"Wah … sepertinya peperangan sudah dimulai," ucap Rendra sambil tersenyum penuh arti.
Yuda yang mendengar perkataan Rendra langsung menggeplak pelan kepala Rendra dengan sebuah buku yang ada di tangannya.
"Aww, apa-apaan kau ini!" ucap Rendra tidak terima.
"Jangan memperburuk keadaan," ucap Yuda santai.
Kiran benar-benar merasa dipermainkan. Ia tidak terima. Kiran kemudian menggebrak meja dengan sedikit keras, membuat suasana di kelas menjadi hening seketika.
Sekarang, semua mata tertuju pada kedua aktor utama dalam pertikaian ini. Penonton sangat antusias melihat apa yang terjadi.
Kiran melangkahkan kakinya mendekati Kevin. Suasana semakin tegang. Tatapan penuh intimidasi yang Kiran layangkan, sedikit pun tidak menggentarkan Kevin. Tatapan Kiran tidak berpengaruh apa-apa bagi Kevin.
Jika yang ditatap adalah orang lain, maka dapat dipastikan, orang yang ditatap itu akan gentar atau bahkan kehilangan nyalinya.
Kevin yang ditatap seperti itu oleh Kiran hanya berdiri santai di tempatnya sambil tersenyum kecil. Kevin merasa senang melihat Kiran yang biasanya tenang, sekarang terlihat mati-matian menahan amarahnya.
Mereka berdua terus bertatapan, sampai akhirnya, Kiran berhenti tepat di hadapan Kevin.
"Katakan di mana tasku?!" ucap Kiran.
"Ditempatnya," jawab Kevin sambil tersenyum culas.
"Wah … ini makin seru," gumam Rendra yang masih bisa di dengar oleh Yuda. "Singa betina itu memang harus diberi pelajaran."
Yuda hanya bisa menggeleng pelan mendengar perkataan sahabatnya yang menurut Yuda sangat kekanakkan.
"Kau lihat! Sudah aku bilang, Kiran tidak bisa bertindak semena-mena lagi sekarang," bisik Fira pada Rasti dengan senyum penuh kemenangan.
Fira benar-benar senang karena ada orang yang mampu mengalahkan seorang Kiran.
"Ah … sepertinya kau memang benar," balas Rasti.
Kiran benar-benar merasa kesal, apalagi ketika melihat senyum kemenangan di wajah Kevin. Senyuman itu benar-benar memuakkan dan mampu menginjak-injak harga diri seorang Kiran.
"Kenapa? Kau ingin marah? Marah saja," tantang Kevin.
Kiran membuang muka sambil mendengus. Dia memang sengaja ingin memancing amarahku, ucap Kiran dalam hati.
Kiran menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ia tidak mau lagi membuat masalah di tahun ketiganya ini. Ia harus menjaga reputasinya kali ini.
"Kenapa kau hanya diam? Apa kau tidak mau mencakarku seperti dulu?" ucap Kevin lagi, masih dengan seringainya.
Yuda yang melihat Kiran terpojok segera berdiri dan menghampiri mereka berdua.
"Aku akan mencari tasmu. Duduklah ke kursimu," ucap Yuda pada Kiran.
Kiran menoleh pada Yuda yang berdiri di sampingnya. "Terimakasih," ucap Kiran singkat.
Setelah itu, Yuda pun segera pergi keluar untuk mencari tas milik Kiran.
Sementara Kiran, ia kembali duduk ke kursinya diikuti oleh Kevin di belakangnya.
Kevin berdiri di depan meja Kiran."Ini baru permulaan," ucap Kevin penuh kemenangan.
Kiran mengepalkan kedua tangannya di atas paha. Ia benar-benar merasa terhina.
Setelah mengatakan hal itu, Kevin pun segera berjalan ke tempat duduknya. Ia disambut dengan gembira oleh Rendra.
Hari ini, Kiran menyuruh sang sopir untuk menjemputnya di depan sebuah toko buku di dekat sekolahnya. Buku-buku miliknya sudah selesai ia baca semua. Oleh karena itu, Kiran ingin mencari buku yang menarik untuk ia baca.
