Beranda / Pernikahan / (BUKAN) Duda Biasa / 2. Anak Teman Mama yang Bonafit

Share

2. Anak Teman Mama yang Bonafit

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-26 11:46:21

“Alma, udah siap belum dandannya?” mama main nyelonong saja saat Alma sedang memperhatikkan wajahnya di depan meja rias.

Alma menengok ke arah mama yang sudah cantik mengenakan kebaya brokat berwarna merah lengkap dengan rok batiknya. Rambutnya juga sudah di sanggul seperti istri-istri pejabat yang sering ia lihat di acara HUT RI di televisi.

“Mama mau kemana kok-?”

Belum selesai bertanya, mama sudah melotot ke arah Alma, “Kamu ngapain aja dari tadi? Kok muka kamu masih polosan sih?”

“Emang kita mau kemana sih, ma? Bukannya mama bilang tadi anak temen mama mau kesini, kenapa harus terlalu bergaya?”

“Kamu itu, mau di manapun kita harus tetep dandan cantik dong, Ma, buat menghargai tamu yang dateng. Masa gitu aja mama harus jelasin?”

“Ya aku setuju andaikan mama cuma pake baju dress doang terus dandan tipis-tipis. Kalo ini mah bukan cantik aja mah, tapi heboh. Kayak mau ke Istana Negara tau gak?”

“Mulut kamu itu loh, kayak gak pernah mama didik. Masa mama cuma pake baju dress biasa di acara lamaran anak tunggalnya?”

Alma melotot, ia berdiri dan menatap mama tak percaya, “Apa? Lamaran? Mama kan tadi cuma bilang ketemu anak temen mama, bukan lamaran.”

“Udah, diem kamu. Sekarang dandan terus keluar, ketring udah siap tuh. Masa calon mantennya malah bengong mikirin pacarnya yang gak punya harapan buat di jadiin suami.”

“Ma! Jangan ngomong gitu sama Rio!”

“Loh, emang kenyataannya gitu kan? Empat tahun kamu pacaran sama dia, mama sama papa gak pernah ngerasain martabak yang dia bawa. Orang anaknya kalo mau jemput kamu aja diem di ujung kompleks kan? Masa cowok kayak gitu mau kamu jadiin suami sih! Jelas-jelas dia gak pantes jadi suami kamu.”

Alma tak menjawab ucapan mama. Semua yang mama katakan memang fakta kok, mau di apakan lagi. Ia juga sebenarnya tidak tahu kenapa Rio tidak pernah mau mampir ke rumah untuk bertemu mama dan papa apalagi membawa martabak seperti keinginan mama.

“Udah, jangan ngelamun kamu. Cepet dandan. Kalo nanti pas mama kesini lagi muka kamu masih polos, awas aja! Mama tepungin muka kamu!”

“Di tepungin? Emang aku mau di goreng apa, ma?”

“Ya itu kalo kamu gak mau dandan.”

“Gak usah lah mah, dandan gitu. Ini acara lamaran kan? Aku ketemu orangnya aja gak pernah, ma, jadi biarin dia sama orangtuanya tau kondisi muka aku tanpa make up.”

“Ngawur kamu! Mau ke minimarket depan aja kamu dandannya pol-polan kayak mau ikut lomba Abang None, giliran mau ketemu calon suami gak mau dandan. Cepetan!”

Mama keluar kamar dan menutup pintu kamarnya seperti tadi.

Tak ada yang bisa Alma lakukan lagi selain mulai mendempul wajahnya dengan puluhan make up yang ia miliki. Meski tidak tahu dengan siapa lamaran ini akan di gelar, tapi ia harus tetap berdandan cantik.

Sambil menggosok mukanya saat memakai primer, sebelah tangan Alma memainkan ponselnya untuk melihat apakah pesannya sudah di balas oleh Rio atau belum. Ternyata belum. Bahkan pesannya tidak di baca sama sekali, padahal tadi ia mengiriminya chat sebelum mandi. Dan saat itu Rio sedang istirahat di jam makan siang.

“Rio kemana sih. Tiap gue tanya hal-hal berbau serius dia gak pernah mau bales. Giliran gue bahas yang lain cepet nyautnya.”

