Akhirnya, Pangeran Seandock dan Lady Cherrie tiba di pinggiran kota. Keadaan sudah kacau balau. Anak-anak jalanan yang dimaksud tengah menghamburkan barang dagangan para pedagang, juga merusak toko-toko. Sayuran dan daging berserakan di jalan."Anak-anak malang," gumam Lady Cherrie dengan mata berkaca-kaca.Dia langsung menangkupkan tangan di depan dada. Mata birunya terpejam. Lantunan syair mengalun indah dari bibir mungil kemerahan."Tidurlah, Anak-anak," bisiknya lembut setelah menyelesaikan lagu.Cahaya menyilaukan keluar dari tubuh Lady Cherrie. Semua orang yang ada di lokasi refleks memejamkan mata. Saat itulah, Lady Cherrie mengeluarkan kekuatan sihir hitam dan membuat anak-anak tertidur. Hal itu sangat mudah karena penyebab mengamuknya mereka juga ulah Lady Cherrie.Begitu anak-anak malang itu sudah terlelap semua, barulah Lady Cherrie menyerap kembali cahaya ke dalam tubuh. Orang-orang pun kompak membuka mata. Mereka seketika terpukau, lalu merasa lega."Hidup, Saintess!""Sa
Srat!Darah tersembur ke udara. Pendeta muda yang malang ambruk dengan perut tertusuk. Duke Thalennant membersihkan pedangnya, lalu menyarungkannya lagi di pinggang."Berani sekali kau menuduh saintess padahal hanya pendeta tingkat rendah! Kau harusnya malu telah berbuat kurang ajar," maki Duke Thalennant pada mayat pendeta muda yang tengah melotot itu.Sementara itu, kabut hitam yang tadi hendak menyerang si pendeta perlahan memudar, hingga hilang seolah terbawa angin. Tak lama kemudian, Lady Cherrie keluar dari semak-semak. Namun, gerakannya begitu halus dan hati-hati,. sehingga tampak benar-benar baru datang dari arah paviliun. Setelah berada cukup dekat dengan Duke Thalennant dan mayat pendeta, Lady Cherrie langsung bersandiwara. Dia terduduk lemas. Kedua tangan menutup mulut dengan mata terbelalak sempurna. Tak memerlukan waktu lama hingga air mata meluncur di pipinya. "Tuan Duke, ini ... kenapa Anda ....."Lady Cherrie tak meneruskan ucapannya karena terisak. Dia tampak begitu
Pangeran Sallac baru saja keluar dari kamar mandi. Dia mengeringkan rambut dengan handuk. Sementara bibirnya terus menggerutu. Sebenarnya, Pangeran Sallac masih ingin tidur dengan nyaman sambil memeluk sang istri. Namun, hari itu mereka akan ada pertemuan lagi di ruang rahasia. Dia pun terpaksa mandi lebih pagi. Pangeran Sallac bermaksud membangunkan Lady Neenash usai berpakaian."Tidak! Tidak! Dasar iblis sial*n! Hentikan!"Jeritan Lady Neenash membuat Pangeran Sallac melempar handuk ke sembarang arah. Dia berlari ke tempat tidur secepat mungkin, lalu mendekap erat tubuh Lady Neenash. Namun, Sang istri malah memberontak, mengakibatkan luka cakaran di wajah tampan Pangeran Sallac.Tak ingin keadaan semakin kacau, Pangeran Sallac menepuk pelan pipi Lady Neenash. "Neenash! Neenash!" panggilnya.Lady Neenash tersentak. Dia membuka matanya secara mendadak. Pangeran Sallac hampir melompat karena terlalu kaget. Untunglah, dia bisa cepat mengendalikan emosi dan langsung menatap lembut Lady
"Ini benar-benar gawat, Lady! Kita harus segera bergerak!" ulang Lady Hazel. Lady Neenash menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tingkah ajaib Lady Hazel kali ini sulit untuk dipahami. Sementara itu, Pangeran Sallac sudah kehilangan kesabaran. Dia mendorong Lady Hazel menjauh. "Di mana tata kramamu? Lancang sekali kau masuk kamar orang lain tanpa permisi!" gertak Pangeran Sallac.Lady Hazel tak mengacuhkan sang pangeran. Dia malah dengan percaya diri memegang tangan Lady Neenash lagi. Pangeran Sallac tentu tak terima. Akhirnya, mereka malah saling berebut tangan Lady Neenash."Ekhem!" Satu dehaman Lady Neenash cukup untuk menghentikan perdebatan Pangeran Sallac dan Lady Hazel. "Sallac, kau tidak boleh tiba-tiba mendorong orang lain hanya karena cemburu dan Lady Hazel kamu juga salah karena tidak mengetuk pintu dulu. Bagaimana kalau saat kau membuka pintu Sallac sedang telanj*ng karena berganti pakaian?""Maafkan aku, Lady. Aku benar-benar panik jadi tidak sadar langsung ke sini," ung
