Semua mengangguk setuju ketika papa-mama Alma dan mama dokter Adam menyepakati susunan acara pernikahan untuk esok hari.“Ma! Kok nikahnya besok sih? Itu pernikahan apa tahu bulat?”Mama melotot meminta Alma tutup mulut dan diam saja. Tapi bukan Alma namanya jika ia hanya diam saja seperti anak lain ketika mamanya sudah memintanya diam.Adam, ya bilang saja calon suami Alma melirik gadis itu, dengan suara tenang ia berusaha untuk membuat calon istrinya tidak banyak protes, “Alma, aku gak ada waktu lagi buat nunggu. Jadwal operasi aku padet, dan besok kebetulan gak ada jadwal praktek di Rumah Sakit. Jadi kita bisa melangsungkan pernikahan besok.”Alma menghembuskan nafasnya kencang, “Tapi gak besok dong, dokter Adam. Besok tuh... kurang dari dua puluh empat jam. Aku gak bisa ngapa-ngapain!”“Emangnya kamu mau ngapain? Besok aja kamu tinggal duduk di prosesi ijab kabul, siangnya duduk di kursi pelaminan. Tenang aja, tamunya gak banyak kok, jadi kita gak akan berdiri lama-lama buat salam
“Gimana? Gue udah cantik, kan?” tanya Alma pada Sezan dan Audy, sahabatnya. “Gilaaa lo udah cantik banget kayak Miss Universe, Ma hahaha.” goda Audy. “Euh, lo tuh ya, suka berlebihan.” “Zan, cantik gak gue?” tanyanya lagi pada satu sahabatnya yang belum menjawab. “Canti, Maa, cantik banget.” “Kayak Miss Universe?” ledeknya. “Yeee, dendam lo sama gue.” seloroh Audy kesal.Mereka tertawa.Di hadapan cermin Alma menatap kedua sahabatnya yang berdiri di belakang tubuhnya, “Gue... gak papa kan ya nikah sama duda beranak?” “Gak papa lah, lagi musim tau.” timpal Audy. “Musim, lo pikir rambutan ada musimnya?” “Ya lo emang gak tau banyak slogan duda semakin di depan? Itu artinya, lo mengikuti trend dengan baik hahaha, iya kan, Zan?” Sezan mengangguk. “Zan, lo mah diem aja kayak kena Malaria. Lo kasih tanggepan dong sama pertanyaan gue.” Sezan melirik Audy lalu menatap Alma lewat cermin, “Ya gak papa dong, Ma, kamu mau nikah sama yang single, sama yang duda, sama aja kok, gak ada b
Selesai acara, Adam akan langsung memboyong Alma ke rumahnya. Bersama Belle yang sedari tadi di jaga mbak Ruth, suster pribadinya, Adam berpamitan pada mama dan mertuanya. “Ma, pa, aku pamit bawa Alma ke rumah. Maaf kita gak bisa dinner bareng karena harus beres-beres di rumah.” Adam berpamitan. “Iya, gak papa nak Adam, mama ngerti banget. Alma juga harus belajar ngerti kalau suaminya ini dokter yang gak bisa dua puluh empat jam di rumah.” tutur mama. Alma tidak memberikkan komentar apa-apa, ia hanya menatap mama sedikit kesal. “Kamu belajar gendong Belle. Sekarang kan Belle jadi anak kamu.” goda papa. “Papa ih.” Alma melirik Belle yang sedang tidur di stroller, “Tuh Belle lagi bobo nyenyak, jangan di gangguin.” “Bisa aja alesannya.” sindir mama. “Yeee biarin.” Mama Asry mengelus-elus lengan Alma yang berdiri di sampingnya, “Kalo belum bisa ikut ngurus Belle, gak papa, kamu bisa liatin dulu.” Alma mengangguk dan tersenyum, “Iya, ma, makasih ya pengertiannya.” “Kita mau lang
Alma menutup telinganya dengan lipatan bantal ketika matanya masih menangkap langit di luar jendela masih gelap. Tangannya meraba-raba nakas samping kasur untuk melihat jam digital yang bertengger disana. Matanya terbuka lebar dan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Masih jam lima. Yang benar saja, kenapa mahluk kecil itu terus menangis sepanjang malam.“Arghhhhh! Kenapa sih nangis terus, Belle!” hardiknya kesal.Alma terpaksa bangkit dari posisi tidur dan mengacak-acak rambutnya. Tidurnya semalam memang nyenyak setelah melakukan video call tiga jam dengan Sezan dan Audy karena ia sebagai nyonya baru, memiliki kesempatan memamerkan seisi rumah suaminya. Tapi tolong catat baik-baik, kalau Alma membutuhkan waktu tidur yang lebih lama. Tidak, Alma sehat secara fisik dan mental. Ia juga bukan penderita hipersomnia. Ia hanya suka tidur.Dengan terpaksa Alma turun dari kasur dan berjalan dengan kesal membuka pintu kamarnya. Ia berjalan lurus ke arah kamar Belle di sebelah kiri kamarnya
