Seminggu telah berlalu. Pernikahan Lady Neenash dan Pangeran Sallac pun digelar dengan megah. Aula kastil utara dihias dengan mawar merah nan menawan. Berbagai jenis permata tertata apik di dinding memberi kesan mewah dan anggun.Pangeran Sallac tampak semakin tampan dengan baju pengantin berwarna putih. Dia berdiri cemas di depan altar. Louvi susah payah menenangkannya. Akan tidak lucu jika mempelai pria mencekik pendeta."Kenapa lama sekali?" keluh Pangeran Sallac untuk yang kesepuluh kalinya."Sabarlah sebentar, Pangeran. Mempelai wanita perlu berdandan sehingga agak lama–""Neenash itu sudah cantik tanpa perlu berdandan!" sergah Pangeran Sallac. "Apa perlu aku yang–"Pintu aula yang dibuka menghentikan ucapan Pangeran Sallac. Lady Neenash memasuki aula sembari menggandeng lengan Grand Duke Erbish. Wajah gadis itu sempat terlihat sendu. Dia tentu sedih karena bukan sang ayah yang mengantarkan ke altar. Sementara itu, Pangeran Sallac terpaku. Pesona mempelai wanitanya telah mengamb
Pheriana tampak mondar-mandir. Beberapa kali dia menggigiti ujung jari. Gadis pelayan itu bahkan lupa harus merapikan kamar Lady Neenash. Saat Lady Hazel membuka pintu, hampir saja daun pintu menubruk wajah Pheriana."Ah, maafkan aku, Pheriana! Kau baik-baik saja?" tanya Lady Hazel dengan sorot mata bersalah.Pheriana tersenyum manis. "Saya baik-baik saja, Lady. Lagi pula saya juga salah karena berdiri di belakang pintu."Lady Hazel mengamati wajah Pheriana. Gadis pelayan itu menunduk dengan tangan bertaut yang gemetaran. Satu-satunya pemikiran ketika ditatap lekat adalah ketika berbuat kesalahan. Dia sangat takut jika sampai melakukan kelalaian sekecil apa pun."Sepertinya, ada yang menganggu pikiranmu, Pheriana," celetuk Lady Hazel. Dia menepuk bahu Pheriana pelan. "Kau bisa ceritakan padaku jika ada masalah. Aku akan bantu jika bisa. Mungkin kau tak enak menceritakan dengan Neenash karena tidak mau dia khawatir.Pheriana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Beberapa kali dia ingin
Lady Neenash membuka mata perlahan. Aroma familiar membuatnya mendapat firasat buruk. Benar saja, wajah penuh obsesi Pangeran Seandock tertangkap pandangan. Dia refleks hendak melakukan serangan. Namun, tubuhnya tak bisa digerakkan. Pangeran Seandock menyeringai. Pemuda itu mengangkat tangan sambil memutar-mutar cincin berpendar biru di jari manis sebelah kanan. "Cincin Kebijaksanaan sial*n!" umpat Lady Neenash dalam hati. "Melepaskan pengaruh cincin sial*n itu adalah hal pertama yang harus kulakukan jika sudah mendapatkan kekuatan saintess sepenuhnya."Lady Neenash mengamati sekeliling. Dia mencoba mencari celah. Jika Pangeran Seandock lengah, Lady Neenash bermaksud menggunakan kekuatan suci dan kabur secepatnya dari kamar beraroma aneh tersebut. Pangeran Seandock duduk di tepian tempat tidur. Dia mengusap rambut Lady Neenash dengan lembut. Begitu Sang putra mahkota mencondongkan badan hendak mendaratkan kecupan di bibirnya, Lady Neenash berguling dengan cepat. Pangeran Seandock h
WushhhPanah api Pangeran Sallac langsung padam tertelan kabut hitam. Lady Cherrie palsu telah muncul. Dia memegangi tangan Pangeran Seandock, lalu menghilang bersama dengan embusan angin kencang dan kabut hitam yang pekat."Sial*n!" umpat Pangeran Sallac.Sebenarnya, dia hendak memeriksa ke luar jendela. Namun, Lady Neenash masih gemetaran dalam pelukannya. Akhirnya, Pangeran Sallac terpaksa membiarkan Pangeran Seandock dan Lady Cherrie palsu lolos."Neenash ... aku ada di sini .... Aku sudah datang untukmu," bisik Pangeran Sallac lembut.Tangannya tak henti mengusap rambut sang istri. Lady Neenash membenamkan wajah semakin dalam di dada bidang Pangeran Sallac. Dia masih gemetaran. Pangeran Sallac susah payah menahan gejolak amarah dalam dada. Kondisi terpuruk Lady Neenash benar-benar mengiris hati. Rasa ingin menjadikan adiknya manusia panggang terasa meluap-luap."Aku ... jijik sekali, Sallac. Aku jijik jika mengingat tangannya telah menyentuh wajahku."Lady Neenash menggemeletukk
