Home / Romansa / Bad Love / Telepon Dari Mantan Karyawan

Share

Telepon Dari Mantan Karyawan

Author: Diary Tika
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

" Bapak yakin nggak apa-apa?"

Davian melirik perempuan cerewet di mejanya. Sudah berapa kali sejak tadi pagi dia bertanya seperti itu. Sampai-sampai Davian bosan mendengar suaranya dan juga melihat wajahnya.

" Harus berapa kali lagi yang bilang kalau saya baik-baik saja?"

Tiffany tampak terkejut dengan respon Davian kali ini. Membuat Davian jadi geli sendiri melihat perempuan di dekat jendela itu menundukkan kepala dalam-dalam dan memilih diam. Tak menanggapinya lagi.

Bagus deh. Setidaknya, di jam mendekati pulang kantor begini ia bisa sedikit tenang. Apalagi hari ini bisa dibilang hari tenang baginya. Tak ada rapat dan pertemuan di luar. Dengan begitu, Davian bisa pulang cepat. Jarang-jarang juga ia punya banyak waktu luang begini.

Davian bersin lagi.

Tisu di atas meja sudah habis hampir setengahnya hanya untuk mengelap hidungnya yang meler.

" Tiffany, sebaiknya besok kamu pakai masker. Kayaknya saya flu."

Lelaki itu berucap panjang lebar tanpa menoleh. Kepalanya pusing dan berat sekali. Hidungnya sudah memerah tak karuan. Bahkan bawah matanya terasa menghangat.

" Pak... dokumennya sudah saya tanda tangani semua," Tiffany berdiri di depan meja Davian. Meletakkan dokumen-dokumen yang sudah ia tanda tangani. Tanda tangan palsu Davian.

Davian membenarkan posisi duduknya, menggelengkan kepala yang pusing, kemudian mengecek dokumen-dokumen di depannya dengan cepat. Jika dilihat dari cara perempuan itu mengikuti tanda tangannya, terlihat cukup mirip. Meski pun ada beberapa bagian yang kaku. Tapi, tak masalah. Dengan begitu, Davian jadi bisa ngirit tenaga untuk tanda tangan dokumen-dokumen menyebalkan itu.

" Kamu taruh ini di kotak dekat meja kamu ya. Di kotak sesudah TTD."

Davian mengamati Tiffany yang kembali mengambil setumpuk dokumen tadi. Meletakkan kertas-kertas itu di atas kotak bertuliskan sesudah TTD. Tak sadar, ia mengulas senyum tipis. Jika posisi mereka ditukar, apakah Davian akan melakukan hal yang sama seperti Tiffany? Mungkin saja iya. Tapi, tak mungkin Davian akan melakukan tindakan bodoh bersujud di kaki atasannya. Meski pun terkenal angkuh dan sombong, sebagai manusia, Davian tak separah itu memperlakukan manusia lainnya. 

Mengamati Tiffany kembali duduk dan tampak bingung dengan apa yang akan dilakukannya lagi, membuat Davin geleng-geleng kepala.

" Besok setelah kamu datang, kamu bisa langsung beresin dokumen-dokumen di kotak sebelum TTD. Kalau saya belum datang, taruh di laci saya." Davian menjelaskan. Agar besok perempuan itu tak lagi bengong sambil menopang dagu.

" Kalau udah datang?"

" Taruh di atas meja."

Seharusnya perempuan itu sudah paham apa yang dilakukannya besok. Meskipun, Davian tahu ini adalah pengalaman pertama Tiffany bekerja, ia tak mau tahu. Seorang pekerja harus cepat tanggap dan punya inisiatif untuk belajar cepat.

" Jangan lupa, kalau ada telepon diangkat." Davian mengingatkan. Seolah menerima telepon adalah hal yang sangat penting. Jelas saja, kalau tidak ada komunikasi antar perusahaan, bagaimana perusahaannya bisa maju? Sama seperti manusia, perusahaan juga perlu bersosialisasi dengan perusahaan lain.

" Iy..." ucapan Tiffany terpotong ketika ponsel di atas meja meraung-raung. Nomor baru lagi? Investor atau penagihan hutang?

" Siapa?" Davian penasaran.

Tiffany menggeleng, tidak tahu, " nggak tahu, Pak."

" Angkat. Aktifkan loud speaker!" perintahnya paten sembari memijit-mijit keningnya.

Ragu, Tiffany mengangkat panggilan itu dengan jantung berdebar tak karuan. Semoga ini rekan kerja Davian.

