Kata-kata semangat dari Irwan membuat Naila mulai membuat beberapa menu untuk anniversary rumah sakit, melakukan berbagai macam eskprimen di dapur milik mereka dan membuat waktu mereka berkurang. Irwan sendiri secara kebetulan harus mengurus acara pernikahan, berbagai macam menu yang dibuatnya harus disediakan pada saat pernikahan. Naila tidak bisa membantu banyak kecuali jadwal ketika dirinya ke hotel, suasana hotel sebenarnya biasa saja seperti hari biasa hanya saja acara pernikahan selalu membuat heboh banyak pihak.
“Mas, pulang malam?” tanya Naila saat mereka sarapan.
Irwan mengangguk “Kenapa? Kamu mau ke hotel atau bagaimana?”
“Aku ada jadwal ke hotel sih tapi nggak tahu ini chef di rumah sakit bisa pegang kendali nggak.”
Irwan mengangkat alisnya “Kamu ahli gizi bukan chef, tugas kamu hanya membantu bukan sepenuhnya.”
Naila tersenyum mendengar perkataan Irwan “Aku tahu dan mereka juga tahu.
Lela dengan segala kata-katanya selalu bisa membuat Naila berpikir yang tidak-tidak, Sally yang tidak lain adalah salah satu chef di rumah sakit ini menyukai dirinya pastinya tidak mungkin. Chef yang baru masuk beberapa hari setelah Naila dipanggil oleh pusat tersebut memang menjadi idaman banyak wanita mulai dari pegawai kantin, perawat bahkan tidak tertinggal dokter. Hubungan dengan Naila selama ini memang hanya professional tidak ada pembicaraan mengenai masalah pribadi, berbeda dengan Evan yang tidak tahu kapan mengakhiri kedekatan mereka, kedekatan tanpa Naila merasa bersalah dimana Evan akan tetap menunggu dirinya berpisah karena merasa pernikahannya tidak akan bertahan lama.“Apa ada yang susah?” tanya Naila saat memasuki dapur membuat semua menghentikan pekerjaan masing-masing “Maaf, kalian lanjutkan saja pekerjaannya saya hanya ada pembicaraan penting dengan Chef Sally.”Sally menatap Naila sekilas sebelum akhirnya berbicara dengan sala
Tubuh Naila membeku mendengar kata-kata Evan, bahkan tidak bisa bergerak untuk melangkah berikutnya. Menarik dan menghembuskan nafas panjang untuk bisa membuat dirinya tetap sadar, Naila sangat tahu apa yang terjadi dengan Evan saat ini benar-benar salah dan selama ini Irwan selalu menjadi suami yang baik.“Apa yang kita lakukan ini salah, Mas.” Naila berucap setelah dirasa cukup tenang.Evan tersenyum kecil “Aku akan tetap berada disamping kamu, pernikahan itu nggak mudah mungkin saat ini kamu baik-baik saja tapi kita nggak tahu apa yang terjadi besok atau minggu depan atau bulan depan atau tahun depan atau bisa jadi beberapa jam nanti.”Naila hanya terdiam mendengarkan perkataan Evan bahkan tidak menyadari jika melangkah kearahnya, bibir Naila seakan tidak bisa berkata apapun sampai akhirnya Evan benar-benar berada di dekatnya. Menarik dagunya pelan membuat mereka saling memandang satu sama lain, tatapan cinta itu masih ada di mata Evan
Naila tidak ada waktu memikirkan tentang pria masa lalu Irwan, pasalnya Irwan sendiri sudah menceritakan semua masa lalunya bersama dengan wanita itu. Naila bahkan tidak menceritakan mengenai masa lalunya dengan lebih jelas kecuali dari ayahnya yang bercerita langsung pada Irwan. Mengingat itu semua membuat Naila menghembuskan nafas panjang, masa lalu yang sangat ingin dilupakan secara mudah dibuka oleh ayahnya.“Kamu sudah disini?” tanya Irwan saat masuk kedalam ruangan “Kenapa nggak di kamar atau ruangan sebelah Leo?”“Mas Bagas mau ketemu kamu.” Naila membuka suara.“Kamu sama Mas Bagas? Lalu mobil kamu?”“Mas Bagas yang minta sopir rumah ambil mobilku.”Irwan mengangguk paham “Ya udah, kita ketemu sama Mas Bagas.”Irwan mengulurkan tangan yang membuat Naila ragu, mengetahui itu Irwan mendekati Naila dengan mencium bibirnya sekilas. Mendapatkan perlakuan seperti itu m
