"Yuda! Dewi! Kenapa kalian ke sini?" tanya Rendra pada sepasang sejoli yang baru saja masuk ke dalam kelas mereka.
Selain menjadi sahabat Kevin, Yuda juga merupakan sahabat Dewi sejak mereka duduk di bangku SMP.
Dewi sendiri merupakan kekasih dari Kevin. Namanya sangat cocok dengan wajahnya. Selain terkenal dengan kecantikannya, Dewi juga terkenal dengan kebaikan hatinya. Itulah yang membuat Kevin jatuh cinta padanya.
Tapi yang membuat semua orang heran adalah Yuda. Kenapa? Karena Yuda bisa berpacaran dengan Kiran yang notabene adalah musuh bebuyutan sahabatnya—Kevin.
Kiran sendiri adalah gadis yang jelas-jelas sangat sulit untuk di dekati. Tidak ada satu pria pun yang berhasil mendekati Kiran selain Yuda. Entah bagaimana caranya. Bahkan seorang Kevin pun tidak mampu membuat Kiran tunduk patuh seperti yang lainnya.
"Kalian juga ada di sini?" ucap Yuda tidak menyangka, ketika melihat kedua sahabatnya berada di kelas yang sama dengannya.
"Wow wow wow. Ada apa dengan tahun ini? Kenapa kalian semua disatukan dalam satu kelas?" ucap Rendra penuh keheranan.
Dewi tersenyum pada sang kekasih hati. Kevin pun membalas senyuman Dewi. Kevin yang selalu acuh pada semua wanita, mendadak menjadi pria lembut jika berhadapan dengan Dewi—kekasihnya.
Yuda menghampiri kedua sahabatnya dan langsung duduk di bangku depan mereka berdua.
Tidak ada sapaan antara Yuda dan Kiran. Meski begitu, semua orang di sekolah ini tahu bahwa Kiran sering berduaan dengan Yuda di halaman belakang.
Sementara Dewi, dia berhenti di depan Kiran. "Bolehkah aku duduk bersamamu?" tanya Dewi lembut sambil memperlihatkan senyuman indahnya.
"Terserah. Kursi ini akan kosong jika kau tidak mengisinya, kurasa," jawab Kiran santai.
Kiran bisa menebak. Tidak ada satu orang pun yang mau duduk satu bangku dengannya, kecuali Dewi. Oleh karena itu, Kiran mempersilahkan Dewi untuk duduk bersamanya daripada harus repot-repot beradaptasi lagi dengan yang lainnya.
Dewi tersenyum mendengar jawaban temannya ini. Ia pun duduk di sebelah Kiran.
Dewi dan Kiran memang berteman sejak mereka duduk di kelas sepuluh. Diantara semua murid di sekolah ini, Dewi lah satu-satunya orang yang bisa berteman dengan Kiran.
Semua orang heran, mengapa Dewi bisa tahan dengan sikap buruk Kiran. Mungkin karena Dewi yang terlalu baik hati sehingga ia mau berteman dengan seorang Kiran.
Tak berselang lama, pak Doni—wali kelas mereka datang.
"Selamat pagi semuanya," ucap pak Doni sambil melihat satu persatu murid yang tahun ini akan dia pegang.
"Selamat pagi, Pak," jawab seluruh murid yang ada di sana.
"Wow. Dua murid terbaik sekolah ini berada di kelasku. Bapak rasa … tahun ini akan jadi tahun yang seru," ucap pak Doni ketika melihat Kiran dan Kevin berada di kelasnya.
"Pasti, Pak," gumam Rendra pada dirinya sendiri, sambil melihat pada Kiran dan Kevin secara bergantian.
"Baiklah. Kita tentukan dulu ketua kelas kita," pak Doni kembali berbicara. "Yang ingin mencalonkan diri sebagai ketua kelas, silahkan angkat tangan!" ucap pak Doni pada semua murid.
Kiran dan Kevin mengangkat tangan mereka dengan yakin.
"Hanya dua orang? Tidak ada lagi?" tanya pak Doni.
Semua murid diam. Tidak ada lagi yang mengangkat tangan.