Grand Duke Erbish mendengkus. "Ya, ya, kabar apa lagi?" ketusnya. "Rasanya, kita selalu saja mendapat kabar buruk!"Sir Datte sekali memberikan salam penghormatan. Dia mengatur napas sejenak untuk menenangkan perasaan. Suara menggelegar Grand Duke Erbish memang tidak baik untuk jantung."Tersebar rumor di ibukota kalau Tuan Count Blossom merencanakan pemberontakan bersama Anda, Yang Mulia. Katanya, bagian penyelidikan istana sudah mulai didatangkan ke Kediaman Tuan Count," lapor Sir Datte."Sial*n!" geram Grand Duke Erbish.Dia lagi-lagi memukul meja. Sekarang, meja kayu yang malang itu bukan hanya retak, tetapi terbelah dua. Tak ayal patahan kayu terlempar ke segala arah.Pangeran Sallac refleks memeluk Lady Neenash berusaha melindunginya. Sementara itu, Lady Hazel dan Louvi memilih menggunakan perisai. Adapun Sir Datte hanya bisa pasrah ketika wajahnya menjadi salah satu tempat pendaratan patahan kayu."Tenanglah, Erbish. Kenapa kau harus marah-marah? Bukankah rumor itu juga tidak s
"Bukannya masih masa penyelidikan? Kenapa sudah ditetapkan sebagai pemberontak saja?" cecar Grand Duke Erbish dengan mata melotot.Suaranya begitu menggelegar membuat para pendeta yang mengantarkan sampai halaman kuil gemetaran. Jangankan pendeta, Sir Datte juga menjadi kikuk dan berkeringat dingin. Dia sampai kehilangan kata-kata dan memerlukan waktu lama untuk bisa kembali berbicara."Itu ....""Jawab yang jelas, Datte!" bentak Grand Duke Erbish membuat Sir Datte terlonjak. Wajah pemuda itu sampai memucat. Bukannya kasihan dan menurunkan nada suaranya, Grand Duke Erbis malah mencengkeram kerah Sir Datte. Sang ajudan sampai tercekik dan kesulitan bernapas.Lady Hazel menepuk pelan bahu Grand Duke Erbish. "Tenang, Erbish. Kau bisa membunuh Sir Datte jika terus seperti ini," tegurnya.Grand Duke Erbish mendengkus, lalu melepaskan cengkeramannya dengan kasar. Tak ayal, Sir Datte oleng dan terjatuh. Louvi yang merasa iba cepat-cepat menolong ajudan malang itu.Belajar dari pengalaman se
Lidah Sir Datte mendadak kelu. Bagaimana tidak? Wajah gusar Grand Duke Erbish yang tengah memegangi gagang pedang sangat menyeramkan. Pemuda itu sekali lagi menelan ludah untuk mengembalikan kemampuan bicaranya sebelum sang tuan mengamuk lagi."Kepala Desa Sihkan datang bersama beberapa tetua desa memohon bantuan, Yang Mulia." Sir Datte terdiam sejenak. "Kondisi mereka tampak mengenaskan, Yang Mulia."Amarah Grand Duke Erbish mendadak surut. Gagang pedang yang tadi digenggam sudah dilepas. Kini, wajahnya justru berubah cemas.Desa Sihkan adalah kawasan berpenduduk pertama yang ada di wilayah utara. Ketika dikirim dengan kejam ke utara karena fitnah Ratu Olive, dia hampir saja mati. Cuaca dingin dan serangan monster yang tak kunjung henti, membuat wilayah utara memang tak mungkin sukses kalau hanya dipimpin oleh remaja berusia 13 tahun.Namun, penduduk Desa Sihkan merawat Grand Duke Erbish dengan baik. Dengan bantuan mereka, remaja yang hampir tak ada harapan hidup, tumbuh menjadi pemu
"Ketemu!" seru Lady Neenash begitu merasakan adanya penolakan dari benang cahaya.Penolakan terhadap kekuatan suci menunjukkan keberadaan kekuatan kegelapan. Kemudian, Lady Neenash menggunakan pengendalian esnya untuk membentuk gambaran tempat yang dilihatnya. "Ini reruntuhan benteng negara musuh, sekitar 500 langkah dari desa kami!" seru Kepala Desa."Berarti iblis itu tinggal tak jauh dari desa. Meskipun begitu, lebih baik kita pergi ke Desa Sihkan dulu untuk memurnikan tanah yang tercemar sihir hitam agar penduduk desa tidak kelaparan dan terluka," cetus Louvi.Mereka setuju dengan pendapat Louvi. Setelah melakukan beberapa persiapan, mereka pun meninggalkan kastil utara. Grand Duke Erbish sempat kesal karena tak diajak. Untunglah, Lady Neenash berhasil membujuknya. Grand Duke Erbish memang harus tinggal agar mereka bisa berbagi tugas. Grand Duke Erbish harus membicarakan lebih mendetail rencana pemberontakan bersama Count Calliant. Lagi pula, dia tak punya kekuatan suci untuk me