Pertemuan dengan Bagas saat itu adalah pertemuan Naila dengan Irwan dalam kondisi normal, selanjutnya mereka benar-benar hanya bertemu saat di ranjang. Naila sendiri tidak lupa menyiapkan segala macam kebutuhan Irwan untuk bekerja nantinya, menatap Irwan yang masih tidur nyenyak membuat Naila hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Irwan yang benar-benar sibuk membuat mereka tinggal di hotel, agar lebih cepat dirinya istirahat dan Naila mengikuti semua perkataan Irwan bahkan sopir untuk dirinya sudah tersedia.“Kamu masih di rumah sakit?” tanya Irwan dengan mata terpejamnya.“Ya, masih ada yang harus dikerjakan tapi nggak lama memang kenapa?”“Aku sedikit luang hari ini, ya walaupun nggak sepenuhnya sih.” Irwan membuka matanya membuat mereka saling memandang satu sama lain “Aku kangen menghabiskan waktu bersama gimana kalau memang waktunya tepat kita jalan-jalan?”“Sama sopir?” Irwan menyipitkan
Naila memang mengikuti langkah Evan menuju tempat parkir karena tidak ingin membuat keributan dengan pria tersebut, melangkah dalam diam seakan mereka tidak saling mengenal sudah menjadi kebiasaan Naila kecuali dengan Vivian. Naila tahu jika sopir tidak akan menjemputnya, tadi dirinya berniat mampir ke cafe tempat orang tuanya karena cukup lama tidak datang kesana tapi sepertinya niat hanya tinggal niat.“Kita mau kemana?” tanya Naila membuka suara setelah berada didalam mobil Evan.Menatap sekitar dimana tidak ada perubahan sama sekali dari penampilan mobilnya sama persis dengan saat Naila berada disini, mengingat mobil ini seketika teringat bagaimana mereka selalu saja hampir melakukan hal gila di masa lalu. Evan yang selalu menemaninya setiap memiliki permasalahan terutama dengan Rafa, tidak banyak yang tahu bagaimana hubungan mereka berdua sebenarnya.“Kita ke tempat biasa.”Membeku mendengar jawaban dari Evan “Maksudnya
“Aku masih cinta sama dia, Mas.”Naila menghentikan langkahnya membuat Irwan menatap bingung atau lebih tepatnya tegang, mengalihkan pandangan ke belakang dan tidak ada mereka berdua disana. Endi tampaknya sudah berhasil membawa wanita yang bernama Dona, entah hubungan apa yang mereka miliki sebelumnya.“Nay, masuk.” Suara lembut Irwan membuat Naila tersadar dan menatap kearahnya “Aku akan jelaskan semuanya.”Naila menarik dan menghembuskan nafas panjang lalu mengangguk, ekspresi wajah Irwan seketika kembali seperti sebelumnya. Naila masuk kedalam ruangannya dan Irwan meletakkan pekerjaannya di meja tempat biasanya dia bekerja, Naila sendiri memilih duduk di kursinya yang juga berada di ruangan Irwan.“Kami pernah dekat.” Irwan membuka suara membuat Naila menghentikan gerakannya tanpa menatap kearah Irwan “Sayang kita duduk di sofa sini untuk berbicara dan aku nggak mau kamu salah paham dengan Dona.&rd
