Home / Pernikahan / Bakti Seorang Menantu / 143. Eni dan keangkuhannya bagian B.

Share

143. Eni dan keangkuhannya bagian B.

Author: RatuNna Kania
last update Last Updated: 2022-08-23 21:53:00

"Helen, silahkan dilihat kertas yang di tangan, Mbak Susan," titahku dengan senyuman manis ke arah wanita cantik itu. 

Helen melihat dengan seksama kertas di pegangannya, matanya membelalak kaget  

menatap kertas itu, ada dua komentar yang disematkan oleh akun Mawar berduri itu. Komentar Kak Eni dan Helen sebagai provokasi dan pembenaran berita bohong dan fitnah. 

"A—aku, a—aku," ucapnya tergagap. 

"Kenapa, Len?itu sudah bisa membuatmu meringkuk dalam beberapa bulan lho di sel," gertakku.

Kemarin saat aku menanyakan kelanjutan kasus ku via telepon. Eful menjelaskan padaku kalau kasus seperti ini tidak bisa langsung dilakukan penangkapan seperti pada kasus pencurian atau penganiayaan. Ada tahap pemanggilan sebanyak tiga kali, kalau mereka mangkir maka akan dijemput paksa. Aku geram dengan aturan itu dan meminta Eful agar menangkap mereka dengan dalih menakut

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bakti Seorang Menantu    144. Menjemput Susan bagian A.

    Menjemput Susan.Wajah Mala memanas kala mendengar permintaan Rahman di telepon barusan. Seandainya saja ada orang yang melihat pasti wajahnya akan terlihat memerah karena malu. Meski Rahman suaminya sendiri, Mala masih saja malu dan sering berdebar-debar jika suaminya mengucapkan hal-hal seperti tadi.Bisa dibilang, Mala adalah tipe yang kaku dalam hal begitu, dia belum terbiasa meski sudah satu tahun menikah, apalagi dulunya mereka tinggal bersama orang tua Rahman. Membuatnya terbiasa sepi sunyi tanpa kegaduhan meskipun sedang menjalankan misi. (Hahaha, maaf author ngakak nulis ini)Mala segera masuk ke kamar mandi membersihkan dirinya lalu sholat. Malam pun merangkak sepi, pekat tanpa bintang. Pikiran Mala masih seputar permintaan Rahman hingga tanpa sadar ia terlelap dengan seputar pertanyaan 'apakah aku harus menuruti keinginan mas Rahman? Karena itu bukan permintaan untuk pertama kalinya.

    Last Updated : 2022-08-24
  • Bakti Seorang Menantu    145. Menjemput Susan bagian B.

    "Mamaaaa, ada culik," teriaknya sambil lari ke dalam, Eful dan kedua temannya yang menyaksikan itu terbengong-bengong. Melihat Wulan tunggang langgang lari sambil berteriak histerisLalu Susan keluar dengan tergopoh dan membawa sapu di tangannya. Seketika mendelik melihat ke arah Eful dan kedua temannya yang sedang menatap ke arahnya."Po—Polisi—" Susan mematung dan tak melanjutkan ucapannya. Matanya melotot sempurna melihat ketiga lelaki berseragam coklat dihadapannya."Selamat siang, Ibu. Kami kesini mau menjemput, Ibu Susan Febriani untuk pemeriksaan kasus UU ITE yang di laporkan oleh sodara Nurmala Sari," ucap Eful dengan lugas."Sa—Saya?” Susan terus tergagap menanggapi pertanyaan pria berseragam itu. Sungguh ia shock sampai didatangi polisi seperti ini. Padahal dengan jelas Minggu lalu Eni bilang akan aman karena ada kenalannya di kepolisian, tapi

    Last Updated : 2022-08-24
  • Bakti Seorang Menantu    146. Menjemput Eni.

