Menggenggam tangan Irwan yang berada di bahunya, ketakutan terbesar Naila adalah mendengarkan perkataan dari dokter yang pernah mengoperasinya. Naila juga tahu kalau Irwan pastinya takut hanya saja berusaha untuk tegar dan tenang, tidak jauh berbeda dengan papanya yang berjalan disamping Naila.
“Kalian sudah ditunggu sama Dokter Markus dan kebetulan Dokter Bagas juga ada didalam,” ucap salah satu perawat saat Fajar memberitahu kedatangan mereka berdua “Silakan.”
Mereka bertiga masuk kedalam membuat pembicaraan kedua dokter terhenti menatap mereka, Bagas berdiri memberikan tempat pada Fajar dan juga Irwan. Naila meminta Irwan duduk disampingnya dengan menggenggam tangannya, perasaan tidak tenang membuat Naila semakin keringat dingin dan takut pada apa yang ada dalam pikirannya benar adanya.
“Kalian berdua sudah mengetahui kondisi Naila selama ini.” Markus menatap Bagas dan Fajar bergantian lalu menghembuskan nafas panjang &ldqu
Memandang kesal pada Irwan yang melarang Naila melihat kesiapan mereka dalam acara, perdebatan mereka terjadi beberapa jam yang lalu saat Naila bangun. Naila merasa kegiatan hari ini adalah tanggung jawabnya dan dia ingin melihat sampai sejauh mana yang sudah dilakukan Sally serta timnya, hanya saja Irwan melarang Naila untuk datang ke dapur melihat bagaimana semuanya.“Aku melakukan ini karena sayang sama kamu, Nay.” Irwan menatap Naila lembut yang hanya diam malas menatap Irwan “Nanti aku sama Sally akan kesini atau aku hubungi Sally buat datang kesini?”Naila melotot mendengar perkataan Irwan “Chef Sally itu pasti sibuk, Mas. Kamu malah suruh dia datang kesini.” Naila menggelengkan kepalanya “Kamu aja kalau sibuk mana mau atau sempat datang nemuin orang.”“Kalau penting pasti aku datang.” Naila memutar bola matanya malas.Memilih diam karena rasanya percuma saja berdebat dengan Irwan, seakan s
“Evan ada disini?” tanya Indira saat membuka pintu membuat Naila hanya mengangguk “Irwan?”“Mas Irwan ngecek dapur, Ma.” Naila menjawab dengan menatap Indira yang membawa beberapa plastik “Apa itu, Ma?”“Pakaian kamu nanti kalau mau keluar sama makanan kali aja bosen makanan rumah sakit.” Indira menjawab dengan meletakkan kantong plastik disalah satu meja “Gimana keadaan kamu?”“Sedikit lebih baik, nanti Fiona datang buat lihat perkembangan kehamilanku sebelum benar-benar keluar.” Naila menjawab sambil tersenyum “Ma, doakan semua baik-baik saja.”Indira mengangguk “Pasti itu.” Indira memegang tangan Naila “Evan baru datang atau tidur?” menatap ke sofa dimana Evan berada “Bagas sendiri mana?”“Mas Evan udah tadi datang dan tidur kalau Mas Bagas nggak tahu secara mereka punya jadwal berbeda buat operasi.” Nai
“Selamat siang.”Naila terkejut dengan kedatangan Anggi di kamarnya, menatap tidak enak pada Anggi yang tidak bisa maksimal dalam mempersiapkan segala macam. Irwan berdiri dengan mengantarkan Anggi untuk duduk di tempatnya, Naila hanya tersenyum saat Anggi sudah berada di dekatnya.“Selamat atas kehamilannya, semoga semua dilancarkan.” Anggi membuka suara dengan tersenyum lembut kearah Naila “Acara yang kita buat sukses, makanan tersedia dengan sempurna dan juga rasanya tidak mengecewakan. Wan, kayaknya hotel perlu menu begitu deh.” Anggi mengalihkan pandangan ke Irwan.Irwan mengangguk “Nanti dibicarakan sama Leo.”Naila menatap bagaimana Irwan berinteraksi dengan Anggi, mereka bertiga berbicara santai mengenai banyak hal. Tidak terasa Anggi berada di ruangan Naila cukup lama, beberapa hal menjadi bahan pembicaraan mereka bertiga, sampai akhirnya Anggi pamitan dan keluar dari kamar inap Naila meningga
Pintu terbuka menampilkan Dona membuat Naila menatap tidak percaya dengan kedatangan wanita itu, Dona menutup pintu dan melangkah kearah Naila serta Frida. Naila tidak bisa membaca tatapan yang Dona berikan sampai sebuah kata keluar dari bibirnya untuk berbicara berdua, memberi kode pada Frida untuk keluar tapi tidak dipedulikannya.“Kamu bisa berbicara anggap aja aku nggak ada.” Frida berkata datar dan memilih membuka ponselnya.Naila menatap Dona yang tampak ragu untuk berbicara, membuat Naila sekali lagi memberikan tatapan memohon pada Frida.“Aku nggak papa jadi kamu keluar dulu aja.” Naila berkata lembut pada Frida yang membuatnya menatap tajam “Dia nggak mungkin berbuat aneh-aneh jadi tenang saja.”Frida berdiri menatap datar pada Dona yang hanya diam “Awas kalau kamu buat Naila kenapa-kenapa.”Naila menggelengkan kepala melihat sikap Frida, tidak lama langsung keluar dari kamar inapnya. M
