Membantu orang lain memang penting tapi jika membantu orang yang pernah mempunyai rasa sepertinya tidak mungkin, perasaan akan tumbuh kembali tanpa bisa dicegah apalagi Dona adalah wanita yang dekat dengan Irwan baik pribadi tapi juga perasaannya.
“Mikirin apa, Nay?” belaian lembut di pipinya membuat Naila tersadar dengan menatap Evan.
Naila beralasan pada Irwan bertemu dengan temannya masa kuliah, dan disinilah mereka berada di apartemen Evan yang tampaknya baru saja dibeli. Naila melupakan satu hal jika memang Evan baru saja membeli untuk persiapan menikah dengan Naila, semuanya hanya rencana dan tempat ini tidak ada nilainya bagi Evan.
“Kamu mikirin apa?” tanya Evan lagi yang dijawab gelengan kepala oleh Naila “Kalau kamu ada masalah sama suami kamu bisa datang kesini kapanpun itu.”
“Pakaian Mas Evan ada disini?” tanya Naila yang dijawab anggukan kecil “Berarti aku buat apa kesini kalau ujung-ujungn
Memilih kembali ke rumah setelah cukup lama mereka tidak menempati rumah ini, tempat yang sedikit jauh dari tempat mereka bekerja. Alasan Naila memilih pulang kerumah dibandingkan apartemen atau hotel lebih untuk menenangkan dirinya, tidak ada orang didalam rumah membuat Naila bisa menghabiskan waktu dalam kamar dengan memikirkan semua yang baru saja terjadi.Naila sendiri sudah memberi kabar pada Irwan jika berada di rumah, hanya saja Irwan belum membalas pesan yang dikirimnya. Naila tahu seperti apa kesibukkan dari suaminya saat ini, setelah memastikan perasaannya sudah cukup tenang Naila memilih berangkat menuju rumah sakit setelah membuat janji dengan Sally dan tidak lupa memberi kabar pada Irwan setelahnya. Naila tidak ingin terlalu lama memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan Evan, lebih baik fokus pada pekerjaannya saat ini.Satu hal yang tidak Naila ketahui adalah saat ini Irwan bukan sibuk dengan pekerjaannya, melainkan menemani Dona yang meminta bantuan un
Irwan terdiam menatap apa yang Dona lakukan, dirinya pernah ada dalam situasi ini sebelumnya. Jika dulu Irwan akan melakukannya tapi saat ini tidak akan, bagaimanapun harus memikirkan perasaan Naila. Pikiran baik dan buruk yang ada di kepalanya membuat Irwan mematung, suara erangan Dona membuat Irwan tersadar harus melakukan sesuatu, hal pertama yang dilakukan adalah mengambil sesuatu dari tangan Dona yang tadi dimasukkan kedalam miliknya.Irwan mengangkat Dona dengan menggendongnya secara bridal menuju kamar yang ada di lantai atas, membuka pintunya secara perlahan dan langsung meletakkan Dona diatas ranjang. Irwan ingin beranjak tapi ditarik Dona membuat mereka berciuman, memilih menutup bibirnya saat Dona mencium bibirnya dan membelai tubuhnya.Irwan harus bisa menahan dirinya untuk tidak masuk kedalam permainan Dona, ciuman Dona yang penuh gairah membuat Irwan harus bisa bertahan. Saat Dona melepaskan ciumannya membuat Irwan berdiri dengan mengambil jarak terlebih
Suasana didalam mobil menjadi kaku, tidak ada yang membuka suara sama sekali seakan sibuk dengan pemikiran masing-masing. Naila sangat tahu jika Irwan tidak suka membicarakan hal serius saat berada di jalan, memilih diam dan menikmati pemandangan tapi sepertinya Irwan memilih pulang ke rumah yang jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal Dona.Naila menatap rumah dan Irwan bergantian, dalam pemikirannya tidak mungkin Irwan sengaja membeli rumah dekat dengan Dona, atau bisa jadi mereka membeli bersama karena memang ingin menghabiskan waktu di tempat berbeda jika liburan. Menghilangkan pemikiran negatif dengan menggelengkan kepala setelah merasa Irwan keluar dari mobil dan sedikit menjauh, keluar dari mobil dengan mengikuti langkah Irwan yang masuk kedalam rumah.Naila mencari keberadaan Irwan yang tidak ada dimanapun, memilih ke dapur untuk mengambilkan minuman dan dibawa ke kamar. Masuk kedalam dengan Irwan yang tidak ada di kamar, suara air terdengar yang menandakan keb
