Beranda / Romansa / Bad Love / Di Tengah Kemacetan Jakarta

Share

Di Tengah Kemacetan Jakarta

Penulis: Diary Tika
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

" Dav, kamu ganteng loh."

Davian tersedak susu hangat yang baru saja akan mengaliri tenggorokannya. Setelah mendengar Sherly memujinya secara tak biasa, susu itu justru lari ke pangkal hidung, membuat bagian atas hidungnya sedikit sakit.

" Duh... pelan-pelan dong Davian," Sherly meraih tisu dan berniat mengelap mulut Davian. Namun, tangannya segera ditepis oleh Davian agak kasar, tapi perempuan dua puluh delapan tahun itu hanya menggelengkan kepala melihat perilaku tidak sopan anak tirinya yang angkuh. " Biar Mami buatin lagi susunya," Sherly berdiri, bergegas menuju dapur untuk membuatkan susu yang baru.

Lelaki itu mengangkat sebelah alisnya dan geli sendiri mendengar Sherly menyebutkan dirinya sebagai 'Mami' kepada Davian, padahal perempuan itu hanya berusia setahun lebih tua dari Davian. Itulah alasannya Davian tidak menyukai Sherly. Apalagi keputusan Papinya untuk menjadikan perempuan dua puluh delapan tahun itu sebagai istri dan Papinya bilang Davian harus memanggilnya dengan sebutan 'Mami Sherly'.

" Nggak usah," Davian menolak. Sudah tak ingin minum susu lagi.

" Kenapa?" masih dengan posisi berdiri, Sherly bertanya.

" Sudah siang. Saya harus berangkat."

Davian meninggalkan Sherly begitu saja. Mengabaikan perpaduan suara sandal karet dan keramik di belakangnya. Davian tahu, Sherly mengikutinya. Barangkali, perempuan itu ingin mengantar Davian sampai gerbang, seperti orang tua perempuan pada umumnya. Tapi, Davian sama sekali tidak peduli. Bahkan, ia tak pernah mempedulikan orang lain di rumah mewah milik Papinya ini selain dirinya, Papi dan Mbok Hilda.

" Davian, hati-hati, ya!"

Davian mendengar teriakan itu. Tapi, ia sama sekali tak merespons. Bahkan, menurunkan kaca mobil saja ia enggan.

" Jalan, Ka." Perintah Davian kepada Raka. Sopir pribadi yang mulai bekerja semenjak Davian memutuskan bekerja di perusahaan Papinya yang bergerak di bidang pertanian.

Raka menurut, melajukan SUV hitam milik Raka membelah jalanan pagi kota Jakarta yang lumayan semrawut dan berisik.

Sebagai orang yang mengelompokkan diri sebagai sekte melankolis, Davian sangat membenci suasana macam ini. Jika diberi kesempatan untuk dapat tinggal di tempat lain, Davian akan terbang jauh ke tempat yang menyegarkan mata. Dimana memiliki halaman belakang rumah yang luas dan disulap menjadi kebun pribadi dengan berbagai jenis tanaman buah dan sayur serta rumah minimalis dua lantai yang lantai-lantainya terbuat dari kayu.

Setiap pagi, Davian akan melakukan rutinitas berkebun di kebun pribadinya yang luas. Menjual buah dan sayur kepada pengepul setelahnya. Lalu, duduk santai di kamar sambil menghadap jendela yang menampakkan pemandangan kebun pribadinya. Menyeruput espresso dingin, membaca novel fantasi sembari sesekali menyesap rokok.

Kira-kira begitulah gambaran hidup yang ia inginkan. Namun, Davian tak berharap lebih untuk waktu dekat ini. Nyatanya, di usianya yang dua bulan lagi akan menginjak dua puluh tujuh tahun, Davian masih terpaksa bergumul dengan lampu merah, suara klakson, badai debu jalanan kota, hingga melihat pertunjukan transformer terguling di tengah jalan dan menyebabkan kemacetan panjang.

" Ada kontainer kebalik, Mas," seolah menyadari raut Davian yang sudah tidak enak dari spion, Raka berusaha menjelaskan. Daripada tiba-tiba kena marah karena sudah hampir dua puluh menit, mobil masih diam tak bergerak.