"Wow. Ini baru hari pertama. Tapi persaingan sudah dimulai saja," ucap Rendra lagi.
"Baiklah. Hanya dua orang. Kalau begitu … kita buat aturannya. Siapa yang setuju Kevin menjadi ketua kelas, silahkan angkat tangan kanan kalian. Dan barang siapa yang ingin Kiran untuk menjadi ketua kelas, silahkan angkat tangan kiri kalian. Mengerti?" tutur pak Doni panjang lebar.
"Mengerti, Pak," jawab para murid.
"Oke. Pada hitungan ketiga, silahkan angkat tangan kalian. Satu … dua … tiga!"
Semua murid mengangkat tangan mereka, termasuk kedua calon ketua kelas.
Hanya ada lima orang yang memilih Kiran sebagai ketua kelas. Orang itu adalah Dewi—teman sebangkunya, Yuda—kekasihnya, dua orang laki-laki di pojok kanan sana dan tentunya Kiran sendiri. Selebihnya, semua memilih Kevin untuk menjadi ketua kelas mereka.
"Utu tu tu tu … mengkhianati sahabat demi seorang wanita," sindir Rendra pada Yuda yang duduk di depannya.
Yuda berbalik menghadap Rendra. "Wanitaku lebih membutuhkan dukungan daripada si brengsek itu," ucap Yuda bercanda.
Setelah mengatakan itu, Yuda pun kembali menghadap ke arah depan tanpa ada beban.
"Baiklah. Sembilan belas suara untuk Kevin dan lima suara untuk Kiran. Maka itu berarti … yang terpilih menjadi ketua kelas adalah Kevin Clavinova dan Alyada Kirania Putri menjadi wakilnya." Pak Doni memaparkan perolehan suara.
Kevin tersenyum kecil atas kemenangan telaknya dari Kiran. Ada sedikit rasa bangga di hati Kevin ketika ia dapat mengalahkan saingan terberatnya.
Sementara itu, Kiran tetap bersikap dengan tenang. Namun tidak ada seorang pun yang tahu apa yang ada di dalam pikiran Kiran.
Bel tanda istirahat berbunyi. Pak Doni pun mengakhiri pelajarannya kali ini.
"Tolong kumpulkan tugas kalian dan simpan ke meja bapak di kantor," ucap pak Doni yang kemudian berlalu pergi.
"Jon, kumpulkan buku semua orang dan simpan ke kantor," titah Kevin pada salah seorang siswa di kelasnya.
Kiran menginterupsi. "Biar aku saja yang melakukannya. Mungkin ketua kelas tidak mampu untuk melakukan tugasnya. Benar-benar tidak bertanggung jawab," sindir Kiran dengan senyuman tipisnya.
Rendra tersenyum sinis. "Lihatlah! Singa betina itu sedang berusaha membuktikan bahwa dirinya lebih layak menjadi ketua kelas dibandingkan dirimu," ucap Rendra pada Kevin.
"Biarkan saja," ucap Kevin santai. Ia malas berurusan dengan Kiran.
Setelah mengatakan itu, Kiran pun mulai mengambil satu persatu buku tugas teman-temannya.
Ketika Kiran akan melewati barisan Fira, Fira sengaja menyelonjorkan kaki kirinya dengan maksud agar Kiran tersandung.
Namun bukannya tersandung, Kiran justru sengaja berhenti dan menginjak kaki Fira. Fira mungkin lupa bahwa Kiran jauh lebih cerdas daripada dirinya.
"Aww," pekik Fira ketika Kiran sengaja menginjak kakinya.
Kiran tidak segera memindahkan kakinya. Ia masih menginjak kaki Fira. "Tunggu. Sepertinya aku menginjak kotoran, ada yang mengganjal di bawah sepatuku," ucap Kiran dengan wajah seolah berpikir.
"Kenapa kau menginjak kakiku?" protes Fira. Fira sekarang jauh lebih berani pada Kiran karena ada Kevin di sana. Fira yakin, Kevin tidak akan membiarkan Kiran bertingkah seenaknya.
Perhatian semua orang yang ada di kelas sekarang tertuju pada mereka berdua.
