Share

Bab 6

“Saya ini kekasihnya Mas Wisnu, sebentar lagi akan jadi satu-satunya Nyonya Wisnu Hutama.” Dia bicara sambil membusungkan dada. Aku hanya menggeleng dan terkekeh pelan,”Hanya kekasih, ya? Itu pun sudah man-tan.”

Senang sekali ketika kulihat raut wajahnya berubah memerah. Sepertinya dia merasa tersinggung dengan ucapanku barusan.

Dari status saja kalah telakk kan? Arunika dilawan.

Kukira dia sudah kalah. Namun, rupanya dia memiliki nyawa cadangan. Gadis bernama Bella itu mengangkat dagu, beberapa detik kemudian, bibirnya menyeringai, lalu dia merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Lalu kekehan terdengar seiring dengan helai demi helai foto dia sebar.

“Lihat, ini cewek kampungan! Lihat semua ini! Aku jauh lebih dulu dari pada kamu yang berada di pelukkan Mas Wisnu,” tukasnya. Satu per satu lembaran foto berukuran kartu pos yang cukup banyak jumlahnya itu berjatuhan. Aku merasa detik menjadi lebih lambat seiring dengan adegan demi adegan dalam foto mesra itu. Tampak sekali berbagai fose yang cukup intim dan menampilkan wajah Mas Wisnu dan perempuan itu.

Beberapa lembar jatuh telungkup, beberapa terpampang jelas gambarnya. Aku menatapnya, kedua tangan bersedekap di depan dada, kutatap dia sambil bicara“Ooo … terus?” Aku menautkan alis. Kupandang sepasang mata itu dengan pandangan menantang.

“Dari awal, kamu sudah kalah, Mbak. Mas Wisnu itu sama kamu … cuma cinta sesaat. Lihat saja. Sebentar lagi, dia akan berpaling.”

“Ooo … begitu?”

Aku mengangguk-angguk sambil mengetuk-ngetukkan jemari ke ujung dagu. Wajah dia tampak makin kesal dan aku suka. Dia kira aku bisa dismash hanya dengan foto-foto itu. Aku percaya dan yakin jika itu adalah editan. Semua orang bisa dengan mudah mengedit foto dan video sekarang.

“Habis berapa duit bayar orang buat editin foto, Mbak? Kamu kira, aku anak TK. Terus meraung-raung dan merana?” Aku menyeringai. Dia tampak makin kesal.

“Terserah kamu beranggapan apa. Ini foto asli. Kamu bisa tanya teman-teman kantor Mas Wisnu.” Dia bersedekap, tak mau kalah juga rupanya.

Aku membuang napas kasar, lalu kembali bicara, “Ya, terserah … walaupun itu bukan editan. Itu hanya membuat kamu lebih menyedihkan. Selama ini ternyata, kamu cuma sedang jagain jodoh orang.” Aku bicara pelan. Namun, kulihat dua tangan perempuan itu mengepal. Kalah telak lagi ‘kan?

“Bener yang Sandy bilang. Kamu ndablek. Sok cantik. Sok PD!” Akhirnya dia meluahkan unek-unek di hatinya. Lalu berjalan mendekat ke arahku sambil memicing. Setelah itu dia membisikkan sesuatu, “Kamu boleh merasa menang sekarang … tapi siap-siap, ya … ini baru permulaan. Kamu pasti shock dengan rencana besar yang sudah kami siapkan.”

Lalu dia menepuk bahuku, kuusap bekasnya sambil tersenyum. Otak mulai menerka dan mengatur siasat. Rencana apa saja yang paling mungkin dilakukan oleh perempuan itu. Aku tak sempat menjawab ketika dia langsung mengangkat telepon.

“Ya, Mam … ini sudah di rumah. Sandy sama Maria gak ada juga … iya, gak ada siapa-siapa saja … yang ada cuma … hmmm pembokat.” Dia terkekeh sambil memicing ke arahku. Lalu berjalan meninggalkanku. Sepertinya sedang berbicara dengan Mama Rida.

Aku sendiri bergegas kembali menuju dapur. Lalu membantu Bi Narti lagi. Pelan-pelan aku bertanya lagi. Pas Bi Narti mau cerita. Tiba-tiba suara mobil Mama Rida terdengar.