    Menjemput Eni. "Assalamualaikum." Terdengar suara lelaki mengucapkan salam di luar. Eni bangkit dengan wajah ditekuk, jika saja cintanya tidak besar pada Anton, mungkin sudah sejak lama ia meninggalkan bapak dua anak itu. "Waalaikumsalam," sahutnya sambil membuka pintu dalam satu kali tarikan. "Polisi?" ucapnya dengan mata yang melotot, ia tak menyangka Mala akan melanjutkan kasusnya. "Polisi?" ucap Anton yang mengulang perkataan istrinya, jantungnya terasa loncat dari tempatnya, melihat dua polisi sedang berdiri di hadapan rumahnya dengan senyum manis dan wajah yang ramah. "Ada apa, ini?" Anton membatin. "Selamat siang, Pak, Bu," sapa Eful, ia ingin tertawa sekencangnya melihat muka cengo Anton dan Eni perihal melihatnya. "Iya, ada apa, ya Pak?" sahut Anton berusaha menguasai kekagetannya. Lagian pikirnya ia tak merasa melakukan sebuah perbuatan yang melanggar hukum jadi ia berusaha untuk tenang. Lain hal dengan sang istri yang sudah dari tadi terus menelan ludah dengan dipaksa

    Last Updated : 2022-08-28
  • Bakti Seorang Menantu    147. Menjemput Eni bagian B.

    "Apakah teman saya tadi tidak ada yang ke rumah, Bapak?" tanya Eful. Ia baru ingat tadi saat sebelum ke rumah Susan dia meminta temannya untuk meminta pak RT agar membersamai mereka untuk menjemput Susan. "Iya, ada. Tadi saya lagi tanggung ngasih makan kambing, jadi mandi dulu sebentar. Pas saya ke rumah Susan, kalian sudah kesini," jelas pak RT."Maaf saya lancang pak RT." "Tak apa, lagian saya yang sedikit terlambat," sahut pak RT dengan sedikit tak enak rasa, karena dia tadi malah mandi dulu."Ayo, Ni," ajak Anton sambil meraih jaket Levis lusuh kesayangannya. Tampilan Anton memang masih gaya pemuda Bandung jaman dulu. Panas atau hujan tetap pake jaket. Hahahahah. (Boleh kalian tanyain deh. Pemuda di kota kembang jaman dulu, pada masanya saat itu, aku pun masih SD kalau gak salah. Jaket jeans adalah seperti baju yang wajib dimiliki para anak muda waktu itu) Wkwkwkwk. Author gaje sekali, heheh. "Aku nggak mau, Bang. Aku gak salah. Yang mengunggah video itu bukan aku," Kilah Eni d

    Last Updated : 2022-08-28
  • Bakti Seorang Menantu    148. Kedatangan orang tua Helen bagian A.

    Kedatangan orang tua Helen."Assalamualaikum. La, Mala."Aku yang sedang menata baju kedalam lemari seketika menajamkan pendengaraku guna memperjelas suara yang samar ditelinga ini. Jarak ruang tamu dan kamarku memang hanya terhalang ruang tamu. Tapi terkadang suara dari depan tidak kedengar dengan jelas."Assalamualaikum. Tok … tok!" kini selain ucapan salam disertai pula dengan ketukan pintu. Aku pun langsung bangkit karena ternyata itu bukan sekedar pendengaranku saja, tapi sepertinya memang ada tamu."Waalaikumsalam," sahutku sambil bergegas bangun dan menuju ke arah pintu depan."Mala," ucap seorang ibu berbaju navy. Dihadapanku kini tengah ada 3 orang tetangga satu kampung. Meski tak akrab, tapi aku tau siapa mereka.Kedua orang tua Helen dan pamannya, yang dikenal sebagai ketua RW yan

    Last Updated : 2022-08-29
  • Bakti Seorang Menantu    149. Kedatangan orang tua Helen bagian B.

