Share

Bab 16.

Penulis: Su Yenni
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-12 11:40:31
"Apa rencanamu selanjutnya, Ris? Kalau kamu mau buka usaha, Bapak rela jual ladang kita yang sepetak itu," ujar Bapak ketika kami sarapan pagi ini.

Kami sedang membicarakan rencana apa yang akan kulakukan ke depannya. Aku harus memiliki sebuah usaha agar setelah anakku lahir nanti, aku dapat memenuhi kebutuhannya. Aku tak mau anakku merasakan penderitaan karena tak ada sosok ayah di sisinya. Aku akan membuktikan, walau tanpa Bang Ridwan aku mampu membesarkan dan membahagiakan anakku.

"Janganlah, Pak. Itu ladang satu-satunya peninggalan Kakek, masak mau dijual," tolakku halus.

"Gak apa-apa, Ris. Lagian tempatnya jauh. Bapak gak sempat kalau harus ngerjain ladang itu. Bolak-balik, sana-sini, makan waktu. Ladang itu memang sudah terbengkalai bertahun-tahun," ujar Bapak lagi.

"Iya, gak apa-apa kalau mau dijual. Emak dan Bapak ikhlas. Yang penting kamu bisa bahagia dan gak melulu mikirin si Ridwan itu. Kamu harus cari kesibukan, agar dapat melupakan masalahmu. Kalau kamu terus-terusan sedi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
CABEIN tuh mulut kelewat GATEL
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 17.

    Belum bercerai saja aku sudah dihujat seperti ini. Bagaimana kalau nanti aku dan Bang Ridwan benar-benar bercerai. Tak dapat kubayangkan, apa yang akan dikatakan oleh orang-orang di kampung ini. Pasti mereka akan mengejekku karena tak dapat menjaga keutuhan rumah tangga. Kasian Emak dan Bapak, pasti akan menjadi bahan perbincangan juga di kampung ini. Punya anak perempuan, satu-satunya, baru menikah, eh sudah diceraikan. Semoga keluargaku kuat menghadapi gunjingan orang-orang julid seperti Bu Dewi ini. Aku yang tak pernah berpacaran dengan siapa pun, tiba-tiba saja memutuskan untuk menikah dengan seorang lelaki dari kota. Waktu itu, banyak juga cibiran dari para tetangga dan mengatakan kalau aku lupa daratan. Aku tak pantas menikah dengan pria kaya dan tampan seperti Bang Ridwan. Aku pasti akan dijadikan keset, istilah orang di sini jika istri statusnya lebih rendah dari suaminya. Aku tak pernah berpikir sampai ke sana. Yang aku tau, aku mencintai Bang Ridwan dan Cintaku bersambut.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 18.

    Aku baru saja pulang dari klinik dokter kandungan. Klinik yang terletak di kota kecil di daerah tempat tinggalku, menjadi satu-satunya tempat untuk melakukan pemeriksaan USG. Walau berada di kota kecil, namun alatnya sudah empat dimensi, jadi aku dapat melihat dengan jelas wajah bayi dalam kandunganku. Aku sudah mengirimkan foto hasil pemeriksaan bayiku kepada Bang Ridwan. Semoga dengan melihat hasil pemeriksaan calon anaknya, hati Bang Ridwan tersentuh dan membatalkan niatnya untuk menikahi Gita. Hanya ini yang dapat kulakukan saat ini. Aku hanya ingin membuat anakku bahagia. Itu saja. Namun, semua harapanku kandas, Bamg Ridwan sama sekali tak merespon foto yang kukirim itu. Jangankan datang, sekedar menelepon untuk menanyakan kondisi kehamilanku saja tidak. Bang Ridwan benar-benar keterlaluan. Apa dia tidak khawatir dengan calon anaknya ini? Dua bulan sudah berlalu, belum ada tanda-tanda apakah Bang Ridwan akan menceraikan aku atau akan menjemput dan mengajakku untuk merajut kemb

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab. 19.

