Aku menggeliat merenggangkan tubuh yang terasa akan remuk. Cahaya yang masuk dari ventilasi kamar menyadarkanku kalau sekarang sudah pagi.Oh syukurlah ... ternyata aku masih baik-baik saja, setelah waspada semalaman khawatir akan sikap jahat Pandu yang bisa saja mencelakaiku.Aku menatap jam yang tergantung di dinding, jarum pendek itu sudah menunjuk angka delapan. Sudah begitu siang ...Cepat aku bangun dari tempat tidur dan segera beranjak keluar. Melewati ruang tengah lalu ke dapur.Aku baru saja akan menyalakan kompor untuk membuat segelas teh.Tetapi kegiatanku terhenti ketika mendengar suara Mas Pandu yang sepertinya sedang berbicara di telepon, di taman kecil sebelah dapur. Aku mengintip dari celah pintu yang tertutup separuh. Lelaki yang sepertinya sudah rapi dengan stelan kerja itu, terlihat sedang berdiri membelakangiku di lahan kecil yang kumanfaatkan untuk menanam rempah-rempah dapur.Aku mempertajam pendengaran, suaranya yang sepertinya sengaja ia kecilkan itu, kalau d
Beberapa jam sebelumnya ...Segera setelah Mas Pandu keluar rumah. Akupun bergegas, lupakan tentang mandi, hanya sempat menggosok gigi lalu berganti pakaian menyisir rambut seadanya. Taxsi yang kupesan sepertinya sangat mengerti dengan kebutuhanku. Ia datang begitu cepat. Setelah terlebih dulu mengatakan nomor plat mobil Pandu, Segera saja aku memintanya untuk cepat. Untunglah sopir taksi ini sepertinya sudah sangat berpengalaman. Ia terlihat manggut-manggut saja dan menuruti segala intruksiku."Saya sudah terbiasa seperti ini, banyak sekali para ibu-ibu yang meminta saya seperti ini untuk menguntit suami mereka." Begitu katanya sambil tertawa kecil.Supir yang berbadan tinggi kurus ini seperti seusia dengan ayahku. Aku merasa sedikit lega karena ia memang sangat gesit sepertinya dalam hal seperti ini."Tolong lebih cepat lagi, Pak. Aku khawatir akan kehilangan jejaknya. Kira-kira ia pergi sekitar 10 menit sebelum kita berangkat."Supir ini tidak menjawab, hanya lebih menambah kece
"Bukan seperti ini caranya, Nirmala ... kalau, kau ingin membuat kesepakatan denganku, kau harus membuatku puas dengan cara kerjamu. Yah, kira-kira seperti malam-malam yang sudah kita lewati ... dirimu ini selalu siap menerimaku, kau selalu hangat dan menggoda ... bukan hanya diam dan penuh air mata seperti ini ..."Ah, kenapa aku lupa kalau seorang Mr.G adalah salah satu dari mereka. Ia tidak akan tahkluk hanya karena aku menyerahkan diri."Kalau untuk tubuhmu, ini. Kau, tidak perlu repot-repot membuat kesepakatan dengan itu. Karena seperti yang kubilang sebelumnya, tubuhmu ini, sudah kubeli ... hanya saja aku akan berbaik hati mempertimbangkan permohonanmu itu. Dengan catatan, kau harus melayaniku sepanas malam-malam yang lalu...""Untuk sekarang, cukup sampai di sini ... aku tidak mau membuatmu kesakitan, kau tidak siap menerima diriku. Dan jelas saja aku juga tidak akan nyaman dibuatnya."Ia beranjak dari diriku, lalu marapikan gaunku yang sudah sangat berantakan."Aku sangat sia