    "Iya, kamu sombong banget sama tetangga. Masalah toktok aja sampe rumit begini. Lebay hidupmu!" Ejek ibunya Helen.Emosiku yang sudah mulai naik sekaan tersiram bensin dan kini sudah siap meledak."Apa, Ibu, bilang? Masalah sepele? Saya di fitnah di media sosial oleh ketiga orang itu. Videonya saja di tonton jutaan mata diseluruh pelosok negeri ini. Ibu, bilang Masalah toktok saja aku lebay? Kalau posisi ini di balik dan yang di unggah adalah video anaknya Ibu yang sedang berusaha menggoda suami orang, apakah, Ibu. dan anak Ibu, bisa terima?"Aku sudah tak bisa mengontrol emosiku. Aku baru saja kehilangan anak. Masalah datang bertubi-tubi sekali. Aku yang seharusnya bedrest malah kacau balau dengan banyak masalah."Iya, kami paham, tapi kita tetanggaan lho, Mala," timpal bapaknya Helen."Tentu saja kita tetanggan dan anak kalian sangat

    Last Updated : 2022-08-29
  • Bakti Seorang Menantu    150. Di tahan bagian A.

    Di tahan."Tentu saja kami paham masalah damai ini, dan saya pastikan akan ada ganti rugi yang tidak sedikit," ucap ibunya Helen dengan angkuh. Dia lalu bersedekap di dadanya. Mungkin berusaha menunjukkan bahwa dia banyak uang.Bu RT menyenggolku dengan bahunya. Kebetulan kami duduk rapat berdampingan. Karena kursi tempat awal aku duduk di duduki oleh pak RT. Mata bu RT memutar ke atas bak orang yang akan pingsan, mungkin saking jengahnya dengan gestur tubuh dan bahasa ibunya Helen saat bicara tadi. "Iya Mala. Mending damai aja, jangan egois kamu," ucap ibu dengan pandangan tajam. Ingin rasanya aku colok saja matanya. Dia bilang aku egois? Gak ada ot@k emang. "Iya, ntr kita kasih duit banyak," timpal ibunya Helen. Aku meradang dan bangkit dengan emosi tertahan. "Saya egois, Bu? Benarkah? Apakah hati kecil Ibu juga mengatakan bahwa menantu Ibu ini adalah manusia egois? Yang selalu diam saja ketika dicaci maki, yang selalu tak bersuara ketika disalahkan dengan tanpa alasan?" Aku bena

    Last Updated : 2022-08-30
  • Bakti Seorang Menantu    151. Ditahan bagian B.

    "Mala, bagaimana selanjutnya?" tanya pak RT dengan suara yang lembut. Beliau memandang ke arahku yang baru saja menjatuhkan bokongku di sebelah bu RT. "Seperti yang saya bilang, Pak RT. Semua telah saya serahkan ke pihak yang berwajib. Jadi semua sudah bukan urusan saya," sahutku mencoba tetap dalam planing awalku. "Cih, keras kepala sekali kali kamu Ma—" "Bu!" bentak bapaknya Helen. Mulut ibunya Helen berhenti saat masih menganga, entah akan mengucapkan apa. Namun, karena pelototan dari lelaki berbaju koko di sebelahnya, wanita itu seketika mingkem tak melanjutkan ucapannya. Padahal aku sangat penasaran dengan apa yang akan berbunyi dari mulutnya. "Diam coba! Kita disini mau meminta kebijakan dari Mala, kamu malah terus teriak-teriak tidak berguna. Diam dan dengarkan," ketusnya, sepertinya bapaknya Helen sudah kesal. Sama seperti aku. Ibunya Helen sama ibu mas Rahman kenapa klop banget gak tau dirinya. Astaghfirullah. Aku mengusap dadaku seketika. Suara motor dengan knalpot yang

    Last Updated : 2022-08-30

Latest chapter

  • Bakti Seorang Menantu    223. Suka sama, Abang, nggak?