    "Kita pulang sekarang ya, Ris. Tadi Bu Bidan sudah membolehkan kamu pulang," ucap Emak dari ambang pintu ruangan tempat aku dirawat. "Iya, Mak. Syukurlah! Risa juga sudah bosan di ruangan ini. Pengen cepat-cepat pulang," sahutku diiringi senyum simpul."Kita tunggu Bapakmu, ya. Dia sedang ke rumah Pak RT untuk pinjam mobil." "Iya, Mak." Jarak rumahku dari Puskesmas tempatku melahirkan bisa dibilang cukup jauh. Mungkin Emak tak tega kalau cucunya yang baru lahir ini kena angin kalau naik becak. Ya, di sini tak ada taxi, adanya cuma becak motor dan ojek motor. Setelah menunggu beberapa saat, Bapak datang bersama Pak RT yang mengemudikan sendiri mobilnya, dan langsung mengantar kami sampai rumah. Alangkah terkejutnya aku ketika sampai di depan rumah, aku melihat Gita sudah duduk di teras rumah bersama Bu Dewi. Mau apa dia ke sini. Pasti Bu Dewi sudah cerita macam-macam ke Gita.Aku dan Emak segera masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Bu Dewi, si tukang kepo."Sudah lahiran ya, Risa. A

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab. 20.

    Dua bulan sudah berlalu."Mak, Risa ke mini market bentar. Susu Tama hampir habis. Titip Tama, ya!" ucapku pada Emak siang ini.Dua bulan sudah umur Putra Pratama, anakku dengan Bang Ridwan. Sejak lahir, dia terpaksa mengkonsumsi susu formula karena ASI ku tak mau keluar. Sudah berbagai macam cara kulakukan. Semua yang dikatakan para tetangga sudah kubuat, dari mengkonsumsi buah bengkoang, minum jamu dan lain sebagainya. Hasilnya nihil. ASI-ku tetap tidak ada. Untung saja pelanggan dekorasi hajatanku semakin ramai, jadi untuk masalah susu dan keperluan Tama lainnya dapat terpenuhi, walaupun ayahnya, Bang Ridwan tak pernah memberi uang sepeserpun untuk kebutuhan Tama dan aku. Jangankan memberi uang, memberi kabar saja tak pernah. Mungkin dia sudah lupa kalau sekarang dia sudah menjadi seorang ayah.Aku heran, apa dia tidak pernah merasa rindu ingin melihat darah dagingnya seperti apa? Apa dia tak ingin memeluk anaknya? Entahlah, aku tak tahu jalan pikirannya seperti apa.Dua bulan su

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 21.

    Sebenarnya dulu pun, Bang Ardi tidak jelek, hanya saja aku memamg tak punya rasa kepadanya, karena sudah ada Bang Ridwan di sana. Jadi menurutku, Bang Arfi kalah tampan dari Bang Ridwan. "Iya, gak nyangka. Udah lama gak ketemu. Lagi mengunjungi Emak dan Bapak? Apa kabar mereka?" tanya Bang Ardi sembari tersenyum. "Alhamdulillah, Emak dan Bapak sehat, Bang," sahutku cepat."Oh, Alhamdulillah. Syukurlah. Titip salam untuk mereka ya. Sudah lama Abang tak berkunjung ke sana, Abang jadi tak enak. Dulu Abang sering ngobrol dengan Bapak. Tapi, sejak Abang pindah kerja, jadi tidak punya waktu untuk main ke rumah Emak," ujarnya lagi dengan senyum tak lekat dari bibir tipisnya. Janggut tipis di dagunya menegaskan kelaki-lakiannya. "Iya, Bang, nanti Risa sampaikan. Oh, ya, Bang. Risa mau minta tolong. Risa mau ambil biskuit, tapi gak sampai, ada di paling atas, di sana," ujarku sembari menunjuk keberadaan biskuit yang kumaksud. "Iya...iya, bisa. Ayo!" Bang Ardi berjalan menuju rak yang kutun

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 22.