“Nonton?” tanya Irwan yang mendapat gelengan kepala dari Naila “Kenapa nggak mau? Asyik nonton malam-malam.”“Ya, baliknya mall udah tutup nggak mau takut.” Naila bergidik ngeri membuat Irwan tertawa.“Takut tu sama Tuhan bukan mereka.” Irwan memberikan tanda kutip atas.“Kalau terang dan kita punya waktu baru nonton.” Naila menatap lembut pada Irwan yang hanya mengangguk pelan “Gimana kalau kita ke salah satu tempat.” Irwan mengernyitkan dahinya “Nanti aja aku kasih tahu sekarang mending kita berangkat.”Naila berniat mendatangi tempat yang memiliki suasana menyenangkan, dirinya datang bersama dengan Vivian setelah berjalan-jalan dengan Evan saat mengalami masa sulit dengan Rafa. Naila sangat menyukai tempatnya bukan karena Evan, menu makanan yang ada disana buat Naila sangat enak dibandingkan miliknya.Irwan hanya diam di kursi penumpang bersama dengan Naila, sebe
Membantu orang lain memang penting tapi jika membantu orang yang pernah mempunyai rasa sepertinya tidak mungkin, perasaan akan tumbuh kembali tanpa bisa dicegah apalagi Dona adalah wanita yang dekat dengan Irwan baik pribadi tapi juga perasaannya.“Mikirin apa, Nay?” belaian lembut di pipinya membuat Naila tersadar dengan menatap Evan.Naila beralasan pada Irwan bertemu dengan temannya masa kuliah, dan disinilah mereka berada di apartemen Evan yang tampaknya baru saja dibeli. Naila melupakan satu hal jika memang Evan baru saja membeli untuk persiapan menikah dengan Naila, semuanya hanya rencana dan tempat ini tidak ada nilainya bagi Evan.“Kamu mikirin apa?” tanya Evan lagi yang dijawab gelengan kepala oleh Naila “Kalau kamu ada masalah sama suami kamu bisa datang kesini kapanpun itu.”“Pakaian Mas Evan ada disini?” tanya Naila yang dijawab anggukan kecil “Berarti aku buat apa kesini kalau ujung-ujungn
Melahirkan adalah hal yang membuat Naila merasakan perasaan tidak tenang selama beberapa hari mendekati waktunya, semua hilang dengan hadirmya keluarga baik dari pihak Naila sendiri dan juga Irwan. Memilih berada dirumah kedua orang tuanya dibandingkan hotel, membuat kebutuhan Naila tercukupi.Irwan sudah menjual rumahnya dengan mengganti membeli rumah tidak terlalu jauh dari hotel, lebih tepatnya rumah tersebut tidak jauh dari rumah kedua orang tua mereka. Langkah ini Irwan ambil agar memudahkan mereka menjaga Naila jika memang dibutuhkan, meskipun pada akhirnya Naila lebih banyak tinggal di rumah kedua orang tuanya.“Ma, kayaknya sudah waktunya ini.” Naila mengatakannya saat merasakan perutnya sakit.“Masih kuat jalan?” tanya Indira yang diangguki Naila.Berjalan perlahan dengan bantuan Indira menuju ke mobil, memasukinya dengan perlahan berkat bantuan sopir dan juga Indira. Mengatur nafas agar bisa melahirkan dengan tenang, meng
Tatapan Evan membuat Naila hanya diam, tidak bisa bergerak sama sekali. Keputusan menemui Evan sudah dipertimbangkan dari lama, meminta bantuan Bagas untuk bertemu dengan Evan tanpa sepengetahuan Irwan.“Selamat buat kehamilan kamu, agak tidak menyangka kehamilan kamu bisa sebesar ini.” Evan membuka suara membuat Naila hanya diam tidak tahu harus menanggapi seperti apa atas perkataan Evan “Aku tahu kamu merasa terbebani, beberapa minggu atau lebih tepatnya setelah aku tahu kamu hamil banyak hal yang aku pikirkan.” Naila menelan saliva kasar mendengar kata-kata Evan.“Aku nggak tahu harus menanggapi apa, Mas.” Naila membuka suara.Evan tertawa membuat Naila menatap bingung “Kayaknya kamu nggak harus menanggapi apapun, semua bermula dari aku yang nggak bisa membuat semuanya menjadi mudah. Aku seharusnya sadar kalau kita nggak mungkin bersama, tapi aku memaksa kamu sampai berbuat hal gila.”“Tempat
