Kepulangan ke tempat tanah kelahiran kedua orang tuanya membuat kehidupan Naila berubah penuh, tidak tahu harus bagaimana karena masih dalam tahap penyembuhan diri setelah apa yang terjadi dalam kehidupannya. Sebuah jawaban yang harus diberikan pada teman kerja sepupunya membuatnya tidak bisa melakukan karena peristiwa besar yang mengubah kehidupannya.
Sepulangnya Naila dari jalan – jalan ke Bromo dimana ternyata kedua orang tuanya beserta seluruh keluarga mempersiapkan pernikahan, Naila bahkan tidak menjawab apapun itu termasuk persetujuan mengenai pernikahan ini, meski begitu tetap melakukannya karena tidak ingin melihat sang mama sedih dan satu lagi Naila yakin jika pilihan kedua orang tuanya pasti yang terbaik. Permasalahan dengan atlet itu akan dianggapnya sebagai masa lalu dan telah selesai tapi tidak dengan sahabat sepupunya tersebut, Naila sendiri tidak tahu harus bersikap bagaimana jika bertemu dengan Evan.
“Sayang, kamu melamun aja lagi mikirin apa?”
Naila menatap pria yang memanggilnya tersebut dengan langsung mengubah ekspresi wajahnya, pria yang memanggilnya sayang saat ini sudah menjadi suaminya dalam beberapa jam yang lalu. Naila tidak tahu kenapa orang tuanya menyetujui pernikahan ini bahkan tidak memberikannya kesempatan untuk menolak, seakan mereka yang memiliki kehidupan dirinya meskipun Naila tidak mungkin membantah atau menolak.
Banyak pikiran yang melintas dalam isi kepalanya termasuk akankah pria yang menjadi suaminya ini akan menerima dia sepenuhnya termasuk masa lalu dirinya, Naila tidak tahu kapan waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya pada pria dihadapannya saat ini, memilih melupakan semuanya dan menjalani kehidupan kedepan tanpa banyak pikiran mendalam karena biarkan semua terjadi begitu saja.
“Melamun lagi kamu,” ucap Irwan dengan menggenggam tangan Naila “Aku tahu kamu pasti terkejut dengan apa yang terjadi tadi, tapi satu yang harus kamu tahu kalau aku memang serius sama kamu dan kamu bisa mengandalkan aku apapun itu.”
Menghembuskan nafas panjang “aku merasa terlalu cepat dan tidak mengenal kamu dalam.”
Irwan tersenyum mendengar kata – kata yang keluar dari bibir Naila “Kita punya banyak waktu untuk saling mengenal dan aku akan selalu ada buat kamu,” ucap Irwan yang hanya diangguki Naila “udah sana mandi.”
Naila mengikuti perkataan Irwan dengan membersihkan diri, seketika saat berada dalam kamar mandi tiba – tiba tubuhnya membeku karena takut mengenai reaksi Irwan yang dirinya sudah tidak suci lagi. Keadaan tidak enak harus Naila alami yang pastinya melayani pria tersebut diatas ranjang, tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi dari Irwan saat mengetahui hal itu nantinya. Memilih tidak memikirkan hal itu dan menganggap jika nantinya harus siap menghadapi apapun reaksi dari Irwan yang menjadi suaminya saat ini.
“Kamu sudah mandi?” tanya Naila menatap Irwan yang memainkan ponselnya
“Aku sudah mandi tadi dikamar sebelah.”
“Kenapa nggak disini?” tanya Naila penasaran.
Irwan tersenyum kecil “Tadi kebetulan aja bantuin mama di dapur terus ada kamar mandi disamping ya udah mandi.”
Memilih menganggukkan kepala atas jawaban Irwan yang bagi Naila tidak masuk akal tapi tidak ingin mempermasalahkan hal itu, memilih untuk merapikan penampilannya dengan mata Irwan yang mengawasi setiap apa yang dilakukannya. Naila sendiri mencoba tidak peduli dengan tatapan Irwan saat ini, tidak ada getaran khusus saat merasakan tatapan Irwan pada dirinya.