    "Kamu tidak dengar? Jangan berlaku tidak sopan di rumah orang," ucap Bang Ardi. Entah sejak kapan dia berada di situ. Apa dia mendengar perseteruan kami tadi? "Bang Ardi? Kenapa ada di sini?" seru Gita saat menoleh ke belakang. Bang Ardi melepaskan tangan Gita."Aku yang seharusnya tanya, ada perlu apa kau sampai ke sini? Ternyata kau belum berubah ya! Masih saja suka mencari keributan" ujar Bang Ardi pada Gita."Kamu kenal dengannya, Git?" tanya Bang Ridwan heran. Aku juga heran, kok bisa Bang Ardi kenal dengan Gita, sampai bisa berkata begitu, berarti kenal betul. "Iy—iya, Bang, dulu," jawab Gita singkat. "Sudahlah, Bang, suruh dia tanda tangani surat itu segera," ujarnya seperti mengalihkan pembicaraan. Ada apa dengan Gita, kenapa dia seperti gugup begitu. Apa ada masalah yang serius antara dia dengan Bang Ardi? Masalah apa?Aku jadi penasaran, bagaimana Bang Ardi bisa kenal dengan Gita. Mungkin lain kali aku akan menanyakan tentang hal itu pada Bang Ardi, siapa tau aku mendapat

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 23.

    Aku menatap Emak lekat-lekat. Lalu beralih menatap tajam ke manik mata Bang Ridwan. Tak kutemukan sorot kasih sayang di mata itu lagi. Dia balas menatapku dengan tatapan datar dan terkesan tidak suka.Kualihkan tatapanku kepada Gita, wanita itu menatap sinis padaku. Sebenarnya aku ingin sekali menumpahkan air mata, tapi, aku tak mau terlihat lemah di mata kedua orang tak punya perasaan ini. Acapkali kuhela napas dalam-dalam, agar sesak yang sedari tadi menghimpit didada dapat hilang. Namun sia-sia saja. Dadaku kian terasa sakit dan sesak."Baiklah, jika ini yang Abang mau. Aku melepaskan Abang dengan ikhlas. Jika nahkoda sudah lepas tangan, tak mungkin kukayuh biduk ini sendirian. aku akan memberikan surat-surat itu. Aku juga tak akan menghambat proses perceraian itu. Uruslah secepatnya! Mungkin suatu saat nanti, aku akan datang pada Abang untuk berterima kasih karena telah menceraikan aku sekarang."Aku segera masuk ke kamar,mengambil surat yang diminta oleh Bang Ridwan. Lalu kemb

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 24.

    Aku segera mengemas barang-barang keperluan Tama, lalu menggendong Tama dengan kain panjang dan langsung beranjak menuju rumah Bu Bidan Ida. Letaknya tak terlalu jauh dari rumah ini. Jadi aku dan Emak jalan kaki saja."Mudah-mudahan Bu Bidan ada di rumah ya, Mak," ucapku seraya mempercepat langkah agar cepat sampai di rumah Bu Bidan. Emak berjalan di sebelahku, juga dengan langkah lebar-lebar. "Iya, mudah-mudahan saja. Tapi, kalau tidak di rumah, kita harus bawa Tama ke puskesmas. Pokoknya Tama harus diobati. Panasnya masih tinggi," sahut Emak sembari meraba dahi Tama. "Mau kemana, Bu Fatma, Risa?" Bu Dewi menegur kami. Dia berdiri di seberang jalan. "Mau ke rumah Bu Bidan Ida, Bu Dewi," jawab Emak lalu terus melangkah mengikutiku."Owalah, siapa yang sakit, Bu?" tanyanya lagi. Kali ini dia ikut berjalan bersama kami. "Tama, Bu," jawabku singkat."Aduh, kasiannya. Mungkin dia mau jumpa sama ayahnya. Rindu kali, Ris. Sejak lahir kan belum ketemu ayahnya. Kasian, apa ayahnya tidak m