Davian melepaskan jas hitam dari tubuhnya. Mulai merasa gerah. Menarik lengan kemeja birunya hingga sebatas siku dan mengecek suhu mobilnya.

" Raka, turunkan suhunya. Saya gerah."

Davian mengelap keningnya yang mulai berkeringat menggunakan tisu yang selalu ada di kantong jasnya. Davian memang membutuhkan tisu dimana pun. Makanya, ia selalu membawa dua jenis tisu —tisu kering dan tisu basah— di kantong jas dan kantong celana. Meski di mobilnya selalu ada tisu, tapi di tempat lain belum tentu. Menjalani hidup hampir dua puluh tujuh tahun, membuat Davian mempunyai lumayan banyak pengalaman untuk itu.

Ponsel Davian bergetar-getar menandakan panggilan masuk, menampakkan nama Aditya di layarnya. Davian langsung mengangkat panggilan itu. Jika Manajer perusahaan yang dipimpinnya sudah menelpon, artinya ada hal tidak beres sedang terjadi pagi ini.

" Dav, di mana?" suara di telepon terdengar santai.

Davian dan Aditya sudah kenal sangat lama. Sejak SMP. Dan yang membuat Davian terkejut saat ia diperkenalkan sebagai Direktur Utama di perusahaan Papinya adalah keberadaan Aditya. Bocah yang dulu pernah bolos pelajaran matematika bersamanya adalah Manajer!

" Di jalan. Macet."

Terdengar helaan napas berat dari seberang sana, " jadwal interview lima menit lagi. Tapi, HRD bilang, calon karyawan belum ada yang datang."

Davian tidak heran. Keadaan jalan yang super macet seperti ini tak dapat di prediksi oleh siapa pun. Bahkan, mobilnya  sampai sekarang masih terjebak di tengah-tengah. Tak dapat maju, mundur apalagi berbalik arah.

" Ada kontainer mimpi indah di tengah jalan..." Davian mendengar tawa dari teleponnya dan juga suara tawa tertahan dari Raka, tapi ia tak peduli kemudian melanjutkan, " Jadi, siapa pun yang datang wawancara duluan, gue langsung acc dia buat jadi sekretaris gue."

" Serius?" intonasi Aditya terdengar tak percaya.

Davian mengangguk, lupa jika Aditya tak dapat melihat anggukannya, "iya."

Sambungan diputus oleh Davian. Lelaki itu memasukkan ponsel ke dalam saku jasnya. Mengabaikan panggilan lain yang mungkin akan mengganggunya. Memindai jalanan yang semakin sesak. Mobilnya benar-benar terjebak di tengah-tengah. Tiba-tiba, suara klakson saling bersahutan ketika beberapa kendaraan di depan mulai jalan. Tak sampai dua ratus meter, mobil kembali berhenti.

Suara klakson kembali memenuhi gendang telinga. Tapi kali ini bukan karena kendaraan di depan jalan lagi. Melainkan, sesosok perempuan berpakaian rapi berlari-lari di trotoar menggunakan pantofel lima senti.

" Tau jalanan macet gini! Itu... ngapain sih cewek lari-lari gitu?" Raka ngedumel sendiri. Kesal. Karena bisa saja perempuan itu tertabrak kendaraannya atau kendaraan lainnya. Nanti yang disalahkan pengendaranya, padahal perempuan itu sendiri yang lari-lari di jalan.

Davian lebih memilih diam. Tak menanggapi apa pun. Tetapi, jika dilihat dari tampangnya sekilas, Davian seperti tak asing dengan wajah itu. Kali ini, ia menggeser duduknya agar lebih dekat dengan kaca mobil, mengamati perempuan yang sedang berlari-lari itu. Membuang napas kasar, ia menyadari sesuatu. Perempuan itu adalah pelacur yang semalam menggodanya.

Davian berdecih dalam hati. Zaman sekarang, rupanya pelacur sudah berkeliaran sejak pagi. Mencari pelanggan di pinggir jalanan macet? Astaga. Kenapa semakin lama pelacur semakin murah seperti itu?

" Mas Davi kenal sama perempuan itu?"

Suara Raka membuat Davi mengerjap dan menggeser duduknya kembali ke tengah. Menegakkan badan agar tak kehilangan wibawanya kemudian berdehem.

" Kamu pernah lihat saya main sama perempuan kayak gitu?" bukannya menjawab, Davian malah balik bertanya.