Kiran tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia berbalik ke belakang. Seperti dugaannya
Ada perkelahian di sana. Satu lawan tiga.Tanpa pikir panjang, Kiran segera mengikuti keempat pria yang sedang berkelahi tersebut.
Bukan tanpa alasan Kiran mengikuti keempat pria tersebut. Kiran mengikuti mereka berempat karena salah satu pria yang sedang berkelahi itu tidak lain dan tidak bukan adalah Kevin—musuhnya. Dan Kiran yakin, ia bisa mendapatkan sesuatu yang menarik di sana.
Kevin ternyata membawa mereka bertiga ke sebuah tempat yang tidak terdapat CCTV di sana. Kiran akui, Kevin sangat cerdas. Ini adalah salah satu cara supaya tidak ada bukti perkelahian mereka.
Kiran berjalan semakin mendekat. Ia merekam perkelahian itu. Ketiga pria itu kalah telak oleh Kevin. Mereka mencoba melawan Kevin, tapi hanya satu pukulan yang berhasil mendarat pada Kevin. Ketiga pria itu benar-benar payah.
Kevin menghentikan aksinya ketika menyadari bahwa seseorang sedang merekam aksinya. Tanpa pikir panjang, ketiga pria tersebut langsung kabur dari sana ketika Kevin mengalihkan perhatiannya.
Kevin membiarkan ketiga pria itu pergi. Ia kemudian melangkah mendekat pada Kiran dan kemudian merebut handphone Kiran.
"Apa yang kau lakukan?! Kembalikan handphone milikku!" protes Kiran tidak terima.
Kevin tidak segera mengembalikan handphone Kiran. Ia terlihat mengotak-atik handphone milik Kiran. "Ini! Aku sudah menghapus vidionya."
Kiran mengecek handphonenya. Dan benar saja. Kevin telah menghapus vidio itu.
"Aku sudah tahu rencana licikmu. Kau akan mengadukanku pada orangtuaku, bukan?" ucap Kevin.
"Kalau iya, memangnya kenapa? Lagipula, aku hanya menunjukkan kebenaran!" balas Kiran.
"Sudahlah. Kau melakukan ini semua untuk balas dendam padaku, kan? Menyerah saja. Minta maaf pada Dewi dan aku tidak akan lagi mengganggumu," tawar Kevin.
"Kau mau tau jawabanku?" balas Kiran tenang.
Kiran kemudian secara tiba-tiba menarik dasi Kevin yang tidak dipakai dengan sempurna. Ia menariknya dan kemudian menjatuhkannya ke tanah. Setelah itu, ia menginjak-injak dasi itu dengan sepatunya kanannya.
"Itulah jawabanku. Apa kau mengerti?!" ucap Kiran.
Kevin hanya mendengus dan memalingkan wajahnya ketika melihat apa yang dilakukan oleh Kiran. "Benar-benar wanita angkuh."
Beberapa saat kemudian, Kevin secara tiba-tiba menyudutkan tubuh Kiran ke tembok. Kiran terkejut dan ia menjadi sedikit takut. Namun, Kiran berhasil menyembunyikan rasa takutnya.
Kevin meremas pundak Kiran dengan sedikit kuat dan itu membuat Kiran semakin takut.
Kevin tersenyum tipis. "Kau takut?" tanya Kevin ketika ia merasakan tubuh Kiran sedikit gemetar. Kevin juga dapat menangkap raut wajah Kiran yang sedikit panik.
"Untuk apa aku takut padamu, preman ingusan!" Kiran berusaha bersikap setenang mungkin di hadapan Kevin.
Kevin kembali mendengus mendengar ucapan Kiran. Kiran benar-benar wanita yang sangat angkuh. Seharusnya jika ia takut, ia memohon ampun. Bukannya malah menantang, pikir Kevin.
Tanpa aba-aba, Kevin meraih dasi Kiran dan mulai membuka ikatannya.
"Apa yang kau lakukan!" ucap Kiran sambil berusaha menghentikan tangan Kevin.
Kiran benar-benar takut saat ini. Tubuhnya semakin gemetar.
