Sebuah mobil sport berwarna ungu berhenti di depan gerbang sebuah SMA favorit di kota itu. Sang supir kemudian membukakan pintu mobil untuk majikannya.
Setelah pintu mobil terbuka, keluarlah seorang siswi berpenampilan rapi dari dalam mobil sport berwarna ungu tersebut.
Siswi itu memakai seragam putih abu. Baju dan juga roknya menjulur panjang dan juga tidak ketat sama sekali. Berbeda dengan kebanyakan siswi yang sengaja memakai seragam yang serba ketat untuk mempertontonkan kemolekan tubuh mereka.
Siswi ini benar-benar terlihat seperti murid teladan. Salah. Bukan seperti. Lebih tepatnya, siswi ini memang murid teladan. Ia selalu mendapatkan ranking pertama di kelasnya. Ia juga pernah mendapat predikat murid terbaik diantara semua siswa.
Rambut sebahu siswi itu diikat satu ke belakang dengan memakai ikat rambut kecil berwarna hitam. Terlihat sangat simpel namun elegan.
Ia memakai sepatu hitam yang terlihat sangat bersih disertai dengan kaus kaki putih. Sepatunya terlihat biasa saja, namun sebenarnya harganya tidak terduga.
Begitu pula dengan tas gendong miliknya. Terlihat biasa, namun semua orang tahu bahwa tas itu mahal harganya.
Alyada Kirania Putri—itulah namanya, biasa di panggil Kiran oleh orang-orang di sekitarnya.
Kiran melangkahkan kakinya menuju kelas barunya. Ini adalah hari pertama Kiran duduk di bangku kelas dua belas.
Semua mata tertuju pada Kiran. Berbagai tatapan ia dapatkan dari para siswa dan siswi yang dilewatinya. Kebanyakan dari mereka menatap kagum sekaligus iri pada Kiran. Namun, lebih banyak lagi murid yang membenci Kiran.
Kiran memiliki sikap angkuh yang membuat orang-orang tidak menyukainya. Tapi Kiran tidak pernah memperdulikannya. Ia selalu mengangkat dagu di hadapan orang-orang yang ditemuinya. Dan ia selalu merasa bangga dengan dirinya.
Semua murid memperhatikan Kiran yang baru saja masuk ke dalam kelas yang bertuliskan Kelas XII A.
Kiran kemudian berhenti di hadapan seorang siswi yang sedang asyik membaca di bangku paling depan.
Kiran melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku akan duduk di sini," ucap Kiran santai.
Tanpa banyak bicara, siswi itu langsung pindah dari tempat duduknya.
Murid-murid semakin kesal melihat tingkah Kiran yang seenaknya, terutama kaum hawa. Mereka merasa jengkel dengan Kiran yang bertingkah seperti seorang penguasa.
Kiran pun duduk di kursinya tanpa merasa bersalah dengan apa yang telah diperbuatnya. Ia juga tahu bahwa teman-temannya akan menggunjing dirinya di belakangnya. Tapi Kiran tidak perduli. Baginya, mereka hanyalah orang-orang tidak penting yang iri pada dirinya.
"Lihatlah tingkahnya. Dari dulu, aku tidak pernah menyukainya. Bahkan aku saja lebih cantik darinya, hanya saja dia beruntung karena terlahir dari keluarga kaya," ucap seorang siswi yang duduk di belakang kepada teman sebangkunya. Siswi itu bernama Fira.
"Benar. Aku merasa seperti di neraka karena harus sekelas dengannya. Dia pasti akan bersikap seenaknya pada kita," balas Rasti sambil mendelik tak suka pada Kiran.
Kiran tiba-tiba berbalik ke belakang. Fira dan Rasti yang kaget langsung memalingkan wajah mereka. Mereka takut Kiran mendengar apa yang telah mereka katakan.
Kiran tersenyum sambil melihat ke arah mereka berdua. "Hey, kalian!" ucap Kiran pada Fira dan juga Rasti.
Kedua siswi itu melihat Kiran takut-takut. "Kenapa?" Fira memberanikan diri untuk menjawab Kiran.