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16

Bab terbaru

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 126

    Setelah menjalani kehidupan di panti, mereka diajarkan tentang kesopanan dan hal-hal baik lainnya. Makanya mereka sudah terbiasa jika dengan ketertiban.Setelah mendapatkan paper bag masing-masing, anak-anak panti kembali duduk ketempat semula. "Udah, Wi, silakan dilanjutkan," ujarku pada Tiwi setelah aku selesai membagikan souvenir yang sengaja kupesan beberaa hari yang lalu. "Oke, Mbak," sahut Tiwi singkat."Tama, duduk di sini, Nak," ujar Bang Ardi memanggil Tama agar duduk di kursi yang telah disediakan. Sedangkan Adinka duduk dipangku oleh Bang Ridwan.Tiwi meminta MC yang tak lain adalah temannya sendiri untuk memandu jalannya acara. Dimulai dengan pembacaan doa oleh seorang ustadz yang biasa memberi ceramah di panti. lalu, acara dilanjutkan dengan ucapan syukur dan terima kasih yang disampaikan oleh Bang Ridwan. Lagi dan lagi kalimat itu keluar dari mulut Bang Ridwan. Kalimat yang berisi ucapan terima kasih yang tulus, yang ditujuakn untukku dan Bang Ardi karena telah membe

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 125

    POV RISADua tahun kemudian.Aku sedang menemani anak-anak menonton tayangan film kartun di televisi sembari menantikan Tama dan Mayra pulang dari sekolah. Mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.Tama dan Mayra bersekolah di sekolah yang sama, agar mereka dapat saling melindungi dan bahu membahu sebagai satu keluarga. Aku tidak pernah membeda-bedakan dalam memperlakukan mereka, walaupun Mayra dan Farel bukan anak kandungku. Tapi, mereka adalah amanah yang dititipkan Gita kepadaku. Aku tak bisa menyia-nyiakan mereka. Perlakuan buruk yang pernah Gita lakukan kepadaku, tak serta merta membuatku membenci kedua anaknya. Bagiku, masa lalu hanyalah masa lalu, kita tak perlu mengungkit kenangan buruk yang ada di sana karena itu akan menyakiti diri kita sendiri. Jadikan semua kejadian di masa lalu sebagai pelajaran, pasti ada hikmah dibalik sebuah cobaan yang kita hadapi. Contohnya aku, karena Gita merebut suamiku akhirnya aku dipertemukan dengan laki-laki yang jauh lebih baik,

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 124

    "Tunggu dulu! Jadi Tama sudah tau kalau Bang Ridwan, Papa kandungnya?" tanyaku dengan wajah penasaran."Iya, Wi. Sebelum berangkat ke sini, Risa sudah mengatakan semuanya kepada Tama. Tama memang anak yang baik, dia tidak marah sedikit pun baik kepada Risa maupun Ridwan. Dia dapat memahami keadaan yang sudah terjadi dan memaafkan kedua orang tuanya.""Sykurlah, akhirnya mimpi Bang Ridwan jadi kenyataan. Semua ini berkat kebaikan Bang Ardi dan Mbak Risa. Lagi-lagi kalian menjadi pahlawan di keluarga kami. Entah dengan apa kami membalas kebaikan kalian. Demi Bang Ridwan, Kalian meninggalkan acara yang sudah digelar dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujarku terharu."Demi Tama, apa pun akan aku lakukan, jangankan uang, nyawaku pun akan kupertaruhkan. Aku takut, kalau Tama tak sempat bertemu dengan ayah kandungnya. Makanya, aku segera mengantarnya ke sini. Dan ternyata, Allah berkehendak, kalau kehadiran Tama merupakan berkah untuk ayahnya, Ridwan bisa sadar dari koma.""Abang be