Suasana dalam kamar terasa panas, Naila melanggar perkataan Irwan dengan turun ke dapur hotel. Naila pikir Irwan akan keluar lama tapi nyatanya hanya beberapa menit, bertepatan dengan Naila sedang memeriksa kelayakan dari makanan yang akan dikeluarkan. Kehamilan diri sudah berjalan melewati trimester, tepatnya bulan kelima dan sangat diluar prediksi dimana Naila hamil kembar yang semakin membuat Irwan protektif dengannya.Hembusan nafas kasar terdengar membuat Naila memejamkan matanya “Berapa kali aku bilang kalau kamu jangan kesana, Nay.” Naila semakin menundukkan kepalanya “Aku khawatir sama kamu.” Irwan menghembuskan nafas kasar “Kalau kamu nggak mikirin aku nggak papa tapi setidaknya kamu mikirin anak yang ada dalam perut kamu itu.”Irwan keluar dari kamar dengan membanting pintu, Naila hanya diam dengan menundukkan kepalanya. Perbuatan Naila memang salah dan sangat salah, Irwan memang tidak suka jika dirinya turun ke dapur hotel
Pendekatan dengan mertua, Naila merasa anak yang tidak berguna sama sekali. Menikah dengan Irwan tidak pernah mencoba dekat dengan keluarganya, bukan hanya mertua tapi juga saudara Irwan yang lain kecuali Frida dan Awang tentunya. Naila tahu jika keluarga Irwan tidak jauh berbeda dengan keluarga lain, hanya saja pernikahan mendadak membuat Naila tidak tahu bagaimana harus bersikap pada mereka.“Nay, makanan udah siap.” Naila menatap Wati yang membuka pintu kamar mereka “Irwan bilang kalau kamu masih harus dalam kamar, dikira orang hamil itu penyakitan apa.”Naila tersenyum mendengarnya “Ibu sendiri udah makan?”“Udah tadi sama ayah, mau dibantu nggak berdiri dari ranjang dan melangkah ke dapur?” Naila menggelengkan kepala dan tahu jika ibu mertuanya sedang menggoda.“Mas Irwan itu terlalu takut aku kenapa-kenapa, Bu.” Naila menggelengkan kepala dan berjalan kearah Wati “Ibu kasih tahu supay
“Rumah ini mau aku jual.” Irwan membuka suara saat mereka sudah berada didalam kamar “Aku minta bantuan ke papa dan ayah.”Naila mengerutkan keningnya “Kenapa dijual?” Irwan terdiam “Dekat sama rumah Dona?” tembak Naila langsung “Mas masih nggak bisa melupakan Dona?”“Bukan masalah melupakan, tapi aku mau menghargai perasaanmu. Aku nggak enak aja punya rumah dekat sama dia.” Irwan menjelaskan “Lagian kita nggak selamanya tinggal di apartemen atau hotel, kita perlu rumah buat masa depan kita bersama anak-anak.” Irwan berkata dengan membelai perut Naila perlahan.“Aku nggak masalah sama rumah ini, ya...meskipun dekat sama Dona tapi bukan suatu hal yang perlu membuat kita harus pindah. Alasan Mas Irwan nggak masuk akal, suatu saat hubungan kalian pasti baik-baik saja, Dona wanita yang cerdas mungkin saat ini belum bisa menerimanya tapi aku yakin perlahan dia pasti bisa menerim