Raka menggeleng. Tak tahu. Bahkan ia tak pernah melihat majikannya berkawan dengan perempuan mana pun. Yang ia tahu, satu-satunya teman dekat Davian adalah Aditya, " enggak, Mas."

Davian bersandar, seolah bangga dengan dirinya yang tak pernah bergaul dengan perempuan murahan macam pelacur itu. Kemudian, jalanan perlahan-lahan lenggang dan SUV hitam itu pelan-pelan melaju dengan lancar.

Bab terkait

  • Bad Love   Wawancara Kerja

    " Bapak serius?" Perempuan itu masih ngos-ngosan. Dadanya naik turun dan seluruh tubuhnya banjir keringat. Bahkan, ruangan dengan suhu sembilan belas derajat celcius tempat dimana Tiffany duduk, masih belum membuat keringatnya mengering. " Kamu pikir muka saya kelihatan bercanda?" Tiffany kaget. Mendengar lelaki yang mengaku sebagai HRD di perusahaan tempatnya melamar kerja meninggikan intonasi suara. Lelaki yang tadi memperkenalkan diri sebagai Feri kemudian menunduk. Mungkin merasa bersalah karena telah bersikap tidak sopan kepada karyawan baru di tempatnya bekerja. Syukurlah jika memang begitu. Ck, galak amat! " Jadi saya diterima, Pak?" masih tidak percaya

  • Bad Love   Pertanyaan Kapan Menikah

    Davian baru saja bangun tidur. Ia memijit pangkal hidungnya yang agak sakit. Bukan karena susunya salah jalur lagi, kali ini Davian merasa akan lebih parah dari itu keadaannya jika tak segera ditangani.Tapi, Davian bukanlah lelaki manja yang sedikit-sedikit harus ke dokter. Tentu saja. Davian sangat tidak menyukai aroma rumah sakit dan bau obat yang menyengat karena pernah membuatnya mual-mual tak enak perut." Davi! Ayo sarapan!"Itu suara Papinya, teriak-teriak, berbarengan dengan ketukan di pintu kamar. Davian bertanya-tanya dalam hati, sejak kapan Papinya pulang dari Jerman? Mengingat terakhir kali berbincang, Papinya bilang akan mengurus Investor baru di sana, dan tinggal selama seminggu. Ini bahkan baru tiga hari dan Papinya sudah kembali!

  • Bad Love   Problematika Hidup

    " San, titip absen ya."Panggilan diakhiri oleh Tiffany. Perempuan itu mengatur napas sebelum masuk ke ruangan di depannya. Ruangan tempatnya mulai bekerja hari ini. Bersama Direktur muda AMJ yang parfumnya memabukkan.Tiffany mengetuk pintu, dua kali. Tak ada jawaban apa pun. Diliriknya jam yang melingkar di tangannya, masih jam setengah sembilan. Pasti atasannya belum datang. Membuka pintu, Tiffany melongo melihat Davian tidur pulas dengan mulut terbuka.Perempuan itu menutup pintu di belakangnya. Berjalan mendekat ke arah Davian yang sedang terlelap. Ia berdiri di sebelah kursi Davian. Mengamati setiap inci wajah lelaki itu dengan seksama." Ganteng sih. Tapi... jutek!" komentar perempuan itu pelan sekali. Namun cepat-cepat Tiffany

  • Bad Love   Telepon Dari Mantan Karyawan

    " Bapak yakin nggak apa-apa?"Davian melirik perempuan cerewet di mejanya. Sudah berapa kali sejak tadi pagi dia bertanya seperti itu. Sampai-sampai Davian bosan mendengar suaranya dan juga melihat wajahnya." Harus berapa kali lagi yang bilang kalau saya baik-baik saja?"Tiffany tampak terkejut dengan respon Davian kali ini. Membuat Davian jadi geli sendiri melihat perempuan di dekat jendela itu menundukkan kepala dalam-dalam dan memilih diam. Tak menanggapinya lagi.Bagus deh. Setidaknya, di jam mendekati pulang kantor begini ia bisa sedikit tenang. Apalagi hari ini bisa dibilang hari tenang baginya. Tak ada rapat dan pertemuan di luar. Dengan begitu, Davian bisa pulang cepat. Jarang-jarang juga ia punya banyak waktu luang begini.

