Beranda / Romansa / Bad Love / Problematika Hidup

Share

Problematika Hidup

Penulis: Diary Tika
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

" San, titip absen ya."

Panggilan diakhiri oleh Tiffany. Perempuan itu mengatur napas sebelum masuk ke ruangan di depannya. Ruangan tempatnya mulai bekerja hari ini. Bersama Direktur muda AMJ yang parfumnya memabukkan.

Tiffany mengetuk pintu, dua kali. Tak ada jawaban apa pun. Diliriknya jam yang melingkar di tangannya, masih jam setengah sembilan. Pasti atasannya belum datang. Membuka pintu, Tiffany melongo melihat Davian tidur pulas dengan mulut terbuka.

Perempuan itu menutup pintu di belakangnya. Berjalan mendekat ke arah Davian yang sedang terlelap. Ia berdiri di sebelah kursi Davian. Mengamati setiap inci wajah lelaki itu dengan seksama.

" Ganteng sih. Tapi... jutek!" komentar perempuan itu pelan sekali. Namun cepat-cepat Tiffany menutup mulut. Apa yang baru saja dia katakan?

" Siapa yang jutek?"

Tiffany mengerjapkan mata berkali-kali. Tiba-tiba jantungnya seperti merosot ke perut. Menoleh, ia mendapati Davian sudah tak lagi bersandar. Lelaki itu kini sedang sibuk mengeluarkan dokumen-dokumen dari dalam laci di bawah mejanya.

" Eh... itu... Sandra jutek." Tiffany berkilah, kemudian cepat-cepat menuju meja baru yang sengaja disediakan oleh kantor untuknya bekerja, di dekat jendela.

Sandra merupakan teman kuliah yang paling dekat dengan Tiffany. Sandra juga orang yang telah meracuni Tiffany untuk menjajakkan diri menjadi pelacur, karena katanya menjadi pelacur adalah pekerjaan yang sangat mudah. Tapi bagi Tiffany, menjual diri tak semudah kata Sandra. Dan Tiffany tak mau lagi menjual diri seperti Sandra. Kapok. Sungguh.

" Mulai hari ini, orang yang mau ketemu saya akan menghubungi kamu dulu."

What? Maksudnya bagaimana?

" Saya sudah kasih nomor kamu ke kolega-kolega saya dan bilang kalau butuh apa-apa dengan saya, bisa langsung hubungi kamu."

Mengapa Tiffany jadi merasa seperti manajer artis, dibanding sekretaris kantoran? Tapi, tak apa-apa. Mungkin memang beginilah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan besar.

" Nama email kamu apa?"

Tiffany yang masih bingung harus melakukan apa selain menjadi perantara pertemuan antara Davian dan koleganya, menyebutkan alamat email pribadinya.

" Kamu bawa laptop kan?"

Laptop? Sontak saja Tiffany kaget. Ia bahkan tak tahu jika harus menggunakan laptop pribadi. " Enggak, Pak."

Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya," gimana mau kerja kalau kamu nggak bawa laptop?"

" Kemarin nggak ada yang kasih tahu saya kalau harus bawa laptop. Saya kan baru, mana saya tahu!" Tiffany membela diri. Namun salahnya, ia malah nyolot. Membuat Davian semakin melotot.

" Kamu kalau ngomong sama atasan, harus pake etika!" balas Davian. Menatap tajam ke arah Tiffany. Kemudian lelaki itu berjalan melewati Tiffany sambari membanting pintu.

Bulu kuduk Tiffany meremang. Ia sungguh takut. Mengapa Davian semarah itu? Padahal ia sama sekali tak bermaksud menyentil perasaan atasannya sama sekali. Tiffany hanya membela diri!

Apa mungkin Davian adalah tipe orang yang sensitif? Atau memang dia arogan seperti dalam film-film? Perempuan itu menggelengkan kepala, membuang jauh-jauh pikiran ngawurnya.

Tiba-tiba, ponsel di atas meja berdering-dering, tanda ada panggilan masuk. Tiffany melirik ponselnya yang menampilkan sederet nomor tak dikenal. Siapa lagi yang menelponnya? Apakah orang yang ingin menagih hutang ayahnya lagi? Karyawan PHK yang gajinya belum dibayar?

Karena sedang malas berurusan dengan hutang, akhirnya Tiffany mengabaikan panggilan tersebut.

