Alma berdiri memunggungi Mario yang berjalan melewatinya. Ia menarik lengan suster Ruth dan mengatakkan untuk terus memperhatikan kemana arah cowok itu pergi.
Suster Ruth menurut. Meski tidak tahu itu siapa, ia menjalankan tugasnya dengan baik. Ketika Mario sudah berjalan jauh dan tak nampak dirinya lagi, suster Ruth melirik Alma, “Orangnya udah pergi.” Alma bergerak pelan dan melongokkan wajahnya ke arah Mario melewati mereka. Ia membuang nafas lega, “Akhirnyaaa.” “Dia siapa?” “Mantan aku.” “Oh.” “Dia pergi kemana?” “Tadi sih ke arah timur.” Alma merapikan rambutnya dan mengatur nafas sedemikian rupa karena benar-benar kaget ketika melihat Mario dari kejauhan. Ia tidak siap bertengkar dengan mantan pacarnya. Ia juga tidak siap meladeni beribu pertanyaannya yang pasti akan bertanya mengenai alasan memutuskannya sepihak setelah jadi istri orang. “Kita pulang sekarang?” Alma menggeleng“Suara Alma kekencengan ya? Aduh, maaf ya, mama jadi gak enak.” mama menarik lengan Alma, “Minta maaf sama suami kamu.”Alma melipat kedua tangannya, “Ogah.”Adam memijat dahinya yang pusing. Ia baru saja tertidur setelah menyelesaikan jurnal penelitiannya, tapi harus terbangun dengan suara kencang Alma yang menyebut enggan satu kasur dengan Belle selamanya, membuatnya tersinggung dan harus mengambil sikap tegas.“Kamu masuk kamar sana, mama juga mau tidur lagi.” mama melirik Adam, “Nak Adam, mama tinggal dulu ya.”Adam mengangguk, “Maaf ya, ma tidurnya terganggu karena Alma.”“Hehehe, gak papa, mama udah biasa kok.”Setelah mama masuk ke dalam kamar, Adam duduk disamping Alma, “Ayo ke kamar.” pintanya dengan suara lembut.“Gak. Kamu aja sana.”Adam merebahkan dirinya di sofa, “Ya udah aku tidur disini juga deh.”Alma melirik Adam tanpa bicara apa pun. Ia tetap ngambek dan enggan pindah ke dal
Setelah melempar Adam dengan bantal, Alma di minta untuk diam di ruangan bertiga dengan Virza dan suster yang akan menemaninya konseling. Papa-mama dan Adam diminta keluar.“Dokter, saya kan mamanya, saya tetap tunggu disini ya?” mama memohon.Virza melirik Adam sebentar, “Tidak bisa, bu, sudah begitu prosedurnya. Ibu tunggu di luar, jika saya butuhkan keterangannya nanti ibu dan bapak akan suster panggil.”“Udah lah, ma, kita ikut prosedur saja. Itu Alma keliatan udah baik-baik aja kok, jadi gak perlu di temani.” Papa mengelus bahu mama dan memberikannya pengertian. Papa menatap Virza, “Kami akan menunggu di luar.”Virza mengangguk, “Silakan, pak.”Papa menarik lengan mama. Adam juga berjalan membuntut dibelakang mama dan papa. Mereka akan menunggu di luar.“Nak Adam tidak ada jadwal dinas?” tanya papa ketika mereka sudah berada di luar ruangan.“Ada, pa, saya udah izin sampe tahu penjelasan dari psikiater menge
“Ma, pa, saya izin tinggal dulu.”“Oh iya, nak Adam, silakan.” Papa mempersilakan Adam bertugas.Adam berlari ke UGD untuk bertemu dengan pasien yang ngamuk yang katanya meminta untuk bertemu dengannya. Siapakah gerangan manusia yang sempat-sempatnya ngamuk di saat genting begini.Dokter yang berjaga di UGD menunjuk seorang perempuan jangkung berwajah blaseteran yang tengah di tahan oleh dua perawat karena ngamuk ingin mencari Adam.“Tiara?”“Adam? Kamu dateng juga akhirnya.”Adam meminta dua perawat yang menahan perempuan bernama Tiara itu untuk pergi.“Adam, aku kangen sama kamu.” Tiara memeluk Adam.“Ti, lepas.” Adam berusaha keras melepas Tiara dari badannya.“Kamu kenapa? Kok gini sama aku?”Adam tak menggubris pertanyaan Tiara, “Kamu kenapa bisa masuk UGD?”Tiara menunjuk kakinya yang baret penuh luka, dan salah satu pergelangan kakinya sudah di perban karena mengeluarkan darah cuku
“Virza? Adam?”Adam keluar dari pintu lift buru-buru. Ia sangat menghindari kejaran dan bertemu Tiara yang akan memperkeruh hubungan suami istrinya dengan Alma. Tiara yang masih terobsesi dengan Adam pasti akan melakukan banyak hal untuk memenuhi egonya.“Adam! Tunggu, aku mau ngomong sama kamu.” Tiara menarik lengan Adam.Dengan cepat Adam melepaskan cengkraman Tiara di lengannya, “Jangan pernah deketin aku lagi, Ra.”“Dam, aku masih sayang sama kamu.”“Tapi bukan berarti kita harus ketemu lagi ‘kan? Kita udah selesai, jauh sebelum aku menikahi Dara. Jadi dengan sangat, aku memohon sama kamu untuk pergi tinggalin aku.”“Tapi kan Dara udah gak ada, Dam, jadi kita bisa mulai kisah kita yang terhenti sementara.” Tiara memasang wajah memelas untuk merayu Adam.“Ra, aku udah menikah lagi minggu lalu.”Tiara tertawa, “Kamu bohong.”“Kamu gak percaya?” Adam memamerkan cincin nikahnya, “Kamu percaya sekarang?”“Dam, kamu.... nikah sama siapa?”“Ada satu perempuan yang sangat aku
