“Dokter Evan libur hari ini, kemarin selesai operasi pagi dan nggak kembali lagi.” Lela menjelaskan dengan sangat detail pada Naila “Kelelahan mungkin, secara sebelumnya nggak ada libur sama sekali dan operasi banyak banget sama kaya dokter Bagas.”
Naila hanya diam mendengarkan kata-kata Lela, keadaan Evan sebenarnya Naila sangat tahu bahkan kemarin mereka menghabiskan waktu bersama hampir setengah hari. Kedatangan Naila sendiri kesini bertemu dengan Sally memastikan semuanya baik-baik saja, melihat persiapan mereka ditambah menghitung kelengkapan bahan bersama anak logistic membuat Naila harus benar-benar teliti.
“Mbak nggak praktek hari ini?” tanya Lela menatap Naila penuh harap.
“Aku datang mau ketemu Mas Sally, Mbak.” Naila menjawab dengan memberikan senyuman “Kenapa? Banyak anak-anak yang aku dengar lebih bagus dibandingkan aku.”
Lela menghembuskan nafas panjang “Mereka terlalu banyak
Hembusan nafas terdengar dalam ruangan Naila setelah kepergian Leo, perkataannya mengenai Dona pastinya sudah membuat pria itu tersinggung. Bagi banyak orang mendatangi psikiater atau psikolog adalah orang-orang gila, padahal tidak seperti itu sebenarnya dimana mereka siap membantu hal-hal terkecil seperti depresi atau trauma.“Kamu disini ternyata.” Vivian membuka pintu dengan melangkah kearah Naila “Temani aku ke H&D Group.” Naila mengerutkan keningnya mendengar permintaan Vivian “Aku nggak enak datang kesana seorang diri jadi temani aku.”“Memang kenapa? Kamu kerja disana.” Naila menanggapi dengan malas.Vivian mengerucutkan bibirnya membuat Naila semakin bingung “Ada mantannya saudaraku.”“Lalu apa hubungannya?” tanya Naila bingung.“Nggak ada cuman...paham kan maksudku.” Naila menggelengkan kepala “Ayolah temani siapa tahu ketemu suami kamu.”
Naila hanya diam didalam kamar yang biasanya digunakan setiap berada di rumah kakaknya Yudo, tidak tahu menuju kemana dan akhirnya tempat Yudo adalah pilihan terbaik. Naila tidak mungkin mendatangi Evan yang pastinya mereka tidak bisa menahan diri atas sesuatu yang lebih dalam diri mereka, kakak iparnya Zahra yang membuka pintu untuk Naila dan langsung membawanya masuk kedalam.TOK TOK“Masuk.” Naila berkata dengan suara datarnya.“Kamu udah makan? Irwan tahu kamu disini?” Yudo berjalan kearah Naila yang masih duduk di ranjang.“Mas Irwan sibuk mengurus masalah hotel dan restoran.” Naila menjawab tanpa menatap Yudo sampai akhirnya mendengar suara tarikan nafas.“Kamu mau makan apa?” tanya Yudo mencoba bersabar yang dijawab Naila dengan menggelengkan kepala “Kalau butuh sesuatu panggil kita.” Yudo mendekati Naila dengan mencium keningnya pelan “Mandi sana biar segar.” Naila meng
Perasaan Irwan tidak tenang setelah mendapatkan kabar rumah sakit jika Naila pingsan, apa yang dilakukannya kemarin bersama Dona saat bertemu Naila bahkan tidak tahu keberadaannya semalam semakin membuat perasaannya tidak tenang dan sekarang berita yang didapatkan adalah Naila berada di rumah sakit jatuh pingsan.“Tadi pada saat masuk ke dapur Bu Naila sudah pucat tapi beliau bilang tidak kenapa-kenapa.” Sally mendatangi Irwan yang baru saja datang “Pak Leo yang membawa Bu Naila di ruangan ini.”“Dokternya?” tanya Irwan langsung.“Masih didalam.” Sally menjawab yang hanya diangguki oleh Irwan.Menunggu diluar dengan tidak tenang, perasaan Irwan benar-benar merasa bersalah. Irwan juga tidak memberi kabar pada orang tua Naila dan orang tuanya mengenai kondisi Naila saat ini, kalau mereka sampai tahu bisa tamat riwayatnya.“Aku tadi bicara sama Naila mengenai kamu dan Dona.” Irwan menatap Leo
“Sudah beres semua berarti?” tanya Naila menatap Sally yang datang memberikan laporan dan hanya menganggukkan kepalanya “Terima kasih banyak, Mas.” Naila memberikan senyuman kecil.“Kamu harus sehat terlebih dahulu jangan memikirkan hal-hal tidak penting.” Sally memberikan beberapa nasehat yang hanya diangguki Naila “Kamu sudah tidak perlu khawatir Chef Irwan yang mengawasi kami langsung.”Pintu terbuka tidak lama kemudian dimana Irwan masuk bersama dengan Bagas, Naila menatap mereka dengan memberikan senyuman kecil. Sally mengangguk dan berbicara dengan Irwan singkat sebelum akhirnya keluar dari ruangan Naila, menatap mereka dengan Bagas yang ada disampingnya memperhatikan mesin-mesin disekitar Naila.“Mama papa sudah dikasih tahu, Bang?” tanya Naila menatap Bagas yang hanya mengangguk pelan membuat Naila menghembuskan nafas panjang “Mereka pasti khawatir.”“Pastinya tapi tenan
