadaan bertambah buruk dengan beberapa ekor oksan yang
Lady Neenash membuka mata saat merasakan embusan hawa dingin. Dia tersentak dan memasang kuda-kuda. Bagaimana tidak? Sebelumnya, dia masih berada di kasur empuk. ketika terbangun, gadis itu sudah berada di tengah-tengah danau dengan permukaan yang membeku.Krak! Krak!Suara aneh meningkatkan kewaspadaan Lady Neenash. Dia mengedarkan pandangan. Namun, tak ada satu pun yang mencurigakan, bahkan suasan terasa sangat sepi, hanya ada dirinya dan es.Krak! Krak!"Sial!" umpat Lady Neenash begitu menyadari suara apa yang sedari menganggu.Bagian dalam es di bawah kakinya mulai mengalami retakan. Lady Neenash mengumpulkan manna di telapak tangan Embusan hawa dingin terasa saat dia mencoba membekukan retakan. Namun, usaha tersebut berakhir sia-sia. Retakan es anehnya hanya terhenti sebentar, lalu mulai terjadi lagi. Lady Neenash mencoba membekukan sekali lagi. Hasilnya sama saja, hanya memperlambat retakan.Akhirnya, dia pun berlari sekencang mungkin lurus ke depan, berharap segera menemui te
Lady Hazel tiba-tiba berdiri. Dia bergegas keluar dari ruang rahasia. Lady Neenash, Louvi, dan Grand Duke Erbish saling pandang dengan kening berkerut. Sementara Pangeran Sallac dari awal sama sekali tak tertarik dan menunjukkan raut wajah malas.Setelah menunggu cukup lama, pintu ruang rahasia kastil utara dibuka dari luar. Lady Hazel tersenyum lebar sambil memeluk gulungan perkamen. Dia masuk, lalu membentangkan perkamen di meja, hingga tampaklah gambar kostum yang cukup unik."Apa ini, Lady Hazel?" celetuk Lady Neenash setelah cukup lama melongo."Ini cetak biru pakaian tahan dingin dan panas yang coba kubuat sejak lama. Tapi, aku tidak bisa membuatnya karena bahannya kurang. Sekarang, pakaian ini bisa diwujudkan,""Bahannya sudah lengkap?" tanya Grand Duke Erbish. Matanya tampak berbinar-binar, tak sabar hendak melihat alat hebat buatan Lady Hazel lagi. Sejak Lady Hazel ditempatkan dalam posisi penting di tim oreon utara, dia selalu mengagumi karya-karya gadis itu. Grand Duke Erb
Lady Neenash, Pangeran Sallac, dan Louvi terus meluncur. Hawa panas membuat tubuh mereka banjir keringat. Lady Neenash mengumpulkan manna. Dalam satu helaan napas, dia melepaskan sihir pengendali es, mencoba membekukan kolam lava yang siap menyambut mereka.Hawa dingin beradu dengan panas. Lady Neenash berhasil membekukan sebagian kecil kolam lava. Namun, masalah lain masih menunggu. Mereka pasti tetap akan hancur jika jatuh dari ketinggian tersebut."Sial! Aku tak mau mati dengan tulang remuk!" umpat Lady Neenash.Pangeran Sallac berhasil meraih tubuh Lady Neenash. Dia memeluk dengan erat, berusaha menjadi perisai jika terjadi tabrakan."Serahkan ini pada saya," tukas Louvi. Kesadarannya sudah kembali. Dia langsung menggunakan kekuatan suci. Perisai cahaya menyelimuti tubuh mereka. Tabrakan keras dengan lava yang sudah dibekukan pun bisa dihindari. Tubuh mereka melayang sebelum menghantam lava beku. Kemudian, Louvi perlahan menarik kembali kekuatan suci, sehingga mereka bisa turun
Kurcaci penjaga mendekat. Dia mengamati Lady Neenash sejenak, lalu menggeleng pelan. Tangannya mengusap-usap janggut."Senjata itu akan menjadi bagian dari dirimu. Jadi, pembuatannya akan menyerap manna. Kau hanya akan berhasil jika bisa mengendalikan aliran manna," jelas kurcaci penjaga. Dia memberi jeda sejenak agar Lady Neenash bisa mencerna."Tapi, jika gagal, kau akan mati dalam keadaan lemas. Apa kau yakin akan menyelesaikan ujiannya? Kau bisa menyerah jika tak sanggup."Lady Neenash menggenggam gagang palu dengan erat. Semangatnya berkobar. Hanya sekali lihat saja, dia bisa tahu kurcaci itu berbeda dengan penjaga lainnya. Meskipun seperti memberi pilihan, lady Neenash yakin kurcaci penjaga akan marah besar jika dia menyerah."Tidak, Tuan Penjaga. Saya percaya bisa melalui ujian ini bahkan jika harus mempertaruhkan nyawa!" seru Lady Neenash penuh percaya diri.Meskipun sangat samar, Lady Neenash bisa melihat senyuman kecil di bibir kurcaci. Ternyata, dugaannya benar. Kurcaci pe
Perlahan, tubuh Louvi mulai terhisap. Dia berusaha meraih akar pohon di tepian rawa. Namun, lumpur hisap semakin kuat menariknya ke bawah. Kini, si pendeta muda sudah terbenam sampai pinggang. Sementara itu, Lady Neenash bergegas menuju rawa. Dia membongkar isi kantung serba guna. Wajahnya semringah setelah memperoleh apa yang dicari, tali khusus buatan Lady Hazel. "Tuan Pendeta, bertahanlah!" serunya seraya melemparkan tali ke arah Louvi. Tali khusus tersebut dengan cepat mengikat tubuh Louvi. Lady Neenash mengikatkan ujung tali yang ada di tangannya ke bebatuan kokoh. Setelah menekan tombol, tali menggulung sendiri, sehingga menarik Louvi dari lumpur hisap. "Terima kasih, Lady. Saya pikir saya akan mati muda," ungkap Louvi setelah berhasil keluar dari lumpur hisap. "Sebaiknya, kita cari tempat beristirahat dulu, Tuan Pendeta."Louvi mengangguk. "Iya, sekalian saya ingin membersihkan diri. Bau lumpur ini membuat saya mual."Mereka pun mencari tempat istirahat. Sungai yang tenang
"Neenash!" seru Pangeran Sallac panik.Dia mencoba membakar sulur yang menjerat tubuhnya. Namun, seperti sebelumnya, dia malah semakin tercekik. Louvi berusaha menenangkan, tetapi tak didengar sama sekali. Pangeran Sallac sangat frustrasi. Dia hampir saja nekat mempertaruhkan nyawanya. Beruntung, Lady Neenash membentuk perisai es tepat waktu. Belati es yang berbalik menyerangnya terpental, lalu raib. "Lihatlah, Lady Neenash bisa mengatasinya, Pangeran. Kita percayakan kepada Lady Neenash. Beliau adalah saintess dan juga berhasil melewati ujian-ujian sebelumnya," bisik Louvi dengan suara yang sangat pelan.Jika bersuara keras, sulur tanaman air akan bereaksi. Meskipun di awal sempat kaget dan panik, Louvi berhasil mempelajari cara kerja sulur tersebut. Mereka hanya perlu bersikap tenang hingga Lady Neenash berhasil menyelesaikan ujian.Kata-kata penjaga artefak bahwa mereka akan mati jika Lady Neenash terlambat menghancurkan lapisan perlindungan juga hanya ancaman kosong. Si penjaga