“Kamu tidak penasaran aku siapa?” tanya Irwan memecah keheningan “Atau mungkin alasan aku menikahi kamu dengan mendadak seperti ini?”
Mengalihkan pandangan kearah Irwan membuat tatapan mereka bertemu “Apa kamu akan mengatakannya saat ini sedangkan kita memiliki waktu seumur hidup untuk bersama dan bisa menceritakan ini semua.”
Irwan beranjak dari tempatnya dengan Naila mengikuti langkahnya, membuatnya berhenti terpaku pada tatapan Irwan, menarik dagu Naila dengan menundukkan wajahnya secara perlahan bibir mereka bersentuhan membuat Naila membeku. Memilih untuk menikmati ciuman mereka karena Irwan menggerakkan bibirnya secara perlahan, menutup matanya karena ciuman Irwan membuatnya masuk kedalam jebakan pria ini.
“Aku tegaskan sekali lagi jika pernikahan ini bukan pernikahan main – main dan aku memang mencintai kamu sudah lama,” ucap Irwan melepaskan ciuman dengan membelai bibir Naila pelan dengan ibu jarinya “Aku siap menerima segala masa lalu kamu dan berarti kamu harus siap dengan semua masa lalu aku.”
Naila menatap terkejut dan segala pikiran negatif mulai hadir kembali, Irwan yang menatap itu hanya tersenyum atas perubahan ekspresi wajah Naila.
“Setidaknya kasih petunjuk kenapa menginginkan menikahi aku sedangkan banyak wanita lain yang lebih cantik dari aku.”
“Cinta hanya itu yang bisa aku katakan sama kamu.”
“Berarti kita akan melakukan hubungan layaknya suami istri?” tanya Naila yang diangguki Irwan “Kamu tidak ada masalah dengan kesucian?” sedikit ragu tapi tetap diberikan pertanyaan itu pada Irwan karena rasa penasarannya.
Irwan hanya tersenyum dengan kembali mencium bibirnya lembut “Aku bukan pria sempurna dan suci, aku sendiri sudah tahu mengenai masa lalu kamu sebagian besar dan tidak mempermasalahkannya.”
Naila kembali terdiam mendengar jawaban yang keluar dari bibir Irwan ditambah tatapan matanya yang sangat serius saat mengatakan hal tersebut, karena tidak sedikit pun membayangkan akan ada pria yang mau menerima keadaan dirinya. Naila sendiri belum menceritakan secara keseluruhan permasalahan dengan sang atlet, dimana Evan hanya mengetahui tentang hal – hal utama saja tapi tidak sampai dengan kejadian masa lalunya.
Mencium pucak kepala Naila secara perlahan karena tahu jika wanita dihadapannya saat ini banyak hal yang dipikirkan dan pernikahan mereka yang mendadak memang tidak mudah begitu saja dihadapi begitu ditambah mereka tidak saling mengenal satu sama lain.
“Percaya satu hal kalau aku bisa menjaga kamu dan kita tidak akan melakukan hubungan intim jika kamu tidak siap,” ucap Irwan membuat Naila membeku dengan memandang dalam pada pria yang sudah berstatus sebagai suaminya “Sudah yang penting sekarang adalah kita jalani kehidupan ini selayaknya suami istri dan nanti aku akan menceritakan semua latar belakangku, tapi sepertinya orang tua aku sudah menunggu dari tadi.”
Naila membelalakkan matanya mendengar perkataan Irwan jika orang tuanya sudah menunggu dari tadi, dimana berarti berada didepan sedang menunggu mereka keluar dari dalam kamar dengan segera merapikan penampilannya membuat Irwan tersenyum kecil saat melihat perubahan sikap Naila saat ini.
“Kenapa melihat begitu apa aku jelek?”
Irwan menggelengkan kepala “Kamu lucu.”