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 123

    Tampak wajah mereka sangat serius ketika berbicara. Setelah dokter itu pergi, wanita itu kembali menangis. Kak Suci ikut menenangkannya.Satu jam sudah kami menunggu di tempat ini. Tidak ada yang buka suara untuk sekedar ngobrol. Kami larut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba, ada dokter dan perawat yang berjalan tergopoh masuk ke dalam ruangan. Napasku jadi terasa sesak. Hatiku bertanya-tanya, ada apa di dalam. Kami tak dapat lagi melihat ke dalam karena jendela kacanya sudah tertutup tirai.Tak lama, seorang perawat keluar dan memanggil keluarga Pak Hasan, suami wanita yang sejak tadi bersamaku. Aku lega, tapi, kasihan juga melihat wanita itu. Suaminya kritis di dalam sana. Dia terduduk lemas di lantai sembari menangis tersedu-sedu. Dalam waktu tiga puluh menit, seorang doter keluar dari ruangan dengan wajah sedih."Bagamana suami saya, Dok?" tanya wanita itu."Anda istri Bapk Hasan?' tanya dokteritu balik. waita itu mengangguk, mengiyakan."Mohon Maaf, Bu. Kami gagal menyelama

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 122

    Aku masuk ke dalam ruangan tempat Bang Ridwan dirawat, setelah mendapat izin dari dokter. Aku berdiri di samping brankar tempatnya berbaring sembari mengusap lembut wajah suamiku. Satu kecupan lembut kuberikan di keningnya sembari berbisik, "Bangunlah Bang, calon bayi kita merindukan suaramu."Seketika air mata menetes di sudut mata ini. Cepat-cepat aku menyapunya agar tak jatuh menimpa wajah Bang Ridwan. Aku tak mau dia melihat aku menangis.Kulantunkan ayat-ayat Alquran di telinganya. Aku yakin, walaupun dia tidak sadar, dia dapat merasakan kehadiranku di sini.Setelah selesai kubaca surat Alfatihah di telinganya, sudut matanya meneteskan air mata. "Abang bisa dengar Tiwi, Bang? Buka mata Bang, kami merindukanmu. Abang harus kuat, Kami selalu mendoakan, Abang. Cepatlah sadar, Bang!" ujarku mencoba membangunkan Bang Ridwan.Kuraih tangan Bang Ridwan, lalu menempelkannya ke perutku. Calon bayi di perut ini pasti merindukan hal ini. Biasanya seusai salat Subuh, Bang Ridwan selalu meng

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 121

    Sudah pukul lima subuh, aku baru saja selesai melaksanakan sala Subuh di Mushollah. "Bu, Ibu mertua dan Kakak ipar saya sudah datang. Jadi, bukan berniat mengusir. Bu Hindun kelihatan lelah sekali. Ibu pulang saja, ya. Ibu tidak perlu khawatir, sudah ada yang menemani saya di sini," ujarku pada wanita yang telah menemaniku menjaga Bang Ridwan sejak kemarin."Ya, sudah kalau begitu. Saya akan pulang, nanti sore saya kembali lagi membawakan pakaian ganti untuk Bu Tiwi. Pasti gerah kan, sejak kemarin belum ganti baju," sahut Bu Hindun. "Saya tidak enak, jadi merepotkan Ibu.""Tidak, Bu, saya tidak merasa direpotkan. Saya permisi ya, Bu." Aku memberikan uang kertas berwarna merah sebanyak dua lembar kepadanya, untuk ongkos taxi dan pegangan di jalan. Irfan, sudah pulang sejak kemarin, karena ada yang ingin menyewa mobilnya.Aku kembali ke ruangan Bang Ridwan. Kak Suci dan Ibu masih tertidur di kursi, di depan ruangan. Dengan hati-hati aku membangunkan mereka agar salat Subuh. Mereka se

