Perkataan Irwan yang tiba – tiba membuat Naila memandang kearahnya dimana banyak hal yang ada dalam isi kepala Naila saat ini, Irwan sendiri tersenyum melihat reaksi dari Naila saat ini yang baginya sangat menggemaskan.
“Maksudnya partner?” Irwan mengangguk “jadi Irwan yang dibilang sama Mbak Lila itu kamu?” sekali lagi mengangguk membuat Naila menutup wajahnya “aku kan nggak boleh suka sama tapi kenapa sekarang jadi istrinya,” ucap Naila dengan suara kecilnya tapi masih dapat di dengar Irwan.
“Kamu bisa tidur seranjang denganku atau memilih kamar lain, tapi kalau kamu memutuskan berada dalam satu ranjang yang berarti sudah siap melayani kebutuhan alami yang aku inginkan, jadi putuskan sendiri karena aku nggak mau memaksa kamu dan cukup sudah memaksakan pernikahan ini sama kamu.”
Irwan melangkah ke arah lemari es membuat Naila mengikuti apa yang dilakukannya, menatap isi lemari es yang tampak penuh dengan berbagai macam bahan masakan membuat Naila membelalakkan matanya.
“Kamu punya caviar mahal ini?” Irwan mengangguk sekilas “gaji chef di H&D Group besar juga ternyata.”
Irwan menghentikan langkahnya menatap Naila penuh selidik “memang kamu nggak tahu berapa gaji kamu?”
Naila mengangguk ragu “nggak keseluruhan karena memang nggak ada pembicaraan mengenai gaji, bagi aku ada tempat untuk mempelajari hal baru kenapa nggak.”
Irwan menggelengkan kepala mendengar perkataan Naila, menatap dalam diam apa yang dilakukan Irwan saat ini dimana mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Naila sendiri tidak tahu siapa yang saat ini dihubungi oleh Irwan karena memilih melakukan hal lain yaitu menatap isi lemari es milik Irwan.
“Awas aja kalau gajinya lo buat kecil karena gue butuh banget ini.”
Naila mendengar sekilas mengenai isi pembicaraan Irwan hanya saja mencoba untuk tidak peduli sama sekali, perkataan Irwan mengenai dirinya membutuhkan sesuatu membuat Naila bertanya – tanya apa yang dibutuhkan oleh pria itu.
“Memang kamu membutuhkan uang untuk apa?”
Irwan menghentikan gerakannya saat memotong daging dengan menatap Naila bingung “kamu mendengar pembicaraanku?”
Mengangguk dengan sedikit takut atas reaksi dari Irwan “suara kamu keras jadi pastinya aku dengar.”
Irwan tersenyum “itu tadi aku hubungi Leo yang tidak lain adalah pemimpin hotel dan restoran dari H&D Group.”
“Kalian dekat?” Irwan mengangguk “berarti anak Pak Wijaya dan istrinya?” sekali lagi mengangguk “lihat Pak Wijaya nggak seperti kebanyakan pengusaha lain apalagi istrinya yang tampak polos dengan penampilannya.”
Irwan mengangguk “kamu akan lebih terkejut lagi melihat anak – anaknya macam Leo.”
Naila memandang apa yang saat ini dibuat oleh Irwan “kamu mau buat spagheti?” Irwan mengangguk “apa nggak kebanyakan buat segitu?”
“Leo akan datang kesini bersama dengan Endi memberikan hadiah pernikahan kita,” jawab Irwan “apa kamu ingin menikah di hotel, kalau memang mau aku akan minta potongan harga ke Leo.”
“Memang bisa?” Irwan mengangguk “hotel mahal begitu paling potongannya dikit.”
“Kamu belum mengenal mereka, sayang.”
Wajah Naila seketika memanas mendengar kata yang keluar dari bibir Irwan, panggilan yang dilakukannya sejak mereka resmi semakin lama semakin membuat jantungnya berdetak kencang.
“Kamu ada acara besok?” pertanyaan Irwan membuat Naila tersadar dari lamunannya.
Menggelengkan kepala “aku masih cuti paling lusa baru masuk itupun ke rumah sakit dan nggak lama.”
“Mau ikut ke hotel?”