" Halo... Benar ini Mbak Tiffany Anindita?" Suara laki-laki di telepon terdengar buru-buru.

" Iya, saya sendiri. Ada yang bisa saya b..."

" Mbak Tiffany anaknya Pak Dani, kan?"

Perasaan Tiffany semakin tak enak.

" Mbak tolong saya. Istri saya mau melahirkan. Tolong sekali... upah kerja saya selama tiga bulan yang belum dibayar segera dilunasi."

Davian membuka mata. Memandangi Tiffany yang sudah mengecilkan volume panggilan telepon itu dan berjalan keluar ruangan. Tak sampai lima menit, perempuan itu masuk lagi dengan wajah pucat pasi.

Davian tak bertanya sebelum perempuan itu membuka mulut untuk menjelaskan. Karena telepon tadi jelas bukan dari koleganya.

" Maaf, Pak. Itu tadi..." Tiffany menghentikan ucapannya. Ia menarik napas dalam-dalam. " ... nggak jadi." Lanjutnya sembari tersenyum simpul.

Setelah itu suasana hening. Baik Davian maupun Tiffany, tak ada yang berinisiatif untuk mencairkan suasana. Davian sendiri sebenarnya penasaran dengan apa yang sedang sekretaris barunya alami. Tapi untuk bertanya kenapa saja ia gengsi.

" Pak, sudah jam lima lewat. Bapak nggak mau pulang?"

Davian tersadar. Melirik jam, benar saja apa yang dikatakan Tiffany. Sudah waktunya pulang. Lelaki itu berdiri dan berjalan meninggalkan Tiffany lebih dulu. Namun, tubuhnya terasa berat sekali. Pandangannya pun berkunang-kunang. Sebelum melanjutkan, Davian bersandar pada dinding luar ruangannya. Melihat kanan-kiri siapa tahu ada yang lewat. Tapi, lewat jam kerja sedikit saja sudah sepi. Padahal ini baru lewat tiga puluh menit dari jam pulang. Meja resepsionis di bawah pun sudah kosong dan lampunya mati.

Memastikan jika pandangannya mulai membaik, Davian kembali berjalan. Namun, baru dua langkah ia hampir menabrak kursi tunggu di depan ruangannya.

" Bapak kenapa-kenapa, kan?"

Davian menoleh. Mendapati Tiffany sudah berdiri di sebelahnya. Nyaris menyentuhnya, tapi sebelum itu terjadi Davian memberi kode agar Tiffany tak menyentuhnya sama sekali.

" Oh, ya udah kalau nggak mau di tolongin."

Perempuan itu berjalan melewati Davian begitu saja. Berbanding terbalik dengan kelakuannya yang diam seribu bahasa seharian ini.

" Tiffany, tunggu!"

Davian tak mengerti, mengapa mulutnya mengatakan itu. Ia berlari-lari kecil dengan agak sempoyongan.

" Tolong telepon Raka. Suruh dia jemput saya." Perintahnya sembari memberikan ponsel kepada Tiffany.

Tiffany kebingungan memandangi ponsel mahal milik Davian. " Raka siapa? Bapak mabok ya?"

" Sembarangan kamu!"

Davian kembali berjalan sendiri. Meninggalkan Tiffany yang kebingungan dengan apa yang terjadi dengan atasannya.

" Pak..." Tiffany berlari kecil mengejar Davian yang sudah menuruni tangga. " Hape Bapak!"

Davian tersadar. Menghentikan langkah. Mengapa ia ling-lung begini? Sembari menunggu Tiffany sampai di tempatnya, Davian kembali mengingat makan apa ia hari ini? Mengapa bisa jadi seperti orang mabuk begini? Menggeleng. Tidak ada yang salah dengan makanannya. Yang salah adalah pangkal hidungnya yang tiba-tiba sakit ketika bangun tidur.

Ia bersin lagi. Berkali-kali. Membuat kepala Davian semakin pening.

" Pak, nih!" Tiffany memberikan ponsel Davian kepada pemiliknya, " Bapak itu flu. Badannya kerasa anget nggak, Pak?"

Davian mengerutkan kening, dan mengangguk, " fix. Bapak nggak enak badan. Ayo saya antar ke rumah sakit."

Davian mengikuti langkah Tiffany. Benar juga. Badannya terasa hangat. Tapi Davian tak mau ke rumah sakit. Sungguh, bau obat di rumah sakit akan membuat keadaannya semakin memburuk.

