Wajah Lady Neenash terbenam semakin dalam di dada siren penjaga. Namun, tepat sebelum kuku siren melukai lehernya, dia mendorong wanita itu. Tak ayal, siren penjaga terjungkal. Lady Neenash memasang kuda-kuda. Matanya menatap awas, menunggu langkah siren penjaga selanjutnya. Dia juga mencoba memastikan tak ada serangan dari arah yang lain. "Selamat, kau berhasil melalui ujian tahap pertama!" seru siren penjaga dengan senyuman aneh di sudut bibirnya.Lady Neenash termenung sejenak. Dia mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Sebelumnya, gadis itu merasa melihat sang ibu. Namun, dia tersadar ada yang berbeda saat mencium aroma tak biasa. Ibunya memiliki aroma seperti hutan yang menyegarkan. Sementara dari wanita yang dipeluknya tercium aroma asinnya laut. Oleh karena itu, Lady Neenash segera menyadari ada yang tak beres."Tunggu dulu! Apakah Anda penjaga artefak? Saya sudah lolos ujian?" cecar Lady Neenash ketika sudah mulai berhasil memahami keadaan. Terlebih, dia melihat Pangera
Grand Duke Erbish dan Pangeran Sallac menatap lekat. Sorot mata keduanya terasa menodong. Lady Neenash menghela napas. Kondisi tersebut sangat familiar seperti saat ayah dan kakaknya masih hidup. Louvi dan Lady Hazel tak banyak membantu. Si pendeta muda tampak berpura-pura sibuk sendiri. Sementara Lady Hazel malah menikmati kondisi itu seolah-olah tengah menonton pertunjukan yang menarik."Katakan, Neenash! Rencana apa yang kaumaksud?" cecar Pangeran Sallac."Ya, ya, cepat katakan! Aku tidak mau sampai kau merencanakan ide gila dan berbahaya!" timpal Grand Duke Erbish dengan napas mendengkus-dengkus.Lady Neenash menghela napas berat untuk yang ketiga kalinya, lalu mulai berbicara dengan hati-hati, "Dengan menyamar menjadi pekerja di kuil suci, aku akan lebih bebas bergerak di sana."Brak!Grand Duke Erbish menggebrak meja. Lady Hazel terlonjak dan refleks memeluk Lady Neenash. Tak ayal, Pangeran Sallac menjadi cemburu dan melepaskan pelukan itu dengan kasar. Mereka pun bertengkar.
"Kamu ... cukup tampan jika tidak botak," komentar kepala kuil dengan masih menatap wajah Louvi. "Dua yang perempuan ini juga cantik-cantik. Kita sangat beruntung," tambahnya lagi. Lady Neenash dan Lady Hazel diam-diam menghela napas lega. Tadinya, mereka pikir si kepala kuil berhasil mengenali Louvi. Namun, Louvi sendiri malah terlihat susah payah menahan emosi. Kepala kuil tiba-tiba menyeringai. "Pasti akan banyak bangsawan yang ingin meminta bantuan dari mereka nanti," gumamnya, lalu tersenyum. Lady Neenash bergidik tanpa sadar. Entah kenapa dia merasa senyuman kepala kuil mengandung makna tertentu. Terlebih, sorot mata Louvi jelas-jelas memancarkan kekecewaan mendalam. "Tunjukkan kamar mereka, lalu jelaskan tugas-tugas pendeta muda!" perintah kepala kuil membuyarkan lamunan Lady Neenash. "Baik, Bapak Kepala."Si pendeta senior mengangguk takzim. Dia mengajak para pendeta muda palsu itu keluar dari ruangan. Mereka menyusuri lorong panjang. Beberapa pendeta lain menyapa dan sal
Rasa hangat membuat Lady Neenash membuka mata. Dia terkesiap saat melihat sosok yang tengah duduk di singgasana. Kecantikan sosok tersebut tak bisa terlukiskan dengan kata-kata. Sorot mata lembutnya terasa membawa kedamaian.Lady Neenash seketika berlutut dan menunduk takzim. "Terimalah bakti hamba yang penuh dosa ini, Dewi," tuturnya penuh hormat.Tanpa dijelaskan pun, dia telah bisa menduga sosok di hadapannya adalah Dewi Asteriella. Keanggunan terpancar dari sosoknya. Rasa hangat juga terasa menjalari hati saat melihat senyuman sang dewi."Bangunlah, Anakku. Kemarilah," panggil Dewi Asteriella lembut.Lady Neenash bangkit dari posisi berlutut. Dia melangkah dengan penuh hormat menuju singgasana. Dewi Asteriella mengulurkan tangan yang bercahaya dan menyentuh lembut kening Lady Neenash.Rasa hangat menyelimutiku tubuh. Lady memejamkan mata dan menunduk dengan takzim. Dia baru mengangkat kepalanya setelah diminta oleh sang dewi.Dewi Asteriella menyentuh lembut wajah Lady Neenash. "A