Tawaran Irwan memang menggiurkan siapa saja tapi Naila memikirkan banyak hal termasuk mengenai hubungan mereka, Naila sedikit takut orang lain tahu siapa yang dinikahi Irwan yang tidak lain adalah chef di hotel tersebut ditambah memiliki hubungan persahabatan dengan sang pemilik.
“Memang fans kamu nggak masalah kamu tiba – tiba datang bersama aku?”
Irwan mengangkat alisnya mendengar pertanyaan Naila “aku disana kerja bukan bahas masalah fans dan aku nggak peduli, kamu bisa tanya sama Leo dan Endi bagaimana aku saat sudah berada di tempat kerja.”
Naila hanya diam saat Irwan mengatakan hal itu “apa yang bisa aku bantu?” mencoba mengalihkan pembicaraan yang membuat hubungan mereka menjadi aneh nantinya.
“Aku ingin memasakkan kalian terutama kamu.”
Sekali lagi Naila hanya diam mengamati apa yang Irwan lakukan saat ini, dapat terlihat bagaimana terampilnya Irwan saat berada di dapur. Tidak ada dalam benak Naila mendapatkan suami macam Irwan yang memiliki profesi sebagai chef, selama ini pria yang hadir dalam kehidupan Naila bermacam-macam profesi tapi tidak dengan chef.
Menatap Irwan yang tampak sibuk dengan segala peralatannya yang digunakan serta bahan-bahan yang ada di meja, Naila mendatangi Irwan dan menatap apa yang dilakukan pria itu dalam diam. Melihat bumbu apa saja yang dimasukkan dan Naila ingin rasanya menghentikan penggunaan bumbu yang Irwan masukkan, terbiasa dengan hidup sehat dan sekarang harus kembali pada hal yang sudah sangat lama dihindari. Naila bukan tidak memakan makanan luar hanya saja membatasi, kalaupun bisa lebih baik dirinya memasak sendiri atau makanan rumah yang pastinya sudah sesuai standard yang dia lakukan.
TING TONG
“Tolong bukakan sepertinya mereka berdua.” Irwan mengatakannya tanpa menatap Naila.
Memilih membuka pintu dan pemandangan pertama yang Naila adalah dua pria tampan, membuat Naila menatap tanpa berkedip sama sekali. Suara dehaman membuat Naila tersadar dan langsung membuka pintu lebar, seketika menepuk keningnya langsung menyuruh orang masuk kedalam rumah.
“Endi dan itu tadi Leo.” Endi mengulurkan tangan membuat Naila menatapnya dan membalas uluran tangan “Selamat buat pernikahan kalian, Irwan pasti di dapur bukan?” Naila mengangguk “Ayo kita masuk bersama.”
Naila melangkah bersama Endi disampingnya dan mendapati Leo duduk santai di meja makan sambil menatap Irwan memasak, Naila bingung duduk dimana tapi Endi meminta Naila duduk bersama dengan mereka. Mengikuti langkah Endi dengan duduk berhadapan, tidak tahu harus bersikap seperti apa karena bertemu Leo yang tidak lain adalah CEO di hotel tempatnya bekerja nantinya.
“Nggak usah takut karena aku juga pegawai meskipun posisi lebih tinggi dan lebih diuntungkan karena anak pemilik, tapi percaya tanggung jawab lebih berat dan menyiksa dibandingkan kalian. Kalau nggak percaya tanya sama dia.” Leo menatap Naila lembut dengan menunjuk Endi “Kita belum berkenalan Leo sahabat Irwan, jika hanya kita kamu bisa memanggil Leo tapi tidak di hotel atau kantor H&D Group karena kalau sampai ketahuan yang digantung bukan kamu tapi aku.”
“Walaupun dia pimpinan hotel tapi selalu mencari makanan gratisan disini, jadi nantinya kamu jangan terkejut kalau tiba-tiba mereka datang kesini sesuka hati.” Irwan meletakkan hasil masakannya diatas meja.
Naila menatap apa yang Irwan masak, secara penampilan memang menggiurkan hanya saja belum tentu cocok dengan lidah Naila. Setelah Irwan menyuruh makan baru mereka memulainya dan ternyata tidak berlangsung lama Naila memuntahkan makanan Irwan membuat semua menatap bingung.