Tiffany sedang tidak mau berhubungan dengan rentenir, pihak Bank, debt collector atau mantan karyawan Ayahnya. Setidaknya untuk seharian ini saja. Mengingat sudah dua hari ia mendapat teror tagihan hutang yang sangat banyak. Dan nilainya pun tak tanggung-tanggung. Ada yang mencapai tujuh ratus juta. Bagaimana Tiffany dapat mencicil hutang segitu banyak?

Belum lagi beberapa hari ini Sandra mengatakan, jika beberapa dosen di kampus lumayan menyebalkan dan sulit untuk titip absen. Jadi, untuk beberapa mata kuliah, Sandra tidak bisa membantu Tiffany mengisi absennya.

Tiffany sangat bingung dengan semua yang terjadi padanya secara tiba-tiba begini. Musibah yang menimpa Ayahnya benar-benar diluar nalarnya yang dangkal. Ayahnya tak pernah pulang sejak sebulan yang lalu. Dan seminggu setelahnya, pihak Bank datang ke rumah mewahnya, menunjukkan surat penyitaan karena sudah lima belas bulan Ayahnya tak mencicil hutang pribadi yang bernilai lebih dari satu milyar. Untungnya masih ada apartemen yang sekarang menjadi tempat tinggalnya. Jika tidak begitu, barangkali Tiffany akan menjadi gelandangan di jalanan.

Tiffany yang sedang hanyut dengan pikirannya sendiri, sembari menopang dagu tiba-tiba melompat kaget saat mendapati Davian menggebrak mejanya cukup keras. Shock, Tiffany memegang dadanya yang berdebar tak karuan sembari mengatur napas.

" Kamu nggak angkat telepon dari investor perusahaan?" Davian bertanya dengan nada tenang namun tinggi.

Tiffany bergidik ngeri melihat ekspresi Davian yang menakutkan. Lebih seram dari debt collector.

" Investor apa?" Tiffany masih tak mengerti.

" Lihat hape kamu coba?" Pertanyaan yang diajukan Davian lebih mirip sebagai perintah yang harus segera dilaksanakan. Meski pun suaranya merendah, tapi aura yang menyelimutinya masih saja horor.

Tiffany menurut. Mengecek ponselnya. Memang ada panggilan tak terjawab... Tunggu. Tiffany mulai menyadari sesuatu dengan sederet nomor yang ada di kotak panggilan tak terjawab tersebut.

" Ini nomor Investor?" bukan nomor penagih hutang?

Davian tampak mengatur napasnya, dan berjalan menuju kursinya. Memijat-mijat pangkal hidungnya yang semakin lama semakin tak enak saja. Belum lagi, ulah sekretaris barunya yang membuat kepala Davian semakin berdenyut-denyut.

" Pak, Maafin saya ya. Saya janji, nggak akan ngulangin kesalahan yang sama," Tiffany berisiatif untuk meminta maaf. Karena kali ini ia memang bersalah telah mengabaikan panggilan dari orang penting. Ia berdiri di sebelah Davian sembari menunduk. Tapi, lelaki itu tak bereaksi apa-apa. Membuat Tiffany jadi merasa sangat bersalah. Akhirnya, Tiffany memutuskan berlutut di kaki Davian.

" Kamu ngapain?"

" Maafin saya, Pak. Kasih saya kesempatan buat memperbaiki diri." Tiffany merendahkan tubuhnya serendah-rendahnya.

Tiffany tak boleh membuat Davian membencinya. Kata orang, penilaian kerja itu tergantung dari kedekatan atasan dan bawahan. Semakin dekat atasan dan bawahan, semakin mudah juga untuk naik jabatan. Setidaknya begitulah kebanyakan sistem yang terjadi di Indonesia. Makanya, lebih banyak orang yang cari muka terhadap atasan dibanding mendalami ilmu yang bisa meningkatkan skill kerjanya.

" Bangun!" Davian memberi perintah dengan intonasi datar.

Tiffany menurut.

" Duduk di tempat kamu."

Tiffany menurut.

" Saya nggak mau kamu santai-santai seperti tadi kalau nggak ada saya."

Tiffany mengangguk. Berjanji dalam hati jika mulai detik ini ia akan menjadi sekretaris penurut. Agar bisa melunasi hutang-hutang Ayahnya, menghidupi diri sendiri dan adik lelakinya yang masih SMA.

Tiba-tiba Davian bersin tiga kali.