Kevin tak memperdulikan perkataan Kiran. Ia terus berusaha membuka dasi Kiran.
"Jika kau melakukan hal buruk padaku, aku tidak akan pernah mengampunimu. Aku jamin, aku akan menjebloskanmu ke penjara!" ancam Kiran.
Kevin akhirnya bisa melepaskan dasi Kiran. Ia kemudian sedikit mundur untuk memberi jarak antara dirinya dan Kiran.
"Wow. Ada apa ini? Aku melihat seorang Kiran yang sedang ketakutan," ejek Kevin ketika melihat Kiran yang benar-benar gemetar ketakutan.
Kiran mendelik tajam pada Kevin.
"Tenang saja. Aku hanya ingin mengambil ini," ucap Kevin sambil menunjukkan dasi Kiran yang ia pegang. "Apa kau pikir, aku akan menyentuhmu? Asal kau tahu, kau tidak semenarik itu," ucap Kevin dengan senyuman merendahkan.
"Kau mengambil dasiku dan aku mengambil dasimu. Ini setimpal," ucap Kevin.
Setelah mengatakan itu, Kevin pun pergi meninggalkan Kiran yang masih gemetaran.
Kiran sudah berada di dalam mobil sekarang. Wajah Kiran terlihat begitu tenang, namun tangannya masih saja gemetaran."Nona! Kita sudah sampai," ucap pak Hakim—supir yang biasa mengantar jemput Kiran.Sepertinya Kiran terlalu asyik dengan lamunannya, sampai-sampai Kiran tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan rumahnya."Nona!" Pak Hakim kembali memanggil Kiran, namun Kiran masih tidak menyahut juga.Pak Hakim pun menengok ke belakang. "Nona!" panggil pak Hakim sekali lagi sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kiran.Kiran pun akhirnya tersadar dari lamunannya."Maaf, Nona. Saya tidak sopan. Kita sudah sampai," ucap pak Hakim pada Kiran sambil meminta maaf.Kiran tidak merespon
Semua orang beralih menatap dasi yang Kevin pakai setelah Rendra berkata seperti itu.Ya. Rendra benar. Dasi yang dipakai Kevin terlihat lebih pendek daripada biasanya.Kevin melirik dasi yang ia pakai hari ini. "Oh … ini. Dasi yang kemarin tidak sengaja aku buang dan cuma ada dasi ini yang tersisa di tempatku," jawab Kevin sambil berjalan menuju bangku.Kevin memang hanya memiliki satu dasi, tidak seperti Kiran. Kevin berpikir, untuk apa beli banyak-banyak? Lagipula, jika ia butuh, ia hanya tinggal membelinya saja.Kiran memperhatikan dasi yang dipakai Kevin lamat-lamat ketika Kevin berjalan melewatinya. Kiran yakin, dasi yang dipakai oleh Kevin adalah dasi miliknya."Tapi jika dilihat-lihat … pakai dasi seperti itu keren juga," ucap Rendra dengan polosnya.
