Mereka telah tiba di ruang tamu kastil utara. Seorang pemuda yang tadinya duduk langsung berdiri dan memberi salam penghormatan. Grand Duke Erbish mengibaskan tangan dan memintanya duduk kembali."Jadi, apakah ada pesan lagi dari Count Blossom? Kenapa dia tidak menggunakan alat sihir komunikasi? Atau jangan-jangan kau adalah mata-mata yang dikirim wanita iblis itu dengan mengaku-ngaku utusan Count Blossom?" cecar Grand Duke Erbish hampir tanpa jeda.Lady Neenash seketika menghela napas berat. Mereka memang baru saja mendapati kenyataan pahit dengan pengkhianatan Sir Dulcais. Namun, tidak seharusnya Grand Duke Erbish asal mengamuk kepada utusan orang lain."Tenanglah, Kak. Jangan menuduh tanpa bukti. Kita memang harus berhati-hati, tetapi bukan berarti menuding semua orang," bisik Lady Neenash.Nyatanya, Grand Duke Erbish tak peduli. Dia tiba-tiba berdiri dan menghunus pedang dan meletakkannya di leher si utusan. Pemuda malang itu hanya bisa gemetaran dibuatnya.Utusan yang dikirim ole
Lady Neenash masih kebingungan. Sementara ketiga wanita berwujud Dewi Asteriella terus memanggil, membuat perasaan menjadi semakin resah saja. Dia berpikir keras mencari solusi, hingga teringat dengan ketujuh artefak yang melekat di tubuhnya."Jika upacara kebangkitan baru akan bisa dilakukan setelah mencari tujuh benda suci ini, berarti aku harus menggunakan kekuatan benda-benda suci untuk melewati ujian kali ini," gumam Lady Neenash.Dia mulai memejamkan mata. Pikiran dan manna dipusatkan agar terhubung dengan ketujuh benda suci. Perlahan, rasa hangat menjalari tubuh bersamaan dengan cahaya yang keluar dari artefak secara bersamaan, berpilin indah."Anakku, apa yang kau lakukan? Cepat kemarilah dan terima berkat dariku." Suara Dewi kembali terdengar sedikit mengusik konsentrasi Lady Neenash. Akibatnya, artefak yang telah beresonansi kembali ke tahap awal. Lady mengepalkan tangan, kembali memusatkan pikiran.Suara-suara yang terngiang kini lenyap tak bersisa. Ketujuh benda suci teru
Akhirnya, Pangeran Seandock dan Lady Cherrie tiba di pinggiran kota. Keadaan sudah kacau balau. Anak-anak jalanan yang dimaksud tengah menghamburkan barang dagangan para pedagang, juga merusak toko-toko. Sayuran dan daging berserakan di jalan."Anak-anak malang," gumam Lady Cherrie dengan mata berkaca-kaca.Dia langsung menangkupkan tangan di depan dada. Mata birunya terpejam. Lantunan syair mengalun indah dari bibir mungil kemerahan."Tidurlah, Anak-anak," bisiknya lembut setelah menyelesaikan lagu.Cahaya menyilaukan keluar dari tubuh Lady Cherrie. Semua orang yang ada di lokasi refleks memejamkan mata. Saat itulah, Lady Cherrie mengeluarkan kekuatan sihir hitam dan membuat anak-anak tertidur. Hal itu sangat mudah karena penyebab mengamuknya mereka juga ulah Lady Cherrie.Begitu anak-anak malang itu sudah terlelap semua, barulah Lady Cherrie menyerap kembali cahaya ke dalam tubuh. Orang-orang pun kompak membuka mata. Mereka seketika terpukau, lalu merasa lega."Hidup, Saintess!""Sa
Srat!Darah tersembur ke udara. Pendeta muda yang malang ambruk dengan perut tertusuk. Duke Thalennant membersihkan pedangnya, lalu menyarungkannya lagi di pinggang."Berani sekali kau menuduh saintess padahal hanya pendeta tingkat rendah! Kau harusnya malu telah berbuat kurang ajar," maki Duke Thalennant pada mayat pendeta muda yang tengah melotot itu.Sementara itu, kabut hitam yang tadi hendak menyerang si pendeta perlahan memudar, hingga hilang seolah terbawa angin. Tak lama kemudian, Lady Cherrie keluar dari semak-semak. Namun, gerakannya begitu halus dan hati-hati,. sehingga tampak benar-benar baru datang dari arah paviliun. Setelah berada cukup dekat dengan Duke Thalennant dan mayat pendeta, Lady Cherrie langsung bersandiwara. Dia terduduk lemas. Kedua tangan menutup mulut dengan mata terbelalak sempurna. Tak memerlukan waktu lama hingga air mata meluncur di pipinya. "Tuan Duke, ini ... kenapa Anda ....."Lady Cherrie tak meneruskan ucapannya karena terisak. Dia tampak begitu