Membelalakkan mata mendengar perkataan Irwan yang semakin membuat pria tersebut tersenyum melihat ekspresi wajah Naila, memilih tidak peduli akan apa yang ada dalam pikiran pria tersebut membuat Naila kembali fokus karena tidak ingin orang tua Irwan menunggu terlalu lama diluar dan Naila ingin orang tua Irwan merasakan kebaikannya meskipun mungkin terlambat. Irwan sendiri memandang Naila dalam diam diatas ranjang dengan memainkan ponselnya, tatapannya berkali – kali pindah antara ponsel dan Naila dimana hal itu tidak diketahui sama sekali oleh Naila.
“Kamu bisa mendapatkan hak kamu kapan dan dimana pun kamu menginginkannya karena bagaimana pun pernikahan ini adalah pernikahan normal dan aku tidak mau membuat kamu tersiksa menahan diri sampai akhirnya mencari pelampiasan diluar.”
Orang tua Irwan menyambut Naila dengan sangat baik bahkan sang ibu memeluk Naila erat membuat Naila bingung melakukan apa, memilih membalas pelukannya dengan menepuk punggungnya pelan. Ciuman juga didapat Naila saat melepaskan pelukan membuatnya lagi-lagi tidak tahu harus bersikap seperti apa, tapi tetap satu yang Naila lakukan berusaha bersikap sopan sekali dihadapan mereka.“Irwan itu minta kita untuk ke Surabaya katanya mau nikah dan kita bingung nikah sama siapa secara pacar aja nggak punya tapi pas dia bilang nikah sama sahabatnya Frida kita langsung setuju karena nggak mungkin Frida punya teman nggak benar cukup dia aja yang nggak benar,” ucap Fauzan sebagai ayah dari Irwan “Pas kita lihat Naila eh malah ibunya yang langsung setuju katanya lebih cantik aslinya daripada foto.”Naila terdiam mendengar penjelasan pria yang sudah menjadi mertuanya ini, menatap Irwan yang hanya diam saat sang ayah mengatakan demikian. Sentuhan pada tangan Naila
Mempersiapkan barang – barangnya untuk kembali bersama dengan Irwan, keputusan yang diambilnya karena bagaimanapun status mereka berdua adalah suami istri dan telah sah di mata negara serta agama. Tidak mungkin Naila membiarkan Irwan kembali begitu saja apalagi ada orang tuanya disana, yang pastinya akan membuat nama Naila jelek jika membiarkan Irwan kembali begitu saja.“Gue benaran nggak tahu maksud dia kesini,” ucap Frida menatap Naila dengan tatapan memohon ampun.Naila tersenyum menatap Frida “nggak usah dipikirkan karena mungkin memang jalan takdir dan kakak kamu yang terbaik buatku.”“Gue nyesel lo sama dia,” keluh Frida lagi membuat Naila mengangkat alisnya “tapi tenang dia memang baik cuman kamu harus sabar sama sifatnya yang Menjengkelkan.”“Nggak usah kompor atau bilang hal jelek ke Naila,” tegur Irwan dengan duduk samping Naila “kita balik besok jadi jangan kangen ya.&rdqu
Perkataan Irwan yang tiba – tiba membuat Naila memandang kearahnya dimana banyak hal yang ada dalam isi kepala Naila saat ini, Irwan sendiri tersenyum melihat reaksi dari Naila saat ini yang baginya sangat menggemaskan.“Maksudnya partner?” Irwan mengangguk “jadi Irwan yang dibilang sama Mbak Lila itu kamu?” sekali lagi mengangguk membuat Naila menutup wajahnya “aku kan nggak boleh suka sama tapi kenapa sekarang jadi istrinya,” ucap Naila dengan suara kecilnya tapi masih dapat di dengar Irwan.“Kamu bisa tidur seranjang denganku atau memilih kamar lain, tapi kalau kamu memutuskan berada dalam satu ranjang yang berarti sudah siap melayani kebutuhan alami yang aku inginkan, jadi putuskan sendiri karena aku nggak mau memaksa kamu dan cukup sudah memaksakan pernikahan ini sama kamu.”Irwan melangkah ke arah lemari es membuat Naila mengikuti apa yang dilakukannya, menatap isi lemari es yang tampak penuh dengan ber
