Alma mengacak-acak berkas yang ada di laci kamar. Ia mencari foto atau informasi yang memuat apapun soal Arden, kakak Adam. Tapi ia tidak menemukannya satu pun. Jelas, mbok Titi bilang hubungan keduanya merenggang satu tahun sebelum Belle lahir yang entah karena apa.“Dimana ya aku bisa dapet info soal Arden?" katanya bermonolog. “Ibu? Aku tanya ibu aja?” Alma menggeleng. “Jangan-jangan, terlalu beresiko. Dokter Virza pasti tau soal Arden. Oke, aku bakal tanya dia aja.”Suara mobil memecah lamunan singkat Alma. Ia bergegas merapikan laci dan keluar dari kamar. Belle yang masih tidur setelah lelah bermain dengan mbok Titi membuatnya sedikit rileks sore ini. Ia sempat mandi dan berdandan seperti ada suster Ruth.“Mas.” Alma berdiri menyambut Adam di teras.“Sayang, mbok Titi udah pulang?”“Udah, sejam lalu, mas.”Adam mengangguk, “Mbok Titi bilang besok bakal kesini lagi.”“Papa gak akan tau?”“Papa tau mbok Titi kesini cuma buat beres-beres. Semoga orang-orang papa juga gak ne
Ketika bangun tidur, Alma merasa ada sesuatu yang lengket dibawah sana, seperti sedang haid dan sudah bocor. Ia menenangkan dirinya. Bahwa mungkin itu hanya keputihan. Ia bangun dan tidak melihat Adam atau Belle ada disisinya. Ia membuka selimut dan melihat bercak darah cukup banyak di kasur. Kepalanya berputar, jantungnya berdegup kencang.“Mas! Mas Adam!” dengan sisa kekuatan yang ada Alma berteriak memanggil Adam, berharap suaminya itu bisa segera datang.“Iya, sayang, kenapa?” Adam yang tengah mengaduk mi pasta sebagai sarapan Belle pagi ini, melongo melihat darah yang ada diantara kaki istrinya. Badannya limbung.“Maaas, aku gak mau keguguran.” Alma menangis histeris. Ia baru saja bahagia karena kehamilannya, dan kini ia melihat pemandangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya terjadi pagi ini.Adam menaruh mangkuk berisi pasta dan memeluk Alma erat. Ia meminta maaf dalam hati atas masalah yang menimpa istrinya, “Aku telpon mama buat nemenin kamu dirumah sakit ya. Hari i
Alma membaringkan badannya menutupi arah pintu masuk. Ia mendengar pintu terbuka, tapi tak peduli siapa yang datang. Bisa jadi itu papa yang akan kembali mengultimatumnya seperti tadi.“Alma? Kamu tidur?”Alma membalikkan badannya dan menatap kehadiran Armand yang masih memakai baju seragam operasinya, “Bang Armand?”Armand menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang, “Maaf ya ganggu.”“Enggak kok, bang, aku gak lagi tidur.”“Iya sih, mata kamu gak merah.”Alma memegang kedua kelopak matanya sambil bangkit untuk duduk.“Adam bilang juga semenjak jadi istrinya kamu gak Kebo seperti yang dia bayangin.”“Ih, malah ngeledek.”“Hahaha. Kamu udah gak papa, kan?”Alma mengangguk.“Sezan masih sibuk di kafe, jadi mungkin dia baru bisa kesini agak sore.”“Iya, gak papa, bang.” Alma melirik Armand yang sedang memainkan ponselnya, “Abang kenapa gak bilang sebenernya sahabat mas Adam?”Armand mendongak, “Kamu gak tanya.”“Pengen banget ditanya.”“Bukan gitu. Abang ‘kan bukan kamu a
Bau bunga mawar segar menyeruak di ruangan kamar Alma. Ia yang sedari tadi tidur karena lelah berpikir, mengerjap-ngerjap dan mendapati Mario tengah duduk memainkan ponselnya di kursi samping ranjang. Ia tampak serius entah sedang melihat apa.“Rio.”Mario mematikan ponsel dan menatap Alma, “Kamu udah bangun?”“Hm.”“Aku dateng kesini abis denger kabar dari Audy kalo kamu keguguran.”“Audy?”“Iya. Audy bikin story, bilang get well soon ke kamu. Aku pikir kamu sakit apa, dia bilang kamu keguguran.”Alma mengangguk.“Dia di rumah kamu lagi urus anak tiri kamu.”“Iya.” Alma bangkit dari posisi tidurnya dibantu Mario. “Ma, kamu gak mau pikir-pikir lagi soal pernikahan kamu ini?”“Maksud kamu?”Mario mencondongkan badannya, “Aku tau kamu keguguran bukan karena janin kamu lemah. Tapi karena kamu stress ngurus anak tiri kamu. Aku juga tau layanan kartu kredit kamu di bek