" Pak, mau saya beliin obat?" Tiffany menawarkan diri.

" Nggak usa..." Davian bersin lagi. Kali ini disertai cairan bening yang asin. Segera lelaki itu mengelap hidungnya dengan tisu.

" Bapak yakin baik-baik aja?" Tiffany memastikan. Menyadari lelaki itu tampak letih dan pucat.

" Saya baik-baik aja. Kamu ambil dokumen-dokumen di atas meja saya. Pelajari tanda tangan saya, kemudian tanda tangani dokumen yang ada di sebelah kiri."

Tiffany tak paham dengan instruksi tersebut, " maksudnya, Pak?"

" Mulai hari ini, kamu harus bisa bantu saya tanda tangan dokumen yang biasa saya tanda tangani."

Hah? Apakah maksudnya Tiffany harus bisa memalsukan tanda tangan atasannya?

***

Bab terkait

  • Bad Love   Telepon Dari Mantan Karyawan

    " Bapak yakin nggak apa-apa?"Davian melirik perempuan cerewet di mejanya. Sudah berapa kali sejak tadi pagi dia bertanya seperti itu. Sampai-sampai Davian bosan mendengar suaranya dan juga melihat wajahnya." Harus berapa kali lagi yang bilang kalau saya baik-baik saja?"Tiffany tampak terkejut dengan respon Davian kali ini. Membuat Davian jadi geli sendiri melihat perempuan di dekat jendela itu menundukkan kepala dalam-dalam dan memilih diam. Tak menanggapinya lagi.Bagus deh. Setidaknya, di jam mendekati pulang kantor begini ia bisa sedikit tenang. Apalagi hari ini bisa dibilang hari tenang baginya. Tak ada rapat dan pertemuan di luar. Dengan begitu, Davian bisa pulang cepat. Jarang-jarang juga ia punya banyak waktu luang begini.

  • Bad Love   Rekapitulasi Bulanan

    Sudah pagi lagi. Tiffany harus bekerja lagi. Ini adalah hari keduanya bekerja sebagai sekretaris Davian yang sok kuat.Tiffany ingat bagaimana kondisi lelaki itu kemarin. Sebelum lelaki bernama Raka berlari-lari kecil menghampiri mereka dan Davian muntah, mengenai kemeja lengan pendek yang dipakai oleh sopirnya.Mengingat hal menjijikan itu, membuat Tiffany tak bisa membendung rasa senang jika Davian tak masuk kerja hari ini. Paling tidak, ia bisa santai-santai setelah membereskan dokumen-dokumen seperti yang diinstruksikan lelaki itu kemarin.Membuka pintu, Tiffany melotot. Mendapati Davian sudah stand by di tempatnya. Outfit-nya terlihat lebih kasual karena Davian memakai hoodie tebal. Wajahnya pucat pasi. Matanya memejam, tapi Tiffany dapat melihat bagian

  • Bad Love   Gejala Tifus

    Davian merasakan tubuhnya panas dingin sejak semalam. Mengingat kondisi tubuhnya sedang tidak fit, Dokter di klinik menganjurkannya untuk istirahat tiga hari. Diagnosanya adalah gejala tifus karena Davian sering telat makan dan banyak kegiatan yang menguras tenaga serta pikiran. Tapi, bagi Davian penyebab utamanya adalah karena Mbok Hilda terlalu betah di kampung halaman, sehingga Davian lebih sering makan mie instan buatannya sendiri.Mbok Hilda adalah perempuan kedua setelah Maminya yang sangat Davian hormati. Usianya sudah empat puluh lima tahun. Kata Papinya, Mbok Hilda sudah bekerja sebagai asisten rumah tangga yang sesekali merangkap sebagai baby sitter untuk keluarga Parviz selama tiga puluh satu tahun. Tepatnya Sejak Mbok Hilda berusia empat belas tahun, sebelum Daren dan Davian lahir.Davian sangat menyukai masakan Mbo

