Share

Bab 55

Author: Su Yenni
last update Last Updated: 2022-10-05 15:57:50
"Abang pamit ya, Dek. Jangan lupa, siap-siap. Kalau bisa setelah maghrib, Adek dan Tama sudah stand bye. Oke?" ucap Bang Ardi seraya melangkah menuju pintu utama. Aku mengikuti di sampingnya.

"Tumben Tama diajak ke acara kantor, Bang. Malam-malam lagi," selidikku .

Pernah juga sih, Tama diajak ke acara kantor Bang Ardi. Tapi, ya gitu Tama rewel di sana.

"Tama kan sudah besar Dek, lagian ini acaranya memang acara kumpul keluarga, jadi, ya harus bawa keluarga." terang Bang Ardi, lalu tersenyum. "Sudah, Abang pergi, ya!" ucapnya lagi.

Bang Ardi mengecup pucuk kepalaku, lalu masuk ke mobil dan berlalu meninggalkan rumah.

Hari ini, pekerjaan memasak kuserahkan kepada Mbok Nah, karena aku ingin pergi ke salon untuk melakukan perawatan. Setelah memastikan Tama aman bersama Mbak Susi, aku berangkat dengan mobil kesayanganku, si Merah.

Setelah memarkirkan mobil di area parkir salon, aku keluar dari mobil. Baru saja kaki ini ingin melangkah meninggalkan mobil, tak sengaja mataku tertumbuk
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 56

    "Astagfirullah!" Aku membesarkan bola mata untuk melihat foto yang dikirim itu. Tak mungkin...tak mungkin! Ini pasti salah! ucapku dalam hati. Benarkah ini? Di dalam foto, tampak Bang Ardi sedang duduk di samping seorang wanita berambut panjang. Mereka duduk membelakangi kamera. Tangan Bang Ardi merangkul pundak wanita itu. Ting!Sebuah pesan kembali masuk ke hapeku. [Maaf, Bu, saya lancang mengirim foto di atas. Tapi itu semua saya lakukan karena saya kasihan sama Ibu] tulis nomor telepon yang mengirimkan sebuah foto, tadi.[Maksudnya, apa ya? Mengapa anda mengirimkan foto itu kepada saya. Anda siapa?] balasku segera. Segudang tanya memenuhi pikiranku. Siapa yang mengirimkan pesan ini. Dan siapa perempuan yang bersama Bang Ardi itu? Apakah Bang Ardi benar-benar menghianatiku? Tak terasa air mata menetes di sudut kelopak mata ini. Akankah terulang kembali? Haruskah aku kembali kehilangan orang yang sangat aku cintai? Kenapa keadaan ini begitu kejam? Tak adakah secerca kebahagiaan

    Last Updated : 2022-10-05
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 57

    Aku berhenti sejenak. Aku baru menyadari kalau kafe ini sunyi. Tak ada satu pengunjung pun yang duduk di dalam kafe ini. Apa kafe ini sudah tutup? Aku jadi ragu melanjutkan langkah kakiku. Aku mengitari seluruh ruangan kafe dengan tatapan menyelidik. Dimana kira-kira Bang Ardi dan wanita itu? Apa di kafe ini punya ruangan khusus? Tapi, sepertinya tidak.Lama aku mamandang tiap inci ruangan kafe ini. Jangankan pengunjung, pelayannya saja tak dapat kulihat. Kafe apa sebenarnya ini. Kenapa sunyi sepi seperti kuburan? Ah, mungkin nomor yang mengirim pesan tadi berbohong. Dia mengirimkan alamat palsu agar aku tak dapat menemukan keberadaan Bang Ardi. Tapi, untuk apa dia melakukan itu? Ah, entahlah!Aku berbalik, berniat kembali ke mobil. Namun, baru saja aku memutar tubuh. Seseorang memanggilku. "Risa, mau kemana, Sayang?" Suara itu seperti suara Bang Ardi.Aku menoleh ke belakang. Namun, tidak ada orang di sana. Perasaan aku belum tuli. Barusan memang suara Bang Ardi."Bang! Bang Ardi!