    Bab 223. Suka sama Abang, nggak?"Man, ayo pulang. Aku harus ke Jakarta hari ini," ucap Arif memotong omongan Rahman dengan segera. Karena setelah dipikir-pikir olehnya, ini memang terlalu cepat. "Tadi katanya—""Sekarang nggak! Ayo pulang," ucap Arif dengan gusar karena Rahman malah terlihat seperti orang bodoh."Akh, ok!" Hanya itu ucapan yang keluar dari bibir Rahman lalu ia bangkit dan berpamitan pada mertua serta adik iparnya. Bu Sarah menyuruh mereka untuk makan dulu, tapi Rahman menolak dengan alasan Mala susah memasak. Bu Sarah tak bisa memaksa karena dia pikir juga anaknya pasti sudah menyediakan makanan yang enak. Satu persatu mereka saling berjabat tangan tak lupa Arif juga meminta maaf telah merepotkan semuanya. Namun hanya disambut tawa oleh keluarga pak Ahmad dan mereka bilang tak merasa direpotkan."Jangan pacaran, ya!" bisik Arif saat dia bersalaman dengan Aisyah. Gadis itu mengerutkan dahinya dan menatap pria dewasa yang berbadan tegap itu."Ingat pesan, Abang, ya!"

  • Bakti Seorang Menantu    Bab 222. Maaf

    Bab 222. Maaf.Sementara di rumah Mala, wanita itu kini tengah bercerita kepada mertuanya yang sedang duduk dan melihat wajah menantunya dengan seksama. "Bu, alhamdulillah Arif sudah ditemukan, jadi tidak lama lagi mas Rahman akan pulang," ucap Mala sambil menutupi kaki Bu Samirah oleh selimut yang baru saja selesai dipijit olehnya.Bu Samira menarik sedikit ujung bibirnya, dia tersenyum lega saat mengetahui bahwa teman anaknya itu kini sudah ditemukan.Ibu mau tidur sekarang atau mau menunggu mas Rahman dulu?" tanya Mala dengan lembut."Ibu nunggu Rahman aja!" sahut Bu samirah dengan pelan membuat mata Mala sedikit terbuka karena ternyata mertuanya menyahuti pertanyaanya setelah lama terdiam."Alhamdulillah, Ibu sudah bisa menyahuti saya," ucap Mala sambil terduduk lagi dan memegang bahu mertuanya dengan tatapan yang tidak bisa diucapkan oleh kata-kata. betapa bahagianya dia saat ini mengetahui sang mertua sudah bisa kembali berkomunikasi. "Memangnya kamu pikir, Ibu ini bisu?" tany

  • Bakti Seorang Menantu    221. Kesasar Bagian 2.

    Bab 221. Kesasar Bagian 2. "Ais kamu kok bisa ke sini?" Arif malah bertanya seperti itu."Aku mencari Abang! Bang Rahman tadi ke rumah, katanya Abang belum pulang. Akhirnya kami mencari Abang, takutnya Abang kesasar dan benar saja Abang ada di sini. Abang kenapa ngambil jalan sini sih?" ucap Aisyah dengan sedikit kesal."Maafkan Abang ya, is jadi merepotkan semuanya. Abang tadi lupa beloknya harus kemana, ini kan jalan cabang empat jadi Abang bingung mau lurus, belok kanan atau belok kiri. Eh, Abang malah ke sini dan ternyata ini nggak ada kampung malah kebun semua," ucap Arif dengan jujur dan tak enak hati."Lah iyalah, ini kan jalan untuk ke hutan, Bang. Disebelah sana ada kebun-kebun para warga dan memang ada pemukiman juga, tapi itu khusus untuk mereka yang rumahnya jauh dan memiliki ladang disini. Dan tentu saja tidak setiap hari mereka menginap maka tidak akan ada orang. Jadi sangat sepi, terus mobil Abang mana?" tanya Aisyah."Mobil Abang di sebelah sana, Is. Bannya nyelip jad

  • Bakti Seorang Menantu    220. Kesasar.