" Saya nggak mau ke rumah sakit."

" Kalau gitu ke klinik terdekat!"

Davian menimbang-nimbang. Kemudian menyerah karena kepalanya semakin tak bisa diajak kompromi. Seumur-umur, Davian tidak pernah berobat ke klinik. Semoga saja aroma ruangannya tidak separah aroma rumah sakit.

" Tiffany... tadi itu... yang telepon kamu siapa?" Davian mengejar Tiffany yang sudah mulai jauh.

Tiffany menghentikan langkah. Terkejut dengan pertanyaan yang Davian ajukan.

" Maaf, kalo saya kepo."

Tiffany menarik ujung bibirnya, berusaha tegar, " karyawan Ayah saya."

" Karyawan?"

Tiffany mengangguk, " iya. Tapi, sekarang perusahaan Ayah saya bangkrut..."

" ... Dan hutangnya banyak? Itu alasannya kamu jadi pelacur?"

Astaga. Lemes sekali mulut atasannya ini. Jika tak butuh pekerjaan ini, Tiffany pasti akan menapar mulut kurang ajar Davian. Sungguh.

Related chapters

  • Bad Love   Rekapitulasi Bulanan

    Sudah pagi lagi. Tiffany harus bekerja lagi. Ini adalah hari keduanya bekerja sebagai sekretaris Davian yang sok kuat.Tiffany ingat bagaimana kondisi lelaki itu kemarin. Sebelum lelaki bernama Raka berlari-lari kecil menghampiri mereka dan Davian muntah, mengenai kemeja lengan pendek yang dipakai oleh sopirnya.Mengingat hal menjijikan itu, membuat Tiffany tak bisa membendung rasa senang jika Davian tak masuk kerja hari ini. Paling tidak, ia bisa santai-santai setelah membereskan dokumen-dokumen seperti yang diinstruksikan lelaki itu kemarin.Membuka pintu, Tiffany melotot. Mendapati Davian sudah stand by di tempatnya. Outfit-nya terlihat lebih kasual karena Davian memakai hoodie tebal. Wajahnya pucat pasi. Matanya memejam, tapi Tiffany dapat melihat bagian

  • Bad Love   Gejala Tifus

    Davian merasakan tubuhnya panas dingin sejak semalam. Mengingat kondisi tubuhnya sedang tidak fit, Dokter di klinik menganjurkannya untuk istirahat tiga hari. Diagnosanya adalah gejala tifus karena Davian sering telat makan dan banyak kegiatan yang menguras tenaga serta pikiran. Tapi, bagi Davian penyebab utamanya adalah karena Mbok Hilda terlalu betah di kampung halaman, sehingga Davian lebih sering makan mie instan buatannya sendiri.Mbok Hilda adalah perempuan kedua setelah Maminya yang sangat Davian hormati. Usianya sudah empat puluh lima tahun. Kata Papinya, Mbok Hilda sudah bekerja sebagai asisten rumah tangga yang sesekali merangkap sebagai baby sitter untuk keluarga Parviz selama tiga puluh satu tahun. Tepatnya Sejak Mbok Hilda berusia empat belas tahun, sebelum Daren dan Davian lahir.Davian sangat menyukai masakan Mbo

  • Bad Love   Tak Ada Habisnya

    " Mbak Tiffany, ini makanan pesanan Mas Davi. Belinya di Resto Saung-Saungan. Saya lihat sendiri proses masaknya. Bersih." Raka memberikan paper bag bermotif batik sembari menjelaskan menu yang ia bawa secara rinci kepada Tiffany, " Mas Davinya jangan lupa dikasih tahu ya." Mendengar Raka menjelaskan begitu, Tiffany jadi bingung sendiri. Ia saja tidak ingat Raka membeli ini di mana tadi? " Mbak, saya pergi ya." Tiffany mengangguk, " Makasih ya Pak Raka." " Nggak usah panggil Pak. Saya masih dua puluh lima tahun!" Tiffany mengerutkan kening. Apa urusannya dengan dia jika sopir Davian masih berusia dua puluh lima tahun? Tiffany bahkan tak tanya soal itu kepadanya. Mengaba

