Dengan wajah super panik Adam turun tangga dan kembali menghampiri mama dan papa yang untungnya masih berada di belakang rumah.“Ma, pa, Alma gak ada di kamarnya.” Adam mengadu membuat dahi papa dan mama mengkerut bingung.“Dia mungkin di kamar mandi, nak Adam."“Gak ada, pa. Kopernya juga ilang, beberapa bajunya juga gak ada,”Mama berdiri. Meskipun sering ribut dengan anak semata wayangnya tapi tentu mama sangat khawatir kalau Alma benar-benar pergi dari rumah ini karena menghadapi masalah Belle. Mama masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga untuk membuktikan sendiri ucapan Adam.“Almaaaa, kamu kemanaaa.” Mama menangis mendapati pintu lemari Alma terbuka berantakkan.Papa yang berjalan membuntut memeluk dan menenangkan mama, “Kita cari Alma sama-sama ya, ma.”“Pa, gimana kalo Alma beneran kabur?”“Dia mau kabur kemana, ma? Paling dia ke rumah Audy atau Sezan.”“Heu heu, Almaaaa.”Adam dengan sibuk mencari Alma ke seluruh penjuru rumah. Ia yang belum tahu betul area disini h
Pagi ini, sebelum Alma bangun, Adam sudah sibuk membereskan baju-baju Alma. Ia menaruh koper di atas kasur. Alma yang merasa dari tadi mendengar suara grasak-grusuk membuka matanya dan melirik Adam yang menatapnya dengan tatapan marah.“Mandi, makan, terus kita pulang.”“Gak mau.”“Aku gak lagi kasih kamu pilihan. Ini perintah.”Alma membalikkan badannya. Ia memunggungi Adam sebagai bentuk protesnya.“Aku gak punya waktu banyak. Aku harus udah di rumah sakit jam delapan.”“Ya udah sana. Kamu kan emang sangat memprioritaskan pasien kamu dari pada istrinya.”Adam tak menjawab sindiran Alma. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih menahan emosi agar tidak terpancing dengan ucapan Alma yang berupa sindiran dan ancaman.Alma membalikkan badan, “Kamu dokter hebat, tapi suami yang payah. Karena kamu cuma mikirin diri kamu dan Belle aja.”Adam berdiri tegak setelah berhasil menutup koper.“Kamu ngapain nikahin aku sih kalo isi pikiran kamu penuh sama Belle?”“Berhenti ko
“Mario?” Kamu ngapain disini?”Mario tersenyum. Kini ia menatap keberadaan suster Ruth yang terus melirik ke arah Alma seolah mengerti ketakutannya.“Aku sengaja ngikutin kamu kesini.”“Maksud kamu?”“Aku tau Audy bentar lagi ulah tahun, dan kamu pasti bakal kasih dia hadiah. Dari yang udah-udah kamu punya kebiasaan beli hadiah di mall ini H-4 acaranya. Jadi aku tau kamu kesini.”Alma berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia tidak boleh terlihat cemas atau takut karena bertemu Mario.“Kamu... gak kerja?”“Kerja. Kebetulan kantor aku fleksibel, jadi bisa nentuin kerja dimana pun yang penting laporannya masuk.”Alma diam dan tak berniat bertanya apapun lagi.Mario menunjuk Belle, “Ini... anak tiri kamu?”Alma melirik Belle, ia mengangguk, “Iya.”Mario tertawa, “Aku gak nyangka kamu nikah sama duda beranak. Kayak gak ada cowok lain aja, Ma-Ma.”Alma berang, ia mar
Sepulangnya dari mall, suster Ruth berhasil menidurkan Belle yang tampak kelelahan setelah bermain di time zone. Suster Ruth yang juga pasti kelelahan tertidur di sofa kamar Belle. Alma yang melihatnya tertawa.“Ya ampun, sus, kasian banget. Pasti capek banget abis ngajak maen Belle.”Alma masuk ke dalam kamar dan mengambil selimut Belle untuk menutupi kaki suster Ruth yang mungkin kedinginan. Tadinya ia akan memberikan bantal, tapi takut membuat suster Ruth malah terbangun. “Tinggalin dulu aja deh, aku juga mau tidur siang.” Alma melangkah pergi keluar kamar sambil menutup pintunya. Ia yang bergerak ke arah kamarnya mendengar suara bell yang di pencet dua kali, “Siapa ya? Mas Adam udah pulang jam segini?”Alma menuruni tangga dengan cepat dan membuka pintu. Orang yang ia pikir Adam, ternyata adalah seorang kurir yang mengantarkan pesanan onlinenya beberapa hari lalu.“Permisi, dengan ibu Almaira Indira?"“Betul, pak.”Pegawai kurir itu menyerahkan lima buah dus berukuran sedang pad