    Bab 220. Kesasar.Rahman mengendarai motornya dengan pelan. Karena ternyata pas keluar dari kampungnya harus melalui jalanan yang becek akibat hujan. Padahal di rumahnya seharian tadi, panas sekali. Jangankan hujan, mendung pun tidak. Bangunan rumah sang mertua sudah terlihat, namun mobil Arif tak ada disana. Rahman langsung turun dan mengetuk pintu. "Assalamualaikum!" "Loh, Bang Rahman?" pekik Aisyah saat pintu sudah terbuka lebar. Negatif thinking langsung menerpa pikirannya."Arif mana?" tanya Rahman pada Aisyah."Udah pulang dari tadi.""Mala gak menelpon kamu?" tanya Rahman lagi."Nggak, eh tapi sebentar. Aisyah lihat dulu ponselnya." Gadis itu seketika berbalik menuju kamarnya dan mencari ponselnya. Ternyata ada banyak panggilan dari WhatsApp dari sang kakak. Namun sayang sebelum sholat dia telah memasang silent mode on di ponselnya. Aisyah membaca pesan yang dikirim Mala satu persatu. Dia baru paham apa sebabnya yang membuat Rahman datang ke rumahnya. Di ruang tamu, Bu Sar

  • Bakti Seorang Menantu    219. Kesasar atau hilang bagian B

    Bab 219. Kesasar atau hilang.Aisyah langsung masuk ke kamarnya meletakkan seluruh barang bawaannya. Kemudian gadis itu menuju ke dapur, berniat membuatkan minuman untuk Arif dan juga kedua orang tuanya. Tiba-Tiba Bu Sarah pun muncul di dapur."Kamu bikin apa, Is?" tanya Bu Sarah. "Ini aku bikin kopi buat Bapak sama Bang Arif, ada cemilan apa, Mak di rumah?" tanya Aisyah"Tuh ada rengginang sama goreng opak aja, baru digoreng tadi pagi sama Emak!" ucap Bu Sarah dengan menunjukkan letak toples rengginang dengan dagunya. Aisyah pun menata nampan dengan dua buah toples berukuran sedang, serta dua buah cangkir kopi. Lalu mengantarkannya ke hadapan Pak Ahmad dan Arif di ruang tamu.Pak Ahmad terlihat asik mengobrol dengan Arif, hingga sesekali tawa dari keduanya terdengar. Aisyah masuk kembali dan duduk di ruang tengah karena melihat bapaknya dan Arif sedang asik berbincang. Gadis itu gak berani ikut duduk disana."Hmz, Pak boleh saya bertanya?" ucap Arif dengan ragu-ragu. Dia menautkan

  • Bakti Seorang Menantu    218. Kesasar atau hilang bagian A.

    art 112. Hilang atau kesasar? Aisyah mengangguk tanda membenarkan pertanyaan Arif. Gadis berlesung pipit itu begitu sangat terlihat manis dipandang dari samping. "Hmz … bagus, Is. Abang salut sama kamu!" Hanya itu ucapan Arif. Sungguh bertentangan dengan isi hatinya. "Tapi, kalau seandainya ada laki-laki yang tiba-tiba melamar kamu, apa kamu mau terima, Is?" tanya Arif dengan perasaan yang roller coaster. Keringat sudah membasahi tubuhnya. Meski ia telah bersiap dengan penolakan, tapi sisi egoisnya mengatakan bagaimanapun harus bisa memiliki Aisyah. Gadis tujuh belas tahun itu telah memporak porandakan hatinya, membuatnya gila dengan pikiran-pikiran masa depan yang indah jika dirinya beristrikan Aisyah."Gimana, ya! Lagian belum pernah ada yang melamar aku," sahut Aisyah dengan terkekeh geli. Mengingat banyak orang bilang dirinya cantik, pintar dan sebagainya. Tapi belum pernah ada yang melamarnya. "Hah … serius? Tapi pacar punya dong?" Arif mencoba mengorek hal yang paling rahasi

  • Bakti Seorang Menantu    217. Pedekate bagian B.