    Last Updated : 2022-10-05
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 58

    "Oh, iya. Bagaimana dengan pesan mesra yang masuk ke hape Abang kemarin? Apa itu juga bagian dari sandiwara ini?" tanyaku penasaran. Bang Ardi mengerutkan kening sembari menggaruk dahinya yang tiba-tiba saja gatal."Kalau pesan itu, Abang benar-benar tidak tau siapa yang mengirimkan ke nomor Abang. Abang sudah menelusuri nomor itu, namun sampai sekarang Abang belum mendapat hasilnya. Makanya, Abang belum mengatakan apa-apa mengenai pesan itu pada Adek. Abang takut, Adek marah dan curiga pada Abang. Kalau Adek tak percaya, bagaimana Abang harus menjelaskannya, sementara Abang jelas-jelas tidak tau," terang Bang Ardi hati-hati. Raut wajahnya sangat khawatir, mungkin dia benar-benar takut melukai hatiku.Lelaki berkulit sawo matang itu berkata f ngan sangat tenang. Tak ada tanda-tanda kalau dia sedang berbohong. Aku percaya kalau yang dikatakannya itu semua benar. "Iya, Bang. Adek juga sudah mencoba menyelidiki nomor itu, tapi tetap tidak tau siapa pengirimnya." Aku menatap manik mata

    Last Updated : 2022-10-08
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 59

    Leni juga sering mengajak Tama bermain. Jika dia dapat uang dari hasil menulis, tak hitung-hitungan, dia selalu membelikan Tama baju baru dan mainan. "Masak seadanya dulu ya, Len. Soalnya stok di kulkas tinggal sedikit. Kalian, sih, gak ngomong kalau mau datang. Kalau Mbak tau, pasti Mbak masakin macam-macam kesukaan kalian," ujarku sembari terus mengaduk nasi goreng kesukaan Leni. "Wah, Mbak tau aja seleraku. Ini juga udah enak banget, Mbak. Kalau kami ngomong-ngomong, ya namanya bukan kejutan, Mbak," sahut Leni seraya tergelak. "Iya, juga ya. Sejak kapan Abangmu pandai berakting ya, Len. Mbak benar-benar terjebak. Mbak panik, udah mikir yang aneh-aneh, kemarin," ujarku lagi sambil sesekali mengerling ke arah Leni. Gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu, sibuk melihat mangkuk-mangkuk yang masih berserak di atas meja. "Iya, ya Mbak, Leni juga baru tau. Ternyata Bang Ardi punya bakat terpendam." Kami tergelak bersama, "Ayamnya mau digoreng, kan, Mbak? Biar Leni a

    Last Updated : 2022-10-08
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 60

    Sebulan kemudian.Ting! Suara pesan masuk ke hapeku yang tergeletak di atas nakas. Aku masih mengajak Tama bermain mobil-mobilan di kamar. Hari masih pagi, Bang Ardi sudah berangkat bekerja sejak tadi."Sebentar ya, Sayang. Mama ambil hape dulu," ucapku pada Tama. Aku beranjak mengambil hape itu seraya memegang pipi gembul Tama. Dia tersenyum menatapku. Karena gizi dan kasih sayang yang cukup dariku serta Bang Ardi, Tama tumbuh semakin sehat dan kuat. Bahkan bobot tubuhnya selalu naik tiap bulan. Makanya pipinya cabi begitu..Kuusap layar hape untuk membuka pesan tersebut. Lagi-lagi, aku mendapat pesan dari nomor yang tidak kukenal.[Ris, apa kabar?] tulisnya. Aku mengernyitkan dahi, siapa yang mengirim pesan ini? Ting!Sebuah pesan masuk lagi.[Ris, Abang minta maaf atas perlakuan Abang dulu. Abang benar-benar khilaf. Abang mohon, beri Abang kesempatan untuk memperbaiki semuanya] tulisnya lagi. Aku sama sekali tak berniat untuk membalasnya. Aku sudah tau dari siapa pesan itu. M