Alma menggeser menu hingga ia bisa melihat story Rio. Ia men tapnya dan melihat pacarnya sedang berpose berdua dengan teman kerja perempuannya saat makan siang. Jarak duduk mereka dekat sekali bahkan tak ada jeda.

Alma menlock ponselnya dan melemparnya ke atas kasur. Dadanya terasa nyeri melihat postingan itu. Rio sadar tidak sih kalau ia sebagai pacarnya bisa melihat postingan itu? Jangan-jangan dia sengaja karena kesal padanya yang terus menagih keseriusan?

Dengan perasaan galau Alma mulai memakai serangakaian makeup yang biasa ia pakai ke kondangan. Tidak butuh waktu lama untuknya yang biasa makeup untuk menyelesaikan dandanan yang mama minta. Kini ia sudah siap dan tengah menatap wajahna di cermin.

Ia bersumpah dalam hati, jika benar Rio benar seperti apa yang mama bilang sebagai orang yang tidak pantas menjadi suami, maka ia akan balas dendam dengan menikah dengan anak teman mama itu.

“Eh, apaan sih, kalo bentukkan anak temen mama aneh gimana?” Alma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kalo dia cakep dan bonafit sih ayo. Gue bakal mau nikah sama dia, biar bisa beliin mama sama papa martabak yang banyak. Mabok-mabok deh tuh si mamah.”

“Alma!” mama membuka pintu sekaligus. Matanya super melotot melihat anak tunggalnya.

“Mama kenapa melotot? Mama liat hantu?”

Mama menghampiri Alma dan berdiri di belakang tubuhnya. “Kamu cantik banget.”

Alma tersenyum. Dari cermin ia bisa melihat dirinya dan mama tersenyum bersama di sana.

“Cantik lah, cantikkan aku malah dari mama.”

Mama menepuk lengan Alma, “Kamu tuh.”

Alma tertawa, “Gak mau ngalah banget sih sama anaknya.”

“Ya intinya mama tercantik di rumah ini.”

“Wlee, kesel banget.”

“Ya udah yuk keluar.”

Alma menahan lengan mama yang memegangi kedua bahunya, “Bentar, ma.”

“Kenapa lagi? Itu orangnya udah ada.”

“Aku tuh sebenernya udah ketemu dia belum sih, ma?”

“Udaaah.”

“Yang mana sih orangnya?”

“Nanti juga kalo udah liat kamu inget.”

“Cakep, ma?”

Mama tertawa.

Alma mengernyit, “Ma! Jelek ya? Mirip om Gadun?”

“Om Gadun siapa? Temen papa?”

Alma tertawa.

“Kamu tuh, orang tua nanya tuh ya jawab, kok malah ketawa.”

“Mama juga tadi kayak gitu ke aku.”

“Kamu kan bukan orang tua.”

“Ih, gak mau ngalah banget sih, Maaa.”

“Yuk, keluar sekarang.”

Alma mengangguk. Ia berdiri dan berjalan sambil melendot manja di lengan mama. Mereka berjalan melewati lorong rumah yang panjang dan penuh dengan hiasan berupa bunga-bunga.

“Kamu gak pake kebaya cantik juga.” puji mama.

“Maaa, kenapa harus pake kebaya sih ceritanya, ini juga bagus kan?”

“Bagus. Tadi keliatan jelek soalnya muka kamu polos.”

Alma melirik mama, “Kalo sekarang penuh toping jadi cantik?”

“Hahaha, kamu tuh bercanda mulu, udah ah.”

Mama dan Alma menuruni anak tangga yang pegangan tangganya penuh dengan bunga mawar putih.

Alma melirik mama lagi, “Ma, ini kok banyak hiasan gini sih?”

“Ya masa anak tunggal mama mau lamaran, rumah polos aja?”

Alma tak menjawab lagi. Matanya menangkap sosok tak asing yang duduk meliriknya turun dari tangga. Itu kan dokter Adam?

Mama dan Alma baru sampai di ujung tangga. Papa yang sudah duduk bersama calon besan, hehe, ya sebut saja begitu langsung berdiri menyambut kedatangan istri dan anak tunggalnya yang cantik.

“Pa?”

“Kamu cantik banget.”

Alma tersenyum. Papa dan mama mengapit dan menuntunnya ke arah kursi sebelah dokter Adam yang sudah di hias sedemikian rupa. Dari sebelum duduk hingga kini sudah bersanding dengan manusia tampan brewok berwajah bule mewarisi wajah almarhum ayahnya, tatapan Alma tak lepas dari sosok ini.