  • Bad Love   Pertengkaran

    " Tiffany, besok pagi rekap meeting tadi siang taruh di atas meja saya ya." Tiffany baru selesai mandi. Kini ia merebahkan tubuh di atas ranjangnya yang tak terlalu besar. Suara di telepon itu membuat Tiffany kesal sendiri. Lelaki itu menghubunginya di luar jam kerja begini hanya untuk memberinya pesan tak berguna macam itu! Memangnya tidak bisa besok lagi? Apakah delapan jam kerja mereka masih kurang sehingga harus mengganggu jam istirahat begini. Tiba-tiba, Tiffany mendengar suara pintu apartemennya dibuka seseorang. Sadar telah menghubungi adik laki-lakinya untuk datang ke tempat tinggal mereka, kini Tiffany mengubah posisinya menjadi duduk. Pintu kamarnya dibuka. Menampakkan sosok lelaki jangkung masih memakai seragam putih abu-abu dan kemejanya tak dimasukkan ke dalam

  • Bad Love   Tak Biasa

    Ada dua hal yang membuat Davian terlambat sampai kantor pagi ini. Pertama, karena ia tidur sangat nyenyak sekali semalaman. Yang terakhir karena Papinya ke luar kota semenjak kemarin sore, sebelum Davian pulang dari kantor. Untuk alasan kedua jelas Davian sangat senang sekali. Keadaannya sudah lumayan lebih baik daripada kemarin. Davian merasa suhunya tak setinggi kemarin. Hanya saja suara khas orang pilek lumayan kedengaran sangat parah, dan tenggorokannya benar-benar radang. Dasar, penyakit! menggangu orang hidup saja. Memasuki ruangannya, ia mendapati Tiffany sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya. Perempuan itu menoleh, menyadari dirinya baru datang. Tiffany memaksakan seulas senyum, membuat Davian sedikit heran. Selama tiga hari saling kenal, tidak biasanya Tiffany bertingkah macam itu pagi-pagi begini.

  • Bad Love   Lelaki Beraroma Surga

    " Tolong!!!"" Tolong!!!"" Tolong!!!"Tiffany melepas wedges-nya, berlari sejauh mungkin dari tempat sepi ini untuk menghindari lelaki tua terkutuk yang akan melakukan tindakan asusila kepadanya. Menoleh, lelaki tua itu masih mengejarnya dan mengucap sumpah-serapah yang tak enak didengar telinga orang tuli sekali pun." Tolong!!!"Tiffany masih tak menyerah untuk kabur. Tak menyerah juga untuk berteriak minta tolong, meski jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari dan jalanan yang ia lalui sangat sepi. Jika tak ada manusia, Tiffany berharap hantu pun tak apa-apa jika mau menolongnya. Tetapi, sepertinya Tiffany tak melihat apapun. Hanya jalanan tak berujung dan kios-kios ya

  • Bad Love   Di Tengah Kemacetan Jakarta

    " Dav, kamu ganteng loh."Davian tersedak susu hangat yang baru saja akan mengaliri tenggorokannya. Setelah mendengar Sherly memujinya secara tak biasa, susu itu justru lari ke pangkal hidung, membuat bagian atas hidungnya sedikit sakit." Duh... pelan-pelan dong Davian," Sherly meraih tisu dan berniat mengelap mulut Davian. Namun, tangannya segera ditepis oleh Davian agak kasar, tapi perempuan dua puluh delapan tahun itu hanya menggelengkan kepala melihat perilaku tidak sopan anak tirinya yang angkuh. " Biar Mami buatin lagi susunya," Sherly berdiri, bergegas menuju dapur untuk membuatkan susu yang baru.Lelaki itu mengangkat sebelah alisnya dan geli sendiri mendengar Sherly menyebutkan dirinya sebagai 'Mami' kepada Davian, padahal perempuan itu hanya berusia setahun lebih tu

  • Bad Love   Wawancara Kerja

    " Bapak serius?" Perempuan itu masih ngos-ngosan. Dadanya naik turun dan seluruh tubuhnya banjir keringat. Bahkan, ruangan dengan suhu sembilan belas derajat celcius tempat dimana Tiffany duduk, masih belum membuat keringatnya mengering. " Kamu pikir muka saya kelihatan bercanda?" Tiffany kaget. Mendengar lelaki yang mengaku sebagai HRD di perusahaan tempatnya melamar kerja meninggikan intonasi suara. Lelaki yang tadi memperkenalkan diri sebagai Feri kemudian menunduk. Mungkin merasa bersalah karena telah bersikap tidak sopan kepada karyawan baru di tempatnya bekerja. Syukurlah jika memang begitu. Ck, galak amat! " Jadi saya diterima, Pak?" masih tidak percaya