Perbuatan Naila membuat mereka bertiga memandang bingung, Naila hanya diam dan merasa tidak enak terutama saat melihat ekspresi wajah Irwan yang menahan emosi.“Maaf,” ucap Naila tidak enak “Bagi aku makanannya terlalu asin.”“Asin?” ulang mereka bertiga bersamaan yang diangguki Naila.“Apanya yang asin semua sudah sesuai bahkan mereka baik-baik saja.” Irwan menatap Naila tidak percaya dan mencobanya kembali dan mengambil milik Naila merasakannya juga “Nggak asin ini, Nay.”“Gini aja gimana kalau kamu masak yang sama dan kasih tahu versi nggak asin kamu itu” Leo memberikan solusi.“Memang boleh?” tanya Naila menatap Irwan takut.“Lakuin apa yang menurut kamu baik.” Irwan mengatakannya dengan tenang dan memberikan senyuman pada Naila.Melihat itu membuat Naila melangkah ke dapur, memulai apa yang tadi dilakukan Irwan. Beberapa bahan yang Irw
“Kamu akan berangkat sendiri?” tanya Irwan menatap Naila yang sibuk dengan sarapannya “Apa kamu sarapan seperti itu setiap pagi?”“Aku membutuhkan tenaga saat berhadapan dengan pasien jadinya butuh asupan banyak sebelum bertemu mereka, itu sangat melelahkan apalagi kalau sampai mereka tidak mengikuti aturan yang sudah aku buat. Aku berangkat sendiri nggak enak kalau tiba-tiba datang bersama dengan chef kebangaan mereka.”Irwan mencibir perkataan Naila “Apa kamu peduli sama perkataan mereka?”Naila mengangkat bahu “Semua serba mendadak buatku jadinya ya....” Naila tidak melanjutkan perkataannya “Aku berangkat dulu.” Naila beranjak dari tempatnya dengan membawa piring ke tempatnya untuk dicuci.Pelukan dari belakang membuat tubuh Naila membeku, semalam mereka tidak melakukan apapun karena sama-sama terlalu lelah. Naila memang memutuskan berada dalam satu kamar dengan Irwan, pernikahan m
Tidak pernah ada dalam bayangan Naila akan berada satu tempat dengan orang yang menjadi pasangan hidupnya, selama ini Benny sendiri memiliki profesi berbeda begitu juga dengan Rafa. Lain halnya dengan Evan yang memang dalam satu tempat hanya saja mereka tidak berada dalam satu departemen atau divisi yang sama, Naila sebenarnya tahu kalau Irwan adalah seorang chef hanya saja tidak menyangka memiliki jabatan yang tinggi. Posisi Irwan dengan Naila sebenarnya sama di H&D Group tapi tidak di hotel atau restoran, Naila berada dibawah Irwan sebagai asistennya dalam menghasilkan menu-menu baru.“Ganti pakaian kamu sekarang dan ikut setelah ini.” Irwan menatap datar pada Naila yang hanya bisa mengangguk “Kamu tahu dimana pakaian dan juga ruang ganti?” Naila menggelengkan kepala.Naila menatap Irwan yang berdiri membuka salah satu lemari, melangkah kembali kearahnya dan memberikan bungkusan transparan berisi pakaian. Naila menatap bingung pada Irwan y
Naila hanya diam saat Irwan mengajaknya masuk dalam ruangan, ruangan yang berada tidak jauh dari tempat Leo. Ruangan yang hanya diisi dengan dua meja kerja beserta kursinya serta sofa, ada juga kamar mandi yang sama dengan ruangan Irwan di dekat dapur hanya saja disini lebih bagus. Naila hanya diam memandang sekitar, saat mengalihkan pandangan dimana Irwan sedang sibuk dengan kertas-kertasnya.“Aku harus melakukan apa?” tanya Naila membuka suara setelah mereka diam selama beberapa saat lalu.Irwan mendadak salah tingkah saat Leo membuka pembicaraan tentang kamar, melihat itu Naila tidak banyak bertanya karena bagaimanapun mereka masih menyesuaikan diri satu sama lain dan saling mengenal.“Tugas kamu sudah dikasih tahu Bu Lila, bukan?” Irwan berkata tanpa melepaskan tatapan dari kertas “Kalau kamu mau menggunakan dapur bisa lakukan didalam kamar.”“Kamar?” ulang Naila memastikan yang diangguki Irwan “Di