"Pulpen milikku jatuh," ucap Kiran sambil melirik pulpennya yang tergeletak di bawah meja. "Bisa tolong ambilkan untukku," pinta Kiran sambil tersenyum manis pada mereka berdua.
Tanpa pikir panjang, Rasti segera berdiri untuk mengambilkan pulpen milik Kiran, namun Fira berusaha menghentikannya.
"Jangan. Jangan mau disuruh-suruh olehnya," ucap Fira dengan suara pelan.
Rasti tidak mendengarkan ucapan Fira. Ia tetap mengambilkan pulpen milik Kiran karena takut.
"Terimakasih," ucap Kiran setelah Rasti mengambilkan pulpen untuknya.
Kiran mendengar dengan jelas bagaimana Fira dan juga Rasti menjelekkan dirinya barusan, meskipun mereka berbicara dengan pelan. Telinga Kiran cukup tajam untuk mendengarkan semuanya.
Kiran sengaja melakukan itu sebagai balasan. Ia ingin mereka berdua tahu dimana posisi mereka dan Kiran merasa, mereka tidak berhak menjelek-jelekkan dirinya.
Setelah mengambilkan pulpen Kiran, Rasti segera kembali ke tempat duduknya.
"Kenapa kau mau saja sih?" protes Fira.
"Sudahlah. Kau tahu sendiri bagaimana Kiran. Apa kau tidak ingat nasib Desi setelah menentang Kiran?" ucap Rasti.
Sewaktu mereka duduk di kelas sepuluh, seorang siswi bernama Desi pernah bertengkar hebat dengan Kiran. Tidak ada yang tahu secara spesifik apa permasalahan yang terjadi di antara Desi dan Kiran. Yang jelas, setelah kejadian itu Desi langsung dikeluarkan dari sekolah.
"Tapi dia akan semakin bertindak sesukanya," ucap Fira dengan wajah kesal.
Rasti mengangguk lemah. "Kau benar. Habislah kita …" ucap Rasti sambil sedikit memanyunkan bibirnya.
"Tunggu! Sepertinya … itu tidak akan terjadi," ucap Fira tiba-tiba.
Rasti menoleh pada temannya tersebut. "Hah?" tanya Rasti tak mengerti.
"Lihatlah kesana," ucap Fira dengan senyuman yang merekah di bibirnya.
Rasti kemudian menengok ke arah pandangan Fira.
Di ambang pintu sana, datang dua orang siswa tampan yang paling ditakuti di sekolah ini. Mereka berdua merupakan preman sekolah ini.
Kevin Clavinova, itulah namanya. Dia adalah siswa tampan dan berprestasi yang digilai para siswi. Selain berprestasi, Kevin juga merupakan preman sekolah ini. Aneh, bukan? Tapi itulah kenyatannya.
Kevin mempunyai dua sahabat dekat bernama Rendra Aditya dan Yuda Ferdian. Saat ini, yang sedang berjalan di sampingnya adalah Rendra. Sementara Yuda, entahlah. Hari ini mereka tidak berangkat bersama.
Hanya ada satu orang di sekolah ini yang tidak takut pada Kevin Clavinova dan teman-temannya. Orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah seorang Alyada Kirania Putri alias Kiran.
Semua orang di sekolah tahu bahwa hubungan Kevin dan Kiran tidak pernah baik. Mereka selalu bersaing dalam hal apapun, terutama dalam bidang akademik.
Kiran dan Kevin setiap tahun bergiliran mendapatkan predikat murid terbaik di sekolah ini. Tahun ini, entah siapa yang akan mendapatkan predikat tersebut.
"Waw, singa dan harimau berada di kandang yang sama tahun ini," ucap Rendra ketika melihat Kiran berada di kelas yang sama dengan mereka.
Kevin tidak menggubris ucapan Rendra. Ia tetap berjalan dengan santai menuju bangku di pojok belakang dekat jendela.
"Vin, tahun ini kau sekelas dengan singa betina itu," ucap Rendra ketika mereka baru saja duduk di kursi mereka.
Rendra mengucapkan kata-kata itu dengan nada tidak suka. Tidak tanggung-tanggung, Rendra mengucapkannya dengan suara yang lantang, sehingga semua orang yang ada di kelas bisa mendengarnya. Termasuk Kiran.
