Naila hanya diam didalam kamar yang biasanya digunakan setiap berada di rumah kakaknya Yudo, tidak tahu menuju kemana dan akhirnya tempat Yudo adalah pilihan terbaik. Naila tidak mungkin mendatangi Evan yang pastinya mereka tidak bisa menahan diri atas sesuatu yang lebih dalam diri mereka, kakak iparnya Zahra yang membuka pintu untuk Naila dan langsung membawanya masuk kedalam.
TOK TOK
“Masuk.” Naila berkata dengan suara datarnya.
“Kamu udah makan? Irwan tahu kamu disini?” Yudo berjalan kearah Naila yang masih duduk di ranjang.
“Mas Irwan sibuk mengurus masalah hotel dan restoran.” Naila menjawab tanpa menatap Yudo sampai akhirnya mendengar suara tarikan nafas.
“Kamu mau makan apa?” tanya Yudo mencoba bersabar yang dijawab Naila dengan menggelengkan kepala “Kalau butuh sesuatu panggil kita.” Yudo mendekati Naila dengan mencium keningnya pelan “Mandi sana biar segar.” Naila meng
Perasaan Irwan tidak tenang setelah mendapatkan kabar rumah sakit jika Naila pingsan, apa yang dilakukannya kemarin bersama Dona saat bertemu Naila bahkan tidak tahu keberadaannya semalam semakin membuat perasaannya tidak tenang dan sekarang berita yang didapatkan adalah Naila berada di rumah sakit jatuh pingsan.“Tadi pada saat masuk ke dapur Bu Naila sudah pucat tapi beliau bilang tidak kenapa-kenapa.” Sally mendatangi Irwan yang baru saja datang “Pak Leo yang membawa Bu Naila di ruangan ini.”“Dokternya?” tanya Irwan langsung.“Masih didalam.” Sally menjawab yang hanya diangguki oleh Irwan.Menunggu diluar dengan tidak tenang, perasaan Irwan benar-benar merasa bersalah. Irwan juga tidak memberi kabar pada orang tua Naila dan orang tuanya mengenai kondisi Naila saat ini, kalau mereka sampai tahu bisa tamat riwayatnya.“Aku tadi bicara sama Naila mengenai kamu dan Dona.” Irwan menatap Leo
“Sudah beres semua berarti?” tanya Naila menatap Sally yang datang memberikan laporan dan hanya menganggukkan kepalanya “Terima kasih banyak, Mas.” Naila memberikan senyuman kecil.“Kamu harus sehat terlebih dahulu jangan memikirkan hal-hal tidak penting.” Sally memberikan beberapa nasehat yang hanya diangguki Naila “Kamu sudah tidak perlu khawatir Chef Irwan yang mengawasi kami langsung.”Pintu terbuka tidak lama kemudian dimana Irwan masuk bersama dengan Bagas, Naila menatap mereka dengan memberikan senyuman kecil. Sally mengangguk dan berbicara dengan Irwan singkat sebelum akhirnya keluar dari ruangan Naila, menatap mereka dengan Bagas yang ada disampingnya memperhatikan mesin-mesin disekitar Naila.“Mama papa sudah dikasih tahu, Bang?” tanya Naila menatap Bagas yang hanya mengangguk pelan membuat Naila menghembuskan nafas panjang “Mereka pasti khawatir.”“Pastinya tapi tenan
Menatap kosong tanpa berniat mendengarkan pembicaraan mereka yang ada di ruangannya, mengingat pertemuannya dengan Irwan dan Dona ditambah perkataan dari Leo yang semakin membuat pikirannya tidak bisa jernih.“Mas Irwan kemana?” tanya Naila menatap sekitar “Bukannya tadi bersama kalian?” menatap keluarganya penuh selidik.“Irwan tadi di kantin sepertinya masih ada yang perlu di cek.” Yudo menjawab langsung yang diangguki Naila “Ada yang diperlukan?”Naila menggelengkan kepalanya “Aku mau istirahat aja.”Naila memilih membaringkan tubuhnya untuk bisa berpikir dengan jernih, menghilangkan bayangan mereka berdua dan juga perkataan Leo. Semua tidak mudah memang tapi setidaknya bisa berusaha, bukankah masalah kali ini lebih ringan dibandingkan masalahnya sebelum ini bersama dengan Rafa dan Benny.“Nay, kalau butuh teman cerita kami ada waktu.” Naila tahu siapa yang berbicara saat in tidak lain adalah kakak iparnya Zahra “Kami tahu ad