  • Bad Love   Tak Ada Habisnya

    " Mbak Tiffany, ini makanan pesanan Mas Davi. Belinya di Resto Saung-Saungan. Saya lihat sendiri proses masaknya. Bersih." Raka memberikan paper bag bermotif batik sembari menjelaskan menu yang ia bawa secara rinci kepada Tiffany, " Mas Davinya jangan lupa dikasih tahu ya." Mendengar Raka menjelaskan begitu, Tiffany jadi bingung sendiri. Ia saja tidak ingat Raka membeli ini di mana tadi? " Mbak, saya pergi ya." Tiffany mengangguk, " Makasih ya Pak Raka." " Nggak usah panggil Pak. Saya masih dua puluh lima tahun!" Tiffany mengerutkan kening. Apa urusannya dengan dia jika sopir Davian masih berusia dua puluh lima tahun? Tiffany bahkan tak tanya soal itu kepadanya. Mengaba

  • Bad Love   Pertengkaran

    " Tiffany, besok pagi rekap meeting tadi siang taruh di atas meja saya ya." Tiffany baru selesai mandi. Kini ia merebahkan tubuh di atas ranjangnya yang tak terlalu besar. Suara di telepon itu membuat Tiffany kesal sendiri. Lelaki itu menghubunginya di luar jam kerja begini hanya untuk memberinya pesan tak berguna macam itu! Memangnya tidak bisa besok lagi? Apakah delapan jam kerja mereka masih kurang sehingga harus mengganggu jam istirahat begini. Tiba-tiba, Tiffany mendengar suara pintu apartemennya dibuka seseorang. Sadar telah menghubungi adik laki-lakinya untuk datang ke tempat tinggal mereka, kini Tiffany mengubah posisinya menjadi duduk. Pintu kamarnya dibuka. Menampakkan sosok lelaki jangkung masih memakai seragam putih abu-abu dan kemejanya tak dimasukkan ke dalam

  • Bad Love   Tak Biasa

    Ada dua hal yang membuat Davian terlambat sampai kantor pagi ini. Pertama, karena ia tidur sangat nyenyak sekali semalaman. Yang terakhir karena Papinya ke luar kota semenjak kemarin sore, sebelum Davian pulang dari kantor. Untuk alasan kedua jelas Davian sangat senang sekali. Keadaannya sudah lumayan lebih baik daripada kemarin. Davian merasa suhunya tak setinggi kemarin. Hanya saja suara khas orang pilek lumayan kedengaran sangat parah, dan tenggorokannya benar-benar radang. Dasar, penyakit! menggangu orang hidup saja. Memasuki ruangannya, ia mendapati Tiffany sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya. Perempuan itu menoleh, menyadari dirinya baru datang. Tiffany memaksakan seulas senyum, membuat Davian sedikit heran. Selama tiga hari saling kenal, tidak biasanya Tiffany bertingkah macam itu pagi-pagi begini.

  • Bad Love   Lelaki Beraroma Surga

    " Tolong!!!"" Tolong!!!"" Tolong!!!"Tiffany melepas wedges-nya, berlari sejauh mungkin dari tempat sepi ini untuk menghindari lelaki tua terkutuk yang akan melakukan tindakan asusila kepadanya. Menoleh, lelaki tua itu masih mengejarnya dan mengucap sumpah-serapah yang tak enak didengar telinga orang tuli sekali pun." Tolong!!!"Tiffany masih tak menyerah untuk kabur. Tak menyerah juga untuk berteriak minta tolong, meski jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari dan jalanan yang ia lalui sangat sepi. Jika tak ada manusia, Tiffany berharap hantu pun tak apa-apa jika mau menolongnya. Tetapi, sepertinya Tiffany tak melihat apapun. Hanya jalanan tak berujung dan kios-kios ya

  • Bad Love   Di Tengah Kemacetan Jakarta

    " Dav, kamu ganteng loh."Davian tersedak susu hangat yang baru saja akan mengaliri tenggorokannya. Setelah mendengar Sherly memujinya secara tak biasa, susu itu justru lari ke pangkal hidung, membuat bagian atas hidungnya sedikit sakit." Duh... pelan-pelan dong Davian," Sherly meraih tisu dan berniat mengelap mulut Davian. Namun, tangannya segera ditepis oleh Davian agak kasar, tapi perempuan dua puluh delapan tahun itu hanya menggelengkan kepala melihat perilaku tidak sopan anak tirinya yang angkuh. " Biar Mami buatin lagi susunya," Sherly berdiri, bergegas menuju dapur untuk membuatkan susu yang baru.Lelaki itu mengangkat sebelah alisnya dan geli sendiri mendengar Sherly menyebutkan dirinya sebagai 'Mami' kepada Davian, padahal perempuan itu hanya berusia setahun lebih tu