“Alma, apa kabar?”

Bukannya menjawab, Alma malah tersenyum, lama-lama senyumnya berubah menjadi tawa kecil.

“Kalo kayak gini kan enak, calon suaminya bonafit.” ucapnya dengan suara kencang.

“Alma, kamu ngomong apa?” tanya mama dengan suara tak kalah kencang.

Alma melirik mama yang memberikkannya tatapan bombastic side eyes. Ia hanya bisa tersenyum dan mengangguk mohon maaf ke arah calon suami dan calon mertuanya.

Bab terkait

  • (BUKAN) Duda Biasa   3. Pernikahan Tahu Bulat

    Semua mengangguk setuju ketika papa-mama Alma dan mama dokter Adam menyepakati susunan acara pernikahan untuk esok hari.“Ma! Kok nikahnya besok sih? Itu pernikahan apa tahu bulat?”Mama melotot meminta Alma tutup mulut dan diam saja. Tapi bukan Alma namanya jika ia hanya diam saja seperti anak lain ketika mamanya sudah memintanya diam.Adam, ya bilang saja calon suami Alma melirik gadis itu, dengan suara tenang ia berusaha untuk membuat calon istrinya tidak banyak protes, “Alma, aku gak ada waktu lagi buat nunggu. Jadwal operasi aku padet, dan besok kebetulan gak ada jadwal praktek di Rumah Sakit. Jadi kita bisa melangsungkan pernikahan besok.”Alma menghembuskan nafasnya kencang, “Tapi gak besok dong, dokter Adam. Besok tuh... kurang dari dua puluh empat jam. Aku gak bisa ngapa-ngapain!”“Emangnya kamu mau ngapain? Besok aja kamu tinggal duduk di prosesi ijab kabul, siangnya duduk di kursi pelaminan. Tenang aja, tamunya gak banyak kok, jadi kita gak akan berdiri lama-lama buat salam

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-26
  • (BUKAN) Duda Biasa   4. Hari H

    “Gimana? Gue udah cantik, kan?” tanya Alma pada Sezan dan Audy, sahabatnya. “Gilaaa lo udah cantik banget kayak Miss Universe, Ma hahaha.” goda Audy. “Euh, lo tuh ya, suka berlebihan.” “Zan, cantik gak gue?” tanyanya lagi pada satu sahabatnya yang belum menjawab. “Canti, Maa, cantik banget.” “Kayak Miss Universe?” ledeknya. “Yeee, dendam lo sama gue.” seloroh Audy kesal.Mereka tertawa.Di hadapan cermin Alma menatap kedua sahabatnya yang berdiri di belakang tubuhnya, “Gue... gak papa kan ya nikah sama duda beranak?” “Gak papa lah, lagi musim tau.” timpal Audy. “Musim, lo pikir rambutan ada musimnya?” “Ya lo emang gak tau banyak slogan duda semakin di depan? Itu artinya, lo mengikuti trend dengan baik hahaha, iya kan, Zan?” Sezan mengangguk. “Zan, lo mah diem aja kayak kena Malaria. Lo kasih tanggepan dong sama pertanyaan gue.” Sezan melirik Audy lalu menatap Alma lewat cermin, “Ya gak papa dong, Ma, kamu mau nikah sama yang single, sama yang duda, sama aja kok, gak ada b

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-26
  • (BUKAN) Duda Biasa   5. Malam Pertama Istri Dokter

    Selesai acara, Adam akan langsung memboyong Alma ke rumahnya. Bersama Belle yang sedari tadi di jaga mbak Ruth, suster pribadinya, Adam berpamitan pada mama dan mertuanya. “Ma, pa, aku pamit bawa Alma ke rumah. Maaf kita gak bisa dinner bareng karena harus beres-beres di rumah.” Adam berpamitan. “Iya, gak papa nak Adam, mama ngerti banget. Alma juga harus belajar ngerti kalau suaminya ini dokter yang gak bisa dua puluh empat jam di rumah.” tutur mama. Alma tidak memberikkan komentar apa-apa, ia hanya menatap mama sedikit kesal. “Kamu belajar gendong Belle. Sekarang kan Belle jadi anak kamu.” goda papa. “Papa ih.” Alma melirik Belle yang sedang tidur di stroller, “Tuh Belle lagi bobo nyenyak, jangan di gangguin.” “Bisa aja alesannya.” sindir mama. “Yeee biarin.” Mama Asry mengelus-elus lengan Alma yang berdiri di sampingnya, “Kalo belum bisa ikut ngurus Belle, gak papa, kamu bisa liatin dulu.” Alma mengangguk dan tersenyum, “Iya, ma, makasih ya pengertiannya.” “Kita mau lang