Naila menatap tidak percaya dengan kehadiran keluarga mereka berdua di rumah, Irwan membawa Naila pulang ke rumah yang sudah lama tidak mereka datangi. Kedatangan mereka membuat Naila mendapatkan pelukan hangat dari mereka semua, tidak tersenyum menerima pelukan dari mereka semua.Mrndengarkan para orang tua yang memberikan banyak nasehat tentang kehamilan, membuat Naila hanya bisa diam dan mengangguk. Bukan hanya Naila tapi Irwan juga mendapatkan banyak nasehat, tidak bisa menggambarkan dengan kata-kata perasaannya saat ini.“Makannya tetap yang sehat berarti?” tanya Wati yang diangguki Naila pelan “Bisa kamu buat, Mas?” menatap tajam pada Irwan yang hanya mengangguk “Jangan berbuat aneh-aneh lagi.”“Mas Irwan udah jago buatnya, Bu.” Naila mengatakan sebenarnya membuat Wati menggelengkan kepalanya mendengar pembelaan Naila.“Ibu lebih senang kamu yang sama Irwan.” Wati membelai wajah Naila pelan
“Semua akan baik-baik saja, Nay.” Irwan menggenggam tangan Naila untuk menenangkan dirinya.“Aku baik-baik saja.” Naila tersenyum kearah Irwan.Mempererat genggaman tangan mereka menandakan bahwa Naila sangat gugup saat ini, beberapa bayangan buruk berada di kepalanya. Naila memejamkan matanya agar bisa bersikap tenang, selama beberapa hari belakangan ini semua perkataan dokter diturutinya tanpa ada yang terlewatkan. Sebelah tangan Naila yang kosong membelai perutnya perlahan, sedikit berdoa agar semuanya baik-baik saja.Naila sangat tahu jika Irwan juga sama cemasnya dengan dirinya, tapi tidak ingin membuat Naila khawatir dengan menunjukkannya. Irwan selalu mendukung dan berkata tentang hal positif untuk perkembangan mental Naila, tidak jarang Irwan membelai dan mengajak anaknya berbicara. Naila bahkan pernah melihat Irwan tengah malam dalam keadaan meminta pada Tuhan dengan meneteskan air mata, berpura-pura tidak tahu agar Irwan bisa me
Perasaan tidak enak dan ingin marah dari beberapa hari yang lalu, lebih tepatnya seminggu setelah keluar dari rumah sakit. Naila sudah terlalu bosan berada didalam kamar tanpa bisa keluar sama sekali, meskipun masih dibolehkan berjalan atau melakukan kegiatan yang ringan tetap saja membuat Naila kesal.Frida dan Hadi sendiri pulang beberapa hari setelah Naila keluar dari rumah sakit, dan saat ini Naila benar-benar dalam titik bosan yang tidak melakukan apapun. Irwan lebih sering berada didalam kamar memastikan semua kebutuhan Naila, membuat Leo dan Endi yang datang untuk membicarakan pekerjaan.Karyawan lainnya tahu jika Irwan sudah menikah dengan Naila, bahkan Naila tidak peduli dengan perkataan mereka, pasalnya belum mereka berbicara Leo sudah memberikan peringatan tajam. Naila sebenarnya bisa merasakan senang karena mereka melindunginya, tapi di sisi lain tidak enak pada perusahaan tempatnya bekerja.“Kamu mau ngapain, Nay?” tanya Irwan saat menat
Pintu terbuka menampilkan Dona membuat Naila menatap tidak percaya dengan kedatangan wanita itu, Dona menutup pintu dan melangkah kearah Naila serta Frida. Naila tidak bisa membaca tatapan yang Dona berikan sampai sebuah kata keluar dari bibirnya untuk berbicara berdua, memberi kode pada Frida untuk keluar tapi tidak dipedulikannya.“Kamu bisa berbicara anggap aja aku nggak ada.” Frida berkata datar dan memilih membuka ponselnya.Naila menatap Dona yang tampak ragu untuk berbicara, membuat Naila sekali lagi memberikan tatapan memohon pada Frida.“Aku nggak papa jadi kamu keluar dulu aja.” Naila berkata lembut pada Frida yang membuatnya menatap tajam “Dia nggak mungkin berbuat aneh-aneh jadi tenang saja.”Frida berdiri menatap datar pada Dona yang hanya diam “Awas kalau kamu buat Naila kenapa-kenapa.”Naila menggelengkan kepala melihat sikap Frida, tidak lama langsung keluar dari kamar inapnya. M