"Kau, harus tiba lebih dulu dari suamimu."Mr.G menarik tanganku. Lalu membawaku keluar dari ruangan kecil itu. Ia berhenti sebentar di meja kerjanya mengambil ponsel serta jas yang tersampir di punggung kursi kebesarannya.Ia kembali meraih tanganku dan mengiringku keluar dari ruangan itu menuju lift. Hatiku terus bergetar tidak karuan dengan perlakuannya yang tiba-tiba membuatku merasa jadi perempuan paling beruntung.Mata-mata memandang penuh tanda tanya atau mungkin juga iri. Mungkin mereka sangat jengah melihat tangan bos besar mereka memegang posesif jemari wanita yang entah siapa. (Semoga saja mereka tidak mengenaliku sebagai istri Pandu, bagaimanapun juga pasti salah seorang dari mereka hadir di pesta perusahaan beberapa waktu lalu)Kami tiba di lobby. Resepsionis cantik yang tadinya meragukan kalau bosnya ini akan menemuiku kini, terlihat membolakan matanya melihat kami lewat di depannya."Apa, kau akan mengantarku?" Aku bertanya heran. Ia tidak menjawab. Malah membukakan p
Aku gemetar. Sangat menyesal karena telah memancing nafsu tidak terduga dari lelaki ini. Padahal niatku tadi hanya ingin membuat ia termakan oleh kata-katanya sendiri yang ia ucapkan pada gadisnya tadi.Tidak kusangka ia menunjukkan sisi buasnya. Kalau memang ia tergoda dengan tubuhku kenapa baru sekarang ia berusaha untuk menggauliku? Bahkan selama ini saat melihatku berpakaian sedikit terbuka saja ia akan buru-buru membuang pandangan.Aku yakin selama ini ia di ancam oleh Mr.G. Lalu sekarang kenapa ia sangat berani?Aku melirik ponsel yang ada di meja rias. Sepertinya kamera benda itu masih merekam segala yang terjadi di kamar ini. Tetapi itu bukan lagi sesuatu yang kuinginkan sekarang. Aku butuh ponsel itu, berada di tanganku saat ini. Aku ingin men-dial nomor ponsel Mr.G yang tadi baru saja di berikan padaku. Tetapi, bagaimana caranya agar aku bisa ke sana. Sedangkan mata penuh nafsu Pandu sedang mengawasiku.Oh, aku bahkan sekarang Mr.G datang sebagai penyelamatku dari keganasan
"Nirmala ... kendalikan dirimu."Kalimat yang begitu tenang menyejukkan pendengaranku. Tetapi tetap saja aku sungguh ketakutan .... "Aku takut ... ia sepertinya sudah tahu semuanya," Aku membekap mulut karena tangis yang mulai pecah. Aku tidak mau suaraku terdengar sampai keluar."Kau, tidak memberi tahunya, kan?""Tidak, tapi, ia terlihat telah membacanya dari wajahku.""Selama kau masih diam. Ia tidak akan tahu apa-apa. Tenanglah ... aku sudah menjinakkannya. Sekarang kau keluarlah dari kamar mandi. Dan bersiaplah.""Aku akan bersiap untuk apa?" "Bukankah kau tidak ingin tinggal se-atap lagi dengan orang itu?""Tapi ... dari mana kau tahu kalau aku ada di kamar mandi?" "Aku mengawasi semua pergerakanmu, Nirmala.""Ba-baiklah. Terimakasih ... apa video yang kukirim sudah, kau lihat?" Aku sedikit takut menanyakan itu."Sudah. Dan aku sangat marah padamu, Nirmala. Kau memang penggoda ulung. Pantas saja lelaki itu hampir kehilangan akalnya. Ini semua juga salahmu!" Terdengar geraman