Dengan cepat Alma memasukkan baju dan semua barang-barangnya ke dalam tas. Ia akan pulang naik taksi. Bahkan sampai jam sepuluh pagi Adam belum juga masuk ke dalam ruangannya. Suaminya sungguh keterlaluan. “Permisi.” suster masuk ke dalam ruangannya yang pintunya terbuka sedikit.Alma menoleh.“Ibu mau pulang sekarang?”“Iya, aku udah pesen taksi.”“Dokter Adam baru aja mulai jadwal praktek rawat jalan, bu. Mau tunggu sampai selesai praktek di jam makan siang?”Alma menggeleng, “Enggak, sus, saya pulang sekarang.”“Oh ya sudah kalau begitu. Ini obat yang harus ibu Alma minum selama tiga hari ke depan. Kalau ada keluhan, ibu boleh datang kesini. Untuk administrasi, seperti biasa nanti dokter Adam yang urus.” Suster memberikan obat-obatan yang baru saja ditebus di apotek.“Oh iya, makasih ya, sus udah di repotin.”“Sama-sama. Semoga ibu lekas sembuh dan bisa kembali hamil ya.”Alma tersenyum ragu, “Iya, makasih, sus, doanya.”“Kalau begitu saya permisi.”“Iya, sus.”Selepa
Sudah dua hari Alma tinggal di rumah mama, tapi Adam belum juga menjemputnya atau sekedar melihat keadaannya. Hal itu membuatnya makin yakin untuk bercerai dengannya. Mama yang terus memaksa Alma untuk pulang, bertengkar dengan papa yang bilang untuk membiarkan Alma istirahat disini pasca keguguran. Alma juga sengaja tidak meminum obat yang diberikan suster untuk pemulihan pasca kegugurannya. Ia ingin tahu ketika sakit apakah Adam akan memperdulikannya atau tidak.“Kamu dari pada bengong mending—” mama berdiri siap mengultimatum Alma.Alma yang hanya duduk santai dibelakang rumah melirik mama sinis, “Mending apa? Mending pulang ke rumah memantu mama yang lupa masih punya istri disini, yang gak dia jengukin dari kemaren lusa?”Mama duduk disebelah Alma, “Adam belum kesini pasti karena sibuk. Kamu harus ngertiin dong, jangan egois.”“Yang egois itu dia. Aku udah beberapa kali bilang sama mama? Aku tersiksa nikah sama dia. Sekarang aku setuju sama omongan mama yang bilang selama in
Alma membuka pintu ruang tamu dan terkejut kala melihat keberadaan suster Ruth yang tengah menemani Belle bermain. Matanya membulat, mulutnya melongo. Sedetik kemudian ia tertawa dan berlari menghampiri suster Ruth yang sudah lebih dulu tertawa disamping Belle.“Suuuus, aku kangen.” Alma memeluk erat suster Ruth.“Aku jugaaa.”Alma melepaskan pelukkan mereka, “Dari kapan?”“Apanya?”“Suster ada disini.”“Dari hari kamu masuk rumah sakit. Audy atau mama kamu gak bilang?”Alma diam sebentar. Audy siang kemaren memang datang ke rumah sakit, saat jam besuk sudah habis. Ia hanya memberikan salad buah dan pizza sebagai makan siangnya. Tapi ‘kan seharusnya Audy bilang lewat chat kek atau telpon untuk mengatakan bahwa suster Ruth ada di rumah.Mama juga tidak mengatakan apapun selain memintanya pulang. Ah, ia sudah menduga permainan mama.“Mereka gak bilang.” jawab Alma cemberut.Suster Ruth mengusap lengan Alma, “Ya udah, yang penting aku ada disini sekarang.”Alma mengangguk.“M
Pagi hari ketika Alma baru bangun, ia menangkap bau aroma kopi hitam yang ia tahu hanya Adam yang bisa membuatnya. Perlahan, ia membuka mata dan bergerak turun ke lantai bawah untuk melihat apakah suaminya ada disini atau tidak.“Mas?Adam yang sedang berbicara dengan pria paruh baya berseragam hitam supir menoleh, “Kamu udah bangun?”“Ini... siapa?”“Selamat pagi, bu.” Pak Dani menyapa Alma untuk pertama kalinya.“Iya, pagi.”“Ini pak Dani, supir baru kamu. Aku ada hadiah buat kamu. Tadinya sih hadiahnya mau aku kasih di hari pertama pernikahan kita, tapi aku baru sempet sekarang.”Alma mendekati Adam, “Hadiah apa?”Adam menunjuk mobil Mercy berwarna putih keluaran terbaru, “Itu. Kamu udah lama ‘kan pengen mobil itu?”Alma melongo melihat mobil Mercy yang ia idam-idamkan selama ini ada didepan matanya, “Mas, ini kamu yang beli?”Adam mengangguk, “Cash.”Alma menatap Adam lalu tersenyum, “Mas? Semuanya udah kembali normal?”Adam mengangguk, “Gih, cobain dulu.”Alma tersen