    Last Updated : 2022-10-08
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 61

    Tama masih asyik bermain mobil-mobilan. Tiba-tiba, pintu kamarku diketuk.Tok!Tok!Tok!"Siapa?" tanyaku dari dalam kamar."Saya, Bu, Mbok Nah!" sahut Mbok Nah dari luar. "Masuk saja, Mbok, pintunya gak dikunci," ucapku lagi, pintu dibuka, Mbok Nah muncul dari balik pintu."Bu, ada orang nyari, Ibu," ucapnya pelan dengan raut wajah seperti ketakutan."Siapa, Mbok? Kenapa seperti takut begitu?" tanyaku heran."Itu, Bu...anu. Tadi waktu saya tanya, orangnya marah-marah. Saya usir, dia malah bentak keras sekali. Dia memaksa masuk ke sini. Untung tadi pagarnya saya kunci, jadi dia masih di luar pagar," terang wanita paruh baya itu."Biar saya lihat, siapa dia. Mbok Nah tolong jaga Tama, ya!" ucapku lalu beranjak meninggalkan Tama dan Mbok Nah."Hati-hati, Bu! seru Mbok Nah lagi mengingatkanku.Aku berjalan menuju pintu depan. Aku berniat mengintip dulu dari balik tirai jendela, siapa kira-kira tamu yang datang dan marah-marah itu."Astagfirullah!" Aku berseru seketika. Bagaimana bisa di

    Last Updated : 2022-10-08
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 62

    Aku keluar dari dalam kamar untuk memastikan kalau Bang Ridwan sudah pergi. Aku berjalan perlahan menuju pintu kamar, kemudian membukanya pelan-pelan. Aku keluar dari kamar, lalu menuju ke ruang tamu. Seketika aku berteriak sekuatnya "Aaaaaaaa!" Langkahku berhenti tak jauh dari ruang tamu. Tiba-tiba Bang Ridwan sudah berdiri di sana sembari menatap ke arahku. Jantungku berpacu dengan kencang. Leherku seperti tercekat. Aku sangat takut sekali. Kakiku gemetaran. Aku tak mampu menggerakanya untuk kembali ke dalam kamar. Bagaimana dia bisa masuk ke sini? Bagaimana ini? Apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu di dalam rumahku?Dia berjalan menghampiriku. Jarak kami sudah sangat dekat sekarang. Ya, Allah aku takut. Lindungi aku dari laki-laki kurang aj*r ini. Bisikku dalam hati."Sssstttt! Jangan berteriak Ris. Diamlah! Aku tak berniat jahat," ucapnya sembari menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Kau mau apa, hah? Bagaimana kau bisa masuk ke sini?" tanyaku penasaran dengan suara lan

    Last Updated : 2022-10-15
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 63

    Bang Ridwan mengerling tajam ke arah kami. Rahangnya mengeras menahan amarah. "Cepat pergi dari sini dan jangan coba-coba mengganggu keluarga saya lagi!" Bang Ardi menunjuk ke arah pintu. Bang Ridwan masih diam di tempatnya dengan tatapan tajam ke arah Bang Ardi. Tak lama, dia beranjak pergi meninggalkan rumah kami. Aku menghela napas lega. Akhirnya, dia pergi juga dari sini. Aku tak tahu apa yang akan terjadi kalau Bang Ardi tidak datang tadi. Mungkin saja Tama sudah dibawa pergi oleh Bang Ridwan. Tak dapat kubayangkan bagaimana rasanya kalau sampai Tama pergi. Mungkin setiap hari aku akan menangis."Sudah, dia sudah pergi. Tenanglah, ada Abang di sini!" Bang Ardi merengkuhku dalam pelukannya. Seketika bulir-bulir bening yang sejak tadi kutahan, saling berlomba keluar dari kelopak mata ini. Aku menangis terisak di pelukan suamiku. Dia bukan hanya suami, tapi, dia adalah pahlawan dalam hidupku."Sudah...sudah, jangan menangis! Ayo kita lihat Tama. Kasian dia nangis terus," ujarny