Aku tidak sempat untuk mengagumi mewahnya hunian lelaki bernama Giantara ini. Aku sudah terlalu sibuk menenangkan debaran karena segala perlakuan tiba-tibanya padaku.Tubuhku sudah dibawa ke sofa empuk, yang berjejer di ruang tamunya."Mr ..." Aku hanya bisa memanggil namanya. Tanpa bisa melanjutkan apa-apa. Bahkan untuk sekedar pura-pura menolak mungkin?"Cantik, mari kita lanjutkan apa yang telah tertunda. Kau, harus segera menuntaskan rinduku yang sudah berhari-hari ..." bisiknya, menghentikan gerakannya tangannya. Jemarinya meraih dagu, dan membawa pandanganku tenggelam dalam sorot mata menuntut darinya.Lalu aku mengangguk. Entah karena sebuah rencana yang tersusun rapi di kepala atau memang aku sendiri yang mendambakan segala sentuhannya itu.Yah, aku telah takhluk. Penuh penyerahan diri kepadanya. Berkali-kali aku dibuat melayang. Menyebutkan namanya. Bahkan tanpa malu bibir ini berkata cinta padanya.Aku sudah tidak waras. Begitulah, segala yang terjadi telah merubahku jadi se
Terimakasih untuk semua yang telah membuka gembok. Lov you Aal.Sebelum baca Jangan lupa subscribe share rate5.Bukan Hasrat Suamiku 31"Aku akan membawamu menemukan semua jawaban yang kau cari selama ini,"Delapan jam setelah ia mengatakan itu, sekarang aku telah duduk di sebelah lelaki yang sedang konsentrasi penuh mengendalikan laju kendaraannya. Mataku melihat aura maskulinnya semakin bertambah-tambah saat menyetir.Sudah hampir setengah jam tangan yang selalu menyembul urat jantan memutar dengan lincah kemudi berlogo kelas atas itu. Tapi, sepertinya belum ada tanda-tanda ia akan menghentikan laju kendaraannya. Matanya masih fokus menatap jalanan kota yang syukurlah tidak terlalu macet.Sesekali tangannya yang lain menggenggam jemariku, kadang bergerak tidak terkendali meremas nakal pahaku. Aku hanya bisa menerima semua perlakuannya dengan nada yang selalu berdebar tidak karuan."Nirmala ... sebentar lagi kita akan tiba di tempat tujuan. Persiapkan dirimu. Karena aku yakin ini
"Aku tahu apa aku pikirkan dan apa yang akan kau lakukan, Mala?" Ia berujar tenang, matanya masih tidak lepas mengawasiku.Aku membuang tatapan dari wajah penuh kebohongan ini, sungguh hal buruk tentangnya yang selama ini hanya menjadi prasangka rasa cemburuku benar-benar nyata."Oh ya?" suaraku terdengar seret, dada berdebar kesal, kesal karena tadi lupa membawa ponsel, kalau benda itu ada di sini sudah kupastikan akan merekam segala ucapannya."Silahkan saja, kau katakan pada G sekarang juga, toh ia tidak akan percaya padamu bukan? Ia akan menganggap kau hanya mengada-ada, karena rasa cemburu yang berlebihan."Bahkan ia sudah menebaknya, bagaimana reaksi Suamiku jika aku langsung mengatakan yang kulihat sekarang, jika tanpa adanya bukti.Ia tertawa kecil, seolah ia telah m
Pov narator ( Bagian akhir) "Kalau kau terus saja melakukan ini, bisa-bisa bayi kita lahir prematur...." Lirih ucapan Nirmala di sela helaan nafas memburu, seluruh tubuhnya tidak lagi memiliki tenaga, pasrah ketika sang suami mengangkat dirinya untuk menyingkirkan seprey yang telah basah oleh cairan cinta yang berasal darinya. Giantara terkekeh senang, setelah kain putih itu teronggok di lantai sepenuhnya, ia kembali meraup tubuh polos istrinya ke dalam pelukan, mengecup pucuk kepala dan dibagian manapun ia suka, jemarinya pun membelai perut buncit yang terasa masih menegang akibat pelepasan beruntun yang di alami wanita itu. "Nggak lah sayang, justru bayi kita akan semakin kuat dan lincah, lagipula kan dokter menyarankan jika di trimester terakhir ini kita harus sering melakukannya," Giantara mengusap sisa-sisa keringat yang masih menempel di sekitar wajah Nirmala, merapikan rambut panjang yang lembab, menyatukan ke belakang hingga dada dan leher seputih pualam dan sehalus sutera
