Alma membuka pintu ruang tamu dan terkejut kala melihat keberadaan suster Ruth yang tengah menemani Belle bermain. Matanya membulat, mulutnya melongo. Sedetik kemudian ia tertawa dan berlari menghampiri suster Ruth yang sudah lebih dulu tertawa disamping Belle.“Suuuus, aku kangen.” Alma memeluk erat suster Ruth.“Aku jugaaa.”Alma melepaskan pelukkan mereka, “Dari kapan?”“Apanya?”“Suster ada disini.”“Dari hari kamu masuk rumah sakit. Audy atau mama kamu gak bilang?”Alma diam sebentar. Audy siang kemaren memang datang ke rumah sakit, saat jam besuk sudah habis. Ia hanya memberikan salad buah dan pizza sebagai makan siangnya. Tapi ‘kan seharusnya Audy bilang lewat chat kek atau telpon untuk mengatakan bahwa suster Ruth ada di rumah.Mama juga tidak mengatakan apapun selain memintanya pulang. Ah, ia sudah menduga permainan mama.“Mereka gak bilang.” jawab Alma cemberut.Suster Ruth mengusap lengan Alma, “Ya udah, yang penting aku ada disini sekarang.”Alma mengangguk.“M
Pagi hari ketika Alma baru bangun, ia menangkap bau aroma kopi hitam yang ia tahu hanya Adam yang bisa membuatnya. Perlahan, ia membuka mata dan bergerak turun ke lantai bawah untuk melihat apakah suaminya ada disini atau tidak.“Mas?Adam yang sedang berbicara dengan pria paruh baya berseragam hitam supir menoleh, “Kamu udah bangun?”“Ini... siapa?”“Selamat pagi, bu.” Pak Dani menyapa Alma untuk pertama kalinya.“Iya, pagi.”“Ini pak Dani, supir baru kamu. Aku ada hadiah buat kamu. Tadinya sih hadiahnya mau aku kasih di hari pertama pernikahan kita, tapi aku baru sempet sekarang.”Alma mendekati Adam, “Hadiah apa?”Adam menunjuk mobil Mercy berwarna putih keluaran terbaru, “Itu. Kamu udah lama ‘kan pengen mobil itu?”Alma melongo melihat mobil Mercy yang ia idam-idamkan selama ini ada didepan matanya, “Mas, ini kamu yang beli?”Adam mengangguk, “Cash.”Alma menatap Adam lalu tersenyum, “Mas? Semuanya udah kembali normal?”Adam mengangguk, “Gih, cobain dulu.”Alma tersen
“Makasih ya, pak.” ucap Alma ketika pak Dani membukakan pintu mobil saat sampai di depan kafe keluarga Sezan.“Sama-sama, kak.”“Bapak mau tunggu disini atau pulang aja?”“Wah bapak mah terserah kakak aja.”“Aku kayaknya lama, pak, mending bapak pulang dulu biar bisa istirahat. Nanti aku pulangnya sore.”“Oh begitu. Ya sudah kak, bapak pulang. Nanti kasih taunya tiga puluh menit menuju pulang aja, biar kakak gak nunggu lama.”“Oke.”“Permisi, kak.”“Iya."Alma memperhatikan pak Dani ketika masuk ke dalam mobil lalu menghilang di parkiran kafe. Ia tertawa karena pak Dani ternyata benar-benar memanggilnya dengan sebutan kakak sesuai permintaannya. Ia berjalan masuk ke dalam kafe.“Itu Alma.” tunjuk Amih yang sedang duduk bersama Apih di salah satu meja.“Halo, mih, pih. Apa kabar?” Alma mencium pipi kanan-kiri Amih yang berdiri menyambutnya.“Baik. Kamu gimana?”“Baik juga kok, mih.”Amih mengusap perut Alma, “Amih ikut sedih sama apa yang terjadi.”Alma tersenyum ketir,
Alma memilih pergi menaiki taksi online untuk bertemu dengan Mario. Ia butuh mantan pacarnya segera untuk mencari informasi tempat tinggal atau tempat kerja Tiara. Ia bahkan tidak pamitan pada Audy dan Sezan. Ia takut Mario berubah pikiran dan tidak bisa menemuinya secepatnya.“Pak, tolong lebih cepet ya.” pintanya pada supir taksi.“Baik, mbak.”Sudah beberapa kali ponsel Alma bergetar. Audy menelponnya. Tidak biasanya Alma menghilang begini. Ia khawatir dan takut terjadi apa-apa pada temannya ini.Ponselnya kembali bergetar. Kini telpon berasal dari Adam, tapi ia mengacuhkanya, “Aduh, mas, kamu kenapa sih telpon aku. Tumben banget.”Untuk kedua kalinya ponsel Alma bergetar. Kali ini dari Mario. Dengan cepat ia mengangkat telpon itu, “Halo, Rio? Tunggu ya, sebentar lagi aku sampe.”“Kamu ada perlu apa sih? Nanti siang aja di jam makan siang gimana? Aku harus ke kantor.”“Rio, aku mohon tunggu sebentar. Ya?”