Pangeran Sallac baru saja keluar dari kamar mandi. Dia mengeringkan rambut dengan handuk. Sementara bibirnya terus menggerutu. Sebenarnya, Pangeran Sallac masih ingin tidur dengan nyaman sambil memeluk sang istri. Namun, hari itu mereka akan ada pertemuan lagi di ruang rahasia. Dia pun terpaksa mandi lebih pagi. Pangeran Sallac bermaksud membangunkan Lady Neenash usai berpakaian."Tidak! Tidak! Dasar iblis sial*n! Hentikan!"Jeritan Lady Neenash membuat Pangeran Sallac melempar handuk ke sembarang arah. Dia berlari ke tempat tidur secepat mungkin, lalu mendekap erat tubuh Lady Neenash. Namun, Sang istri malah memberontak, mengakibatkan luka cakaran di wajah tampan Pangeran Sallac.Tak ingin keadaan semakin kacau, Pangeran Sallac menepuk pelan pipi Lady Neenash. "Neenash! Neenash!" panggilnya.Lady Neenash tersentak. Dia membuka matanya secara mendadak. Pangeran Sallac hampir melompat karena terlalu kaget. Untunglah, dia bisa cepat mengendalikan emosi dan langsung menatap lembut Lady
"Ini benar-benar gawat, Lady! Kita harus segera bergerak!" ulang Lady Hazel. Lady Neenash menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tingkah ajaib Lady Hazel kali ini sulit untuk dipahami. Sementara itu, Pangeran Sallac sudah kehilangan kesabaran. Dia mendorong Lady Hazel menjauh. "Di mana tata kramamu? Lancang sekali kau masuk kamar orang lain tanpa permisi!" gertak Pangeran Sallac.Lady Hazel tak mengacuhkan sang pangeran. Dia malah dengan percaya diri memegang tangan Lady Neenash lagi. Pangeran Sallac tentu tak terima. Akhirnya, mereka malah saling berebut tangan Lady Neenash."Ekhem!" Satu dehaman Lady Neenash cukup untuk menghentikan perdebatan Pangeran Sallac dan Lady Hazel. "Sallac, kau tidak boleh tiba-tiba mendorong orang lain hanya karena cemburu dan Lady Hazel kamu juga salah karena tidak mengetuk pintu dulu. Bagaimana kalau saat kau membuka pintu Sallac sedang telanj*ng karena berganti pakaian?""Maafkan aku, Lady. Aku benar-benar panik jadi tidak sadar langsung ke sini," ung
Grand Duke Erbish mendengkus. "Ya, ya, kabar apa lagi?" ketusnya. "Rasanya, kita selalu saja mendapat kabar buruk!"Sir Datte sekali memberikan salam penghormatan. Dia mengatur napas sejenak untuk menenangkan perasaan. Suara menggelegar Grand Duke Erbish memang tidak baik untuk jantung."Tersebar rumor di ibukota kalau Tuan Count Blossom merencanakan pemberontakan bersama Anda, Yang Mulia. Katanya, bagian penyelidikan istana sudah mulai didatangkan ke Kediaman Tuan Count," lapor Sir Datte."Sial*n!" geram Grand Duke Erbish.Dia lagi-lagi memukul meja. Sekarang, meja kayu yang malang itu bukan hanya retak, tetapi terbelah dua. Tak ayal patahan kayu terlempar ke segala arah.Pangeran Sallac refleks memeluk Lady Neenash berusaha melindunginya. Sementara itu, Lady Hazel dan Louvi memilih menggunakan perisai. Adapun Sir Datte hanya bisa pasrah ketika wajahnya menjadi salah satu tempat pendaratan patahan kayu."Tenanglah, Erbish. Kenapa kau harus marah-marah? Bukankah rumor itu juga tidak s
"Bukannya masih masa penyelidikan? Kenapa sudah ditetapkan sebagai pemberontak saja?" cecar Grand Duke Erbish dengan mata melotot.Suaranya begitu menggelegar membuat para pendeta yang mengantarkan sampai halaman kuil gemetaran. Jangankan pendeta, Sir Datte juga menjadi kikuk dan berkeringat dingin. Dia sampai kehilangan kata-kata dan memerlukan waktu lama untuk bisa kembali berbicara."Itu ....""Jawab yang jelas, Datte!" bentak Grand Duke Erbish membuat Sir Datte terlonjak. Wajah pemuda itu sampai memucat. Bukannya kasihan dan menurunkan nada suaranya, Grand Duke Erbis malah mencengkeram kerah Sir Datte. Sang ajudan sampai tercekik dan kesulitan bernapas.Lady Hazel menepuk pelan bahu Grand Duke Erbish. "Tenang, Erbish. Kau bisa membunuh Sir Datte jika terus seperti ini," tegurnya.Grand Duke Erbish mendengkus, lalu melepaskan cengkeramannya dengan kasar. Tak ayal, Sir Datte oleng dan terjatuh. Louvi yang merasa iba cepat-cepat menolong ajudan malang itu.Belajar dari pengalaman se