Tidak dapat kuhindari, lengan kekar itu telah meraup tubuhku ke dalam dekapan dadanya, dan dapat terdengar jelas gemuruh hebat dari dalam sana, helaan nafasnya pun begitu berat begitu sesak terhempas di pucuk kepala. Ia mengecup berkali-kali di ubun-ubun, memeluk begitu erat seakan kami tidak berjumpa bertahun-tahun. "Pergilah Joana, aku mohon bawa putrimu, biarkan dia hidup dengan tenang di sisiku ... aku siap menerima hukuman apapun karena telah mengusir anakku tapi sungguh aku tidak bisa ditinggalkan oleh wanita ini," Ia bicara putus-putus di tengah helaan nafasnya yang memburu.Aku terbungkam, yang tadi hendak membebaskan diri dari pelukannya yang memabukkan menjadi tidak bisa lagi menggerakkan otot-otot tangan. Ia tengah menyeruak pada ceruk leherku, begitu terasa nafas berat terhempas membelai, seiring pelukannya yang kian mengetat, lalu kulitku menemukan rasa hangat yang lain tersebab tetesan air matanya. Aku termenung, tidak lagi mampu bicara atau melakukan sesuatu, seme
Seperempat jam sejak panggilan di ponsel itu, suara kedatangan mobil telah terdengar menderu. Aku yang memang sengaja menanti kedatangannya di balkon melihat kendaraan tersebut diparkir asal di perkarangan. sekejap kemudian lelaki itu telah mengeluarkan diri dari sana, menghempas pintu mobil dengan kekuatan penuh lalu langkah panjang setengah berlari membawa tubuhnya dengan cepat memasuki rumah.Hitungan menit dia sudah muncul di kamar yang begitu kacau, barang-barang Joanna berserakan dan barang-barangku masih belum selesai mereka kemas. Raut pria itu begitu mengeras, denyut di rahangnya nampak begitu kentara, sesaat matanya menyapu seluruh ruangan beserta isinya membuat mereka yang masih berusaha nampak mengkerut ketakutan dan menegang, setelahnya tatapan tajamnya itu hanya tertuju padaku meminta penjelasan."Sayang ...." Suaranya berat dan tercekat, aku tahu dia tengah menahan amarah yang amat sangat.Sekejap dia telah merengkuhku, membawa tubuhku tenggelam dalam pelukannya, gemur
"Mari kita buktikan, Kak. Apa memang yang kau katakan itu benar. Jika iya, dengan suka rela aku akan pergi dari kehidupan Giantaramu itu!"Aku benar-benar tidak tahan hingga melenyapkan segala kesabaran dalam jiwa ini. Aku menyambar lengannya, ingin segera menyeretnya ke dalam kamarku.Tentu saja dia sangat terkejut dengan reaksiku, itu bisa dilihat dari ekspresinya, tatapannya yang tadinya begitu percaya diri menghujaniku kini telah berubah menjadi sorot penuh cemas."Mala, apa-apaan?" Ia menepis cengkramanku di saat langkah kaki kami sudah hampir keluar dari area taman."Kenapa, Kak? Takutkah? Aku hanya ingin membuktikan kebenaran kata-katamu tadi!" jelasku berusaha mempertahankan cengkraman di lenganku."Jangan macam-macam, Mala. Kau hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!""Oh ya? Kita lihat saja nanti. Yang jelas aku tidak akan lagi bisa berada di dalam rumah ini sebelum sebuah kejelasan!" tegasku membuat matanya begitu membola."Apa maksudmu?""Seperti yang kau inginkan, Kak.