Perbuatan Naila membuat mereka bertiga memandang bingung, Naila hanya diam dan merasa tidak enak terutama saat melihat ekspresi wajah Irwan yang menahan emosi.“Maaf,” ucap Naila tidak enak “Bagi aku makanannya terlalu asin.”“Asin?” ulang mereka bertiga bersamaan yang diangguki Naila.“Apanya yang asin semua sudah sesuai bahkan mereka baik-baik saja.” Irwan menatap Naila tidak percaya dan mencobanya kembali dan mengambil milik Naila merasakannya juga “Nggak asin ini, Nay.”“Gini aja gimana kalau kamu masak yang sama dan kasih tahu versi nggak asin kamu itu” Leo memberikan solusi.“Memang boleh?” tanya Naila menatap Irwan takut.“Lakuin apa yang menurut kamu baik.” Irwan mengatakannya dengan tenang dan memberikan senyuman pada Naila.Melihat itu membuat Naila melangkah ke dapur, memulai apa yang tadi dilakukan Irwan. Beberapa bahan yang Irw
“Kamu akan berangkat sendiri?” tanya Irwan menatap Naila yang sibuk dengan sarapannya “Apa kamu sarapan seperti itu setiap pagi?”“Aku membutuhkan tenaga saat berhadapan dengan pasien jadinya butuh asupan banyak sebelum bertemu mereka, itu sangat melelahkan apalagi kalau sampai mereka tidak mengikuti aturan yang sudah aku buat. Aku berangkat sendiri nggak enak kalau tiba-tiba datang bersama dengan chef kebangaan mereka.”Irwan mencibir perkataan Naila “Apa kamu peduli sama perkataan mereka?”Naila mengangkat bahu “Semua serba mendadak buatku jadinya ya....” Naila tidak melanjutkan perkataannya “Aku berangkat dulu.” Naila beranjak dari tempatnya dengan membawa piring ke tempatnya untuk dicuci.Pelukan dari belakang membuat tubuh Naila membeku, semalam mereka tidak melakukan apapun karena sama-sama terlalu lelah. Naila memang memutuskan berada dalam satu kamar dengan Irwan, pernikahan m
Tidak pernah ada dalam bayangan Naila akan berada satu tempat dengan orang yang menjadi pasangan hidupnya, selama ini Benny sendiri memiliki profesi berbeda begitu juga dengan Rafa. Lain halnya dengan Evan yang memang dalam satu tempat hanya saja mereka tidak berada dalam satu departemen atau divisi yang sama, Naila sebenarnya tahu kalau Irwan adalah seorang chef hanya saja tidak menyangka memiliki jabatan yang tinggi. Posisi Irwan dengan Naila sebenarnya sama di H&D Group tapi tidak di hotel atau restoran, Naila berada dibawah Irwan sebagai asistennya dalam menghasilkan menu-menu baru.“Ganti pakaian kamu sekarang dan ikut setelah ini.” Irwan menatap datar pada Naila yang hanya bisa mengangguk “Kamu tahu dimana pakaian dan juga ruang ganti?” Naila menggelengkan kepala.Naila menatap Irwan yang berdiri membuka salah satu lemari, melangkah kembali kearahnya dan memberikan bungkusan transparan berisi pakaian. Naila menatap bingung pada Irwan y
