Suasana diantara Naila dan Irwan menjadi dingin setelah pengakuan yang keluar dari bibir Irwan mengenai alasan Naila berada di tempat ini, tempat yang sama sekali berbeda dengannya meskipun juga berlatar belakang di cafe tetap saja berbeda.
“Aku mandi dulu.” Irwan beranjak dari tempatnya yang tidak dibalas sama sekali oleh Naila.
Memilih membereskan piring serta gelas-gelas yang menjadi tempat hidangan mereka, perasaan Naila benar-benar menjadi satu dan tidak menentu. Semua bermula dari pernikahan mendadaknya sampai yang baru saja terjadi, kedepannya kenyataan apa lagi yang akan Naila dapatkan dari Irwan atau keluarganya seperti tadi papanya.
Menatap keadaan dapur yang telah rapi, mengingatkan Naila jika sebentar lagi harus ke restoran untuk membuat menu baru. Masuk dalam kamar tidak mendapati Irwan yang sepertinya masih berada didalam kamar mandi, memilih berangkat tanpa berpamitan langsung tapi tetap memberi pesan jika dirinya akan ke restoran.
Naila hanya bisa mengikuti apa yang Irwan rencanakan, liburan berdua dan itu benar-benar mereka lakukan. Setelah semalam mengatakan liburan dan besoknya Irwan meminta Naila bersiap-siap dengan menyiapkan pakaian mereka berdua untuk berlibur, tidak tahu akan dibawa kemana bahkan Naila tidak bisa berpamitan pada anak-anak restoran karena Leo yang memastikan secara langsung.“Memang mas sudah sedekat itu sama mereka?” tanya Naila penasaran saat mereka sudah duduk di pesawat.“Dekat banget tapi kalau sudah berkaitan dengan pekerjaan kita bisa berubah serius.”Naila akhirnya tahu tujuan mereka setelah masuk ke bandara dan melakukan check in, tujuan Lombok yang benar-benar tidak ada dalam benak Naila sama sekali. Irwan sendiri tidak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Naila, seakan takut Naila menghilang dari hadapannya bahkan saat sudah duduk di pesawat.“Nay, kamu mau mendengar kenyataan dulu atau mau senang-senang dulu?&r
“Bagaimana____bagaimana tahu mengenai....?” Naila menutup mulutnya saat mendengar pengakuan Irwan.“Aku menyadari satu hal saat pertama kali kita bertemu setelah lama tidak bertemu, aku melihat kamu di cafe yang awal aku tidak tahu itu kamu, gadis kecil yang pernah aku sukai dulu.” Naila mengerutkan keningnya mendengar pengakuan Irwan “Aku melamar di cafe keluarga kamu atas saran Om Awang, hanya saja papa tidak dengan mudah menerima karyawan dan pada saat itu kondisi tidak memungkinkan pasca meninggalnya dia. Kamu datang dengan penampilan anak kuliah yang baru pulang, penampilan kamu yang alami membuat aku suka, lalu Frida menunjukkan sahabat-sahabatnya selama sekolah dan langsung mengenali kamu. Gadis kecil yang pernah bermain dengan kami dan selalu mengikuti kemana Yudo pergi seakan tidak mau lepas dari dia, wajah kamu sangat menggemaskan.”“Lalu kamu tahu?” potong Naila membuat Irwan tersenyum.“Aku menden
Keputusan sudah diambil Naila dengan memberikan semuanya pada Irwan, bagaimanapun itu semua adalah hak Irwan. Bangun dalam pelukan Irwan tanpa sehelai busana satupun diantara mereka berdua membuat wajah Naila memanas, teringat bagaimana Irwan melakukan semuanya dengan sangat lembut seakan dirinya sangat berharga.“Pagi, Nay.” Irwan mencium pucak kepala Naila “Mau mandi dulu atau bareng?”Pukulan ringan Naila berikan membuat Irwan tertawa “Mas jangan aneh-aneh.”“Aneh bagaimana?” tanya Irwan bingung dan menarik dagu Naila membuat mereka saling menatap satu sama lain “Makasih memberikan hakku dan kamu memang sangat luar biasa.” Irwan mengecup bibir Naila singkat.“Mas, mengenai pekerjaanku?” tanya Naila bingung.“Kerjakan sesuai dengan permintaan pusat, kamu adalah orang pusat bukan bagian dari kami di hotel dan restoran, meskipun begitu kamu bisa masuk didalamnya jika ingi
Bangun dalam keadaan segar membuat Naila mempersiapkan semuanya termasuk segala macam kebutuhan yang diperlukan Irwan, membuat masakan mudah agar bisa dinikmati untuk sarapan. Menyiapkan diri dan menatap penampilan di cermin, menggunakan pakaian sederhana dikarenakan harus menuju ke H&D Group pusat.Pembicaraan dengan Irwan semalam membuat Naila paham jika pria yang menjadi suaminya ini mengalami ketakutan apabila Naila mengambil posisinya, Naila sendiri sebenarnya sudah tahu apa yang menjadi pekerjaannya di H&D Group bahkan tidak ada pembicaraan mengenai menggantikan posisi Irwan.“Mau kemana?” tanya Irwan dengan suara khas bangun tidurnya.Naila menatap melalui cermin sekilas “Kantor pusat terus rumah sakit.”“Ada apa sama kantor pusat?” Irwan memberikan tatapan menyelidik.Naila bisa melihat ekspresi terkejut dan waspadanya “Memberikan laporan mengenai rumah sakit.”“Rumah saki