Bab terbaru

  • Bad Love   Tak Biasa

    Ada dua hal yang membuat Davian terlambat sampai kantor pagi ini. Pertama, karena ia tidur sangat nyenyak sekali semalaman. Yang terakhir karena Papinya ke luar kota semenjak kemarin sore, sebelum Davian pulang dari kantor. Untuk alasan kedua jelas Davian sangat senang sekali. Keadaannya sudah lumayan lebih baik daripada kemarin. Davian merasa suhunya tak setinggi kemarin. Hanya saja suara khas orang pilek lumayan kedengaran sangat parah, dan tenggorokannya benar-benar radang. Dasar, penyakit! menggangu orang hidup saja. Memasuki ruangannya, ia mendapati Tiffany sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya. Perempuan itu menoleh, menyadari dirinya baru datang. Tiffany memaksakan seulas senyum, membuat Davian sedikit heran. Selama tiga hari saling kenal, tidak biasanya Tiffany bertingkah macam itu pagi-pagi begini.

  • Bad Love   Pertengkaran

    " Tiffany, besok pagi rekap meeting tadi siang taruh di atas meja saya ya." Tiffany baru selesai mandi. Kini ia merebahkan tubuh di atas ranjangnya yang tak terlalu besar. Suara di telepon itu membuat Tiffany kesal sendiri. Lelaki itu menghubunginya di luar jam kerja begini hanya untuk memberinya pesan tak berguna macam itu! Memangnya tidak bisa besok lagi? Apakah delapan jam kerja mereka masih kurang sehingga harus mengganggu jam istirahat begini. Tiba-tiba, Tiffany mendengar suara pintu apartemennya dibuka seseorang. Sadar telah menghubungi adik laki-lakinya untuk datang ke tempat tinggal mereka, kini Tiffany mengubah posisinya menjadi duduk. Pintu kamarnya dibuka. Menampakkan sosok lelaki jangkung masih memakai seragam putih abu-abu dan kemejanya tak dimasukkan ke dalam

  • Bad Love   Tak Ada Habisnya

    " Mbak Tiffany, ini makanan pesanan Mas Davi. Belinya di Resto Saung-Saungan. Saya lihat sendiri proses masaknya. Bersih." Raka memberikan paper bag bermotif batik sembari menjelaskan menu yang ia bawa secara rinci kepada Tiffany, " Mas Davinya jangan lupa dikasih tahu ya." Mendengar Raka menjelaskan begitu, Tiffany jadi bingung sendiri. Ia saja tidak ingat Raka membeli ini di mana tadi? " Mbak, saya pergi ya." Tiffany mengangguk, " Makasih ya Pak Raka." " Nggak usah panggil Pak. Saya masih dua puluh lima tahun!" Tiffany mengerutkan kening. Apa urusannya dengan dia jika sopir Davian masih berusia dua puluh lima tahun? Tiffany bahkan tak tanya soal itu kepadanya. Mengaba

  • Bad Love   Gejala Tifus

    Davian merasakan tubuhnya panas dingin sejak semalam. Mengingat kondisi tubuhnya sedang tidak fit, Dokter di klinik menganjurkannya untuk istirahat tiga hari. Diagnosanya adalah gejala tifus karena Davian sering telat makan dan banyak kegiatan yang menguras tenaga serta pikiran. Tapi, bagi Davian penyebab utamanya adalah karena Mbok Hilda terlalu betah di kampung halaman, sehingga Davian lebih sering makan mie instan buatannya sendiri.Mbok Hilda adalah perempuan kedua setelah Maminya yang sangat Davian hormati. Usianya sudah empat puluh lima tahun. Kata Papinya, Mbok Hilda sudah bekerja sebagai asisten rumah tangga yang sesekali merangkap sebagai baby sitter untuk keluarga Parviz selama tiga puluh satu tahun. Tepatnya Sejak Mbok Hilda berusia empat belas tahun, sebelum Daren dan Davian lahir.Davian sangat menyukai masakan Mbo

