Saat Alma meminta Adam diam dan melakukan aktivitas makannya, Mario berjalan melewati meja yang di dudukki Adam yang berada dekat dengan pintu. Ia berjalan beriringan dengan seorang perempuan seusianya. Ketika Mario lewat, ia sempat melihat ponsel Alma yang tergeletak di atas meja. Posisi ponsel yang menampilkan casenya membuatnya tahu itu milik siapa. Ia terus memperhatikan ponsel itu hingga membuatnya melirik Adam yang tengah menyedot jus stroberi.“Rio, kok diem? Cepetan, nanti jam makan siangnya keburu abis.” dorong seorang perempuan yang Alma intip adalah orang yang sempat di posting mantan pacarnya di story whatsapp.“Oh, iya, sori-sori.” Mario kembali berjalan meski sesekali ia terus melirik ke arah Adam yang kembali menatap istrinya yang masih bersembunyi di bawah kakinya.“Sayang, orangnya udah masuk.”“Udah duduk?”Adam melihat ke arah depan untuk mencari tahu apa yang sedang di lakukan Mario. Ia mengangguk lalu menatap Alma, “Udah. Ayo bangun.” Ia menarik lengan istr
“Alma, kamu tuh. Anak bayi aja kamu musuhin.” cerocos mama.“Dia bukan sekedar bayi, ma, dia tuh pengacau di hidup aku yang selama ini tenang. Dia orang ketiga di hubungan aku sama mas Adam.”Mama melirik Adam yang hanya membuang nafas pelan.“Ma, ini ada nasi goreng Kambing dari kafe Sezan. Saya izin makan duluan karena harus langsung ke rumah sakit lagi setelah ini.”“Oh iya nak Adam, nanti bibi siapin dulu piringnya. Sebentar ya.” mama berlalu ke dapur.Adam berjalan pelan menuju ruang makan. Ia mengacuhkan ucapan Alma. Ini bukan saatnya bertengkar. Akan sangat beresiko jika ia meladeni ucapan Alma yang menyakitkan.“Alma.” Suster Ruth menghampiri Alma sambil menggendong Belle yang tengah anteng bicara sendiri.“Stop! Jaga jarak aman! Aku gak mau deket-deket sama Belle.” Alma menahan suster Ruth yang akan berjalan menghampirinya.Suster Ruth menatap Belle lalu menatap Alma, “Akhirnya kamu pulang juga. Aku khawatir banget waktu kamu pingsan.”Alma membuka sedikit kacamatan
Dengan wajah super panik Adam turun tangga dan kembali menghampiri mama dan papa yang untungnya masih berada di belakang rumah.“Ma, pa, Alma gak ada di kamarnya.” Adam mengadu membuat dahi papa dan mama mengkerut bingung.“Dia mungkin di kamar mandi, nak Adam."“Gak ada, pa. Kopernya juga ilang, beberapa bajunya juga gak ada,”Mama berdiri. Meskipun sering ribut dengan anak semata wayangnya tapi tentu mama sangat khawatir kalau Alma benar-benar pergi dari rumah ini karena menghadapi masalah Belle. Mama masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga untuk membuktikan sendiri ucapan Adam.“Almaaaa, kamu kemanaaa.” Mama menangis mendapati pintu lemari Alma terbuka berantakkan.Papa yang berjalan membuntut memeluk dan menenangkan mama, “Kita cari Alma sama-sama ya, ma.”“Pa, gimana kalo Alma beneran kabur?”“Dia mau kabur kemana, ma? Paling dia ke rumah Audy atau Sezan.”“Heu heu, Almaaaa.”Adam dengan sibuk mencari Alma ke seluruh penjuru rumah. Ia yang belum tahu betul area disini h
Pagi ini, sebelum Alma bangun, Adam sudah sibuk membereskan baju-baju Alma. Ia menaruh koper di atas kasur. Alma yang merasa dari tadi mendengar suara grasak-grusuk membuka matanya dan melirik Adam yang menatapnya dengan tatapan marah.“Mandi, makan, terus kita pulang.”“Gak mau.”“Aku gak lagi kasih kamu pilihan. Ini perintah.”Alma membalikkan badannya. Ia memunggungi Adam sebagai bentuk protesnya.“Aku gak punya waktu banyak. Aku harus udah di rumah sakit jam delapan.”“Ya udah sana. Kamu kan emang sangat memprioritaskan pasien kamu dari pada istrinya.”Adam tak menjawab sindiran Alma. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih menahan emosi agar tidak terpancing dengan ucapan Alma yang berupa sindiran dan ancaman.Alma membalikkan badan, “Kamu dokter hebat, tapi suami yang payah. Karena kamu cuma mikirin diri kamu dan Belle aja.”Adam berdiri tegak setelah berhasil menutup koper.“Kamu ngapain nikahin aku sih kalo isi pikiran kamu penuh sama Belle?”“Berhenti ko