Menatap kosong tanpa berniat mendengarkan pembicaraan mereka yang ada di ruangannya, mengingat pertemuannya dengan Irwan dan Dona ditambah perkataan dari Leo yang semakin membuat pikirannya tidak bisa jernih.“Mas Irwan kemana?” tanya Naila menatap sekitar “Bukannya tadi bersama kalian?” menatap keluarganya penuh selidik.“Irwan tadi di kantin sepertinya masih ada yang perlu di cek.” Yudo menjawab langsung yang diangguki Naila “Ada yang diperlukan?”Naila menggelengkan kepalanya “Aku mau istirahat aja.”Naila memilih membaringkan tubuhnya untuk bisa berpikir dengan jernih, menghilangkan bayangan mereka berdua dan juga perkataan Leo. Semua tidak mudah memang tapi setidaknya bisa berusaha, bukankah masalah kali ini lebih ringan dibandingkan masalahnya sebelum ini bersama dengan Rafa dan Benny.“Nay, kalau butuh teman cerita kami ada waktu.” Naila tahu siapa yang berbicara saat in tidak lain adalah kakak iparnya Zahra “Kami tahu ad
Zahra langsung pamit setelah Naila berkata seperti itu meninggalkan Naila di dapur bersama dengan Irwan. Menatap apa saja yang dikerjakan mereka dan mendengarkan penjelasan Sally dengan Irwan yang berada disampingnya, tangan mereka saling menggenggam satu sama lain seakan Naila membutuhkan pegangan dan kepastian dari Irwan.“Aku rasa semua sudah hampir selesai.” Sally menatap Naila dan Irwan bergantian.“Nanti malam saya datang lagi kesini buat mengecek untuk terakhir kalinya.” Irwan membuka suara yang diangguki Sally.“Chef Sally, tolong dipastikan minumannya dalam keadaan baik-baik saja dan kalau sudah dingin bisa masuk kedalam lemari pendingin. Makanan penutupnya usahakan juga dalam keadaan dingin saat diberikan pada pengunjung.” Naila memberikan pengarahan terakhir kalinya “Besok aku datang kesini.”“Baik.” Sally menjawab semua instruksi yang Naila berikan.Irwan mendorong kursi roda N
Menggenggam tangan Irwan yang berada di bahunya, ketakutan terbesar Naila adalah mendengarkan perkataan dari dokter yang pernah mengoperasinya. Naila juga tahu kalau Irwan pastinya takut hanya saja berusaha untuk tegar dan tenang, tidak jauh berbeda dengan papanya yang berjalan disamping Naila.“Kalian sudah ditunggu sama Dokter Markus dan kebetulan Dokter Bagas juga ada didalam,” ucap salah satu perawat saat Fajar memberitahu kedatangan mereka berdua “Silakan.”Mereka bertiga masuk kedalam membuat pembicaraan kedua dokter terhenti menatap mereka, Bagas berdiri memberikan tempat pada Fajar dan juga Irwan. Naila meminta Irwan duduk disampingnya dengan menggenggam tangannya, perasaan tidak tenang membuat Naila semakin keringat dingin dan takut pada apa yang ada dalam pikirannya benar adanya.“Kalian berdua sudah mengetahui kondisi Naila selama ini.” Markus menatap Bagas dan Fajar bergantian lalu menghembuskan nafas panjang &ldqu
Memandang kesal pada Irwan yang melarang Naila melihat kesiapan mereka dalam acara, perdebatan mereka terjadi beberapa jam yang lalu saat Naila bangun. Naila merasa kegiatan hari ini adalah tanggung jawabnya dan dia ingin melihat sampai sejauh mana yang sudah dilakukan Sally serta timnya, hanya saja Irwan melarang Naila untuk datang ke dapur melihat bagaimana semuanya.“Aku melakukan ini karena sayang sama kamu, Nay.” Irwan menatap Naila lembut yang hanya diam malas menatap Irwan “Nanti aku sama Sally akan kesini atau aku hubungi Sally buat datang kesini?”Naila melotot mendengar perkataan Irwan “Chef Sally itu pasti sibuk, Mas. Kamu malah suruh dia datang kesini.” Naila menggelengkan kepalanya “Kamu aja kalau sibuk mana mau atau sempat datang nemuin orang.”“Kalau penting pasti aku datang.” Naila memutar bola matanya malas.Memilih diam karena rasanya percuma saja berdebat dengan Irwan, seakan s