  • Bad Love   Rekapitulasi Bulanan

    Sudah pagi lagi. Tiffany harus bekerja lagi. Ini adalah hari keduanya bekerja sebagai sekretaris Davian yang sok kuat.Tiffany ingat bagaimana kondisi lelaki itu kemarin. Sebelum lelaki bernama Raka berlari-lari kecil menghampiri mereka dan Davian muntah, mengenai kemeja lengan pendek yang dipakai oleh sopirnya.Mengingat hal menjijikan itu, membuat Tiffany tak bisa membendung rasa senang jika Davian tak masuk kerja hari ini. Paling tidak, ia bisa santai-santai setelah membereskan dokumen-dokumen seperti yang diinstruksikan lelaki itu kemarin.Membuka pintu, Tiffany melotot. Mendapati Davian sudah stand by di tempatnya. Outfit-nya terlihat lebih kasual karena Davian memakai hoodie tebal. Wajahnya pucat pasi. Matanya memejam, tapi Tiffany dapat melihat bagian

  • Bad Love   Gejala Tifus

    Davian merasakan tubuhnya panas dingin sejak semalam. Mengingat kondisi tubuhnya sedang tidak fit, Dokter di klinik menganjurkannya untuk istirahat tiga hari. Diagnosanya adalah gejala tifus karena Davian sering telat makan dan banyak kegiatan yang menguras tenaga serta pikiran. Tapi, bagi Davian penyebab utamanya adalah karena Mbok Hilda terlalu betah di kampung halaman, sehingga Davian lebih sering makan mie instan buatannya sendiri.Mbok Hilda adalah perempuan kedua setelah Maminya yang sangat Davian hormati. Usianya sudah empat puluh lima tahun. Kata Papinya, Mbok Hilda sudah bekerja sebagai asisten rumah tangga yang sesekali merangkap sebagai baby sitter untuk keluarga Parviz selama tiga puluh satu tahun. Tepatnya Sejak Mbok Hilda berusia empat belas tahun, sebelum Daren dan Davian lahir.Davian sangat menyukai masakan Mbo

  • Bad Love   Tak Ada Habisnya

    " Mbak Tiffany, ini makanan pesanan Mas Davi. Belinya di Resto Saung-Saungan. Saya lihat sendiri proses masaknya. Bersih." Raka memberikan paper bag bermotif batik sembari menjelaskan menu yang ia bawa secara rinci kepada Tiffany, " Mas Davinya jangan lupa dikasih tahu ya." Mendengar Raka menjelaskan begitu, Tiffany jadi bingung sendiri. Ia saja tidak ingat Raka membeli ini di mana tadi? " Mbak, saya pergi ya." Tiffany mengangguk, " Makasih ya Pak Raka." " Nggak usah panggil Pak. Saya masih dua puluh lima tahun!" Tiffany mengerutkan kening. Apa urusannya dengan dia jika sopir Davian masih berusia dua puluh lima tahun? Tiffany bahkan tak tanya soal itu kepadanya. Mengaba

  • Bad Love   Pertengkaran

    " Tiffany, besok pagi rekap meeting tadi siang taruh di atas meja saya ya." Tiffany baru selesai mandi. Kini ia merebahkan tubuh di atas ranjangnya yang tak terlalu besar. Suara di telepon itu membuat Tiffany kesal sendiri. Lelaki itu menghubunginya di luar jam kerja begini hanya untuk memberinya pesan tak berguna macam itu! Memangnya tidak bisa besok lagi? Apakah delapan jam kerja mereka masih kurang sehingga harus mengganggu jam istirahat begini. Tiba-tiba, Tiffany mendengar suara pintu apartemennya dibuka seseorang. Sadar telah menghubungi adik laki-lakinya untuk datang ke tempat tinggal mereka, kini Tiffany mengubah posisinya menjadi duduk. Pintu kamarnya dibuka. Menampakkan sosok lelaki jangkung masih memakai seragam putih abu-abu dan kemejanya tak dimasukkan ke dalam