Latest chapter

  • Bad Love   Tak Biasa

    Ada dua hal yang membuat Davian terlambat sampai kantor pagi ini. Pertama, karena ia tidur sangat nyenyak sekali semalaman. Yang terakhir karena Papinya ke luar kota semenjak kemarin sore, sebelum Davian pulang dari kantor. Untuk alasan kedua jelas Davian sangat senang sekali. Keadaannya sudah lumayan lebih baik daripada kemarin. Davian merasa suhunya tak setinggi kemarin. Hanya saja suara khas orang pilek lumayan kedengaran sangat parah, dan tenggorokannya benar-benar radang. Dasar, penyakit! menggangu orang hidup saja. Memasuki ruangannya, ia mendapati Tiffany sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya. Perempuan itu menoleh, menyadari dirinya baru datang. Tiffany memaksakan seulas senyum, membuat Davian sedikit heran. Selama tiga hari saling kenal, tidak biasanya Tiffany bertingkah macam itu pagi-pagi begini.

  • Bad Love   Pertengkaran

    " Tiffany, besok pagi rekap meeting tadi siang taruh di atas meja saya ya." Tiffany baru selesai mandi. Kini ia merebahkan tubuh di atas ranjangnya yang tak terlalu besar. Suara di telepon itu membuat Tiffany kesal sendiri. Lelaki itu menghubunginya di luar jam kerja begini hanya untuk memberinya pesan tak berguna macam itu! Memangnya tidak bisa besok lagi? Apakah delapan jam kerja mereka masih kurang sehingga harus mengganggu jam istirahat begini. Tiba-tiba, Tiffany mendengar suara pintu apartemennya dibuka seseorang. Sadar telah menghubungi adik laki-lakinya untuk datang ke tempat tinggal mereka, kini Tiffany mengubah posisinya menjadi duduk. Pintu kamarnya dibuka. Menampakkan sosok lelaki jangkung masih memakai seragam putih abu-abu dan kemejanya tak dimasukkan ke dalam

  • Bad Love   Tak Ada Habisnya

    " Mbak Tiffany, ini makanan pesanan Mas Davi. Belinya di Resto Saung-Saungan. Saya lihat sendiri proses masaknya. Bersih." Raka memberikan paper bag bermotif batik sembari menjelaskan menu yang ia bawa secara rinci kepada Tiffany, " Mas Davinya jangan lupa dikasih tahu ya." Mendengar Raka menjelaskan begitu, Tiffany jadi bingung sendiri. Ia saja tidak ingat Raka membeli ini di mana tadi? " Mbak, saya pergi ya." Tiffany mengangguk, " Makasih ya Pak Raka." " Nggak usah panggil Pak. Saya masih dua puluh lima tahun!" Tiffany mengerutkan kening. Apa urusannya dengan dia jika sopir Davian masih berusia dua puluh lima tahun? Tiffany bahkan tak tanya soal itu kepadanya. Mengaba

  • Bad Love   Gejala Tifus

    Davian merasakan tubuhnya panas dingin sejak semalam. Mengingat kondisi tubuhnya sedang tidak fit, Dokter di klinik menganjurkannya untuk istirahat tiga hari. Diagnosanya adalah gejala tifus karena Davian sering telat makan dan banyak kegiatan yang menguras tenaga serta pikiran. Tapi, bagi Davian penyebab utamanya adalah karena Mbok Hilda terlalu betah di kampung halaman, sehingga Davian lebih sering makan mie instan buatannya sendiri.Mbok Hilda adalah perempuan kedua setelah Maminya yang sangat Davian hormati. Usianya sudah empat puluh lima tahun. Kata Papinya, Mbok Hilda sudah bekerja sebagai asisten rumah tangga yang sesekali merangkap sebagai baby sitter untuk keluarga Parviz selama tiga puluh satu tahun. Tepatnya Sejak Mbok Hilda berusia empat belas tahun, sebelum Daren dan Davian lahir.Davian sangat menyukai masakan Mbo