“Mario?” Kamu ngapain disini?”Mario tersenyum. Kini ia menatap keberadaan suster Ruth yang terus melirik ke arah Alma seolah mengerti ketakutannya.“Aku sengaja ngikutin kamu kesini.”“Maksud kamu?”“Aku tau Audy bentar lagi ulah tahun, dan kamu pasti bakal kasih dia hadiah. Dari yang udah-udah kamu punya kebiasaan beli hadiah di mall ini H-4 acaranya. Jadi aku tau kamu kesini.”Alma berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia tidak boleh terlihat cemas atau takut karena bertemu Mario.“Kamu... gak kerja?”“Kerja. Kebetulan kantor aku fleksibel, jadi bisa nentuin kerja dimana pun yang penting laporannya masuk.”Alma diam dan tak berniat bertanya apapun lagi.Mario menunjuk Belle, “Ini... anak tiri kamu?”Alma melirik Belle, ia mengangguk, “Iya.”Mario tertawa, “Aku gak nyangka kamu nikah sama duda beranak. Kayak gak ada cowok lain aja, Ma-Ma.”Alma berang, ia mar
Sepulangnya dari mall, suster Ruth berhasil menidurkan Belle yang tampak kelelahan setelah bermain di time zone. Suster Ruth yang juga pasti kelelahan tertidur di sofa kamar Belle. Alma yang melihatnya tertawa.“Ya ampun, sus, kasian banget. Pasti capek banget abis ngajak maen Belle.”Alma masuk ke dalam kamar dan mengambil selimut Belle untuk menutupi kaki suster Ruth yang mungkin kedinginan. Tadinya ia akan memberikan bantal, tapi takut membuat suster Ruth malah terbangun. “Tinggalin dulu aja deh, aku juga mau tidur siang.” Alma melangkah pergi keluar kamar sambil menutup pintunya. Ia yang bergerak ke arah kamarnya mendengar suara bell yang di pencet dua kali, “Siapa ya? Mas Adam udah pulang jam segini?”Alma menuruni tangga dengan cepat dan membuka pintu. Orang yang ia pikir Adam, ternyata adalah seorang kurir yang mengantarkan pesanan onlinenya beberapa hari lalu.“Permisi, dengan ibu Almaira Indira?"“Betul, pak.”Pegawai kurir itu menyerahkan lima buah dus berukuran sedang pad
Alma berlari ke lantai dua untuk membereskan barang-barangnya. Pergi dari sini dan mendapatkan omelan mama lebih baik dari apapun. Ia tidak bisa maklum pada perbuatan Adam yang membuat kakinya gemetar sepanjang tatapan menyeramkan itu di suguhkan karena kesalahannya yang entah apa.Ia tahu kesalahannya dimana, tapi heran kenapa hal seperti itu membuat suaminya marah sekali. “Sayang, maafin aku. Aku gak sengaja.” Adam mengejar Alma hingga depan pintu, “Jangan pergi ya, biar aku yang pergi.”Alma berusaha sekuat tenaga menahan air matanya, “Kalo kamu mau pergi, pergi sekarang!” ia menutup pintu dan mengunci kamarnya. Ia melanjutkan menangis dan terduduk lemas dibalik pintu.Setelah masalahnya dengan Belle sedikit reda, kenapa malah muncul masalah lainnya yang menunjukkan sifat asli suaminya yang menyeramkan? Dari dulu Alma sangat tidak suka perlakuan kasar, nada tinggi lawan bicara, bentakkan, dan lemparan barang di hadapannya. Hal itu adalah h
Di rumah sakit, Adam tidak fokus melakukan pengecekkan laporan hasil pasien. Ia terus memikirkan Alma. Ia mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.Tok-Tok-TokCeklek.“Dam, katanya lo balik. Kok ada disini?” Virza langsung masuk begitu pintunya ia buka. Ia duduk di sofa dan memperhatikan sahabatnya itu dengan wajah serius.“Udah.”“Lo kenapa? Berantem lagi soal Belle?”Adam menggeleng, “Gue dengan sengaja mecahin figura foto Dara depan Alma.”“Hah?” Virza melotot, “Bercanda lo.”Adam melepaskan kedua tangannya dari kepala, “Serius.”“Kenapa tiba-tiba lo pecahin foto Dara?”“Dia diem-diem bawa foto itu dari gudang. Dan lo tau dia taro dimana fotonya?”“Dimana?"“Di kamar Belle.”Virza diam sejenak. Ia mencoba menganalisis sikap Alma yang melakukan itu melalui kacamata medis, “Emang kenapa?”Adam menatap Virza, “Za, lo kan tau gue—"“Ber