Naila menatap Irwan dan Leo yang terlibat dalam pembicaraan serius yang tidak diketahuinya sama sekali, setelah makan mereka memutuskan untuk kembali ke ruangan Leo dan kali ini ada asisten Leo yang baru dikenalkan Naila yaitu Mahe, Mahe sendiri sudah menjadi orang kepercayaan Leo ibarat kata Mahe dan Irwan adalah tangan kanan dan kiri Leo jika tidak ada di tempat.“Naila, bagaimana kalau kamu memegang restoran yang ada di seberang?” tanya Leo secara tiba-tiba membuat Naila bingung dengan menatap Leo serta Irwan bergantian.“Dia baru masuk disini jangan langsung diberikan tanggung jawab besar lagipula restoran itu masih banyak yang harus diubah setelah sidak yang dilakukan Lucas.” Irwan menolak usul Leo membuatnya mendapatkan cibiran.“Pak Lucas sedang membenahi dan apa salahnya Ibu Naila memulai disana dalam kondisi baru perubahan?” tanya Mahe membuat Irwan dan Leo saling memandang satu sama lain.“Kalau gitu bia
“Bagaimana Irwan, Nay?” tanya Fajar saat Naila mendatangi rumah orang tuanya “Baik kan sama kamu?”“Baru beberapa hari jadi belum bisa menilai, Pa.” Naila menjawab dengan santai “Waktu itu alasan apa sih yang buat papa yakin sama Mas Irwan?”“Keseriusan sama latar belakang keluarganya.”“Rafa juga serius loh, Pa.”Fajar mengangguk “Tapi kamu memulai dengan cara nggak baik dan dari awal memang kesan melepaskan tanggung jawab terlihat, kenapa papa dulu setuju kamu sama Rafa karena melihat ketulusan dia dan juga perasaan bersalahnya. Semua ternyata salah dan papa salah melangkah dalam mencarikan kamu pasangan.”“Memang papa yakin sama Mas Irwan?” tanya Naila menatap selidik pada Fajar.“Kita lihat saja, Irwan juga sudah tahu mengenai masa lalu kamu takutnya akan menjadi masalah dalam hubungan kalian nantinya.” Naila membelalakkan mata men
Kedua kali mereka bertemu membuat Naila tidak bisa lagi menghindar, pertama saat membantu Irwan di hari pertamanya bekerja dan sekarang. Pria yang membuat Naila merasakan bagaimana dicintai dan dilukai dalam waktu bersamaan, Benny yang tidak lain adalah mantan Naila dimana keluarganya tidak menyukai dirinya dan melakukan banyak cara agar mereka berpisah dan karena keluarganya itu membuat Naila berada di hotel ini.“Kamu ngapain disini?” tanya Benny dengan memandang curiga.“Bukan urusan kamu.”“Main kamu sudah sampai hotel mewah ya?” Naila menatap tajam pada Benny dengan mencoba bersikap tenang.“Ada apa ini?” tanya sebuah suara yang berada disamping Naila membuatnya terkejut dengan kedatangan Irwan “Apa kalian tidak bisa bertengkar di tempat lain membuat pemandangan beberapa orang disini terganggu.”“Permisi.”Naila memutuskan pergi meninggalkan mereka berdua, tidak tah
Suasana diantara Naila dan Irwan menjadi dingin setelah pengakuan yang keluar dari bibir Irwan mengenai alasan Naila berada di tempat ini, tempat yang sama sekali berbeda dengannya meskipun juga berlatar belakang di cafe tetap saja berbeda.“Aku mandi dulu.” Irwan beranjak dari tempatnya yang tidak dibalas sama sekali oleh Naila.Memilih membereskan piring serta gelas-gelas yang menjadi tempat hidangan mereka, perasaan Naila benar-benar menjadi satu dan tidak menentu. Semua bermula dari pernikahan mendadaknya sampai yang baru saja terjadi, kedepannya kenyataan apa lagi yang akan Naila dapatkan dari Irwan atau keluarganya seperti tadi papanya.Menatap keadaan dapur yang telah rapi, mengingatkan Naila jika sebentar lagi harus ke restoran untuk membuat menu baru. Masuk dalam kamar tidak mendapati Irwan yang sepertinya masih berada didalam kamar mandi, memilih berangkat tanpa berpamitan langsung tapi tetap memberi pesan jika dirinya akan ke restoran.