    "Arif bukan anak kecil. Dia sudah dua puluh tujuh tahun. udah biarin aja! Kamu sekarang kalau mau pulang, ayo cepetan. Arif udah manasin mobil tuh," ucap Mala dengan langsung berbalik pergi. Dia tidak mau lagi mendengar penolakan Aisyah atau apapun. Sedangkan sang adik hanya mengerang pelan, dia tak habis pikir dengan jalan pikiran kakaknya bagaimana mungkin seorang tamu yang tidak tahu wilayah tempat tinggal mereka disuruh mengantarkan dirinya, lelaki yang baru dikenalnya dalam hitungan jam.Meskipun bagi kakaknya, Arif pada sosok yang baik tapi belum tentu dengan dirinya. Tapi apa boleh buat, dia tidak mau menyinggung perasaan siapapun. Akhirnya suka tidak suka, Aisyah menyetujuinya dengan berusaha meyakini bahwa Arif itu orang baik.Aisyah menenteng ranselnya setelah berpamitan terlebih dahulu pada bu Samirah yang sedang duduk diatas kasur. Dia menuju ke teras depan, dimana Kakak dan Kakak iparnya beserta Arif berada."Tuh, Ais sudah siap," ucap Rahman saat matanya menangkap sosok

  • Bakti Seorang Menantu    216. pede kate bagian A.

    "Aisyah itu agamanya kuat. Mungkin saja dia itu tidak akan nyaman dengan keberadaan aku, orang yang dianggapnya memang bukan muhrim. Walaupun sama aku yang sudah jadi keluarganya. Memang dari dulu anak itu seperti itu, kalau aku nggak ada pasti dia akan disini bersama kakaknya. Tapi kalau aku pulang, dia akan gegas pulang juga ke rumahnya. Cuma pernah waktu Mala lahiran, dia disini agak lama," tutur Rahman. "Tapi bukan karena aku kan, Man?" Arif menatap cemas. Arif sangat takut kepulangan Aisyah karena ada dirinya di rumah Rahman. "Bukan! Bukan lah. Dari dulu semenjak aku pulang-pergi ke Lampung Aisyah hanya akan disini kalau aku tidak ada, kalau aku pulang, maka dalam hitungan jam dia akan langsung pulang," tegasnya dan diangguki oleh Mala.Arif tersenyum simpul mendengar apa yang dikatakan Rahman. Dia tidak salah menjatuhkan hati. Dia tidak salah menganggumi. Tatap matanya begitu penuh harap saat kata demi kata diucapkan oleh pasangan suami-isteri itu."Ya … udah, Mas ambil moto

  • Bakti Seorang Menantu    215. Aisyah mau pulang.

    Bersamaan dengan itu, Aisyah berbalik badan hendak masuk karena memang kegiatan menyapunya telah selesai. "Bang Arif, ngapain di sini?" tanya Aisyah, matanya beradu pandang dengan lelaki bertubuh tegap itu. Arif memejamkan matanya seketika. Setelah Rahman dan Mala kini targetnya sendiri tengah menanyainya. "E—anu, Sah. Abang mau ke kamar mandi," sahut Arif sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, matanya tak berani menatap kearah Aisyah, namun berulang kali membuang pandangannya tapi kembali menatap gadis tujuh belas tahun itu."Ais, Bang. Aku nggak mau dipanggil Sah!" ucap Aisyah dengan cemberut. Dia memang tidak suka dipanggil ujung namanya, dia lebih suka dipanggil awal namanya saja. "Ow … Maaf, ya! Abang nggak tau," ucap Arif lagi sambil tersenyum canggung. Dadanya begitu bergemuruh bak pasukan akan perang, tubuhnya terasa panas dingin dan gemetaran."Iya, tapi jangan di ulangi panggil itu lagi, nanti aku ngambek!" ucap Aisyah sambil berlalu ke dapur guna menyimpan sapu seda

DMCA.com Protection Status