Kevin melirik sekilas pada Kiran yang masih duduk dengan tenang sambil membaca bukunya. "Aku tidak perduli. Sebenarnya bukan hanya aku yang sekelas dengannya, tapi kau juga, bodoh!" ucap Kevin acuh tak acuh.
"Ah, benar! Sial sekali tahun ini. Kenapa aku harus sekelas dengan wanita mengerikan itu?" ucap Rendra lagi.
Kiran berbalik ke belakang dan menatap Rendra dengan tatapan tajam. Ia tahu, Rendra sedang menyindir dirinya.
Rendra yang ditatap seperti itu seketika bungkam. Tatapan Kiran benar-benar mematikan.
"Kenapa? Kau takut padaku? Aku memang seekor singa betina. Aku bukan seekor kucing yang berpura-pura bersikap manis, tapi dia sering menyakiti orang dengan cakarannya," tutur Kiran sambil menunjukkan seringainya di akhir kata.
Setelah mengatakan itu, Kiran pun kembali membaca bukunya dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
"Astaga! Jantungku hampir copot melihat tatapannya," ucap Rendra sambil menatap Kiran dengan tatapan ngeri.
"Yuda! Dewi! Kenapa kalian ke sini?" tanya Rendra pada sepasang sejoli yang baru saja masuk ke dalam kelas mereka.Selain menjadi sahabat Kevin, Yuda juga merupakan sahabat Dewi sejak mereka duduk di bangku SMP.Dewi sendiri merupakan kekasih dari Kevin. Namanya sangat cocok dengan wajahnya. Selain terkenal dengan kecantikannya, Dewi juga terkenal dengan kebaikan hatinya. Itulah yang membuat Kevin jatuh cinta padanya.Tapi yang membuat semua orang heran adalah Yuda. Kenapa? Karena Yuda bisa berpacaran dengan Kiran yang notabene adalah musuh bebuyutan sahabatnya—Kevin.Kiran sendiri adalah gadis yang jelas-jelas sangat sulit untuk di dekati. Tidak ada satu pria pun yang berhasil mendekati Kiran selain Yuda. Entah bagaimana caranya. Bahkan seorang Kevin pun tidak mampu membuat Kiran tunduk patuh seperti yang lainnya.
Kiran, Kevin, Yuda, Dewi dan juga Rendra duduk di satu meja yang sama di kantin.Ini adalah pertama kalinya Kiran dan Kevin duduk di satu meja yang sama di kantin selama mereka sekolah di sini.Waktu makan di kantin dibagi menjadi beberapa waktu. Sebelum-sebelumnya, Kiran dan Kevin tidak pernah mendapatkan giliran makan pada waktu yang sama. Tapi kali ini karena mereka satu kelas, tentu saja mereka mendapat giliran waktu yang sama.Semua orang dapat merasakan ketegangan yang terjadi antara Kevin dan Kiran. Sebenarnya Kevin dan Kiran tidak kenapa-kenapa. Hanya saja, entah bagaimana, suasana terasa sangat mencekam karena kebisuan mereka berdua. Hanya suara alat makan yang terdengar di antara mereka."Dua pasang kekasih sedang makan bersama. Seharusnya ini menjadi film roman. Kenapa malah jadi film menyeramkan?"