Zahra langsung pamit setelah Naila berkata seperti itu meninggalkan Naila di dapur bersama dengan Irwan. Menatap apa saja yang dikerjakan mereka dan mendengarkan penjelasan Sally dengan Irwan yang berada disampingnya, tangan mereka saling menggenggam satu sama lain seakan Naila membutuhkan pegangan dan kepastian dari Irwan.“Aku rasa semua sudah hampir selesai.” Sally menatap Naila dan Irwan bergantian.“Nanti malam saya datang lagi kesini buat mengecek untuk terakhir kalinya.” Irwan membuka suara yang diangguki Sally.“Chef Sally, tolong dipastikan minumannya dalam keadaan baik-baik saja dan kalau sudah dingin bisa masuk kedalam lemari pendingin. Makanan penutupnya usahakan juga dalam keadaan dingin saat diberikan pada pengunjung.” Naila memberikan pengarahan terakhir kalinya “Besok aku datang kesini.”“Baik.” Sally menjawab semua instruksi yang Naila berikan.Irwan mendorong kursi roda N
Menggenggam tangan Irwan yang berada di bahunya, ketakutan terbesar Naila adalah mendengarkan perkataan dari dokter yang pernah mengoperasinya. Naila juga tahu kalau Irwan pastinya takut hanya saja berusaha untuk tegar dan tenang, tidak jauh berbeda dengan papanya yang berjalan disamping Naila.“Kalian sudah ditunggu sama Dokter Markus dan kebetulan Dokter Bagas juga ada didalam,” ucap salah satu perawat saat Fajar memberitahu kedatangan mereka berdua “Silakan.”Mereka bertiga masuk kedalam membuat pembicaraan kedua dokter terhenti menatap mereka, Bagas berdiri memberikan tempat pada Fajar dan juga Irwan. Naila meminta Irwan duduk disampingnya dengan menggenggam tangannya, perasaan tidak tenang membuat Naila semakin keringat dingin dan takut pada apa yang ada dalam pikirannya benar adanya.“Kalian berdua sudah mengetahui kondisi Naila selama ini.” Markus menatap Bagas dan Fajar bergantian lalu menghembuskan nafas panjang &ldqu
Memandang kesal pada Irwan yang melarang Naila melihat kesiapan mereka dalam acara, perdebatan mereka terjadi beberapa jam yang lalu saat Naila bangun. Naila merasa kegiatan hari ini adalah tanggung jawabnya dan dia ingin melihat sampai sejauh mana yang sudah dilakukan Sally serta timnya, hanya saja Irwan melarang Naila untuk datang ke dapur melihat bagaimana semuanya.“Aku melakukan ini karena sayang sama kamu, Nay.” Irwan menatap Naila lembut yang hanya diam malas menatap Irwan “Nanti aku sama Sally akan kesini atau aku hubungi Sally buat datang kesini?”Naila melotot mendengar perkataan Irwan “Chef Sally itu pasti sibuk, Mas. Kamu malah suruh dia datang kesini.” Naila menggelengkan kepalanya “Kamu aja kalau sibuk mana mau atau sempat datang nemuin orang.”“Kalau penting pasti aku datang.” Naila memutar bola matanya malas.Memilih diam karena rasanya percuma saja berdebat dengan Irwan, seakan s
“Evan ada disini?” tanya Indira saat membuka pintu membuat Naila hanya mengangguk “Irwan?”“Mas Irwan ngecek dapur, Ma.” Naila menjawab dengan menatap Indira yang membawa beberapa plastik “Apa itu, Ma?”“Pakaian kamu nanti kalau mau keluar sama makanan kali aja bosen makanan rumah sakit.” Indira menjawab dengan meletakkan kantong plastik disalah satu meja “Gimana keadaan kamu?”“Sedikit lebih baik, nanti Fiona datang buat lihat perkembangan kehamilanku sebelum benar-benar keluar.” Naila menjawab sambil tersenyum “Ma, doakan semua baik-baik saja.”Indira mengangguk “Pasti itu.” Indira memegang tangan Naila “Evan baru datang atau tidur?” menatap ke sofa dimana Evan berada “Bagas sendiri mana?”“Mas Evan udah tadi datang dan tidur kalau Mas Bagas nggak tahu secara mereka punya jadwal berbeda buat operasi.” Nai
“Selamat siang.”Naila terkejut dengan kedatangan Anggi di kamarnya, menatap tidak enak pada Anggi yang tidak bisa maksimal dalam mempersiapkan segala macam. Irwan berdiri dengan mengantarkan Anggi untuk duduk di tempatnya, Naila hanya tersenyum saat Anggi sudah berada di dekatnya.“Selamat atas kehamilannya, semoga semua dilancarkan.” Anggi membuka suara dengan tersenyum lembut kearah Naila “Acara yang kita buat sukses, makanan tersedia dengan sempurna dan juga rasanya tidak mengecewakan. Wan, kayaknya hotel perlu menu begitu deh.” Anggi mengalihkan pandangan ke Irwan.Irwan mengangguk “Nanti dibicarakan sama Leo.”Naila menatap bagaimana Irwan berinteraksi dengan Anggi, mereka bertiga berbicara santai mengenai banyak hal. Tidak terasa Anggi berada di ruangan Naila cukup lama, beberapa hal menjadi bahan pembicaraan mereka bertiga, sampai akhirnya Anggi pamitan dan keluar dari kamar inap Naila meningga