"Ppttt." Fira menahan tawa ketika Kiran terkena bola. "Ini sangat lucu. Ahahah," ucap Fira pelan sambil menahan tawa.Rasti menyikut Fira yang duduk bersebelahan dengannya. "Diamlah! Kalau dia tahu kita menertawakannya, habislah kita," bisik Rasti pada Fira.Fira pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil terus menahan tawa."Apa kau baik-baik saja?" tanya Yuda khawatir.Kiran sebenarnya ingin menangis—tapi ketika ia melihat sekeliling—semua orang sedang memperhatikannya. Tidak. Kiran tidak boleh menangis. Kiran tidak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang.Pandangan Kiran berhenti pada sosok pria yang menjadi penyebab ini semua, yaitu Kevin.Kevin yang menyadari Kiran sedang menatapnya malah t
Kiran dan rombongannya sudah berada di dekat apartemen Kevin. Kiran memang berbohong tentang Dewi agar ia bisa melakukan rencananya untuk balas dendam pada Kevin."Nona, kenapa kita ke sini?" tanya pak Hakim.Kiran tersenyum penuh arti. "Aku ingin Pak Hakim melakukan sesuatu untukku," jawab Kiran yang duduk di belakang bersama bi Siti dan juga bi Sumi.Bi Siti dan bi Sumi sendiri sudah hampir memasuki kepala empat. Bi Siti berusia tiga puluh tahun, sementara bi Sumi berusia tiga puluh tujuh tahun.Bi Siti dan bi Sumi sudah bekerja sangat lama dengan keluarga Kiran. Sejak kecil, Kiran selalu di asuh oleh mereka berdua. Jadi, Kiran sangat dekat dengan mereka."Melakukan sesuatu?" tanya pak Hakim belum mengerti."Aku ingi
Kiran turun dari dalam mobil mewahnya. Ia segera pergi menuju kelas dengan langkah sedikit terburu-buru."Dewi, ikut aku!" ucap Kiran dari ambang pintu.Semua orang yang ada di kelas merasa penasaran karena Kiran menyuruh Dewi untuk mengikutinya. Mereka semua mencoba menerka-nerkaDewi pun menghampiri Kiran dan berjalan mengikutinya di belakang."Kita mau ke mana?" tanya Dewi."Ikut saja," jawab Kiran singkat.Rasti yang baru saja sampai ke sekolah tanpa sengaja melihat mereka berdua."Mereka mau ke mana? Kelihatannya sangat buru-buru," gumam Rasti.Rasti terlihat berpikir. "Ah, sudahlah. Bukan urusanku juga."
Kevin, Rendra dan juga Dewi kembali ke kelas mereka. Perhatian semua orang di kelas tertuju pada mereka bertiga."Lihat! Kenapa mereka cuma datang bertiga? Pasti ada yang tidak beres," ucap Fira pada Rasti.Rasti hanya diam. Sebenarnya ia tahu masalahnya. Tapi ia memilih untuk diam. Rasti rasa, ia tidak berhak untuk ikut campur dengan persoalan mereka."Kalian darimana saja?" tanya Yuda penasaran karena mereka bertiga melewatkan jam pelajaran pertama."Kita abis ngeberesin si biang masalah," jawab Rendra sambil duduk di kursinya.Sementara itu, Dewi hanya bisa menundukkan wajahnya di tempatnya."Ngeberesin si biang masalah? Kiran maksudnya?" tebak Yuda. "Memangnya ada apa? Terus Kirannya mana?" tanya Yuda yang tak meli
"Sayang … apa kamu yakin akan masuk hari ini?" tanya Rima pada Kiran ketika mereka sedang sarapan.Kiran menganggukan kepalanya. "Iya, Ma. Lagipula masa skorsing ku sudah berakhir.""Bagaimana luka di kepalamu? Apa sudah tidak sakit lagi?" tanya Rima khawatir."Iya. Mama tenang saja. Dokter kan sudah bilang kalau ini hanya luka luar dan tidak berbahaya," jawab Kiran."Oh ya, Ma. Ayah kemana?" tanya Kiran yang tidak menemukan ayahnya di meja makan."Ayah ada urusan mendadak. Jadi dia sudah pergi sejak tadi.""Oh … padahal hari ini aku ingin berangkat bersama ayah ….""Permisi, Non. Kata pak satpam, ada yang menjemput Non Kiran di depan," ucap bi Siti.