Seminggu telah berlalu. Pernikahan Lady Neenash dan Pangeran Sallac pun digelar dengan megah. Aula kastil utara dihias dengan mawar merah nan menawan. Berbagai jenis permata tertata apik di dinding memberi kesan mewah dan anggun.Pangeran Sallac tampak semakin tampan dengan baju pengantin berwarna putih. Dia berdiri cemas di depan altar. Louvi susah payah menenangkannya. Akan tidak lucu jika mempelai pria mencekik pendeta."Kenapa lama sekali?" keluh Pangeran Sallac untuk yang kesepuluh kalinya."Sabarlah sebentar, Pangeran. Mempelai wanita perlu berdandan sehingga agak lama–""Neenash itu sudah cantik tanpa perlu berdandan!" sergah Pangeran Sallac. "Apa perlu aku yang–"Pintu aula yang dibuka menghentikan ucapan Pangeran Sallac. Lady Neenash memasuki aula sembari menggandeng lengan Grand Duke Erbish. Wajah gadis itu sempat terlihat sendu. Dia tentu sedih karena bukan sang ayah yang mengantarkan ke altar. Sementara itu, Pangeran Sallac terpaku. Pesona mempelai wanitanya telah mengamb
Pheriana tampak mondar-mandir. Beberapa kali dia menggigiti ujung jari. Gadis pelayan itu bahkan lupa harus merapikan kamar Lady Neenash. Saat Lady Hazel membuka pintu, hampir saja daun pintu menubruk wajah Pheriana."Ah, maafkan aku, Pheriana! Kau baik-baik saja?" tanya Lady Hazel dengan sorot mata bersalah.Pheriana tersenyum manis. "Saya baik-baik saja, Lady. Lagi pula saya juga salah karena berdiri di belakang pintu."Lady Hazel mengamati wajah Pheriana. Gadis pelayan itu menunduk dengan tangan bertaut yang gemetaran. Satu-satunya pemikiran ketika ditatap lekat adalah ketika berbuat kesalahan. Dia sangat takut jika sampai melakukan kelalaian sekecil apa pun."Sepertinya, ada yang menganggu pikiranmu, Pheriana," celetuk Lady Hazel. Dia menepuk bahu Pheriana pelan. "Kau bisa ceritakan padaku jika ada masalah. Aku akan bantu jika bisa. Mungkin kau tak enak menceritakan dengan Neenash karena tidak mau dia khawatir.Pheriana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Beberapa kali dia ingin
Lady Neenash membuka mata perlahan. Aroma familiar membuatnya mendapat firasat buruk. Benar saja, wajah penuh obsesi Pangeran Seandock tertangkap pandangan. Dia refleks hendak melakukan serangan. Namun, tubuhnya tak bisa digerakkan. Pangeran Seandock menyeringai. Pemuda itu mengangkat tangan sambil memutar-mutar cincin berpendar biru di jari manis sebelah kanan. "Cincin Kebijaksanaan sial*n!" umpat Lady Neenash dalam hati. "Melepaskan pengaruh cincin sial*n itu adalah hal pertama yang harus kulakukan jika sudah mendapatkan kekuatan saintess sepenuhnya."Lady Neenash mengamati sekeliling. Dia mencoba mencari celah. Jika Pangeran Seandock lengah, Lady Neenash bermaksud menggunakan kekuatan suci dan kabur secepatnya dari kamar beraroma aneh tersebut. Pangeran Seandock duduk di tepian tempat tidur. Dia mengusap rambut Lady Neenash dengan lembut. Begitu Sang putra mahkota mencondongkan badan hendak mendaratkan kecupan di bibirnya, Lady Neenash berguling dengan cepat. Pangeran Seandock h
WushhhPanah api Pangeran Sallac langsung padam tertelan kabut hitam. Lady Cherrie palsu telah muncul. Dia memegangi tangan Pangeran Seandock, lalu menghilang bersama dengan embusan angin kencang dan kabut hitam yang pekat."Sial*n!" umpat Pangeran Sallac.Sebenarnya, dia hendak memeriksa ke luar jendela. Namun, Lady Neenash masih gemetaran dalam pelukannya. Akhirnya, Pangeran Sallac terpaksa membiarkan Pangeran Seandock dan Lady Cherrie palsu lolos."Neenash ... aku ada di sini .... Aku sudah datang untukmu," bisik Pangeran Sallac lembut.Tangannya tak henti mengusap rambut sang istri. Lady Neenash membenamkan wajah semakin dalam di dada bidang Pangeran Sallac. Dia masih gemetaran. Pangeran Sallac susah payah menahan gejolak amarah dalam dada. Kondisi terpuruk Lady Neenash benar-benar mengiris hati. Rasa ingin menjadikan adiknya manusia panggang terasa meluap-luap."Aku ... jijik sekali, Sallac. Aku jijik jika mengingat tangannya telah menyentuh wajahku."Lady Neenash menggemeletukk