Ketika Adam berlari akan menghampiri Alma yang sudah tergeletak duduk setelah jadi korban tabrak lari, ada orang lain yang berteriak tertabrak mobil. Ya, Tiara.“Adam!” pekik Tiara kencang dari arah berlawanan dengan Alma.Adam menatapnya dan kini bingung harus menolong siapa. Tiara yang terduduk di dekatnya, atau Alma istrinya yang kini sudah di bantu orang sekitar untuk bangkit dan berjalan ke arahnya.“Adam, sakit.” ringis Tiara manja.Adam masih berdiri kebingungan. Ia mengusap kepalanya dan berlari menghampiri Tiara yang sudah di bantu driver ojek online yang kebetulan sedang lewat, “Ayo, Ra.”Tiara yang senang masih mendapatkan perhatian Adam tersenyum amat puas. Tak sia-sia aksi menabrakkan diri ke jalanan untuk mendapatkan simpati mantan kekasihnya itu. Meski tidak percaya bahwa Adam sudah jadi milik orang lain, milik Alma seorang anak ingusan baru gede.Virza yang ada tidak jauh dari sana menghampiri Tiara, “Dam, udah Tiara biar sama gue aja. Lo samperin Alma sana.”Ad
Virza membuka pintu ruangan Adam dan membawakan kopi hitam seperti biasa untuk di taruh di mejanya. Sebuah kebiasaan rutin yang mereka lakukan silih berganti agar bisa mengawali hari dengan melek sempurna. Ia yang biasa melihat ruangan sahabatnya kosong melompong tak ada orang, atau melihat Adam tengah mempersiapkan diri menuju waktu konslutasi, kini melihat Adam dan Alma yang saling berpelukkan di atas sofa.“Wadaw, pantes dari luar ada bau aroma melati. Ternyata ada yang lagi bulan madu disini. Aw, aw, aw, gue gak boleh liat ini karena masih dibawah umur.” Virza menutup matanya sebagian sambil berjalan dan duduk di kursi kerja Adam.Adam mengerjap-ngerjap. Ia yang sadar ada Virza yang masuk tanpa malu membawakan kopi pahit wajibnya, hanya membuang nafas kesal karena sahabatnya itu tidak mengerti situasi dan kondisi. Seharusnya disaat seperti ini Virza menutup pintu kembali dan pergi kemana saja sembari menunggu ia dan Alma bangun.“Lo kok tidur disini?”Adam mengusap wajahnya
Saat Alma meminta Adam diam dan melakukan aktivitas makannya, Mario berjalan melewati meja yang di dudukki Adam yang berada dekat dengan pintu. Ia berjalan beriringan dengan seorang perempuan seusianya. Ketika Mario lewat, ia sempat melihat ponsel Alma yang tergeletak di atas meja. Posisi ponsel yang menampilkan casenya membuatnya tahu itu milik siapa. Ia terus memperhatikan ponsel itu hingga membuatnya melirik Adam yang tengah menyedot jus stroberi.“Rio, kok diem? Cepetan, nanti jam makan siangnya keburu abis.” dorong seorang perempuan yang Alma intip adalah orang yang sempat di posting mantan pacarnya di story whatsapp.“Oh, iya, sori-sori.” Mario kembali berjalan meski sesekali ia terus melirik ke arah Adam yang kembali menatap istrinya yang masih bersembunyi di bawah kakinya.“Sayang, orangnya udah masuk.”“Udah duduk?”Adam melihat ke arah depan untuk mencari tahu apa yang sedang di lakukan Mario. Ia mengangguk lalu menatap Alma, “Udah. Ayo bangun.” Ia menarik lengan istr
“Alma, kamu tuh. Anak bayi aja kamu musuhin.” cerocos mama.“Dia bukan sekedar bayi, ma, dia tuh pengacau di hidup aku yang selama ini tenang. Dia orang ketiga di hubungan aku sama mas Adam.”Mama melirik Adam yang hanya membuang nafas pelan.“Ma, ini ada nasi goreng Kambing dari kafe Sezan. Saya izin makan duluan karena harus langsung ke rumah sakit lagi setelah ini.”“Oh iya nak Adam, nanti bibi siapin dulu piringnya. Sebentar ya.” mama berlalu ke dapur.Adam berjalan pelan menuju ruang makan. Ia mengacuhkan ucapan Alma. Ini bukan saatnya bertengkar. Akan sangat beresiko jika ia meladeni ucapan Alma yang menyakitkan.“Alma.” Suster Ruth menghampiri Alma sambil menggendong Belle yang tengah anteng bicara sendiri.“Stop! Jaga jarak aman! Aku gak mau deket-deket sama Belle.” Alma menahan suster Ruth yang akan berjalan menghampirinya.Suster Ruth menatap Belle lalu menatap Alma, “Akhirnya kamu pulang juga. Aku khawatir banget waktu kamu pingsan.”Alma membuka sedikit kacamatan