Sebuah mobil sport berwarna ungu berhenti di depan gerbang sebuah SMA favorit di kota itu. Sang supir kemudian membukakan pintu mobil untuk majikannya.Setelah pintu mobil terbuka, keluarlah seorang siswi berpenampilan rapi dari dalam mobil sport berwarna ungu tersebut.Siswi itu memakai seragam putih abu. Baju dan juga roknya menjulur panjang dan juga tidak ketat sama sekali. Berbeda dengan kebanyakan siswi yang sengaja memakai seragam yang serba ketat untuk mempertontonkan kemolekan tubuh mereka.Siswi ini benar-benar terlihat seperti murid teladan. Salah. Bukan seperti. Lebih tepatnya, siswi ini memang murid teladan. Ia selalu mendapatkan ranking pertama di kelasnya. Ia juga pernah mendapat predikat murid terbaik diantara semua siswa.Rambut sebahu siswi itu diikat satu ke belakang dengan memakai ikat rambut kec
"Sayang … apa kamu yakin akan masuk hari ini?" tanya Rima pada Kiran ketika mereka sedang sarapan.Kiran menganggukan kepalanya. "Iya, Ma. Lagipula masa skorsing ku sudah berakhir.""Bagaimana luka di kepalamu? Apa sudah tidak sakit lagi?" tanya Rima khawatir."Iya. Mama tenang saja. Dokter kan sudah bilang kalau ini hanya luka luar dan tidak berbahaya," jawab Kiran."Oh ya, Ma. Ayah kemana?" tanya Kiran yang tidak menemukan ayahnya di meja makan."Ayah ada urusan mendadak. Jadi dia sudah pergi sejak tadi.""Oh … padahal hari ini aku ingin berangkat bersama ayah ….""Permisi, Non. Kata pak satpam, ada yang menjemput Non Kiran di depan," ucap bi Siti.
Kevin, Rendra dan juga Dewi kembali ke kelas mereka. Perhatian semua orang di kelas tertuju pada mereka bertiga."Lihat! Kenapa mereka cuma datang bertiga? Pasti ada yang tidak beres," ucap Fira pada Rasti.Rasti hanya diam. Sebenarnya ia tahu masalahnya. Tapi ia memilih untuk diam. Rasti rasa, ia tidak berhak untuk ikut campur dengan persoalan mereka."Kalian darimana saja?" tanya Yuda penasaran karena mereka bertiga melewatkan jam pelajaran pertama."Kita abis ngeberesin si biang masalah," jawab Rendra sambil duduk di kursinya.Sementara itu, Dewi hanya bisa menundukkan wajahnya di tempatnya."Ngeberesin si biang masalah? Kiran maksudnya?" tebak Yuda. "Memangnya ada apa? Terus Kirannya mana?" tanya Yuda yang tak meli
Kiran turun dari dalam mobil mewahnya. Ia segera pergi menuju kelas dengan langkah sedikit terburu-buru."Dewi, ikut aku!" ucap Kiran dari ambang pintu.Semua orang yang ada di kelas merasa penasaran karena Kiran menyuruh Dewi untuk mengikutinya. Mereka semua mencoba menerka-nerkaDewi pun menghampiri Kiran dan berjalan mengikutinya di belakang."Kita mau ke mana?" tanya Dewi."Ikut saja," jawab Kiran singkat.Rasti yang baru saja sampai ke sekolah tanpa sengaja melihat mereka berdua."Mereka mau ke mana? Kelihatannya sangat buru-buru," gumam Rasti.Rasti terlihat berpikir. "Ah, sudahlah. Bukan urusanku juga."
Kiran dan rombongannya sudah berada di dekat apartemen Kevin. Kiran memang berbohong tentang Dewi agar ia bisa melakukan rencananya untuk balas dendam pada Kevin."Nona, kenapa kita ke sini?" tanya pak Hakim.Kiran tersenyum penuh arti. "Aku ingin Pak Hakim melakukan sesuatu untukku," jawab Kiran yang duduk di belakang bersama bi Siti dan juga bi Sumi.Bi Siti dan bi Sumi sendiri sudah hampir memasuki kepala empat. Bi Siti berusia tiga puluh tahun, sementara bi Sumi berusia tiga puluh tujuh tahun.Bi Siti dan bi Sumi sudah bekerja sangat lama dengan keluarga Kiran. Sejak kecil, Kiran selalu di asuh oleh mereka berdua. Jadi, Kiran sangat dekat dengan mereka."Melakukan sesuatu?" tanya pak Hakim belum mengerti."Aku ingi