    Last Updated : 2022-10-15

Latest chapter

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 126

    Setelah menjalani kehidupan di panti, mereka diajarkan tentang kesopanan dan hal-hal baik lainnya. Makanya mereka sudah terbiasa jika dengan ketertiban.Setelah mendapatkan paper bag masing-masing, anak-anak panti kembali duduk ketempat semula. "Udah, Wi, silakan dilanjutkan," ujarku pada Tiwi setelah aku selesai membagikan souvenir yang sengaja kupesan beberaa hari yang lalu. "Oke, Mbak," sahut Tiwi singkat."Tama, duduk di sini, Nak," ujar Bang Ardi memanggil Tama agar duduk di kursi yang telah disediakan. Sedangkan Adinka duduk dipangku oleh Bang Ridwan.Tiwi meminta MC yang tak lain adalah temannya sendiri untuk memandu jalannya acara. Dimulai dengan pembacaan doa oleh seorang ustadz yang biasa memberi ceramah di panti. lalu, acara dilanjutkan dengan ucapan syukur dan terima kasih yang disampaikan oleh Bang Ridwan. Lagi dan lagi kalimat itu keluar dari mulut Bang Ridwan. Kalimat yang berisi ucapan terima kasih yang tulus, yang ditujuakn untukku dan Bang Ardi karena telah membe

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 125

    POV RISADua tahun kemudian.Aku sedang menemani anak-anak menonton tayangan film kartun di televisi sembari menantikan Tama dan Mayra pulang dari sekolah. Mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.Tama dan Mayra bersekolah di sekolah yang sama, agar mereka dapat saling melindungi dan bahu membahu sebagai satu keluarga. Aku tidak pernah membeda-bedakan dalam memperlakukan mereka, walaupun Mayra dan Farel bukan anak kandungku. Tapi, mereka adalah amanah yang dititipkan Gita kepadaku. Aku tak bisa menyia-nyiakan mereka. Perlakuan buruk yang pernah Gita lakukan kepadaku, tak serta merta membuatku membenci kedua anaknya. Bagiku, masa lalu hanyalah masa lalu, kita tak perlu mengungkit kenangan buruk yang ada di sana karena itu akan menyakiti diri kita sendiri. Jadikan semua kejadian di masa lalu sebagai pelajaran, pasti ada hikmah dibalik sebuah cobaan yang kita hadapi. Contohnya aku, karena Gita merebut suamiku akhirnya aku dipertemukan dengan laki-laki yang jauh lebih baik,

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 124

    "Tunggu dulu! Jadi Tama sudah tau kalau Bang Ridwan, Papa kandungnya?" tanyaku dengan wajah penasaran."Iya, Wi. Sebelum berangkat ke sini, Risa sudah mengatakan semuanya kepada Tama. Tama memang anak yang baik, dia tidak marah sedikit pun baik kepada Risa maupun Ridwan. Dia dapat memahami keadaan yang sudah terjadi dan memaafkan kedua orang tuanya.""Sykurlah, akhirnya mimpi Bang Ridwan jadi kenyataan. Semua ini berkat kebaikan Bang Ardi dan Mbak Risa. Lagi-lagi kalian menjadi pahlawan di keluarga kami. Entah dengan apa kami membalas kebaikan kalian. Demi Bang Ridwan, Kalian meninggalkan acara yang sudah digelar dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujarku terharu."Demi Tama, apa pun akan aku lakukan, jangankan uang, nyawaku pun akan kupertaruhkan. Aku takut, kalau Tama tak sempat bertemu dengan ayah kandungnya. Makanya, aku segera mengantarnya ke sini. Dan ternyata, Allah berkehendak, kalau kehadiran Tama merupakan berkah untuk ayahnya, Ridwan bisa sadar dari koma.""Abang be

