Bau bunga mawar segar menyeruak di ruangan kamar Alma. Ia yang sedari tadi tidur karena lelah berpikir, mengerjap-ngerjap dan mendapati Mario tengah duduk memainkan ponselnya di kursi samping ranjang. Ia tampak serius entah sedang melihat apa.“Rio.”Mario mematikan ponsel dan menatap Alma, “Kamu udah bangun?”“Hm.”“Aku dateng kesini abis denger kabar dari Audy kalo kamu keguguran.”“Audy?”“Iya. Audy bikin story, bilang get well soon ke kamu. Aku pikir kamu sakit apa, dia bilang kamu keguguran.”Alma mengangguk.“Dia di rumah kamu lagi urus anak tiri kamu.”“Iya.” Alma bangkit dari posisi tidurnya dibantu Mario. “Ma, kamu gak mau pikir-pikir lagi soal pernikahan kamu ini?”“Maksud kamu?”Mario mencondongkan badannya, “Aku tau kamu keguguran bukan karena janin kamu lemah. Tapi karena kamu stress ngurus anak tiri kamu. Aku juga tau layanan kartu kredit kamu di bek
Dengan cepat Alma memasukkan baju dan semua barang-barangnya ke dalam tas. Ia akan pulang naik taksi. Bahkan sampai jam sepuluh pagi Adam belum juga masuk ke dalam ruangannya. Suaminya sungguh keterlaluan. “Permisi.” suster masuk ke dalam ruangannya yang pintunya terbuka sedikit.Alma menoleh.“Ibu mau pulang sekarang?”“Iya, aku udah pesen taksi.”“Dokter Adam baru aja mulai jadwal praktek rawat jalan, bu. Mau tunggu sampai selesai praktek di jam makan siang?”Alma menggeleng, “Enggak, sus, saya pulang sekarang.”“Oh ya sudah kalau begitu. Ini obat yang harus ibu Alma minum selama tiga hari ke depan. Kalau ada keluhan, ibu boleh datang kesini. Untuk administrasi, seperti biasa nanti dokter Adam yang urus.” Suster memberikan obat-obatan yang baru saja ditebus di apotek.“Oh iya, makasih ya, sus udah di repotin.”“Sama-sama. Semoga ibu lekas sembuh dan bisa kembali hamil ya.”Alma tersenyum ragu, “Iya, makasih, sus, doanya.”“Kalau begitu saya permisi.”“Iya, sus.”Selepa
Sudah dua hari Alma tinggal di rumah mama, tapi Adam belum juga menjemputnya atau sekedar melihat keadaannya. Hal itu membuatnya makin yakin untuk bercerai dengannya. Mama yang terus memaksa Alma untuk pulang, bertengkar dengan papa yang bilang untuk membiarkan Alma istirahat disini pasca keguguran. Alma juga sengaja tidak meminum obat yang diberikan suster untuk pemulihan pasca kegugurannya. Ia ingin tahu ketika sakit apakah Adam akan memperdulikannya atau tidak.“Kamu dari pada bengong mending—” mama berdiri siap mengultimatum Alma.Alma yang hanya duduk santai dibelakang rumah melirik mama sinis, “Mending apa? Mending pulang ke rumah memantu mama yang lupa masih punya istri disini, yang gak dia jengukin dari kemaren lusa?”Mama duduk disebelah Alma, “Adam belum kesini pasti karena sibuk. Kamu harus ngertiin dong, jangan egois.”“Yang egois itu dia. Aku udah beberapa kali bilang sama mama? Aku tersiksa nikah sama dia. Sekarang aku setuju sama omongan mama yang bilang selama in
Alma membuka pintu ruang tamu dan terkejut kala melihat keberadaan suster Ruth yang tengah menemani Belle bermain. Matanya membulat, mulutnya melongo. Sedetik kemudian ia tertawa dan berlari menghampiri suster Ruth yang sudah lebih dulu tertawa disamping Belle.“Suuuus, aku kangen.” Alma memeluk erat suster Ruth.“Aku jugaaa.”Alma melepaskan pelukkan mereka, “Dari kapan?”“Apanya?”“Suster ada disini.”“Dari hari kamu masuk rumah sakit. Audy atau mama kamu gak bilang?”Alma diam sebentar. Audy siang kemaren memang datang ke rumah sakit, saat jam besuk sudah habis. Ia hanya memberikan salad buah dan pizza sebagai makan siangnya. Tapi ‘kan seharusnya Audy bilang lewat chat kek atau telpon untuk mengatakan bahwa suster Ruth ada di rumah.Mama juga tidak mengatakan apapun selain memintanya pulang. Ah, ia sudah menduga permainan mama.“Mereka gak bilang.” jawab Alma cemberut.Suster Ruth mengusap lengan Alma, “Ya udah, yang penting aku ada disini sekarang.”Alma mengangguk.“M