Bukan Hasrat Suamiku 66"Aku tahu apa aku pikirkan dan apa yang akan kau lakukan, Mala?" Ia berujar tenang, matanya masih tidak lepas mengawasiku.Aku membuang tatapan dari wajah penuh kebohongan ini, sungguh hal buruk tentangnya yang selama ini hanya menjadi prasangka rasa cemburuku benar-benar nyata."Oh ya?" suaraku terdengar seret, dada berdebar kesal, kesal karena tadi lupa membawa ponsel, kalau benda itu ada di sini sudah kupastikan akan merekam segala ucapannya."Silahkan saja, kau katakan pada G sekarang juga, toh ia tidak akan percaya padamu bukan? Ia akan menganggap kau hanya mengada-ada, karena rasa cemburu yang berlebihan."Bahkan ia sudah menebaknya, bagaimana reaksi Suamiku jika aku langsung mengatakan yang kulihat sekarang, jika tanpa adanya bukti.Ia tertawa kecil, seolah ia telah merengkuh kemenangan, mungkin karena membaca kepasrahan di ekspresi wajahku yang kesal."Seharusnya kau berterimakasih padaku, Mala. Kalau tidak Glarissa akan membuat G menyingkirkanmu dari p
"Jangan suruh kami pergi Daddy, semewah apapun rumah yang telah Daddy sediakan untuk kami tidak akan ada artinya tanpa Daddy."Aku menunggu bagaimana tanggapan Mr. Giantaraku dengan permintaan putrinya itu. Hatiku berdebar sakit melihat adegan mereka yang masih berpelukan, sangat lama. Seakan-akan Suamiku tidak ingin melepas dekapan pada anaknya tersebut.Tetapi, aku segera memakai hati ini, aku tidak boleh cemburu kalau hanya tentang putrinya, yang terpenting aku tidak boleh egois."Daddy akan selalu mengunjungimu..." Aku tercekat mendengar kalimat yang di lontarkan suamiku tepat di puncak kepala putrinya."Benarkah Daddy? Setiap hari?" Gadis remaja itu mengangkat kepala dari dada Daddynya, lalu menatapnya dengan penuh harap."Tentu, kapanpun kamu menginginkan, Daddy akan selalu datang ..."Pahit. Aku menggigit bibir, rasanya sungguh tidak terperikan. Baru kali ini aku merasakan cemburu yang begitu besar, Mr. Giantaraku sepertinya sangat mencintai putrinya.Air rupanya telah jatuh d
"Cukup, Mr... sekarang aku yang benar-benar tidak mengerti, apakah kau masih Giantara yang mencintaiku?"Aku terisak, tidak menyangka lelaki yang satu tahun ini yang telah memberikan memberikan seluruh hati, cinta dan perhatiannya untukku, kini seperti menarik segalanya kembali.Hampa perlahan menyusupi dada."Kalau kau masih bersikap kekanakan maka kau akan benar-benar melihat kemarahanku." Ia tidak peduli dengan air mataku, tetap saja melontarkan kata yang menikam hati.Ia masih menatap tajam tiada berkedip. Setelah beberapa saat terdengar hempasan nafas kesalnya, lantas ia kembali bergerak ke arah lemari melanjutkan berpakaiannya yang tertunda.Aku duduk di ranjang, mengawasinya dengan air mata yang masih menetes. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa dia seperti
"Semuanya tidak seperti yang kau pikirkan sayang. Tidak ada yang akan berubah, kejadian tiba-tiba ini, tidak akan ada pengaruhnya bagi kita."Aku mengusap mata yang terasa masih basah. Sungguh, aku tidak ingin memperlihatkan ketidak inginan hati di depannya. Aku sudah berusaha sebisa mungkin, tapi tetap saja aku tidak bisa ber-akting dengan sempurna."Aku tidak berpikir apa-apa. Hanya saja aku sangat terkejut kalau suamiku ternyata mempunyai buah cinta dari wanita lain ..."Aku menggigit bibir agar tangis ini tidak pecah di ujung kalimat."Aku juga tidak menduga." Ia berucap pelan, sambil terus mendekapku."Tentu saja, entah berapa banyak wanita yang menjadi persinggahanmu di masa lalu. Itu bisa dimengerti, kau bukan lelaki biasa. Kau tampan dan punya banyak uang. Semuanya akan takhluk padamu." Sekarang aku benar-benar terisak."Tetapi sebagai seorang istri, hatiku hancur dengan kenyataan ini. Tiba-tiba kehidupan kita yang bahagia harus terusik oleh orang dari masa lalumu. Kau membawa