Bel tanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi. Para siswa dan siswi berhamburan keluar dari tempat yang memenjarakan mereka selama beberapa jam terakhir.Setelah semua orang keluar, barulah Kiran baru beranjak dari duduknya. "Ayo," ucap Kiran pada Dewi.Dewi pun ikut berdiri dan berjalan di belakang Kiran sambil membawa tas Kiran di tangan kirinya dan juga buku-buku yang Kiran pinjam dari perpustakaan di tangan kanannya.Kiran berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah, tempat sang sopir menjemput dirinya.Brak.Dewi tidak sengaja menjatuhkan buku-buku Kiran. Buku-buku itu memang cukup tebal, sehingga Dewi sedikit kesulitan untuk membawanya.Kiran langsung berbalik dan menatap tajam Dewi yang sedang memunguti buku-buku itu di
"Wah … sepertinya peperangan sudah dimulai," ucap Rendra sambil tersenyum penuh arti.Yuda yang mendengar perkataan Rendra langsung menggeplak pelan kepala Rendra dengan sebuah buku yang ada di tangannya."Aww, apa-apaan kau ini!" ucap Rendra tidak terima."Jangan memperburuk keadaan," ucap Yuda santai.Kiran benar-benar merasa dipermainkan. Ia tidak terima. Kiran kemudian menggebrak meja dengan sedikit keras, membuat suasana di kelas menjadi hening seketika.Sekarang, semua mata tertuju pada kedua aktor utama dalam pertikaian ini. Penonton sangat antusias melihat apa yang terjadi.Kiran melangkahkan kakinya mendekati Kevin. Suasana semakin tegang. Tatapan penuh intimidasi yang Kiran layangkan, sedikit pun tidak menggentarkan Kevin. Tatap
Kiran sudah berada di dalam mobil sekarang. Wajah Kiran terlihat begitu tenang, namun tangannya masih saja gemetaran."Nona! Kita sudah sampai," ucap pak Hakim—supir yang biasa mengantar jemput Kiran.Sepertinya Kiran terlalu asyik dengan lamunannya, sampai-sampai Kiran tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan rumahnya."Nona!" Pak Hakim kembali memanggil Kiran, namun Kiran masih tidak menyahut juga.Pak Hakim pun menengok ke belakang. "Nona!" panggil pak Hakim sekali lagi sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kiran.Kiran pun akhirnya tersadar dari lamunannya."Maaf, Nona. Saya tidak sopan. Kita sudah sampai," ucap pak Hakim pada Kiran sambil meminta maaf.Kiran tidak merespon
Semua orang beralih menatap dasi yang Kevin pakai setelah Rendra berkata seperti itu.Ya. Rendra benar. Dasi yang dipakai Kevin terlihat lebih pendek daripada biasanya.Kevin melirik dasi yang ia pakai hari ini. "Oh … ini. Dasi yang kemarin tidak sengaja aku buang dan cuma ada dasi ini yang tersisa di tempatku," jawab Kevin sambil berjalan menuju bangku.Kevin memang hanya memiliki satu dasi, tidak seperti Kiran. Kevin berpikir, untuk apa beli banyak-banyak? Lagipula, jika ia butuh, ia hanya tinggal membelinya saja.Kiran memperhatikan dasi yang dipakai Kevin lamat-lamat ketika Kevin berjalan melewatinya. Kiran yakin, dasi yang dipakai oleh Kevin adalah dasi miliknya."Tapi jika dilihat-lihat … pakai dasi seperti itu keren juga," ucap Rendra dengan polosnya.
"Ppttt." Fira menahan tawa ketika Kiran terkena bola. "Ini sangat lucu. Ahahah," ucap Fira pelan sambil menahan tawa.Rasti menyikut Fira yang duduk bersebelahan dengannya. "Diamlah! Kalau dia tahu kita menertawakannya, habislah kita," bisik Rasti pada Fira.Fira pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil terus menahan tawa."Apa kau baik-baik saja?" tanya Yuda khawatir.Kiran sebenarnya ingin menangis—tapi ketika ia melihat sekeliling—semua orang sedang memperhatikannya. Tidak. Kiran tidak boleh menangis. Kiran tidak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang.Pandangan Kiran berhenti pada sosok pria yang menjadi penyebab ini semua, yaitu Kevin.Kevin yang menyadari Kiran sedang menatapnya malah t
Kiran dan rombongannya sudah berada di dekat apartemen Kevin. Kiran memang berbohong tentang Dewi agar ia bisa melakukan rencananya untuk balas dendam pada Kevin."Nona, kenapa kita ke sini?" tanya pak Hakim.Kiran tersenyum penuh arti. "Aku ingin Pak Hakim melakukan sesuatu untukku," jawab Kiran yang duduk di belakang bersama bi Siti dan juga bi Sumi.Bi Siti dan bi Sumi sendiri sudah hampir memasuki kepala empat. Bi Siti berusia tiga puluh tahun, sementara bi Sumi berusia tiga puluh tujuh tahun.Bi Siti dan bi Sumi sudah bekerja sangat lama dengan keluarga Kiran. Sejak kecil, Kiran selalu di asuh oleh mereka berdua. Jadi, Kiran sangat dekat dengan mereka."Melakukan sesuatu?" tanya pak Hakim belum mengerti."Aku ingi
"Sayang … apa kamu yakin akan masuk hari ini?" tanya Rima pada Kiran ketika mereka sedang sarapan.Kiran menganggukan kepalanya. "Iya, Ma. Lagipula masa skorsing ku sudah berakhir.""Bagaimana luka di kepalamu? Apa sudah tidak sakit lagi?" tanya Rima khawatir."Iya. Mama tenang saja. Dokter kan sudah bilang kalau ini hanya luka luar dan tidak berbahaya," jawab Kiran."Oh ya, Ma. Ayah kemana?" tanya Kiran yang tidak menemukan ayahnya di meja makan."Ayah ada urusan mendadak. Jadi dia sudah pergi sejak tadi.""Oh … padahal hari ini aku ingin berangkat bersama ayah ….""Permisi, Non. Kata pak satpam, ada yang menjemput Non Kiran di depan," ucap bi Siti.