"Ppttt." Fira menahan tawa ketika Kiran terkena bola. "Ini sangat lucu. Ahahah," ucap Fira pelan sambil menahan tawa.Rasti menyikut Fira yang duduk bersebelahan dengannya. "Diamlah! Kalau dia tahu kita menertawakannya, habislah kita," bisik Rasti pada Fira.Fira pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil terus menahan tawa."Apa kau baik-baik saja?" tanya Yuda khawatir.Kiran sebenarnya ingin menangis—tapi ketika ia melihat sekeliling—semua orang sedang memperhatikannya. Tidak. Kiran tidak boleh menangis. Kiran tidak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang.Pandangan Kiran berhenti pada sosok pria yang menjadi penyebab ini semua, yaitu Kevin.Kevin yang menyadari Kiran sedang menatapnya malah t
Semua orang beralih menatap dasi yang Kevin pakai setelah Rendra berkata seperti itu.Ya. Rendra benar. Dasi yang dipakai Kevin terlihat lebih pendek daripada biasanya.Kevin melirik dasi yang ia pakai hari ini. "Oh … ini. Dasi yang kemarin tidak sengaja aku buang dan cuma ada dasi ini yang tersisa di tempatku," jawab Kevin sambil berjalan menuju bangku.Kevin memang hanya memiliki satu dasi, tidak seperti Kiran. Kevin berpikir, untuk apa beli banyak-banyak? Lagipula, jika ia butuh, ia hanya tinggal membelinya saja.Kiran memperhatikan dasi yang dipakai Kevin lamat-lamat ketika Kevin berjalan melewatinya. Kiran yakin, dasi yang dipakai oleh Kevin adalah dasi miliknya."Tapi jika dilihat-lihat … pakai dasi seperti itu keren juga," ucap Rendra dengan polosnya.
Kiran sudah berada di dalam mobil sekarang. Wajah Kiran terlihat begitu tenang, namun tangannya masih saja gemetaran."Nona! Kita sudah sampai," ucap pak Hakim—supir yang biasa mengantar jemput Kiran.Sepertinya Kiran terlalu asyik dengan lamunannya, sampai-sampai Kiran tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan rumahnya."Nona!" Pak Hakim kembali memanggil Kiran, namun Kiran masih tidak menyahut juga.Pak Hakim pun menengok ke belakang. "Nona!" panggil pak Hakim sekali lagi sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kiran.Kiran pun akhirnya tersadar dari lamunannya."Maaf, Nona. Saya tidak sopan. Kita sudah sampai," ucap pak Hakim pada Kiran sambil meminta maaf.Kiran tidak merespon
"Wah … sepertinya peperangan sudah dimulai," ucap Rendra sambil tersenyum penuh arti.Yuda yang mendengar perkataan Rendra langsung menggeplak pelan kepala Rendra dengan sebuah buku yang ada di tangannya."Aww, apa-apaan kau ini!" ucap Rendra tidak terima."Jangan memperburuk keadaan," ucap Yuda santai.Kiran benar-benar merasa dipermainkan. Ia tidak terima. Kiran kemudian menggebrak meja dengan sedikit keras, membuat suasana di kelas menjadi hening seketika.Sekarang, semua mata tertuju pada kedua aktor utama dalam pertikaian ini. Penonton sangat antusias melihat apa yang terjadi.Kiran melangkahkan kakinya mendekati Kevin. Suasana semakin tegang. Tatapan penuh intimidasi yang Kiran layangkan, sedikit pun tidak menggentarkan Kevin. Tatap
Bel tanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi. Para siswa dan siswi berhamburan keluar dari tempat yang memenjarakan mereka selama beberapa jam terakhir.Setelah semua orang keluar, barulah Kiran baru beranjak dari duduknya. "Ayo," ucap Kiran pada Dewi.Dewi pun ikut berdiri dan berjalan di belakang Kiran sambil membawa tas Kiran di tangan kirinya dan juga buku-buku yang Kiran pinjam dari perpustakaan di tangan kanannya.Kiran berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah, tempat sang sopir menjemput dirinya.Brak.Dewi tidak sengaja menjatuhkan buku-buku Kiran. Buku-buku itu memang cukup tebal, sehingga Dewi sedikit kesulitan untuk membawanya.Kiran langsung berbalik dan menatap tajam Dewi yang sedang memunguti buku-buku itu di