“Besok saja ya Bibi ceritakannya ya. Intinya gini kalau Non Nika bener-bener penasaran. Waktu dulu keluar dari rumah ini, Bu Ratna masih hidup hanya saja … ah besok saja. Itu suara Nyonya Rida sudah terdengar. Kita juga gak bisa bicara di sini. Bibi takut di sini ada CCTV.” Bi Narti bicara sambil berbisik-bisik. Aku pun mengedarkan pandangan ke sekeliling dapur. Namun, tak terlihat olehku benda mencurigakkan itu.

“Ya sudah, Bi! Besok kita pasar, ya. Ini bahan-bahan sudah habis.” Aku mengeraskan suara agar terdengar oleh orang lain. Kalau ada yang mungkin sedang mencuri dengar.

“Iya, Non.” Bi Rida mengerti kode yang diberikan.

Aku sendiri bergegas berjalan menuju kamar. Tampak di ruang keluarga Mama Rida tengah berbincang dengan Bella. Mereka memang tampak akrab dan chemistrynya memang terlihat kuat. Mama Rida tak menyapaku, hanya melirik sekilas dan seperti tak menganggapku ada. Hanya saja mereka pun tak berani menyuruh-nyuruhku. Masih untung ada rasa takut pada Papa Hutama dan Mas Wisnu juga. Mereka takut image baiknya luntur di depan Papa Hutama.

Menjelang maghrib, mobil Mas Wisnu terdengar. Aku sudah hapal. Lekas aku turun setelah mengenakan pakaian ganti yang bersih. Kulihat Bella sudah berdiri dan merapikan rok mininya. Senyum pada bibirnya mengembang ketika Mas Wisnu baru saja membuka pintu.

“Hay, Mas! Baru pulang?” sapa Bella.

“Iya, Bell. Sudah lama?” tanya Mas Wisnu dengan senyuman.

“Ya, dari siang. Biasa lagi ada urusan bisnis sama Mama.” Bella tampak begitu percaya diri.

“Oooo ….” Mas Wisnu baru selesai melepas sepatu dan menyimpannya pada rak ketika aku mendekat.

Bella tersenyum dan berjalan mendekat ke arah suamiku. Hanya saja, aku pun susah selesai menuruni anak tangga. Lalu aku berjalan dengan elegan mendekat ke arah mereka yang kini berhadap-hadapan.

“Hay, Sayang! Cantik banget istri Mas!” sapanya. Dia langsung menghampiriku dan melewati Bella begitu saja.

“Ahm, alhamdulilah … kan biasanya juga cantik,” ocehku sambil tersenyum.

“Kangen, ya? Maaf kesorean pulangnya,” kekeh Mas Wisnu yang kusambut dengan pelukan singkat. Dia mencium pipi kanan kiriku dan sekilas pada bibir. Lalu aku membawakan tas kerjanya. Sudut mataku memicing ke arah Bella. Wajahnya tampak merah padam.

“Iya, Mas. Aku tadi sudah masak masakan kesukaan Mas. Ayo sekarang mandi dulu. Airnya sudah aku siapin juga.” Aku sengaja menggandeng lengan Mas Wisnu. Biar Bella tahu, ini adalah adegan mesra yang sesungguhnya bukan hanya rekaan dalam gambar atau video.

“Oalah, jadi gak sabar pengen makan … tapi makan kamu,” canda Mas Wisnu. Dia tampak cuek juga pada Bella. Syukurlah … padahal aku sedikit khawatir juga tadi. Secara, aku tak terlalu tahu sedekat apa Bella dengan Mas Wisnu di masa lalu.

Aku pun melangkah penuh kemenangan dan menggandeng Mas Wisnu menuju kamar.

“Lihat ya, Bella … benar yang kamu bilang, ini baru permulaan. Pas makan malam nanti, aku juga sudah menyiapkan sebuah kejutan buat kamu. Ya, hanya sedikti, sih. Semoga saja berkesan,”gumamku setelah menyelesaikan titian anak tangga. Aku menoleh ke bawah. Tampak Bella duduk kembali sambil menekuk wajah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status