Dengan wajah super panik Adam turun tangga dan kembali menghampiri mama dan papa yang untungnya masih berada di belakang rumah.“Ma, pa, Alma gak ada di kamarnya.” Adam mengadu membuat dahi papa dan mama mengkerut bingung.“Dia mungkin di kamar mandi, nak Adam."“Gak ada, pa. Kopernya juga ilang, beberapa bajunya juga gak ada,”Mama berdiri. Meskipun sering ribut dengan anak semata wayangnya tapi tentu mama sangat khawatir kalau Alma benar-benar pergi dari rumah ini karena menghadapi masalah Belle. Mama masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga untuk membuktikan sendiri ucapan Adam.“Almaaaa, kamu kemanaaa.” Mama menangis mendapati pintu lemari Alma terbuka berantakkan.Papa yang berjalan membuntut memeluk dan menenangkan mama, “Kita cari Alma sama-sama ya, ma.”“Pa, gimana kalo Alma beneran kabur?”“Dia mau kabur kemana, ma? Paling dia ke rumah Audy atau Sezan.”“Heu heu, Almaaaa.”Adam dengan sibuk mencari Alma ke seluruh penjuru rumah. Ia yang belum tahu betul area disini h
Pagi ini, sebelum Alma bangun, Adam sudah sibuk membereskan baju-baju Alma. Ia menaruh koper di atas kasur. Alma yang merasa dari tadi mendengar suara grasak-grusuk membuka matanya dan melirik Adam yang menatapnya dengan tatapan marah.“Mandi, makan, terus kita pulang.”“Gak mau.”“Aku gak lagi kasih kamu pilihan. Ini perintah.”Alma membalikkan badannya. Ia memunggungi Adam sebagai bentuk protesnya.“Aku gak punya waktu banyak. Aku harus udah di rumah sakit jam delapan.”“Ya udah sana. Kamu kan emang sangat memprioritaskan pasien kamu dari pada istrinya.”Adam tak menjawab sindiran Alma. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih menahan emosi agar tidak terpancing dengan ucapan Alma yang berupa sindiran dan ancaman.Alma membalikkan badan, “Kamu dokter hebat, tapi suami yang payah. Karena kamu cuma mikirin diri kamu dan Belle aja.”Adam berdiri tegak setelah berhasil menutup koper.“Kamu ngapain nikahin aku sih kalo isi pikiran kamu penuh sama Belle?”“Berhenti ko
“Mario?” Kamu ngapain disini?”Mario tersenyum. Kini ia menatap keberadaan suster Ruth yang terus melirik ke arah Alma seolah mengerti ketakutannya.“Aku sengaja ngikutin kamu kesini.”“Maksud kamu?”“Aku tau Audy bentar lagi ulah tahun, dan kamu pasti bakal kasih dia hadiah. Dari yang udah-udah kamu punya kebiasaan beli hadiah di mall ini H-4 acaranya. Jadi aku tau kamu kesini.”Alma berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia tidak boleh terlihat cemas atau takut karena bertemu Mario.“Kamu... gak kerja?”“Kerja. Kebetulan kantor aku fleksibel, jadi bisa nentuin kerja dimana pun yang penting laporannya masuk.”Alma diam dan tak berniat bertanya apapun lagi.Mario menunjuk Belle, “Ini... anak tiri kamu?”Alma melirik Belle, ia mengangguk, “Iya.”Mario tertawa, “Aku gak nyangka kamu nikah sama duda beranak. Kayak gak ada cowok lain aja, Ma-Ma.”Alma berang, ia mar
Sepulangnya dari mall, suster Ruth berhasil menidurkan Belle yang tampak kelelahan setelah bermain di time zone. Suster Ruth yang juga pasti kelelahan tertidur di sofa kamar Belle. Alma yang melihatnya tertawa.“Ya ampun, sus, kasian banget. Pasti capek banget abis ngajak maen Belle.”Alma masuk ke dalam kamar dan mengambil selimut Belle untuk menutupi kaki suster Ruth yang mungkin kedinginan. Tadinya ia akan memberikan bantal, tapi takut membuat suster Ruth malah terbangun. “Tinggalin dulu aja deh, aku juga mau tidur siang.” Alma melangkah pergi keluar kamar sambil menutup pintunya. Ia yang bergerak ke arah kamarnya mendengar suara bell yang di pencet dua kali, “Siapa ya? Mas Adam udah pulang jam segini?”Alma menuruni tangga dengan cepat dan membuka pintu. Orang yang ia pikir Adam, ternyata adalah seorang kurir yang mengantarkan pesanan onlinenya beberapa hari lalu.“Permisi, dengan ibu Almaira Indira?"“Betul, pak.”Pegawai kurir itu menyerahkan lima buah dus berukuran sedang pad