Naila hanya diam saat Irwan mengajaknya masuk dalam ruangan, ruangan yang berada tidak jauh dari tempat Leo. Ruangan yang hanya diisi dengan dua meja kerja beserta kursinya serta sofa, ada juga kamar mandi yang sama dengan ruangan Irwan di dekat dapur hanya saja disini lebih bagus. Naila hanya diam memandang sekitar, saat mengalihkan pandangan dimana Irwan sedang sibuk dengan kertas-kertasnya.“Aku harus melakukan apa?” tanya Naila membuka suara setelah mereka diam selama beberapa saat lalu.Irwan mendadak salah tingkah saat Leo membuka pembicaraan tentang kamar, melihat itu Naila tidak banyak bertanya karena bagaimanapun mereka masih menyesuaikan diri satu sama lain dan saling mengenal.“Tugas kamu sudah dikasih tahu Bu Lila, bukan?” Irwan berkata tanpa melepaskan tatapan dari kertas “Kalau kamu mau menggunakan dapur bisa lakukan didalam kamar.”“Kamar?” ulang Naila memastikan yang diangguki Irwan “Di
Naila menatap Irwan dan Leo yang terlibat dalam pembicaraan serius yang tidak diketahuinya sama sekali, setelah makan mereka memutuskan untuk kembali ke ruangan Leo dan kali ini ada asisten Leo yang baru dikenalkan Naila yaitu Mahe, Mahe sendiri sudah menjadi orang kepercayaan Leo ibarat kata Mahe dan Irwan adalah tangan kanan dan kiri Leo jika tidak ada di tempat.“Naila, bagaimana kalau kamu memegang restoran yang ada di seberang?” tanya Leo secara tiba-tiba membuat Naila bingung dengan menatap Leo serta Irwan bergantian.“Dia baru masuk disini jangan langsung diberikan tanggung jawab besar lagipula restoran itu masih banyak yang harus diubah setelah sidak yang dilakukan Lucas.” Irwan menolak usul Leo membuatnya mendapatkan cibiran.“Pak Lucas sedang membenahi dan apa salahnya Ibu Naila memulai disana dalam kondisi baru perubahan?” tanya Mahe membuat Irwan dan Leo saling memandang satu sama lain.“Kalau gitu bia
Melahirkan adalah hal yang membuat Naila merasakan perasaan tidak tenang selama beberapa hari mendekati waktunya, semua hilang dengan hadirmya keluarga baik dari pihak Naila sendiri dan juga Irwan. Memilih berada dirumah kedua orang tuanya dibandingkan hotel, membuat kebutuhan Naila tercukupi.Irwan sudah menjual rumahnya dengan mengganti membeli rumah tidak terlalu jauh dari hotel, lebih tepatnya rumah tersebut tidak jauh dari rumah kedua orang tua mereka. Langkah ini Irwan ambil agar memudahkan mereka menjaga Naila jika memang dibutuhkan, meskipun pada akhirnya Naila lebih banyak tinggal di rumah kedua orang tuanya.“Ma, kayaknya sudah waktunya ini.” Naila mengatakannya saat merasakan perutnya sakit.“Masih kuat jalan?” tanya Indira yang diangguki Naila.Berjalan perlahan dengan bantuan Indira menuju ke mobil, memasukinya dengan perlahan berkat bantuan sopir dan juga Indira. Mengatur nafas agar bisa melahirkan dengan tenang, meng
Tatapan Evan membuat Naila hanya diam, tidak bisa bergerak sama sekali. Keputusan menemui Evan sudah dipertimbangkan dari lama, meminta bantuan Bagas untuk bertemu dengan Evan tanpa sepengetahuan Irwan.“Selamat buat kehamilan kamu, agak tidak menyangka kehamilan kamu bisa sebesar ini.” Evan membuka suara membuat Naila hanya diam tidak tahu harus menanggapi seperti apa atas perkataan Evan “Aku tahu kamu merasa terbebani, beberapa minggu atau lebih tepatnya setelah aku tahu kamu hamil banyak hal yang aku pikirkan.” Naila menelan saliva kasar mendengar kata-kata Evan.“Aku nggak tahu harus menanggapi apa, Mas.” Naila membuka suara.Evan tertawa membuat Naila menatap bingung “Kayaknya kamu nggak harus menanggapi apapun, semua bermula dari aku yang nggak bisa membuat semuanya menjadi mudah. Aku seharusnya sadar kalau kita nggak mungkin bersama, tapi aku memaksa kamu sampai berbuat hal gila.”“Tempat