“Dokter Evan libur hari ini, kemarin selesai operasi pagi dan nggak kembali lagi.” Lela menjelaskan dengan sangat detail pada Naila “Kelelahan mungkin, secara sebelumnya nggak ada libur sama sekali dan operasi banyak banget sama kaya dokter Bagas.”Naila hanya diam mendengarkan kata-kata Lela, keadaan Evan sebenarnya Naila sangat tahu bahkan kemarin mereka menghabiskan waktu bersama hampir setengah hari. Kedatangan Naila sendiri kesini bertemu dengan Sally memastikan semuanya baik-baik saja, melihat persiapan mereka ditambah menghitung kelengkapan bahan bersama anak logistic membuat Naila harus benar-benar teliti.“Mbak nggak praktek hari ini?” tanya Lela menatap Naila penuh harap.“Aku datang mau ketemu Mas Sally, Mbak.” Naila menjawab dengan memberikan senyuman “Kenapa? Banyak anak-anak yang aku dengar lebih bagus dibandingkan aku.”Lela menghembuskan nafas panjang “Mereka terlalu banyak
Hembusan nafas terdengar dalam ruangan Naila setelah kepergian Leo, perkataannya mengenai Dona pastinya sudah membuat pria itu tersinggung. Bagi banyak orang mendatangi psikiater atau psikolog adalah orang-orang gila, padahal tidak seperti itu sebenarnya dimana mereka siap membantu hal-hal terkecil seperti depresi atau trauma.“Kamu disini ternyata.” Vivian membuka pintu dengan melangkah kearah Naila “Temani aku ke H&D Group.” Naila mengerutkan keningnya mendengar permintaan Vivian “Aku nggak enak datang kesana seorang diri jadi temani aku.”“Memang kenapa? Kamu kerja disana.” Naila menanggapi dengan malas.Vivian mengerucutkan bibirnya membuat Naila semakin bingung “Ada mantannya saudaraku.”“Lalu apa hubungannya?” tanya Naila bingung.“Nggak ada cuman...paham kan maksudku.” Naila menggelengkan kepala “Ayolah temani siapa tahu ketemu suami kamu.”
Naila hanya diam didalam kamar yang biasanya digunakan setiap berada di rumah kakaknya Yudo, tidak tahu menuju kemana dan akhirnya tempat Yudo adalah pilihan terbaik. Naila tidak mungkin mendatangi Evan yang pastinya mereka tidak bisa menahan diri atas sesuatu yang lebih dalam diri mereka, kakak iparnya Zahra yang membuka pintu untuk Naila dan langsung membawanya masuk kedalam.TOK TOK“Masuk.” Naila berkata dengan suara datarnya.“Kamu udah makan? Irwan tahu kamu disini?” Yudo berjalan kearah Naila yang masih duduk di ranjang.“Mas Irwan sibuk mengurus masalah hotel dan restoran.” Naila menjawab tanpa menatap Yudo sampai akhirnya mendengar suara tarikan nafas.“Kamu mau makan apa?” tanya Yudo mencoba bersabar yang dijawab Naila dengan menggelengkan kepala “Kalau butuh sesuatu panggil kita.” Yudo mendekati Naila dengan mencium keningnya pelan “Mandi sana biar segar.” Naila meng
Perasaan Irwan tidak tenang setelah mendapatkan kabar rumah sakit jika Naila pingsan, apa yang dilakukannya kemarin bersama Dona saat bertemu Naila bahkan tidak tahu keberadaannya semalam semakin membuat perasaannya tidak tenang dan sekarang berita yang didapatkan adalah Naila berada di rumah sakit jatuh pingsan.“Tadi pada saat masuk ke dapur Bu Naila sudah pucat tapi beliau bilang tidak kenapa-kenapa.” Sally mendatangi Irwan yang baru saja datang “Pak Leo yang membawa Bu Naila di ruangan ini.”“Dokternya?” tanya Irwan langsung.“Masih didalam.” Sally menjawab yang hanya diangguki oleh Irwan.Menunggu diluar dengan tidak tenang, perasaan Irwan benar-benar merasa bersalah. Irwan juga tidak memberi kabar pada orang tua Naila dan orang tuanya mengenai kondisi Naila saat ini, kalau mereka sampai tahu bisa tamat riwayatnya.“Aku tadi bicara sama Naila mengenai kamu dan Dona.” Irwan menatap Leo
“Sudah beres semua berarti?” tanya Naila menatap Sally yang datang memberikan laporan dan hanya menganggukkan kepalanya “Terima kasih banyak, Mas.” Naila memberikan senyuman kecil.“Kamu harus sehat terlebih dahulu jangan memikirkan hal-hal tidak penting.” Sally memberikan beberapa nasehat yang hanya diangguki Naila “Kamu sudah tidak perlu khawatir Chef Irwan yang mengawasi kami langsung.”Pintu terbuka tidak lama kemudian dimana Irwan masuk bersama dengan Bagas, Naila menatap mereka dengan memberikan senyuman kecil. Sally mengangguk dan berbicara dengan Irwan singkat sebelum akhirnya keluar dari ruangan Naila, menatap mereka dengan Bagas yang ada disampingnya memperhatikan mesin-mesin disekitar Naila.“Mama papa sudah dikasih tahu, Bang?” tanya Naila menatap Bagas yang hanya mengangguk pelan membuat Naila menghembuskan nafas panjang “Mereka pasti khawatir.”“Pastinya tapi tenan