Kevin, Rendra dan juga Dewi kembali ke kelas mereka. Perhatian semua orang di kelas tertuju pada mereka bertiga."Lihat! Kenapa mereka cuma datang bertiga? Pasti ada yang tidak beres," ucap Fira pada Rasti.Rasti hanya diam. Sebenarnya ia tahu masalahnya. Tapi ia memilih untuk diam. Rasti rasa, ia tidak berhak untuk ikut campur dengan persoalan mereka."Kalian darimana saja?" tanya Yuda penasaran karena mereka bertiga melewatkan jam pelajaran pertama."Kita abis ngeberesin si biang masalah," jawab Rendra sambil duduk di kursinya.Sementara itu, Dewi hanya bisa menundukkan wajahnya di tempatnya."Ngeberesin si biang masalah? Kiran maksudnya?" tebak Yuda. "Memangnya ada apa? Terus Kirannya mana?" tanya Yuda yang tak meli
Kiran turun dari dalam mobil mewahnya. Ia segera pergi menuju kelas dengan langkah sedikit terburu-buru."Dewi, ikut aku!" ucap Kiran dari ambang pintu.Semua orang yang ada di kelas merasa penasaran karena Kiran menyuruh Dewi untuk mengikutinya. Mereka semua mencoba menerka-nerkaDewi pun menghampiri Kiran dan berjalan mengikutinya di belakang."Kita mau ke mana?" tanya Dewi."Ikut saja," jawab Kiran singkat.Rasti yang baru saja sampai ke sekolah tanpa sengaja melihat mereka berdua."Mereka mau ke mana? Kelihatannya sangat buru-buru," gumam Rasti.Rasti terlihat berpikir. "Ah, sudahlah. Bukan urusanku juga."