Alma berlari ke lantai dua untuk membereskan barang-barangnya. Pergi dari sini dan mendapatkan omelan mama lebih baik dari apapun. Ia tidak bisa maklum pada perbuatan Adam yang membuat kakinya gemetar sepanjang tatapan menyeramkan itu di suguhkan karena kesalahannya yang entah apa.Ia tahu kesalahannya dimana, tapi heran kenapa hal seperti itu membuat suaminya marah sekali. “Sayang, maafin aku. Aku gak sengaja.” Adam mengejar Alma hingga depan pintu, “Jangan pergi ya, biar aku yang pergi.”Alma berusaha sekuat tenaga menahan air matanya, “Kalo kamu mau pergi, pergi sekarang!” ia menutup pintu dan mengunci kamarnya. Ia melanjutkan menangis dan terduduk lemas dibalik pintu.Setelah masalahnya dengan Belle sedikit reda, kenapa malah muncul masalah lainnya yang menunjukkan sifat asli suaminya yang menyeramkan? Dari dulu Alma sangat tidak suka perlakuan kasar, nada tinggi lawan bicara, bentakkan, dan lemparan barang di hadapannya. Hal itu adalah h
Di rumah sakit, Adam tidak fokus melakukan pengecekkan laporan hasil pasien. Ia terus memikirkan Alma. Ia mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.Tok-Tok-TokCeklek.“Dam, katanya lo balik. Kok ada disini?” Virza langsung masuk begitu pintunya ia buka. Ia duduk di sofa dan memperhatikan sahabatnya itu dengan wajah serius.“Udah.”“Lo kenapa? Berantem lagi soal Belle?”Adam menggeleng, “Gue dengan sengaja mecahin figura foto Dara depan Alma.”“Hah?” Virza melotot, “Bercanda lo.”Adam melepaskan kedua tangannya dari kepala, “Serius.”“Kenapa tiba-tiba lo pecahin foto Dara?”“Dia diem-diem bawa foto itu dari gudang. Dan lo tau dia taro dimana fotonya?”“Dimana?"“Di kamar Belle.”Virza diam sejenak. Ia mencoba menganalisis sikap Alma yang melakukan itu melalui kacamata medis, “Emang kenapa?”Adam menatap Virza, “Za, lo kan tau gue—"“Ber
Alma membuka pintu ruangan Adam dan mendapati perempuan gila yang mengejar suaminya dan sempat ia cakar beberapa malam lalu di sofa ruangan. Ia mengangkat kepala dan melipat kedua tangannya untuk memberikan kesan bahwa ia setara dengan Tiara.“Halo adek manis.”Alma merajuk dipanggil adek manis. Ia melotot, “Gue udah gede!”“Gede? Oyah? Apanya? Harapannya ya? Hahaha.” Tiara berdiri dan menghampiri Alma yang masih berdiri di ambang pintu. Ia menutup pintunya agar obrolan mereka tak sampai ke luar.“Kenapa pintunya di tutup?” tanya Alma waspada.“Kenapa? Adek manis takut?”“Enggak.”“Aku tau Adam lagi di ICU karena nanganin pasien. Terus kenapa istri kecilnya ada disini? Nungguin karena pengen main ular tangga bareng ya?”Alma tak tahan di ledek anak kecil oleh Tiara. Dengan marah ia melepas lipatan tangannya dan mendorong Tiara ke tembok, “Jaga ya mulutnya! Gue ada disini buat nemenin suami gue tugas. Terus elo, tante girang, ngapain disini? Mau godain suami orang? Dasar gak t
Adam tidak mendapati Alma ada di dalam ruangannya. Tas tangannya pun tidak ada. Ia melirik ke sekeliling ruangan pun tidak ada satu pun barang istrinya yang tertinggal disini.“Sayang? Dia kemana ya? Apa di luar?"Adam merogoh ponsel dan memainkannya sebentar. Ia mencari nomor telpon Alma dan menghubunginya. Nomornya tidak aktif. Kemana dia? Baru ditinggal sepuluh menit sudah menghilang.Tidak ada waktu untuk mencari Alma barang hanya mengelilingi rumah sakit ini. Ia harus segera memulai rapat di ruangan aula bersama dokter lainnya. Selama rapat pikirannya kalut sekali memikirkan kemana pergi istrinya. Tidak biasanya begini. Bukankah tidak ada yang salah dengan ucapannya? Kenapa Alma pergi begitu saja? Mereka hanya melakukan pemanasan dan tidak sempat bertukar ucapan lain selain pujian. Dengan langkah lemah, Adam berjalan menuju ruang rapat. Semoga pikirannya masih bisa diajak kompromi untuk beberapa jam kedepan.“Dokter