"Lihat kelakuan kekasihmu, Yuda. Putuskan saja wanita sepertinya!" ucap Rendra pada Yuda.
Yuda hanya tersenyum mendengar ucapan Rendra. Ini bukan kali pertama Rendra mengatakan hal seperti itu padanya.
Kiran tersenyum culas. "Kau menyalahkanku?" tanya Kiran dengan tatapan yang mampu menciutkan nyali semua orang.
"K-kau sengaja menginjak kakiku," jawab Fira yang mulai gugup karena ternyata Kevin hanya diam saja.
Kiran mendengus geli. "Jika ini diibaratkan sebuah kecelakaan … menurutmu siapa yang salah disini? Orang yang mengemudikan mobil … atau orang yang sengaja menabrakkan diri?" ucap Kiran.
Fira hanya diam. Ia tidak bisa berkata-kata. Apa yang dikatakan Kiran benar adanya.
"Jika kau bodoh … setidaknya berperilaku lah dengan baik," ucap Kiran dengan nada merendahkan.
Kiran pun kembali melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda karena Fira.
Fira hanya bisa menggerutu sebal dalam hatinya. Ia merasa dipermalukan oleh Kiran dan ia tidak akan pernah menerimanya.
Kiran, Kevin, Yuda, Dewi dan juga Rendra duduk di satu meja yang sama di kantin.Ini adalah pertama kalinya Kiran dan Kevin duduk di satu meja yang sama di kantin selama mereka sekolah di sini.Waktu makan di kantin dibagi menjadi beberapa waktu. Sebelum-sebelumnya, Kiran dan Kevin tidak pernah mendapatkan giliran makan pada waktu yang sama. Tapi kali ini karena mereka satu kelas, tentu saja mereka mendapat giliran waktu yang sama.Semua orang dapat merasakan ketegangan yang terjadi antara Kevin dan Kiran. Sebenarnya Kevin dan Kiran tidak kenapa-kenapa. Hanya saja, entah bagaimana, suasana terasa sangat mencekam karena kebisuan mereka berdua. Hanya suara alat makan yang terdengar di antara mereka."Dua pasang kekasih sedang makan bersama. Seharusnya ini menjadi film roman. Kenapa malah jadi film menyeramkan?"
Bel tanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi. Para siswa dan siswi berhamburan keluar dari tempat yang memenjarakan mereka selama beberapa jam terakhir.Setelah semua orang keluar, barulah Kiran baru beranjak dari duduknya. "Ayo," ucap Kiran pada Dewi.Dewi pun ikut berdiri dan berjalan di belakang Kiran sambil membawa tas Kiran di tangan kirinya dan juga buku-buku yang Kiran pinjam dari perpustakaan di tangan kanannya.Kiran berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah, tempat sang sopir menjemput dirinya.Brak.Dewi tidak sengaja menjatuhkan buku-buku Kiran. Buku-buku itu memang cukup tebal, sehingga Dewi sedikit kesulitan untuk membawanya.Kiran langsung berbalik dan menatap tajam Dewi yang sedang memunguti buku-buku itu di
"Wah … sepertinya peperangan sudah dimulai," ucap Rendra sambil tersenyum penuh arti.Yuda yang mendengar perkataan Rendra langsung menggeplak pelan kepala Rendra dengan sebuah buku yang ada di tangannya."Aww, apa-apaan kau ini!" ucap Rendra tidak terima."Jangan memperburuk keadaan," ucap Yuda santai.Kiran benar-benar merasa dipermainkan. Ia tidak terima. Kiran kemudian menggebrak meja dengan sedikit keras, membuat suasana di kelas menjadi hening seketika.Sekarang, semua mata tertuju pada kedua aktor utama dalam pertikaian ini. Penonton sangat antusias melihat apa yang terjadi.Kiran melangkahkan kakinya mendekati Kevin. Suasana semakin tegang. Tatapan penuh intimidasi yang Kiran layangkan, sedikit pun tidak menggentarkan Kevin. Tatap