Kiran dan rombongannya sudah berada di dekat apartemen Kevin. Kiran memang berbohong tentang Dewi agar ia bisa melakukan rencananya untuk balas dendam pada Kevin."Nona, kenapa kita ke sini?" tanya pak Hakim.Kiran tersenyum penuh arti. "Aku ingin Pak Hakim melakukan sesuatu untukku," jawab Kiran yang duduk di belakang bersama bi Siti dan juga bi Sumi.Bi Siti dan bi Sumi sendiri sudah hampir memasuki kepala empat. Bi Siti berusia tiga puluh tahun, sementara bi Sumi berusia tiga puluh tujuh tahun.Bi Siti dan bi Sumi sudah bekerja sangat lama dengan keluarga Kiran. Sejak kecil, Kiran selalu di asuh oleh mereka berdua. Jadi, Kiran sangat dekat dengan mereka."Melakukan sesuatu?" tanya pak Hakim belum mengerti."Aku ingi
"Ppttt." Fira menahan tawa ketika Kiran terkena bola. "Ini sangat lucu. Ahahah," ucap Fira pelan sambil menahan tawa.Rasti menyikut Fira yang duduk bersebelahan dengannya. "Diamlah! Kalau dia tahu kita menertawakannya, habislah kita," bisik Rasti pada Fira.Fira pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil terus menahan tawa."Apa kau baik-baik saja?" tanya Yuda khawatir.Kiran sebenarnya ingin menangis—tapi ketika ia melihat sekeliling—semua orang sedang memperhatikannya. Tidak. Kiran tidak boleh menangis. Kiran tidak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang.Pandangan Kiran berhenti pada sosok pria yang menjadi penyebab ini semua, yaitu Kevin.Kevin yang menyadari Kiran sedang menatapnya malah t
Semua orang beralih menatap dasi yang Kevin pakai setelah Rendra berkata seperti itu.Ya. Rendra benar. Dasi yang dipakai Kevin terlihat lebih pendek daripada biasanya.Kevin melirik dasi yang ia pakai hari ini. "Oh … ini. Dasi yang kemarin tidak sengaja aku buang dan cuma ada dasi ini yang tersisa di tempatku," jawab Kevin sambil berjalan menuju bangku.Kevin memang hanya memiliki satu dasi, tidak seperti Kiran. Kevin berpikir, untuk apa beli banyak-banyak? Lagipula, jika ia butuh, ia hanya tinggal membelinya saja.Kiran memperhatikan dasi yang dipakai Kevin lamat-lamat ketika Kevin berjalan melewatinya. Kiran yakin, dasi yang dipakai oleh Kevin adalah dasi miliknya."Tapi jika dilihat-lihat … pakai dasi seperti itu keren juga," ucap Rendra dengan polosnya.
Kiran sudah berada di dalam mobil sekarang. Wajah Kiran terlihat begitu tenang, namun tangannya masih saja gemetaran."Nona! Kita sudah sampai," ucap pak Hakim—supir yang biasa mengantar jemput Kiran.Sepertinya Kiran terlalu asyik dengan lamunannya, sampai-sampai Kiran tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan rumahnya."Nona!" Pak Hakim kembali memanggil Kiran, namun Kiran masih tidak menyahut juga.Pak Hakim pun menengok ke belakang. "Nona!" panggil pak Hakim sekali lagi sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kiran.Kiran pun akhirnya tersadar dari lamunannya."Maaf, Nona. Saya tidak sopan. Kita sudah sampai," ucap pak Hakim pada Kiran sambil meminta maaf.Kiran tidak merespon
"Wah … sepertinya peperangan sudah dimulai," ucap Rendra sambil tersenyum penuh arti.Yuda yang mendengar perkataan Rendra langsung menggeplak pelan kepala Rendra dengan sebuah buku yang ada di tangannya."Aww, apa-apaan kau ini!" ucap Rendra tidak terima."Jangan memperburuk keadaan," ucap Yuda santai.Kiran benar-benar merasa dipermainkan. Ia tidak terima. Kiran kemudian menggebrak meja dengan sedikit keras, membuat suasana di kelas menjadi hening seketika.Sekarang, semua mata tertuju pada kedua aktor utama dalam pertikaian ini. Penonton sangat antusias melihat apa yang terjadi.Kiran melangkahkan kakinya mendekati Kevin. Suasana semakin tegang. Tatapan penuh intimidasi yang Kiran layangkan, sedikit pun tidak menggentarkan Kevin. Tatap
Bel tanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi. Para siswa dan siswi berhamburan keluar dari tempat yang memenjarakan mereka selama beberapa jam terakhir.Setelah semua orang keluar, barulah Kiran baru beranjak dari duduknya. "Ayo," ucap Kiran pada Dewi.Dewi pun ikut berdiri dan berjalan di belakang Kiran sambil membawa tas Kiran di tangan kirinya dan juga buku-buku yang Kiran pinjam dari perpustakaan di tangan kanannya.Kiran berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah, tempat sang sopir menjemput dirinya.Brak.Dewi tidak sengaja menjatuhkan buku-buku Kiran. Buku-buku itu memang cukup tebal, sehingga Dewi sedikit kesulitan untuk membawanya.Kiran langsung berbalik dan menatap tajam Dewi yang sedang memunguti buku-buku itu di