Pagi hari ketika Alma baru bangun, ia menangkap bau aroma kopi hitam yang ia tahu hanya Adam yang bisa membuatnya. Perlahan, ia membuka mata dan bergerak turun ke lantai bawah untuk melihat apakah suaminya ada disini atau tidak.“Mas?Adam yang sedang berbicara dengan pria paruh baya berseragam hitam supir menoleh, “Kamu udah bangun?”“Ini... siapa?”“Selamat pagi, bu.” Pak Dani menyapa Alma untuk pertama kalinya.“Iya, pagi.”“Ini pak Dani, supir baru kamu. Aku ada hadiah buat kamu. Tadinya sih hadiahnya mau aku kasih di hari pertama pernikahan kita, tapi aku baru sempet sekarang.”Alma mendekati Adam, “Hadiah apa?”Adam menunjuk mobil Mercy berwarna putih keluaran terbaru, “Itu. Kamu udah lama ‘kan pengen mobil itu?”Alma melongo melihat mobil Mercy yang ia idam-idamkan selama ini ada didepan matanya, “Mas, ini kamu yang beli?”Adam mengangguk, “Cash.”Alma menatap Adam lalu tersenyum, “Mas? Semuanya udah kembali normal?”Adam mengangguk, “Gih, cobain dulu.”Alma tersen
“Makasih ya, pak.” ucap Alma ketika pak Dani membukakan pintu mobil saat sampai di depan kafe keluarga Sezan.“Sama-sama, kak.”“Bapak mau tunggu disini atau pulang aja?”“Wah bapak mah terserah kakak aja.”“Aku kayaknya lama, pak, mending bapak pulang dulu biar bisa istirahat. Nanti aku pulangnya sore.”“Oh begitu. Ya sudah kak, bapak pulang. Nanti kasih taunya tiga puluh menit menuju pulang aja, biar kakak gak nunggu lama.”“Oke.”“Permisi, kak.”“Iya."Alma memperhatikan pak Dani ketika masuk ke dalam mobil lalu menghilang di parkiran kafe. Ia tertawa karena pak Dani ternyata benar-benar memanggilnya dengan sebutan kakak sesuai permintaannya. Ia berjalan masuk ke dalam kafe.“Itu Alma.” tunjuk Amih yang sedang duduk bersama Apih di salah satu meja.“Halo, mih, pih. Apa kabar?” Alma mencium pipi kanan-kiri Amih yang berdiri menyambutnya.“Baik. Kamu gimana?”“Baik juga kok, mih.”Amih mengusap perut Alma, “Amih ikut sedih sama apa yang terjadi.”Alma tersenyum ketir,
Alma memilih pergi menaiki taksi online untuk bertemu dengan Mario. Ia butuh mantan pacarnya segera untuk mencari informasi tempat tinggal atau tempat kerja Tiara. Ia bahkan tidak pamitan pada Audy dan Sezan. Ia takut Mario berubah pikiran dan tidak bisa menemuinya secepatnya.“Pak, tolong lebih cepet ya.” pintanya pada supir taksi.“Baik, mbak.”Sudah beberapa kali ponsel Alma bergetar. Audy menelponnya. Tidak biasanya Alma menghilang begini. Ia khawatir dan takut terjadi apa-apa pada temannya ini.Ponselnya kembali bergetar. Kini telpon berasal dari Adam, tapi ia mengacuhkanya, “Aduh, mas, kamu kenapa sih telpon aku. Tumben banget.”Untuk kedua kalinya ponsel Alma bergetar. Kali ini dari Mario. Dengan cepat ia mengangkat telpon itu, “Halo, Rio? Tunggu ya, sebentar lagi aku sampe.”“Kamu ada perlu apa sih? Nanti siang aja di jam makan siang gimana? Aku harus ke kantor.”“Rio, aku mohon tunggu sebentar. Ya?”
Adam terus memainkan laptopnya dan mengacuhkan Alma yang duduk di hadapannya di meja makan. Alma yang tadi berkilah bertemu teman lamanya yang tidak Audy kenali dipercaya Adam begitu saja. Masalah selesai setidaknya untuk hari ini. Tapi untuk urusan mendapatkan alamat Tiara tentu saja gagal total. Mario mendadak tidak mengangkat telponnya. Tidak biasanya. Sekalipun dulu mereka tengah bertengkar, dan puluhan chat tidak dibalas, telpon Alma pasti akan selalu diangkat. “Kamu tau sekarang ada pak Dani?” pertanyaan Adam mengagetkan Alma yang sedang melamun mengatur strategi. “Hm?” Adam menggeser laptopnya agar bisa melihat istrinya, “Kamu tau sekarang ada pak Dani?” tanyanya mengulang. “Tau.” “Terus kenapa pulang naek taksi?” “Mas, tadi kan aku udah bilang, tadi aku lupa udah punya supir pribadi.” “Kasian loh pak Dani sampe ikut khawatirin kamu. Di sangkanya dia yang gak bagus kerjanya jadi kamu harus naek ta