Perasaan tidak enak dan ingin marah dari beberapa hari yang lalu, lebih tepatnya seminggu setelah keluar dari rumah sakit. Naila sudah terlalu bosan berada didalam kamar tanpa bisa keluar sama sekali, meskipun masih dibolehkan berjalan atau melakukan kegiatan yang ringan tetap saja membuat Naila kesal.Frida dan Hadi sendiri pulang beberapa hari setelah Naila keluar dari rumah sakit, dan saat ini Naila benar-benar dalam titik bosan yang tidak melakukan apapun. Irwan lebih sering berada didalam kamar memastikan semua kebutuhan Naila, membuat Leo dan Endi yang datang untuk membicarakan pekerjaan.Karyawan lainnya tahu jika Irwan sudah menikah dengan Naila, bahkan Naila tidak peduli dengan perkataan mereka, pasalnya belum mereka berbicara Leo sudah memberikan peringatan tajam. Naila sebenarnya bisa merasakan senang karena mereka melindunginya, tapi di sisi lain tidak enak pada perusahaan tempatnya bekerja.“Kamu mau ngapain, Nay?” tanya Irwan saat menat
“Semua akan baik-baik saja, Nay.” Irwan menggenggam tangan Naila untuk menenangkan dirinya.“Aku baik-baik saja.” Naila tersenyum kearah Irwan.Mempererat genggaman tangan mereka menandakan bahwa Naila sangat gugup saat ini, beberapa bayangan buruk berada di kepalanya. Naila memejamkan matanya agar bisa bersikap tenang, selama beberapa hari belakangan ini semua perkataan dokter diturutinya tanpa ada yang terlewatkan. Sebelah tangan Naila yang kosong membelai perutnya perlahan, sedikit berdoa agar semuanya baik-baik saja.Naila sangat tahu jika Irwan juga sama cemasnya dengan dirinya, tapi tidak ingin membuat Naila khawatir dengan menunjukkannya. Irwan selalu mendukung dan berkata tentang hal positif untuk perkembangan mental Naila, tidak jarang Irwan membelai dan mengajak anaknya berbicara. Naila bahkan pernah melihat Irwan tengah malam dalam keadaan meminta pada Tuhan dengan meneteskan air mata, berpura-pura tidak tahu agar Irwan bisa me
Naila menatap tidak percaya dengan kehadiran keluarga mereka berdua di rumah, Irwan membawa Naila pulang ke rumah yang sudah lama tidak mereka datangi. Kedatangan mereka membuat Naila mendapatkan pelukan hangat dari mereka semua, tidak tersenyum menerima pelukan dari mereka semua.Mrndengarkan para orang tua yang memberikan banyak nasehat tentang kehamilan, membuat Naila hanya bisa diam dan mengangguk. Bukan hanya Naila tapi Irwan juga mendapatkan banyak nasehat, tidak bisa menggambarkan dengan kata-kata perasaannya saat ini.“Makannya tetap yang sehat berarti?” tanya Wati yang diangguki Naila pelan “Bisa kamu buat, Mas?” menatap tajam pada Irwan yang hanya mengangguk “Jangan berbuat aneh-aneh lagi.”“Mas Irwan udah jago buatnya, Bu.” Naila mengatakan sebenarnya membuat Wati menggelengkan kepalanya mendengar pembelaan Naila.“Ibu lebih senang kamu yang sama Irwan.” Wati membelai wajah Naila pelan
“Rumah ini mau aku jual.” Irwan membuka suara saat mereka sudah berada didalam kamar “Aku minta bantuan ke papa dan ayah.”Naila mengerutkan keningnya “Kenapa dijual?” Irwan terdiam “Dekat sama rumah Dona?” tembak Naila langsung “Mas masih nggak bisa melupakan Dona?”“Bukan masalah melupakan, tapi aku mau menghargai perasaanmu. Aku nggak enak aja punya rumah dekat sama dia.” Irwan menjelaskan “Lagian kita nggak selamanya tinggal di apartemen atau hotel, kita perlu rumah buat masa depan kita bersama anak-anak.” Irwan berkata dengan membelai perut Naila perlahan.“Aku nggak masalah sama rumah ini, ya...meskipun dekat sama Dona tapi bukan suatu hal yang perlu membuat kita harus pindah. Alasan Mas Irwan nggak masuk akal, suatu saat hubungan kalian pasti baik-baik saja, Dona wanita yang cerdas mungkin saat ini belum bisa menerimanya tapi aku yakin perlahan dia pasti bisa menerim