Masuk kedalam rumahnya bersama Irwan semenjak mereka sudah menikah, dibandingkan apartemen atau kamar hotel Naila lebih menyukai rumah ini. Rumah Irwan tidak terlalu besar tapi sangat nyaman dengan penataan yang minimalis dan pencahayaan yang sangat terang saat berada didalam rumah, ditambah lingkungan sekitar yang sangat nyaman seperti rumah kedua orang tuanya.Pembicaraan dengan Anggi membuat Naila lelah, banyak hal yang harus disiapkan untuk anniversary rumah sakit. Naila harus memberikan tester makanan yang akan disajikan untuk pasien, karyawan, keluarga pasien bahkan pengunjung juga. Naila tidak tahu berapa dana yang dikeluarkan untuk semua ini, Anggi berkata jika dana bukan masalah besar yang terpenting adalah semua makanan yang disajikan enak dan juga sehat.Masuk dalam kamar mandi untuk menenangkan dirinya dan setelah itu akan mencoba beberapa menu yang sudah Naila berikan untuk kantin, hanya saja kali ini ingin sesuatu yang berbeda mengenai menu itu. Memejamka
Kata-kata semangat dari Irwan membuat Naila mulai membuat beberapa menu untuk anniversary rumah sakit, melakukan berbagai macam eskprimen di dapur milik mereka dan membuat waktu mereka berkurang. Irwan sendiri secara kebetulan harus mengurus acara pernikahan, berbagai macam menu yang dibuatnya harus disediakan pada saat pernikahan. Naila tidak bisa membantu banyak kecuali jadwal ketika dirinya ke hotel, suasana hotel sebenarnya biasa saja seperti hari biasa hanya saja acara pernikahan selalu membuat heboh banyak pihak.“Mas, pulang malam?” tanya Naila saat mereka sarapan.Irwan mengangguk “Kenapa? Kamu mau ke hotel atau bagaimana?”“Aku ada jadwal ke hotel sih tapi nggak tahu ini chef di rumah sakit bisa pegang kendali nggak.”Irwan mengangkat alisnya “Kamu ahli gizi bukan chef, tugas kamu hanya membantu bukan sepenuhnya.”Naila tersenyum mendengar perkataan Irwan “Aku tahu dan mereka juga tahu.
Lela dengan segala kata-katanya selalu bisa membuat Naila berpikir yang tidak-tidak, Sally yang tidak lain adalah salah satu chef di rumah sakit ini menyukai dirinya pastinya tidak mungkin. Chef yang baru masuk beberapa hari setelah Naila dipanggil oleh pusat tersebut memang menjadi idaman banyak wanita mulai dari pegawai kantin, perawat bahkan tidak tertinggal dokter. Hubungan dengan Naila selama ini memang hanya professional tidak ada pembicaraan mengenai masalah pribadi, berbeda dengan Evan yang tidak tahu kapan mengakhiri kedekatan mereka, kedekatan tanpa Naila merasa bersalah dimana Evan akan tetap menunggu dirinya berpisah karena merasa pernikahannya tidak akan bertahan lama.“Apa ada yang susah?” tanya Naila saat memasuki dapur membuat semua menghentikan pekerjaan masing-masing “Maaf, kalian lanjutkan saja pekerjaannya saya hanya ada pembicaraan penting dengan Chef Sally.”Sally menatap Naila sekilas sebelum akhirnya berbicara dengan sala
Tubuh Naila membeku mendengar kata-kata Evan, bahkan tidak bisa bergerak untuk melangkah berikutnya. Menarik dan menghembuskan nafas panjang untuk bisa membuat dirinya tetap sadar, Naila sangat tahu apa yang terjadi dengan Evan saat ini benar-benar salah dan selama ini Irwan selalu menjadi suami yang baik.“Apa yang kita lakukan ini salah, Mas.” Naila berucap setelah dirasa cukup tenang.Evan tersenyum kecil “Aku akan tetap berada disamping kamu, pernikahan itu nggak mudah mungkin saat ini kamu baik-baik saja tapi kita nggak tahu apa yang terjadi besok atau minggu depan atau bulan depan atau tahun depan atau bisa jadi beberapa jam nanti.”Naila hanya terdiam mendengarkan perkataan Evan bahkan tidak menyadari jika melangkah kearahnya, bibir Naila seakan tidak bisa berkata apapun sampai akhirnya Evan benar-benar berada di dekatnya. Menarik dagunya pelan membuat mereka saling memandang satu sama lain, tatapan cinta itu masih ada di mata Evan