Bab terbaru

  • Bad Love   Tak Biasa

    Ada dua hal yang membuat Davian terlambat sampai kantor pagi ini. Pertama, karena ia tidur sangat nyenyak sekali semalaman. Yang terakhir karena Papinya ke luar kota semenjak kemarin sore, sebelum Davian pulang dari kantor. Untuk alasan kedua jelas Davian sangat senang sekali. Keadaannya sudah lumayan lebih baik daripada kemarin. Davian merasa suhunya tak setinggi kemarin. Hanya saja suara khas orang pilek lumayan kedengaran sangat parah, dan tenggorokannya benar-benar radang. Dasar, penyakit! menggangu orang hidup saja. Memasuki ruangannya, ia mendapati Tiffany sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya. Perempuan itu menoleh, menyadari dirinya baru datang. Tiffany memaksakan seulas senyum, membuat Davian sedikit heran. Selama tiga hari saling kenal, tidak biasanya Tiffany bertingkah macam itu pagi-pagi begini.

  • Bad Love   Pertengkaran

    " Tiffany, besok pagi rekap meeting tadi siang taruh di atas meja saya ya." Tiffany baru selesai mandi. Kini ia merebahkan tubuh di atas ranjangnya yang tak terlalu besar. Suara di telepon itu membuat Tiffany kesal sendiri. Lelaki itu menghubunginya di luar jam kerja begini hanya untuk memberinya pesan tak berguna macam itu! Memangnya tidak bisa besok lagi? Apakah delapan jam kerja mereka masih kurang sehingga harus mengganggu jam istirahat begini. Tiba-tiba, Tiffany mendengar suara pintu apartemennya dibuka seseorang. Sadar telah menghubungi adik laki-lakinya untuk datang ke tempat tinggal mereka, kini Tiffany mengubah posisinya menjadi duduk. Pintu kamarnya dibuka. Menampakkan sosok lelaki jangkung masih memakai seragam putih abu-abu dan kemejanya tak dimasukkan ke dalam

  • Bad Love   Tak Ada Habisnya

    " Mbak Tiffany, ini makanan pesanan Mas Davi. Belinya di Resto Saung-Saungan. Saya lihat sendiri proses masaknya. Bersih." Raka memberikan paper bag bermotif batik sembari menjelaskan menu yang ia bawa secara rinci kepada Tiffany, " Mas Davinya jangan lupa dikasih tahu ya." Mendengar Raka menjelaskan begitu, Tiffany jadi bingung sendiri. Ia saja tidak ingat Raka membeli ini di mana tadi? " Mbak, saya pergi ya." Tiffany mengangguk, " Makasih ya Pak Raka." " Nggak usah panggil Pak. Saya masih dua puluh lima tahun!" Tiffany mengerutkan kening. Apa urusannya dengan dia jika sopir Davian masih berusia dua puluh lima tahun? Tiffany bahkan tak tanya soal itu kepadanya. Mengaba

  • Bad Love   Gejala Tifus

    Davian merasakan tubuhnya panas dingin sejak semalam. Mengingat kondisi tubuhnya sedang tidak fit, Dokter di klinik menganjurkannya untuk istirahat tiga hari. Diagnosanya adalah gejala tifus karena Davian sering telat makan dan banyak kegiatan yang menguras tenaga serta pikiran. Tapi, bagi Davian penyebab utamanya adalah karena Mbok Hilda terlalu betah di kampung halaman, sehingga Davian lebih sering makan mie instan buatannya sendiri.Mbok Hilda adalah perempuan kedua setelah Maminya yang sangat Davian hormati. Usianya sudah empat puluh lima tahun. Kata Papinya, Mbok Hilda sudah bekerja sebagai asisten rumah tangga yang sesekali merangkap sebagai baby sitter untuk keluarga Parviz selama tiga puluh satu tahun. Tepatnya Sejak Mbok Hilda berusia empat belas tahun, sebelum Daren dan Davian lahir.Davian sangat menyukai masakan Mbo

  • Bad Love   Rekapitulasi Bulanan

    Sudah pagi lagi. Tiffany harus bekerja lagi. Ini adalah hari keduanya bekerja sebagai sekretaris Davian yang sok kuat.Tiffany ingat bagaimana kondisi lelaki itu kemarin. Sebelum lelaki bernama Raka berlari-lari kecil menghampiri mereka dan Davian muntah, mengenai kemeja lengan pendek yang dipakai oleh sopirnya.Mengingat hal menjijikan itu, membuat Tiffany tak bisa membendung rasa senang jika Davian tak masuk kerja hari ini. Paling tidak, ia bisa santai-santai setelah membereskan dokumen-dokumen seperti yang diinstruksikan lelaki itu kemarin.Membuka pintu, Tiffany melotot. Mendapati Davian sudah stand by di tempatnya. Outfit-nya terlihat lebih kasual karena Davian memakai hoodie tebal. Wajahnya pucat pasi. Matanya memejam, tapi Tiffany dapat melihat bagian