“Kamu kenapa?” Adam bertanya dengan polosnya. Alma menutup wajah dengan kedua tangannya, “Kamu ngapain disini, mas. Aku mau mandi.” “Yakin mau mandi?” “Yakin lah. Sana keluar!” “Kamu bukannya dari tadi tidur?” “Maaaas, jangan bikin aku marah pagi-pagi gini. Kamu keluar, aku mau mandi, terus nanti giliran kamu yang mandi.” “Kita mandi bareng aja biar menghemat waktu.” “Gak usah ngarang. Sana pergi!” Bukannya menuruti permintaan Alma, Adam malah dengan sengaja menghampirinya, “Kita udah halal buat mandi berdua.” “MAAAS!” Alma bergegas berdiri sambil menutup matanya. Ia mendorong tubuh Adam untuk keluar dari kamar mandi. “Kamu mau ngapain sih? Kok aku di dorong-dorong?” “Awas kamu keluar duluuu!” Adam tidak membalas ucapan Alma lagi, ia malah tertawa senang. Entah apa yang membuatnya sesenang itu karena Alma masih menutup matanya. Ceklek. Alma mengunci kamar mandi setelah mengusir suaminya dari sini. Ia mengatur napasnya dan baru menyadari kalau ia tidak memakai apapun ke
Alma menghampiri Adam yang sedang memakai kemeja kerjanya di kamar, “Mas, aku jadi pergi.” Adam hanya menatapnya datar, “Kamu tau konsekuensinya?” Alma mengangguk, “Aku bawa Belle ‘kan?” “Itu tau.” “Suster Ruth ikut ‘kan?” “Ikut. Karena aku gak bisa ambil resiko kalo ada apa-apa sama Belle dan kamu cuma diem aja.” Alma membuang napasnya kasar, “Mas, kamu kok malah bilang gitu? Kalo ada apa-apa sama Belle, aku gak akan diem aja lah.” “Oyah? Bukannya setiap Belle nangis kamu diem aja?” “Karena aku gak tau harus berbuat apa.” Adam mengangguk, “Ya anggep aja kamu emang gak tau harus berbuat apa.” Alma menahan diri untuk tidak terpancing dengan ucapan Adam. Ia hanya diam memperhatikan suaminya selesai mengancing kemeja. “Mama bilang apa barusan?” “Kamu ngadu sama mama?” “Pertanyaan aku bukan itu.” Alma menutup matanya, “Mas, mending kamu berangkat ke rumah sakit. Aku juga mau pergi sekarang.” Alma membalikkan badan dan akan pergi meninggalkan suaminya di kamar. Tapi urung, ka
Belle menjadi pusat perhatian di kafe sejak kedatangannya kesini. Kakak Sezan yang akan pergi bekerja pun menyempatkan diri sebentar untuk menggendong dan bermain dengan Belle. “Bang Ar, cepet lah nikah terus kasih cucu buat om tante. Sezan juga kayaknya udah ngebet jadi aunty.” Bang Armand tertawa, “Karir dulu lah, Ma. Kasian, mau di kasih makan apa anak istri abang nanti.” “Kalo nikah sama Audy dikasih makan sehari sekali juga gak papa katanya.” ledek Alma. Audy melotot disebrang meja, “Kunyuk lo ya! Kucing gue aja makannya tiga kali. Ini sehari sekali kayak dapet nasi santunan.” Samua tertawa mendengar jawaban Audy. “Ada-ada aja sih jawaban kamu, Dy.” cuap bang Armand menggelengkan kepalanya. “Kalo ngobrol sama si Alma mah emang harus on otak tuh, bang, biar gak kalah.” balas Audy. “Bang, udah nikahin aja Audy. Kasian tau dia pacaran sama aplikasi.” Bang Armand melirik Audy, “Ah masa sih, cantik gini pacaran sama aplikasi?” Audy salah tingkah mendengar pujian bang Armand.
Belle mendendang-nendang air di bak kecil tempatnya mandi, membuat baju Alma semakin basah. Suster Ruth yang berdiri memegangi handuk di belakang tubuh Alma merasa tidak enak dan takut Alma akan marah.“Belle, pelan-pelan, nak, airnya jadi kena mami tuh.”“Huaaaaa.” Belle menangis kencang tanpa aba-aba membuat Alma tersentak kaget.Alma membuang nafas dan menutup matanya. Meski begitu ia belum menyerah dan ingin terus mencoba mendekati Belle.“Belle, liat ada bebek ikut mandi sama Belle. Tuh bebek aja mandinya tenang, Belle juga yang tenang ya.”“Oaaaaak.”“Belle, tenang ya.”Suster Ruth berdiri khawatir karena Alma tak kunjung meminta bantuan padanya. Ia ingin sekali menawarkan bantuan tapi takutnya Alma masih ingin terus mencoba memandikan Belle sendiri.Alma menoleh, “Sus, aku kasih sus aja nih.”“Iya.” Suster Ruth mengambil alih Belle, “Kamu ganti baju aja, takut masuk angin.”“Gak papa, aku mau nemenin sampe Belle sampe beres mandi.”Suster Ruth diam. Ia tidak mungkin