Bangun dalam keadaan segar membuat Naila mempersiapkan semuanya termasuk segala macam kebutuhan yang diperlukan Irwan, membuat masakan mudah agar bisa dinikmati untuk sarapan. Menyiapkan diri dan menatap penampilan di cermin, menggunakan pakaian sederhana dikarenakan harus menuju ke H&D Group pusat.
Pembicaraan dengan Irwan semalam membuat Naila paham jika pria yang menjadi suaminya ini mengalami ketakutan apabila Naila mengambil posisinya, Naila sendiri sebenarnya sudah tahu apa yang menjadi pekerjaannya di H&D Group bahkan tidak ada pembicaraan mengenai menggantikan posisi Irwan.
“Mau kemana?” tanya Irwan dengan suara khas bangun tidurnya.
Naila menatap melalui cermin sekilas “Kantor pusat terus rumah sakit.”
“Ada apa sama kantor pusat?” Irwan memberikan tatapan menyelidik.
Naila bisa melihat ekspresi terkejut dan waspadanya “Memberikan laporan mengenai rumah sakit.”
“Rumah saki
Masuk kedalam rumahnya bersama Irwan semenjak mereka sudah menikah, dibandingkan apartemen atau kamar hotel Naila lebih menyukai rumah ini. Rumah Irwan tidak terlalu besar tapi sangat nyaman dengan penataan yang minimalis dan pencahayaan yang sangat terang saat berada didalam rumah, ditambah lingkungan sekitar yang sangat nyaman seperti rumah kedua orang tuanya.Pembicaraan dengan Anggi membuat Naila lelah, banyak hal yang harus disiapkan untuk anniversary rumah sakit. Naila harus memberikan tester makanan yang akan disajikan untuk pasien, karyawan, keluarga pasien bahkan pengunjung juga. Naila tidak tahu berapa dana yang dikeluarkan untuk semua ini, Anggi berkata jika dana bukan masalah besar yang terpenting adalah semua makanan yang disajikan enak dan juga sehat.Masuk dalam kamar mandi untuk menenangkan dirinya dan setelah itu akan mencoba beberapa menu yang sudah Naila berikan untuk kantin, hanya saja kali ini ingin sesuatu yang berbeda mengenai menu itu. Memejamka
Kata-kata semangat dari Irwan membuat Naila mulai membuat beberapa menu untuk anniversary rumah sakit, melakukan berbagai macam eskprimen di dapur milik mereka dan membuat waktu mereka berkurang. Irwan sendiri secara kebetulan harus mengurus acara pernikahan, berbagai macam menu yang dibuatnya harus disediakan pada saat pernikahan. Naila tidak bisa membantu banyak kecuali jadwal ketika dirinya ke hotel, suasana hotel sebenarnya biasa saja seperti hari biasa hanya saja acara pernikahan selalu membuat heboh banyak pihak.“Mas, pulang malam?” tanya Naila saat mereka sarapan.Irwan mengangguk “Kenapa? Kamu mau ke hotel atau bagaimana?”“Aku ada jadwal ke hotel sih tapi nggak tahu ini chef di rumah sakit bisa pegang kendali nggak.”Irwan mengangkat alisnya “Kamu ahli gizi bukan chef, tugas kamu hanya membantu bukan sepenuhnya.”Naila tersenyum mendengar perkataan Irwan “Aku tahu dan mereka juga tahu.
Lela dengan segala kata-katanya selalu bisa membuat Naila berpikir yang tidak-tidak, Sally yang tidak lain adalah salah satu chef di rumah sakit ini menyukai dirinya pastinya tidak mungkin. Chef yang baru masuk beberapa hari setelah Naila dipanggil oleh pusat tersebut memang menjadi idaman banyak wanita mulai dari pegawai kantin, perawat bahkan tidak tertinggal dokter. Hubungan dengan Naila selama ini memang hanya professional tidak ada pembicaraan mengenai masalah pribadi, berbeda dengan Evan yang tidak tahu kapan mengakhiri kedekatan mereka, kedekatan tanpa Naila merasa bersalah dimana Evan akan tetap menunggu dirinya berpisah karena merasa pernikahannya tidak akan bertahan lama.“Apa ada yang susah?” tanya Naila saat memasuki dapur membuat semua menghentikan pekerjaan masing-masing “Maaf, kalian lanjutkan saja pekerjaannya saya hanya ada pembicaraan penting dengan Chef Sally.”Sally menatap Naila sekilas sebelum akhirnya berbicara dengan sala