Adam terus memainkan laptopnya dan mengacuhkan Alma yang duduk di hadapannya di meja makan. Alma yang tadi berkilah bertemu teman lamanya yang tidak Audy kenali dipercaya Adam begitu saja. Masalah selesai setidaknya untuk hari ini. Tapi untuk urusan mendapatkan alamat Tiara tentu saja gagal total. Mario mendadak tidak mengangkat telponnya. Tidak biasanya. Sekalipun dulu mereka tengah bertengkar, dan puluhan chat tidak dibalas, telpon Alma pasti akan selalu diangkat. “Kamu tau sekarang ada pak Dani?” pertanyaan Adam mengagetkan Alma yang sedang melamun mengatur strategi. “Hm?” Adam menggeser laptopnya agar bisa melihat istrinya, “Kamu tau sekarang ada pak Dani?” tanyanya mengulang. “Tau.” “Terus kenapa pulang naek taksi?” “Mas, tadi kan aku udah bilang, tadi aku lupa udah punya supir pribadi.” “Kasian loh pak Dani sampe ikut khawatirin kamu. Di sangkanya dia yang gak bagus kerjanya jadi kamu harus naek ta
Tiga puluh menit setelah Adam pergi, Alma langsung mandi dan siap-siap pergi menemui Mario. Ia tak memiliki waktu untuk bekerja sama dengan suster Ruth. Apalagi sebenarnya yang ia pahami sekarang suster Ruth bekerja untuk papa, bukan untuk Adam, sehingga ia tidak boleh gegabah percaya padanya begitu saja.Alma mengintip pak Dani yang sedang menggunting cemara udang sambil bersenandung menyanyikan lagu Cucak Rowo di halaman rumah. Ia sudah tahu bagaimana caranya bisa pergi, yakni ketika pak Dani ke belakang untuk mengambil selang untuk menyerimi tanaman, ia bisa lari agar tidak ketahuan.“Ayo pak Dani cepetan ke belakang rumah.”Alma juga sudah mengatur strategi bagaimana ia bisa keluar dari rumah tanpa ketahuan. Ia tahu rutinitas suster Ruth. Ketika sudah beres memandikan Belle, maka ia akan membersihkan dirinya dengan memberikan mainan pada Belle dan mengunci pintu kamar. Maka dari itu ia siap kabur beberapa menit lagi ketika momen itu datang.“Sus cepetan dong kunci pintu kamarn
Mario menyerahkan kertas kecil berisi alamat Tiara, “Ini alamat butik Tiara. Kadang dia tinggal disana."Alma kaget karena Mario benar memberikannya alamat Tiara. Ia pikir hari ini Mario akan tetap mempermainkannya.“Kenapa? Kamu kaget ya aku kasih alamat Tiara?”“Hah? Eum... enggak. Aku tau kamu pasti bakal kasih alamat Tiara. aku terima ya.” Alma mengambil kertas itu dan membaca alamatnya baik-baik. Oke, ia tahu alamat ini.“Sebenernya urusan kamu sama Tiara apa?”Alma melipat kertas kecil dan memasukkannya ke dalam tas tangannya, “Kan aku udah bilang aku mau bikin baju sama dia.”Mario mengangguk-angguk.“Kamu deket banget sama dia?”“Enggak begitu sih, paling cuma ngobrol ala kadarnya.”Alma mengangguk, “Oh gitu.”“Soalnya usia kita beda jauh, jadi gak terlalu nyambung.”“Iya sih bener juga.”Mario mencondongkan badannya ke arah meja, “Karena aku udah kasih ala
“Makan, Ma.” Tiara mempersilakan Alma untuk makan Sirloin Steak yang baru saja diantarkan pramusaji ke meja mereka. Alma mengangguk. Ia mengambil garpu dan pisau untuk mulai memotong steik. Ia tidak berhenti memuji tempat ini. Lounge Resto ini adalah tempat yang sangat ingin ia datangi tapi belum sempat karena ia tidak punya kenalan orang yang bekerja disini. Hanya anak-anak orang kaya atau dia sendiri seorang pengusaha untuk bisa makan disini. Ketika ia melihat harga menu, harganya memang mahal tapi masih bisa ia jangkau meski selanjutnya harus libur nongkrong. Ia hanya tidak punya akses untuk bisa datang kesini. “Kamu pernah kesini sama Mario?” tanya Tiara ketika Alma melirik sekeliling meja di sela-sela makannya. Di ruangan ini hanya ada mereka berdua, karena Tiara sengaja memesan private place. Alma menggeleng, “Kita gak punya akses buat kesini.” Tiara mengangguk, “Aku denger dari Mona, setiap ke kafe fancy, Mario harus manfaatin kamu. Karena biasanya kamu yang punya akses bu