  • Bad Love   Rekapitulasi Bulanan

    Sudah pagi lagi. Tiffany harus bekerja lagi. Ini adalah hari keduanya bekerja sebagai sekretaris Davian yang sok kuat.Tiffany ingat bagaimana kondisi lelaki itu kemarin. Sebelum lelaki bernama Raka berlari-lari kecil menghampiri mereka dan Davian muntah, mengenai kemeja lengan pendek yang dipakai oleh sopirnya.Mengingat hal menjijikan itu, membuat Tiffany tak bisa membendung rasa senang jika Davian tak masuk kerja hari ini. Paling tidak, ia bisa santai-santai setelah membereskan dokumen-dokumen seperti yang diinstruksikan lelaki itu kemarin.Membuka pintu, Tiffany melotot. Mendapati Davian sudah stand by di tempatnya. Outfit-nya terlihat lebih kasual karena Davian memakai hoodie tebal. Wajahnya pucat pasi. Matanya memejam, tapi Tiffany dapat melihat bagian

  • Bad Love   Telepon Dari Mantan Karyawan

    " Bapak yakin nggak apa-apa?"Davian melirik perempuan cerewet di mejanya. Sudah berapa kali sejak tadi pagi dia bertanya seperti itu. Sampai-sampai Davian bosan mendengar suaranya dan juga melihat wajahnya." Harus berapa kali lagi yang bilang kalau saya baik-baik saja?"Tiffany tampak terkejut dengan respon Davian kali ini. Membuat Davian jadi geli sendiri melihat perempuan di dekat jendela itu menundukkan kepala dalam-dalam dan memilih diam. Tak menanggapinya lagi.Bagus deh. Setidaknya, di jam mendekati pulang kantor begini ia bisa sedikit tenang. Apalagi hari ini bisa dibilang hari tenang baginya. Tak ada rapat dan pertemuan di luar. Dengan begitu, Davian bisa pulang cepat. Jarang-jarang juga ia punya banyak waktu luang begini.

  • Bad Love   Problematika Hidup

    " San, titip absen ya."Panggilan diakhiri oleh Tiffany. Perempuan itu mengatur napas sebelum masuk ke ruangan di depannya. Ruangan tempatnya mulai bekerja hari ini. Bersama Direktur muda AMJ yang parfumnya memabukkan.Tiffany mengetuk pintu, dua kali. Tak ada jawaban apa pun. Diliriknya jam yang melingkar di tangannya, masih jam setengah sembilan. Pasti atasannya belum datang. Membuka pintu, Tiffany melongo melihat Davian tidur pulas dengan mulut terbuka.Perempuan itu menutup pintu di belakangnya. Berjalan mendekat ke arah Davian yang sedang terlelap. Ia berdiri di sebelah kursi Davian. Mengamati setiap inci wajah lelaki itu dengan seksama." Ganteng sih. Tapi... jutek!" komentar perempuan itu pelan sekali. Namun cepat-cepat Tiffany

  • Bad Love   Pertanyaan Kapan Menikah

    Davian baru saja bangun tidur. Ia memijit pangkal hidungnya yang agak sakit. Bukan karena susunya salah jalur lagi, kali ini Davian merasa akan lebih parah dari itu keadaannya jika tak segera ditangani.Tapi, Davian bukanlah lelaki manja yang sedikit-sedikit harus ke dokter. Tentu saja. Davian sangat tidak menyukai aroma rumah sakit dan bau obat yang menyengat karena pernah membuatnya mual-mual tak enak perut." Davi! Ayo sarapan!"Itu suara Papinya, teriak-teriak, berbarengan dengan ketukan di pintu kamar. Davian bertanya-tanya dalam hati, sejak kapan Papinya pulang dari Jerman? Mengingat terakhir kali berbincang, Papinya bilang akan mengurus Investor baru di sana, dan tinggal selama seminggu. Ini bahkan baru tiga hari dan Papinya sudah kembali!

  • Bad Love   Wawancara Kerja

    " Bapak serius?" Perempuan itu masih ngos-ngosan. Dadanya naik turun dan seluruh tubuhnya banjir keringat. Bahkan, ruangan dengan suhu sembilan belas derajat celcius tempat dimana Tiffany duduk, masih belum membuat keringatnya mengering. " Kamu pikir muka saya kelihatan bercanda?" Tiffany kaget. Mendengar lelaki yang mengaku sebagai HRD di perusahaan tempatnya melamar kerja meninggikan intonasi suara. Lelaki yang tadi memperkenalkan diri sebagai Feri kemudian menunduk. Mungkin merasa bersalah karena telah bersikap tidak sopan kepada karyawan baru di tempatnya bekerja. Syukurlah jika memang begitu. Ck, galak amat! " Jadi saya diterima, Pak?" masih tidak percaya

DMCA.com Protection Status