  • Bad Love   Telepon Dari Mantan Karyawan

    " Bapak yakin nggak apa-apa?"Davian melirik perempuan cerewet di mejanya. Sudah berapa kali sejak tadi pagi dia bertanya seperti itu. Sampai-sampai Davian bosan mendengar suaranya dan juga melihat wajahnya." Harus berapa kali lagi yang bilang kalau saya baik-baik saja?"Tiffany tampak terkejut dengan respon Davian kali ini. Membuat Davian jadi geli sendiri melihat perempuan di dekat jendela itu menundukkan kepala dalam-dalam dan memilih diam. Tak menanggapinya lagi.Bagus deh. Setidaknya, di jam mendekati pulang kantor begini ia bisa sedikit tenang. Apalagi hari ini bisa dibilang hari tenang baginya. Tak ada rapat dan pertemuan di luar. Dengan begitu, Davian bisa pulang cepat. Jarang-jarang juga ia punya banyak waktu luang begini.

  • Bad Love   Problematika Hidup

    " San, titip absen ya."Panggilan diakhiri oleh Tiffany. Perempuan itu mengatur napas sebelum masuk ke ruangan di depannya. Ruangan tempatnya mulai bekerja hari ini. Bersama Direktur muda AMJ yang parfumnya memabukkan.Tiffany mengetuk pintu, dua kali. Tak ada jawaban apa pun. Diliriknya jam yang melingkar di tangannya, masih jam setengah sembilan. Pasti atasannya belum datang. Membuka pintu, Tiffany melongo melihat Davian tidur pulas dengan mulut terbuka.Perempuan itu menutup pintu di belakangnya. Berjalan mendekat ke arah Davian yang sedang terlelap. Ia berdiri di sebelah kursi Davian. Mengamati setiap inci wajah lelaki itu dengan seksama." Ganteng sih. Tapi... jutek!" komentar perempuan itu pelan sekali. Namun cepat-cepat Tiffany

  • Bad Love   Pertanyaan Kapan Menikah

    Davian baru saja bangun tidur. Ia memijit pangkal hidungnya yang agak sakit. Bukan karena susunya salah jalur lagi, kali ini Davian merasa akan lebih parah dari itu keadaannya jika tak segera ditangani.Tapi, Davian bukanlah lelaki manja yang sedikit-sedikit harus ke dokter. Tentu saja. Davian sangat tidak menyukai aroma rumah sakit dan bau obat yang menyengat karena pernah membuatnya mual-mual tak enak perut." Davi! Ayo sarapan!"Itu suara Papinya, teriak-teriak, berbarengan dengan ketukan di pintu kamar. Davian bertanya-tanya dalam hati, sejak kapan Papinya pulang dari Jerman? Mengingat terakhir kali berbincang, Papinya bilang akan mengurus Investor baru di sana, dan tinggal selama seminggu. Ini bahkan baru tiga hari dan Papinya sudah kembali!

  • Bad Love   Wawancara Kerja

    " Bapak serius?" Perempuan itu masih ngos-ngosan. Dadanya naik turun dan seluruh tubuhnya banjir keringat. Bahkan, ruangan dengan suhu sembilan belas derajat celcius tempat dimana Tiffany duduk, masih belum membuat keringatnya mengering. " Kamu pikir muka saya kelihatan bercanda?" Tiffany kaget. Mendengar lelaki yang mengaku sebagai HRD di perusahaan tempatnya melamar kerja meninggikan intonasi suara. Lelaki yang tadi memperkenalkan diri sebagai Feri kemudian menunduk. Mungkin merasa bersalah karena telah bersikap tidak sopan kepada karyawan baru di tempatnya bekerja. Syukurlah jika memang begitu. Ck, galak amat! " Jadi saya diterima, Pak?" masih tidak percaya

DMCA.com Protection Status