Kiran sudah berada di dalam mobil sekarang. Wajah Kiran terlihat begitu tenang, namun tangannya masih saja gemetaran."Nona! Kita sudah sampai," ucap pak Hakim—supir yang biasa mengantar jemput Kiran.Sepertinya Kiran terlalu asyik dengan lamunannya, sampai-sampai Kiran tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan rumahnya."Nona!" Pak Hakim kembali memanggil Kiran, namun Kiran masih tidak menyahut juga.Pak Hakim pun menengok ke belakang. "Nona!" panggil pak Hakim sekali lagi sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kiran.Kiran pun akhirnya tersadar dari lamunannya."Maaf, Nona. Saya tidak sopan. Kita sudah sampai," ucap pak Hakim pada Kiran sambil meminta maaf.Kiran tidak merespon
Semua orang beralih menatap dasi yang Kevin pakai setelah Rendra berkata seperti itu.Ya. Rendra benar. Dasi yang dipakai Kevin terlihat lebih pendek daripada biasanya.Kevin melirik dasi yang ia pakai hari ini. "Oh … ini. Dasi yang kemarin tidak sengaja aku buang dan cuma ada dasi ini yang tersisa di tempatku," jawab Kevin sambil berjalan menuju bangku.Kevin memang hanya memiliki satu dasi, tidak seperti Kiran. Kevin berpikir, untuk apa beli banyak-banyak? Lagipula, jika ia butuh, ia hanya tinggal membelinya saja.Kiran memperhatikan dasi yang dipakai Kevin lamat-lamat ketika Kevin berjalan melewatinya. Kiran yakin, dasi yang dipakai oleh Kevin adalah dasi miliknya."Tapi jika dilihat-lihat … pakai dasi seperti itu keren juga," ucap Rendra dengan polosnya.
"Ppttt." Fira menahan tawa ketika Kiran terkena bola. "Ini sangat lucu. Ahahah," ucap Fira pelan sambil menahan tawa.Rasti menyikut Fira yang duduk bersebelahan dengannya. "Diamlah! Kalau dia tahu kita menertawakannya, habislah kita," bisik Rasti pada Fira.Fira pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil terus menahan tawa."Apa kau baik-baik saja?" tanya Yuda khawatir.Kiran sebenarnya ingin menangis—tapi ketika ia melihat sekeliling—semua orang sedang memperhatikannya. Tidak. Kiran tidak boleh menangis. Kiran tidak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang.Pandangan Kiran berhenti pada sosok pria yang menjadi penyebab ini semua, yaitu Kevin.Kevin yang menyadari Kiran sedang menatapnya malah t
Kiran dan rombongannya sudah berada di dekat apartemen Kevin. Kiran memang berbohong tentang Dewi agar ia bisa melakukan rencananya untuk balas dendam pada Kevin."Nona, kenapa kita ke sini?" tanya pak Hakim.Kiran tersenyum penuh arti. "Aku ingin Pak Hakim melakukan sesuatu untukku," jawab Kiran yang duduk di belakang bersama bi Siti dan juga bi Sumi.Bi Siti dan bi Sumi sendiri sudah hampir memasuki kepala empat. Bi Siti berusia tiga puluh tahun, sementara bi Sumi berusia tiga puluh tujuh tahun.Bi Siti dan bi Sumi sudah bekerja sangat lama dengan keluarga Kiran. Sejak kecil, Kiran selalu di asuh oleh mereka berdua. Jadi, Kiran sangat dekat dengan mereka."Melakukan sesuatu?" tanya pak Hakim belum mengerti."Aku ingi
Kiran turun dari dalam mobil mewahnya. Ia segera pergi menuju kelas dengan langkah sedikit terburu-buru."Dewi, ikut aku!" ucap Kiran dari ambang pintu.Semua orang yang ada di kelas merasa penasaran karena Kiran menyuruh Dewi untuk mengikutinya. Mereka semua mencoba menerka-nerkaDewi pun menghampiri Kiran dan berjalan mengikutinya di belakang."Kita mau ke mana?" tanya Dewi."Ikut saja," jawab Kiran singkat.Rasti yang baru saja sampai ke sekolah tanpa sengaja melihat mereka berdua."Mereka mau ke mana? Kelihatannya sangat buru-buru," gumam Rasti.Rasti terlihat berpikir. "Ah, sudahlah. Bukan urusanku juga."