Suasana dalam kamar terasa panas, Naila melanggar perkataan Irwan dengan turun ke dapur hotel. Naila pikir Irwan akan keluar lama tapi nyatanya hanya beberapa menit, bertepatan dengan Naila sedang memeriksa kelayakan dari makanan yang akan dikeluarkan. Kehamilan diri sudah berjalan melewati trimester, tepatnya bulan kelima dan sangat diluar prediksi dimana Naila hamil kembar yang semakin membuat Irwan protektif dengannya.Hembusan nafas kasar terdengar membuat Naila memejamkan matanya “Berapa kali aku bilang kalau kamu jangan kesana, Nay.” Naila semakin menundukkan kepalanya “Aku khawatir sama kamu.” Irwan menghembuskan nafas kasar “Kalau kamu nggak mikirin aku nggak papa tapi setidaknya kamu mikirin anak yang ada dalam perut kamu itu.”Irwan keluar dari kamar dengan membanting pintu, Naila hanya diam dengan menundukkan kepalanya. Perbuatan Naila memang salah dan sangat salah, Irwan memang tidak suka jika dirinya turun ke dapur hotel
Pendekatan dengan mertua, Naila merasa anak yang tidak berguna sama sekali. Menikah dengan Irwan tidak pernah mencoba dekat dengan keluarganya, bukan hanya mertua tapi juga saudara Irwan yang lain kecuali Frida dan Awang tentunya. Naila tahu jika keluarga Irwan tidak jauh berbeda dengan keluarga lain, hanya saja pernikahan mendadak membuat Naila tidak tahu bagaimana harus bersikap pada mereka.“Nay, makanan udah siap.” Naila menatap Wati yang membuka pintu kamar mereka “Irwan bilang kalau kamu masih harus dalam kamar, dikira orang hamil itu penyakitan apa.”Naila tersenyum mendengarnya “Ibu sendiri udah makan?”“Udah tadi sama ayah, mau dibantu nggak berdiri dari ranjang dan melangkah ke dapur?” Naila menggelengkan kepala dan tahu jika ibu mertuanya sedang menggoda.“Mas Irwan itu terlalu takut aku kenapa-kenapa, Bu.” Naila menggelengkan kepala dan berjalan kearah Wati “Ibu kasih tahu supay
“Rumah ini mau aku jual.” Irwan membuka suara saat mereka sudah berada didalam kamar “Aku minta bantuan ke papa dan ayah.”Naila mengerutkan keningnya “Kenapa dijual?” Irwan terdiam “Dekat sama rumah Dona?” tembak Naila langsung “Mas masih nggak bisa melupakan Dona?”“Bukan masalah melupakan, tapi aku mau menghargai perasaanmu. Aku nggak enak aja punya rumah dekat sama dia.” Irwan menjelaskan “Lagian kita nggak selamanya tinggal di apartemen atau hotel, kita perlu rumah buat masa depan kita bersama anak-anak.” Irwan berkata dengan membelai perut Naila perlahan.“Aku nggak masalah sama rumah ini, ya...meskipun dekat sama Dona tapi bukan suatu hal yang perlu membuat kita harus pindah. Alasan Mas Irwan nggak masuk akal, suatu saat hubungan kalian pasti baik-baik saja, Dona wanita yang cerdas mungkin saat ini belum bisa menerimanya tapi aku yakin perlahan dia pasti bisa menerim