Tubuh Naila membeku mendengar kata-kata Evan, bahkan tidak bisa bergerak untuk melangkah berikutnya. Menarik dan menghembuskan nafas panjang untuk bisa membuat dirinya tetap sadar, Naila sangat tahu apa yang terjadi dengan Evan saat ini benar-benar salah dan selama ini Irwan selalu menjadi suami yang baik.“Apa yang kita lakukan ini salah, Mas.” Naila berucap setelah dirasa cukup tenang.Evan tersenyum kecil “Aku akan tetap berada disamping kamu, pernikahan itu nggak mudah mungkin saat ini kamu baik-baik saja tapi kita nggak tahu apa yang terjadi besok atau minggu depan atau bulan depan atau tahun depan atau bisa jadi beberapa jam nanti.”Naila hanya terdiam mendengarkan perkataan Evan bahkan tidak menyadari jika melangkah kearahnya, bibir Naila seakan tidak bisa berkata apapun sampai akhirnya Evan benar-benar berada di dekatnya. Menarik dagunya pelan membuat mereka saling memandang satu sama lain, tatapan cinta itu masih ada di mata Evan
Naila tidak ada waktu memikirkan tentang pria masa lalu Irwan, pasalnya Irwan sendiri sudah menceritakan semua masa lalunya bersama dengan wanita itu. Naila bahkan tidak menceritakan mengenai masa lalunya dengan lebih jelas kecuali dari ayahnya yang bercerita langsung pada Irwan. Mengingat itu semua membuat Naila menghembuskan nafas panjang, masa lalu yang sangat ingin dilupakan secara mudah dibuka oleh ayahnya.“Kamu sudah disini?” tanya Irwan saat masuk kedalam ruangan “Kenapa nggak di kamar atau ruangan sebelah Leo?”“Mas Bagas mau ketemu kamu.” Naila membuka suara.“Kamu sama Mas Bagas? Lalu mobil kamu?”“Mas Bagas yang minta sopir rumah ambil mobilku.”Irwan mengangguk paham “Ya udah, kita ketemu sama Mas Bagas.”Irwan mengulurkan tangan yang membuat Naila ragu, mengetahui itu Irwan mendekati Naila dengan mencium bibirnya sekilas. Mendapatkan perlakuan seperti itu m
Pertemuan dengan Bagas saat itu adalah pertemuan Naila dengan Irwan dalam kondisi normal, selanjutnya mereka benar-benar hanya bertemu saat di ranjang. Naila sendiri tidak lupa menyiapkan segala macam kebutuhan Irwan untuk bekerja nantinya, menatap Irwan yang masih tidur nyenyak membuat Naila hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Irwan yang benar-benar sibuk membuat mereka tinggal di hotel, agar lebih cepat dirinya istirahat dan Naila mengikuti semua perkataan Irwan bahkan sopir untuk dirinya sudah tersedia.“Kamu masih di rumah sakit?” tanya Irwan dengan mata terpejamnya.“Ya, masih ada yang harus dikerjakan tapi nggak lama memang kenapa?”“Aku sedikit luang hari ini, ya walaupun nggak sepenuhnya sih.” Irwan membuka matanya membuat mereka saling memandang satu sama lain “Aku kangen menghabiskan waktu bersama gimana kalau memang waktunya tepat kita jalan-jalan?”“Sama sopir?” Irwan menyipitkan
Naila memang mengikuti langkah Evan menuju tempat parkir karena tidak ingin membuat keributan dengan pria tersebut, melangkah dalam diam seakan mereka tidak saling mengenal sudah menjadi kebiasaan Naila kecuali dengan Vivian. Naila tahu jika sopir tidak akan menjemputnya, tadi dirinya berniat mampir ke cafe tempat orang tuanya karena cukup lama tidak datang kesana tapi sepertinya niat hanya tinggal niat.“Kita mau kemana?” tanya Naila membuka suara setelah berada didalam mobil Evan.Menatap sekitar dimana tidak ada perubahan sama sekali dari penampilan mobilnya sama persis dengan saat Naila berada disini, mengingat mobil ini seketika teringat bagaimana mereka selalu saja hampir melakukan hal gila di masa lalu. Evan yang selalu menemaninya setiap memiliki permasalahan terutama dengan Rafa, tidak banyak yang tahu bagaimana hubungan mereka berdua sebenarnya.“Kita ke tempat biasa.”Membeku mendengar jawaban dari Evan “Maksudnya
“Aku masih cinta sama dia, Mas.”Naila menghentikan langkahnya membuat Irwan menatap bingung atau lebih tepatnya tegang, mengalihkan pandangan ke belakang dan tidak ada mereka berdua disana. Endi tampaknya sudah berhasil membawa wanita yang bernama Dona, entah hubungan apa yang mereka miliki sebelumnya.“Nay, masuk.” Suara lembut Irwan membuat Naila tersadar dan menatap kearahnya “Aku akan jelaskan semuanya.”Naila menarik dan menghembuskan nafas panjang lalu mengangguk, ekspresi wajah Irwan seketika kembali seperti sebelumnya. Naila masuk kedalam ruangannya dan Irwan meletakkan pekerjaannya di meja tempat biasanya dia bekerja, Naila sendiri memilih duduk di kursinya yang juga berada di ruangan Irwan.“Kami pernah dekat.” Irwan membuka suara membuat Naila menghentikan gerakannya tanpa menatap kearah Irwan “Sayang kita duduk di sofa sini untuk berbicara dan aku nggak mau kamu salah paham dengan Dona.&rd