"Sayang … apa kamu yakin akan masuk hari ini?" tanya Rima pada Kiran ketika mereka sedang sarapan.Kiran menganggukan kepalanya. "Iya, Ma. Lagipula masa skorsing ku sudah berakhir.""Bagaimana luka di kepalamu? Apa sudah tidak sakit lagi?" tanya Rima khawatir."Iya. Mama tenang saja. Dokter kan sudah bilang kalau ini hanya luka luar dan tidak berbahaya," jawab Kiran."Oh ya, Ma. Ayah kemana?" tanya Kiran yang tidak menemukan ayahnya di meja makan."Ayah ada urusan mendadak. Jadi dia sudah pergi sejak tadi.""Oh … padahal hari ini aku ingin berangkat bersama ayah ….""Permisi, Non. Kata pak satpam, ada yang menjemput Non Kiran di depan," ucap bi Siti.
Kevin, Rendra dan juga Dewi kembali ke kelas mereka. Perhatian semua orang di kelas tertuju pada mereka bertiga."Lihat! Kenapa mereka cuma datang bertiga? Pasti ada yang tidak beres," ucap Fira pada Rasti.Rasti hanya diam. Sebenarnya ia tahu masalahnya. Tapi ia memilih untuk diam. Rasti rasa, ia tidak berhak untuk ikut campur dengan persoalan mereka."Kalian darimana saja?" tanya Yuda penasaran karena mereka bertiga melewatkan jam pelajaran pertama."Kita abis ngeberesin si biang masalah," jawab Rendra sambil duduk di kursinya.Sementara itu, Dewi hanya bisa menundukkan wajahnya di tempatnya."Ngeberesin si biang masalah? Kiran maksudnya?" tebak Yuda. "Memangnya ada apa? Terus Kirannya mana?" tanya Yuda yang tak meli
Kiran turun dari dalam mobil mewahnya. Ia segera pergi menuju kelas dengan langkah sedikit terburu-buru."Dewi, ikut aku!" ucap Kiran dari ambang pintu.Semua orang yang ada di kelas merasa penasaran karena Kiran menyuruh Dewi untuk mengikutinya. Mereka semua mencoba menerka-nerkaDewi pun menghampiri Kiran dan berjalan mengikutinya di belakang."Kita mau ke mana?" tanya Dewi."Ikut saja," jawab Kiran singkat.Rasti yang baru saja sampai ke sekolah tanpa sengaja melihat mereka berdua."Mereka mau ke mana? Kelihatannya sangat buru-buru," gumam Rasti.Rasti terlihat berpikir. "Ah, sudahlah. Bukan urusanku juga."
Kiran dan rombongannya sudah berada di dekat apartemen Kevin. Kiran memang berbohong tentang Dewi agar ia bisa melakukan rencananya untuk balas dendam pada Kevin."Nona, kenapa kita ke sini?" tanya pak Hakim.Kiran tersenyum penuh arti. "Aku ingin Pak Hakim melakukan sesuatu untukku," jawab Kiran yang duduk di belakang bersama bi Siti dan juga bi Sumi.Bi Siti dan bi Sumi sendiri sudah hampir memasuki kepala empat. Bi Siti berusia tiga puluh tahun, sementara bi Sumi berusia tiga puluh tujuh tahun.Bi Siti dan bi Sumi sudah bekerja sangat lama dengan keluarga Kiran. Sejak kecil, Kiran selalu di asuh oleh mereka berdua. Jadi, Kiran sangat dekat dengan mereka."Melakukan sesuatu?" tanya pak Hakim belum mengerti."Aku ingi
"Ppttt." Fira menahan tawa ketika Kiran terkena bola. "Ini sangat lucu. Ahahah," ucap Fira pelan sambil menahan tawa.Rasti menyikut Fira yang duduk bersebelahan dengannya. "Diamlah! Kalau dia tahu kita menertawakannya, habislah kita," bisik Rasti pada Fira.Fira pun menutup mulutnya dengan kedua tangannya sambil terus menahan tawa."Apa kau baik-baik saja?" tanya Yuda khawatir.Kiran sebenarnya ingin menangis—tapi ketika ia melihat sekeliling—semua orang sedang memperhatikannya. Tidak. Kiran tidak boleh menangis. Kiran tidak ingin terlihat lemah di hadapan semua orang.Pandangan Kiran berhenti pada sosok pria yang menjadi penyebab ini semua, yaitu Kevin.Kevin yang menyadari Kiran sedang menatapnya malah t