"Tuan Louvi ingat sewaktu kita hendak memurnikan kabut hitam di pondok waktu itu ada yang memukul kita hingga pingsan bukan?" Bukannya menjawab, Lady Hazel malah bertanya kepada Louvi.Louvi mengangguk ragu. Dia tidak terlalu yakin karena langsung pingsan. Namun, tengkuknya memang masih terasa sakit seperti habis dipukul."Sepertinya begitu. Tapi, saya tidak begitu yakin. Jika memang ada mata-mata, bukankah saat itu hanya ada kita, Nona Pheriana, dan Sir Dulcais?" Louvi mengelus dagu. "Ataukah ada kesatria yang membuntuti kita dan menyergap saat kita lengah?" tebaknya asal.Lady Hazel menggeleng. "Pelakunya ada di antara kita saat itu. Jika memang ada yang membuntuti, alat pendeteksi gerakan mencurigakan yang kubawa pasti bereaksi," jelasnya."Lalu, kau mencurigai, Pheriana dan Dulcais?" cecar Pangeran Sallac. Dia mendelik tajam. "Mereka sudah mengabdi sejak lama. Justru kamu yang lebih mencurigakan," tuduhnya."Hei, saya juga pingsan saat itu!""Bisa saja kau hanya pura-pura. Seoran
Mereka telah tiba di ruang tamu kastil utara. Seorang pemuda yang tadinya duduk langsung berdiri dan memberi salam penghormatan. Grand Duke Erbish mengibaskan tangan dan memintanya duduk kembali."Jadi, apakah ada pesan lagi dari Count Blossom? Kenapa dia tidak menggunakan alat sihir komunikasi? Atau jangan-jangan kau adalah mata-mata yang dikirim wanita iblis itu dengan mengaku-ngaku utusan Count Blossom?" cecar Grand Duke Erbish hampir tanpa jeda.Lady Neenash seketika menghela napas berat. Mereka memang baru saja mendapati kenyataan pahit dengan pengkhianatan Sir Dulcais. Namun, tidak seharusnya Grand Duke Erbish asal mengamuk kepada utusan orang lain."Tenanglah, Kak. Jangan menuduh tanpa bukti. Kita memang harus berhati-hati, tetapi bukan berarti menuding semua orang," bisik Lady Neenash.Nyatanya, Grand Duke Erbish tak peduli. Dia tiba-tiba berdiri dan menghunus pedang dan meletakkannya di leher si utusan. Pemuda malang itu hanya bisa gemetaran dibuatnya.Utusan yang dikirim ole
Lady Neenash masih kebingungan. Sementara ketiga wanita berwujud Dewi Asteriella terus memanggil, membuat perasaan menjadi semakin resah saja. Dia berpikir keras mencari solusi, hingga teringat dengan ketujuh artefak yang melekat di tubuhnya."Jika upacara kebangkitan baru akan bisa dilakukan setelah mencari tujuh benda suci ini, berarti aku harus menggunakan kekuatan benda-benda suci untuk melewati ujian kali ini," gumam Lady Neenash.Dia mulai memejamkan mata. Pikiran dan manna dipusatkan agar terhubung dengan ketujuh benda suci. Perlahan, rasa hangat menjalari tubuh bersamaan dengan cahaya yang keluar dari artefak secara bersamaan, berpilin indah."Anakku, apa yang kau lakukan? Cepat kemarilah dan terima berkat dariku." Suara Dewi kembali terdengar sedikit mengusik konsentrasi Lady Neenash. Akibatnya, artefak yang telah beresonansi kembali ke tahap awal. Lady mengepalkan tangan, kembali memusatkan pikiran.Suara-suara yang terngiang kini lenyap tak bersisa. Ketujuh benda suci teru
Akhirnya, Pangeran Seandock dan Lady Cherrie tiba di pinggiran kota. Keadaan sudah kacau balau. Anak-anak jalanan yang dimaksud tengah menghamburkan barang dagangan para pedagang, juga merusak toko-toko. Sayuran dan daging berserakan di jalan."Anak-anak malang," gumam Lady Cherrie dengan mata berkaca-kaca.Dia langsung menangkupkan tangan di depan dada. Mata birunya terpejam. Lantunan syair mengalun indah dari bibir mungil kemerahan."Tidurlah, Anak-anak," bisiknya lembut setelah menyelesaikan lagu.Cahaya menyilaukan keluar dari tubuh Lady Cherrie. Semua orang yang ada di lokasi refleks memejamkan mata. Saat itulah, Lady Cherrie mengeluarkan kekuatan sihir hitam dan membuat anak-anak tertidur. Hal itu sangat mudah karena penyebab mengamuknya mereka juga ulah Lady Cherrie.Begitu anak-anak malang itu sudah terlelap semua, barulah Lady Cherrie menyerap kembali cahaya ke dalam tubuh. Orang-orang pun kompak membuka mata. Mereka seketika terpukau, lalu merasa lega."Hidup, Saintess!""Sa