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 123

    Tampak wajah mereka sangat serius ketika berbicara. Setelah dokter itu pergi, wanita itu kembali menangis. Kak Suci ikut menenangkannya.Satu jam sudah kami menunggu di tempat ini. Tidak ada yang buka suara untuk sekedar ngobrol. Kami larut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba, ada dokter dan perawat yang berjalan tergopoh masuk ke dalam ruangan. Napasku jadi terasa sesak. Hatiku bertanya-tanya, ada apa di dalam. Kami tak dapat lagi melihat ke dalam karena jendela kacanya sudah tertutup tirai.Tak lama, seorang perawat keluar dan memanggil keluarga Pak Hasan, suami wanita yang sejak tadi bersamaku. Aku lega, tapi, kasihan juga melihat wanita itu. Suaminya kritis di dalam sana. Dia terduduk lemas di lantai sembari menangis tersedu-sedu. Dalam waktu tiga puluh menit, seorang doter keluar dari ruangan dengan wajah sedih."Bagamana suami saya, Dok?" tanya wanita itu."Anda istri Bapk Hasan?' tanya dokteritu balik. waita itu mengangguk, mengiyakan."Mohon Maaf, Bu. Kami gagal menyelama

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 122

    Aku masuk ke dalam ruangan tempat Bang Ridwan dirawat, setelah mendapat izin dari dokter. Aku berdiri di samping brankar tempatnya berbaring sembari mengusap lembut wajah suamiku. Satu kecupan lembut kuberikan di keningnya sembari berbisik, "Bangunlah Bang, calon bayi kita merindukan suaramu."Seketika air mata menetes di sudut mata ini. Cepat-cepat aku menyapunya agar tak jatuh menimpa wajah Bang Ridwan. Aku tak mau dia melihat aku menangis.Kulantunkan ayat-ayat Alquran di telinganya. Aku yakin, walaupun dia tidak sadar, dia dapat merasakan kehadiranku di sini.Setelah selesai kubaca surat Alfatihah di telinganya, sudut matanya meneteskan air mata. "Abang bisa dengar Tiwi, Bang? Buka mata Bang, kami merindukanmu. Abang harus kuat, Kami selalu mendoakan, Abang. Cepatlah sadar, Bang!" ujarku mencoba membangunkan Bang Ridwan.Kuraih tangan Bang Ridwan, lalu menempelkannya ke perutku. Calon bayi di perut ini pasti merindukan hal ini. Biasanya seusai salat Subuh, Bang Ridwan selalu meng

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 121

    Sudah pukul lima subuh, aku baru saja selesai melaksanakan sala Subuh di Mushollah. "Bu, Ibu mertua dan Kakak ipar saya sudah datang. Jadi, bukan berniat mengusir. Bu Hindun kelihatan lelah sekali. Ibu pulang saja, ya. Ibu tidak perlu khawatir, sudah ada yang menemani saya di sini," ujarku pada wanita yang telah menemaniku menjaga Bang Ridwan sejak kemarin."Ya, sudah kalau begitu. Saya akan pulang, nanti sore saya kembali lagi membawakan pakaian ganti untuk Bu Tiwi. Pasti gerah kan, sejak kemarin belum ganti baju," sahut Bu Hindun. "Saya tidak enak, jadi merepotkan Ibu.""Tidak, Bu, saya tidak merasa direpotkan. Saya permisi ya, Bu." Aku memberikan uang kertas berwarna merah sebanyak dua lembar kepadanya, untuk ongkos taxi dan pegangan di jalan. Irfan, sudah pulang sejak kemarin, karena ada yang ingin menyewa mobilnya.Aku kembali ke ruangan Bang Ridwan. Kak Suci dan Ibu masih tertidur di kursi, di depan ruangan. Dengan hati-hati aku membangunkan mereka agar salat Subuh. Mereka se