Semua orang beralih menatap dasi yang Kevin pakai setelah Rendra berkata seperti itu.Ya. Rendra benar. Dasi yang dipakai Kevin terlihat lebih pendek daripada biasanya.Kevin melirik dasi yang ia pakai hari ini. "Oh … ini. Dasi yang kemarin tidak sengaja aku buang dan cuma ada dasi ini yang tersisa di tempatku," jawab Kevin sambil berjalan menuju bangku.Kevin memang hanya memiliki satu dasi, tidak seperti Kiran. Kevin berpikir, untuk apa beli banyak-banyak? Lagipula, jika ia butuh, ia hanya tinggal membelinya saja.Kiran memperhatikan dasi yang dipakai Kevin lamat-lamat ketika Kevin berjalan melewatinya. Kiran yakin, dasi yang dipakai oleh Kevin adalah dasi miliknya."Tapi jika dilihat-lihat … pakai dasi seperti itu keren juga," ucap Rendra dengan polosnya.
Kiran sudah berada di dalam mobil sekarang. Wajah Kiran terlihat begitu tenang, namun tangannya masih saja gemetaran."Nona! Kita sudah sampai," ucap pak Hakim—supir yang biasa mengantar jemput Kiran.Sepertinya Kiran terlalu asyik dengan lamunannya, sampai-sampai Kiran tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan rumahnya."Nona!" Pak Hakim kembali memanggil Kiran, namun Kiran masih tidak menyahut juga.Pak Hakim pun menengok ke belakang. "Nona!" panggil pak Hakim sekali lagi sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kiran.Kiran pun akhirnya tersadar dari lamunannya."Maaf, Nona. Saya tidak sopan. Kita sudah sampai," ucap pak Hakim pada Kiran sambil meminta maaf.Kiran tidak merespon
"Wah … sepertinya peperangan sudah dimulai," ucap Rendra sambil tersenyum penuh arti.Yuda yang mendengar perkataan Rendra langsung menggeplak pelan kepala Rendra dengan sebuah buku yang ada di tangannya."Aww, apa-apaan kau ini!" ucap Rendra tidak terima."Jangan memperburuk keadaan," ucap Yuda santai.Kiran benar-benar merasa dipermainkan. Ia tidak terima. Kiran kemudian menggebrak meja dengan sedikit keras, membuat suasana di kelas menjadi hening seketika.Sekarang, semua mata tertuju pada kedua aktor utama dalam pertikaian ini. Penonton sangat antusias melihat apa yang terjadi.Kiran melangkahkan kakinya mendekati Kevin. Suasana semakin tegang. Tatapan penuh intimidasi yang Kiran layangkan, sedikit pun tidak menggentarkan Kevin. Tatap
Bel tanda berakhirnya pelajaran telah berbunyi. Para siswa dan siswi berhamburan keluar dari tempat yang memenjarakan mereka selama beberapa jam terakhir.Setelah semua orang keluar, barulah Kiran baru beranjak dari duduknya. "Ayo," ucap Kiran pada Dewi.Dewi pun ikut berdiri dan berjalan di belakang Kiran sambil membawa tas Kiran di tangan kirinya dan juga buku-buku yang Kiran pinjam dari perpustakaan di tangan kanannya.Kiran berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah, tempat sang sopir menjemput dirinya.Brak.Dewi tidak sengaja menjatuhkan buku-buku Kiran. Buku-buku itu memang cukup tebal, sehingga Dewi sedikit kesulitan untuk membawanya.Kiran langsung berbalik dan menatap tajam Dewi yang sedang memunguti buku-buku itu di