Naila menatap tidak percaya dengan kehadiran keluarga mereka berdua di rumah, Irwan membawa Naila pulang ke rumah yang sudah lama tidak mereka datangi. Kedatangan mereka membuat Naila mendapatkan pelukan hangat dari mereka semua, tidak tersenyum menerima pelukan dari mereka semua.Mrndengarkan para orang tua yang memberikan banyak nasehat tentang kehamilan, membuat Naila hanya bisa diam dan mengangguk. Bukan hanya Naila tapi Irwan juga mendapatkan banyak nasehat, tidak bisa menggambarkan dengan kata-kata perasaannya saat ini.“Makannya tetap yang sehat berarti?” tanya Wati yang diangguki Naila pelan “Bisa kamu buat, Mas?” menatap tajam pada Irwan yang hanya mengangguk “Jangan berbuat aneh-aneh lagi.”“Mas Irwan udah jago buatnya, Bu.” Naila mengatakan sebenarnya membuat Wati menggelengkan kepalanya mendengar pembelaan Naila.“Ibu lebih senang kamu yang sama Irwan.” Wati membelai wajah Naila pelan
“Semua akan baik-baik saja, Nay.” Irwan menggenggam tangan Naila untuk menenangkan dirinya.“Aku baik-baik saja.” Naila tersenyum kearah Irwan.Mempererat genggaman tangan mereka menandakan bahwa Naila sangat gugup saat ini, beberapa bayangan buruk berada di kepalanya. Naila memejamkan matanya agar bisa bersikap tenang, selama beberapa hari belakangan ini semua perkataan dokter diturutinya tanpa ada yang terlewatkan. Sebelah tangan Naila yang kosong membelai perutnya perlahan, sedikit berdoa agar semuanya baik-baik saja.Naila sangat tahu jika Irwan juga sama cemasnya dengan dirinya, tapi tidak ingin membuat Naila khawatir dengan menunjukkannya. Irwan selalu mendukung dan berkata tentang hal positif untuk perkembangan mental Naila, tidak jarang Irwan membelai dan mengajak anaknya berbicara. Naila bahkan pernah melihat Irwan tengah malam dalam keadaan meminta pada Tuhan dengan meneteskan air mata, berpura-pura tidak tahu agar Irwan bisa me
Perasaan tidak enak dan ingin marah dari beberapa hari yang lalu, lebih tepatnya seminggu setelah keluar dari rumah sakit. Naila sudah terlalu bosan berada didalam kamar tanpa bisa keluar sama sekali, meskipun masih dibolehkan berjalan atau melakukan kegiatan yang ringan tetap saja membuat Naila kesal.Frida dan Hadi sendiri pulang beberapa hari setelah Naila keluar dari rumah sakit, dan saat ini Naila benar-benar dalam titik bosan yang tidak melakukan apapun. Irwan lebih sering berada didalam kamar memastikan semua kebutuhan Naila, membuat Leo dan Endi yang datang untuk membicarakan pekerjaan.Karyawan lainnya tahu jika Irwan sudah menikah dengan Naila, bahkan Naila tidak peduli dengan perkataan mereka, pasalnya belum mereka berbicara Leo sudah memberikan peringatan tajam. Naila sebenarnya bisa merasakan senang karena mereka melindunginya, tapi di sisi lain tidak enak pada perusahaan tempatnya bekerja.“Kamu mau ngapain, Nay?” tanya Irwan saat menat
Pintu terbuka menampilkan Dona membuat Naila menatap tidak percaya dengan kedatangan wanita itu, Dona menutup pintu dan melangkah kearah Naila serta Frida. Naila tidak bisa membaca tatapan yang Dona berikan sampai sebuah kata keluar dari bibirnya untuk berbicara berdua, memberi kode pada Frida untuk keluar tapi tidak dipedulikannya.“Kamu bisa berbicara anggap aja aku nggak ada.” Frida berkata datar dan memilih membuka ponselnya.Naila menatap Dona yang tampak ragu untuk berbicara, membuat Naila sekali lagi memberikan tatapan memohon pada Frida.“Aku nggak papa jadi kamu keluar dulu aja.” Naila berkata lembut pada Frida yang membuatnya menatap tajam “Dia nggak mungkin berbuat aneh-aneh jadi tenang saja.”Frida berdiri menatap datar pada Dona yang hanya diam “Awas kalau kamu buat Naila kenapa-kenapa.”Naila menggelengkan kepala melihat sikap Frida, tidak lama langsung keluar dari kamar inapnya. M