Ketika Adam berlari akan menghampiri Alma yang sudah tergeletak duduk setelah jadi korban tabrak lari, ada orang lain yang berteriak tertabrak mobil. Ya, Tiara.“Adam!” pekik Tiara kencang dari arah berlawanan dengan Alma.Adam menatapnya dan kini bingung harus menolong siapa. Tiara yang terduduk di dekatnya, atau Alma istrinya yang kini sudah di bantu orang sekitar untuk bangkit dan berjalan ke arahnya.“Adam, sakit.” ringis Tiara manja.Adam masih berdiri kebingungan. Ia mengusap kepalanya dan berlari menghampiri Tiara yang sudah di bantu driver ojek online yang kebetulan sedang lewat, “Ayo, Ra.”Tiara yang senang masih mendapatkan perhatian Adam tersenyum amat puas. Tak sia-sia aksi menabrakkan diri ke jalanan untuk mendapatkan simpati mantan kekasihnya itu. Meski tidak percaya bahwa Adam sudah jadi milik orang lain, milik Alma seorang anak ingusan baru gede.Virza yang ada tidak jauh dari sana menghampiri Tiara, “Dam, udah Tiara biar sama gue aja. Lo samperin Alma sana.”Ad
Virza membuka pintu ruangan Adam dan membawakan kopi hitam seperti biasa untuk di taruh di mejanya. Sebuah kebiasaan rutin yang mereka lakukan silih berganti agar bisa mengawali hari dengan melek sempurna. Ia yang biasa melihat ruangan sahabatnya kosong melompong tak ada orang, atau melihat Adam tengah mempersiapkan diri menuju waktu konslutasi, kini melihat Adam dan Alma yang saling berpelukkan di atas sofa.“Wadaw, pantes dari luar ada bau aroma melati. Ternyata ada yang lagi bulan madu disini. Aw, aw, aw, gue gak boleh liat ini karena masih dibawah umur.” Virza menutup matanya sebagian sambil berjalan dan duduk di kursi kerja Adam.Adam mengerjap-ngerjap. Ia yang sadar ada Virza yang masuk tanpa malu membawakan kopi pahit wajibnya, hanya membuang nafas kesal karena sahabatnya itu tidak mengerti situasi dan kondisi. Seharusnya disaat seperti ini Virza menutup pintu kembali dan pergi kemana saja sembari menunggu ia dan Alma bangun.“Lo kok tidur disini?”Adam mengusap wajahnya
Saat Alma meminta Adam diam dan melakukan aktivitas makannya, Mario berjalan melewati meja yang di dudukki Adam yang berada dekat dengan pintu. Ia berjalan beriringan dengan seorang perempuan seusianya. Ketika Mario lewat, ia sempat melihat ponsel Alma yang tergeletak di atas meja. Posisi ponsel yang menampilkan casenya membuatnya tahu itu milik siapa. Ia terus memperhatikan ponsel itu hingga membuatnya melirik Adam yang tengah menyedot jus stroberi.“Rio, kok diem? Cepetan, nanti jam makan siangnya keburu abis.” dorong seorang perempuan yang Alma intip adalah orang yang sempat di posting mantan pacarnya di story whatsapp.“Oh, iya, sori-sori.” Mario kembali berjalan meski sesekali ia terus melirik ke arah Adam yang kembali menatap istrinya yang masih bersembunyi di bawah kakinya.“Sayang, orangnya udah masuk.”“Udah duduk?”Adam melihat ke arah depan untuk mencari tahu apa yang sedang di lakukan Mario. Ia mengangguk lalu menatap Alma, “Udah. Ayo bangun.” Ia menarik lengan istr
“Alma, kamu tuh. Anak bayi aja kamu musuhin.” cerocos mama.“Dia bukan sekedar bayi, ma, dia tuh pengacau di hidup aku yang selama ini tenang. Dia orang ketiga di hubungan aku sama mas Adam.”Mama melirik Adam yang hanya membuang nafas pelan.“Ma, ini ada nasi goreng Kambing dari kafe Sezan. Saya izin makan duluan karena harus langsung ke rumah sakit lagi setelah ini.”“Oh iya nak Adam, nanti bibi siapin dulu piringnya. Sebentar ya.” mama berlalu ke dapur.Adam berjalan pelan menuju ruang makan. Ia mengacuhkan ucapan Alma. Ini bukan saatnya bertengkar. Akan sangat beresiko jika ia meladeni ucapan Alma yang menyakitkan.“Alma.” Suster Ruth menghampiri Alma sambil menggendong Belle yang tengah anteng bicara sendiri.“Stop! Jaga jarak aman! Aku gak mau deket-deket sama Belle.” Alma menahan suster Ruth yang akan berjalan menghampirinya.Suster Ruth menatap Belle lalu menatap Alma, “Akhirnya kamu pulang juga. Aku khawatir banget waktu kamu pingsan.”Alma membuka sedikit kacamatan