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 120

    Dengan usaha yang gigih, akhirnya anak itu datang ke acara pernikahan kami bersama ibunya, mantan istri Bang Ridwan yang dulu dia buang demi seorang wanita bernam Gita. Wanita itu sangat cantik dan anggun, Mbak Risa namanya. Setelah mendapatkan maaf dan restu darinya, Bang Ridwan merasa lega dan siap menghadapi masa depan bersamaku. Tujuh tahun sudah kami berumah tangga. Baru sekarang Allah menitipkan seorang anak di rahimku. Baru saja kami merasa bahagia akan menyambut kelahiran anak pertama kami. Namun, Bang Ridwan mengalami kecelakaan seperti ini. Akankah kebahaiaan itu harus terenggut sekarang? Tak adakah kesempatan untuk Bang Ridwan melihat wajah anaknya? entahlah, dadaku semakin sesak setiap memikirkan hal ini. Ya, Allah, izinkan anakku bertemu dengan ayahnya, digendong ayahnya, tumbuh dan berkembang dibawah asuhan ayahnya. Cukuplah Tama yang merasakan kehilangan ayah kandungnya sejak kecil. Aku tahu, Bang Ridwan sangat bersalah kepada Tama. Ampuni dia ya, Allah! Izinkan dia

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 119

    Malam sudah menjelma. Namun, Bang Ridwan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadarkan diri. Aku semakin cemas melihat kondisinya. Sejak tadi aku belum menelan nasi sedikit pun. Entahlah, rasanya aku tak ingin meninggalkan Bang Ridwan barang sedetik pun. Kami berada di ruang tunggu dekat dengan ruang ICU. Tak seorang pun diperbolehkan masuk ke dalam sana tanpa seizin dokter. Aku hanya bisa melihat suamiku dari jendela kaca. "Bu Tiwi, makan dulu, Bu! Sejak tadi siang Ibu belum makan apa pun. Kasian calon bayi Ibu. Pikirkan dia, Bu! Jangan sampai dia kenapa-kenapa." Bu Hindun yang baru datang membawa nasi bungkus berkata memelas."Tapi, saya tidak selera makan sebelum melihat Bang Ridwan sadar, Bu," sahutku lirih. "Pikirkan calon bayi Ibu! Pak Ridwan pasti juga tidak ingin calon bayinya kenapa-kenapa. Makanlah, Bu, sedikit saja!" ujarnya lagi sembari membuka nasi bungkus untukku.Benar kata Bu Hindun. Aku tidak boleh egois. Calon bayiku tidak harus ikut tersiksa karena kesedihanku

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 118

    POV TIWIAku dan Bu Hindun mempercepat langkah agar cepat sampai ke ruangan itu. Begitu aku sampai di depan ruangan tempat Bang Ridwan diobati, seorang wanita datamg menghampiri."Anda Ibu Tiwi?" tanyanya. Aku mengangguk."Saya yang menelepon tadi. Ayo ikut saya, kita harus segera menemui dokter. Ibu harus segera menandatangani surat persetujuan dilakukanya operasi pada suami Ibu. Ada pembekuan darah di kepalanya, dan harus segera dioperasi."Aku mengikuti wanita itu menuju salah satu ruangan di rumah sakit ini. Setelah menandatangani surat persetujuan itu, Para perawat langsung memindahkan Bang Ridwan ke ruang operasi. Operasi terhadap Bang Ridwan segera dilakukan.Diluar ruang operasi aku menunggu dengan cemas. Mulutku serasa terkunci, aku tak mampu berbicara apa pun selama Bang Ridwan masih di dalam sana. Wanita yang meneleponku tadi juga masih di sini bersama suaminya. Aku belum sempat bertanya apa-apa pada mereka. Nanti sajalah, setelah operasinya selesai, pikirku. Sekitar sat

DMCA.com Protection Status