  • Bad Love   Rekapitulasi Bulanan

    Sudah pagi lagi. Tiffany harus bekerja lagi. Ini adalah hari keduanya bekerja sebagai sekretaris Davian yang sok kuat.Tiffany ingat bagaimana kondisi lelaki itu kemarin. Sebelum lelaki bernama Raka berlari-lari kecil menghampiri mereka dan Davian muntah, mengenai kemeja lengan pendek yang dipakai oleh sopirnya.Mengingat hal menjijikan itu, membuat Tiffany tak bisa membendung rasa senang jika Davian tak masuk kerja hari ini. Paling tidak, ia bisa santai-santai setelah membereskan dokumen-dokumen seperti yang diinstruksikan lelaki itu kemarin.Membuka pintu, Tiffany melotot. Mendapati Davian sudah stand by di tempatnya. Outfit-nya terlihat lebih kasual karena Davian memakai hoodie tebal. Wajahnya pucat pasi. Matanya memejam, tapi Tiffany dapat melihat bagian

  • Bad Love   Telepon Dari Mantan Karyawan

    " Bapak yakin nggak apa-apa?"Davian melirik perempuan cerewet di mejanya. Sudah berapa kali sejak tadi pagi dia bertanya seperti itu. Sampai-sampai Davian bosan mendengar suaranya dan juga melihat wajahnya." Harus berapa kali lagi yang bilang kalau saya baik-baik saja?"Tiffany tampak terkejut dengan respon Davian kali ini. Membuat Davian jadi geli sendiri melihat perempuan di dekat jendela itu menundukkan kepala dalam-dalam dan memilih diam. Tak menanggapinya lagi.Bagus deh. Setidaknya, di jam mendekati pulang kantor begini ia bisa sedikit tenang. Apalagi hari ini bisa dibilang hari tenang baginya. Tak ada rapat dan pertemuan di luar. Dengan begitu, Davian bisa pulang cepat. Jarang-jarang juga ia punya banyak waktu luang begini.

  • Bad Love   Problematika Hidup

    " San, titip absen ya."Panggilan diakhiri oleh Tiffany. Perempuan itu mengatur napas sebelum masuk ke ruangan di depannya. Ruangan tempatnya mulai bekerja hari ini. Bersama Direktur muda AMJ yang parfumnya memabukkan.Tiffany mengetuk pintu, dua kali. Tak ada jawaban apa pun. Diliriknya jam yang melingkar di tangannya, masih jam setengah sembilan. Pasti atasannya belum datang. Membuka pintu, Tiffany melongo melihat Davian tidur pulas dengan mulut terbuka.Perempuan itu menutup pintu di belakangnya. Berjalan mendekat ke arah Davian yang sedang terlelap. Ia berdiri di sebelah kursi Davian. Mengamati setiap inci wajah lelaki itu dengan seksama." Ganteng sih. Tapi... jutek!" komentar perempuan itu pelan sekali. Namun cepat-cepat Tiffany

  • Bad Love   Pertanyaan Kapan Menikah

    Davian baru saja bangun tidur. Ia memijit pangkal hidungnya yang agak sakit. Bukan karena susunya salah jalur lagi, kali ini Davian merasa akan lebih parah dari itu keadaannya jika tak segera ditangani.Tapi, Davian bukanlah lelaki manja yang sedikit-sedikit harus ke dokter. Tentu saja. Davian sangat tidak menyukai aroma rumah sakit dan bau obat yang menyengat karena pernah membuatnya mual-mual tak enak perut." Davi! Ayo sarapan!"Itu suara Papinya, teriak-teriak, berbarengan dengan ketukan di pintu kamar. Davian bertanya-tanya dalam hati, sejak kapan Papinya pulang dari Jerman? Mengingat terakhir kali berbincang, Papinya bilang akan mengurus Investor baru di sana, dan tinggal selama seminggu. Ini bahkan baru tiga hari dan Papinya sudah kembali!

  • Bad Love   Wawancara Kerja

    " Bapak serius?" Perempuan itu masih ngos-ngosan. Dadanya naik turun dan seluruh tubuhnya banjir keringat. Bahkan, ruangan dengan suhu sembilan belas derajat celcius tempat dimana Tiffany duduk, masih belum membuat keringatnya mengering. " Kamu pikir muka saya kelihatan bercanda?" Tiffany kaget. Mendengar lelaki yang mengaku sebagai HRD di perusahaan tempatnya melamar kerja meninggikan intonasi suara. Lelaki yang tadi memperkenalkan diri sebagai Feri kemudian menunduk. Mungkin merasa bersalah karena telah bersikap tidak sopan kepada karyawan baru di tempatnya bekerja. Syukurlah jika memang begitu. Ck, galak amat! " Jadi saya diterima, Pak?" masih tidak percaya

DMCA.com Protection Status