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 120

    Dengan usaha yang gigih, akhirnya anak itu datang ke acara pernikahan kami bersama ibunya, mantan istri Bang Ridwan yang dulu dia buang demi seorang wanita bernam Gita. Wanita itu sangat cantik dan anggun, Mbak Risa namanya. Setelah mendapatkan maaf dan restu darinya, Bang Ridwan merasa lega dan siap menghadapi masa depan bersamaku. Tujuh tahun sudah kami berumah tangga. Baru sekarang Allah menitipkan seorang anak di rahimku. Baru saja kami merasa bahagia akan menyambut kelahiran anak pertama kami. Namun, Bang Ridwan mengalami kecelakaan seperti ini. Akankah kebahaiaan itu harus terenggut sekarang? Tak adakah kesempatan untuk Bang Ridwan melihat wajah anaknya? entahlah, dadaku semakin sesak setiap memikirkan hal ini. Ya, Allah, izinkan anakku bertemu dengan ayahnya, digendong ayahnya, tumbuh dan berkembang dibawah asuhan ayahnya. Cukuplah Tama yang merasakan kehilangan ayah kandungnya sejak kecil. Aku tahu, Bang Ridwan sangat bersalah kepada Tama. Ampuni dia ya, Allah! Izinkan dia

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 119

    Malam sudah menjelma. Namun, Bang Ridwan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadarkan diri. Aku semakin cemas melihat kondisinya. Sejak tadi aku belum menelan nasi sedikit pun. Entahlah, rasanya aku tak ingin meninggalkan Bang Ridwan barang sedetik pun. Kami berada di ruang tunggu dekat dengan ruang ICU. Tak seorang pun diperbolehkan masuk ke dalam sana tanpa seizin dokter. Aku hanya bisa melihat suamiku dari jendela kaca. "Bu Tiwi, makan dulu, Bu! Sejak tadi siang Ibu belum makan apa pun. Kasian calon bayi Ibu. Pikirkan dia, Bu! Jangan sampai dia kenapa-kenapa." Bu Hindun yang baru datang membawa nasi bungkus berkata memelas."Tapi, saya tidak selera makan sebelum melihat Bang Ridwan sadar, Bu," sahutku lirih. "Pikirkan calon bayi Ibu! Pak Ridwan pasti juga tidak ingin calon bayinya kenapa-kenapa. Makanlah, Bu, sedikit saja!" ujarnya lagi sembari membuka nasi bungkus untukku.Benar kata Bu Hindun. Aku tidak boleh egois. Calon bayiku tidak harus ikut tersiksa karena kesedihanku

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 118

    POV TIWIAku dan Bu Hindun mempercepat langkah agar cepat sampai ke ruangan itu. Begitu aku sampai di depan ruangan tempat Bang Ridwan diobati, seorang wanita datamg menghampiri."Anda Ibu Tiwi?" tanyanya. Aku mengangguk."Saya yang menelepon tadi. Ayo ikut saya, kita harus segera menemui dokter. Ibu harus segera menandatangani surat persetujuan dilakukanya operasi pada suami Ibu. Ada pembekuan darah di kepalanya, dan harus segera dioperasi."Aku mengikuti wanita itu menuju salah satu ruangan di rumah sakit ini. Setelah menandatangani surat persetujuan itu, Para perawat langsung memindahkan Bang Ridwan ke ruang operasi. Operasi terhadap Bang Ridwan segera dilakukan.Diluar ruang operasi aku menunggu dengan cemas. Mulutku serasa terkunci, aku tak mampu berbicara apa pun selama Bang Ridwan masih di dalam sana. Wanita yang meneleponku tadi juga masih di sini bersama suaminya. Aku belum sempat bertanya apa-apa pada mereka. Nanti sajalah, setelah operasinya selesai, pikirku. Sekitar sat

DMCA.com Protection Status