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-26
  • (BUKAN) Duda Biasa   6. Melihat Aset Suami

    Alma menutup telinganya dengan lipatan bantal ketika matanya masih menangkap langit di luar jendela masih gelap. Tangannya meraba-raba nakas samping kasur untuk melihat jam digital yang bertengger disana. Matanya terbuka lebar dan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Masih jam lima. Yang benar saja, kenapa mahluk kecil itu terus menangis sepanjang malam.“Arghhhhh! Kenapa sih nangis terus, Belle!” hardiknya kesal.Alma terpaksa bangkit dari posisi tidur dan mengacak-acak rambutnya. Tidurnya semalam memang nyenyak setelah melakukan video call tiga jam dengan Sezan dan Audy karena ia sebagai nyonya baru, memiliki kesempatan memamerkan seisi rumah suaminya. Tapi tolong catat baik-baik, kalau Alma membutuhkan waktu tidur yang lebih lama. Tidak, Alma sehat secara fisik dan mental. Ia juga bukan penderita hipersomnia. Ia hanya suka tidur.Dengan terpaksa Alma turun dari kasur dan berjalan dengan kesal membuka pintu kamarnya. Ia berjalan lurus ke arah kamar Belle di sebelah kiri kamarnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-27
  • (BUKAN) Duda Biasa   7. Bukan Pilihan

    “Kamu kenapa?” Adam bertanya dengan polosnya. Alma menutup wajah dengan kedua tangannya, “Kamu ngapain disini, mas. Aku mau mandi.” “Yakin mau mandi?” “Yakin lah. Sana keluar!” “Kamu bukannya dari tadi tidur?” “Maaaas, jangan bikin aku marah pagi-pagi gini. Kamu keluar, aku mau mandi, terus nanti giliran kamu yang mandi.” “Kita mandi bareng aja biar menghemat waktu.” “Gak usah ngarang. Sana pergi!” Bukannya menuruti permintaan Alma, Adam malah dengan sengaja menghampirinya, “Kita udah halal buat mandi berdua.” “MAAAS!” Alma bergegas berdiri sambil menutup matanya. Ia mendorong tubuh Adam untuk keluar dari kamar mandi. “Kamu mau ngapain sih? Kok aku di dorong-dorong?” “Awas kamu keluar duluuu!” Adam tidak membalas ucapan Alma lagi, ia malah tertawa senang. Entah apa yang membuatnya sesenang itu karena Alma masih menutup matanya. Ceklek. Alma mengunci kamar mandi setelah mengusir suaminya dari sini. Ia mengatur napasnya dan baru menyadari kalau ia tidak memakai apapun ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-28
  • (BUKAN) Duda Biasa   8. Pergi Mengajak Belle

    Alma menghampiri Adam yang sedang memakai kemeja kerjanya di kamar, “Mas, aku jadi pergi.” Adam hanya menatapnya datar, “Kamu tau konsekuensinya?” Alma mengangguk, “Aku bawa Belle ‘kan?” “Itu tau.” “Suster Ruth ikut ‘kan?” “Ikut. Karena aku gak bisa ambil resiko kalo ada apa-apa sama Belle dan kamu cuma diem aja.” Alma membuang napasnya kasar, “Mas, kamu kok malah bilang gitu? Kalo ada apa-apa sama Belle, aku gak akan diem aja lah.” “Oyah? Bukannya setiap Belle nangis kamu diem aja?” “Karena aku gak tau harus berbuat apa.” Adam mengangguk, “Ya anggep aja kamu emang gak tau harus berbuat apa.” Alma menahan diri untuk tidak terpancing dengan ucapan Adam. Ia hanya diam memperhatikan suaminya selesai mengancing kemeja. “Mama bilang apa barusan?” “Kamu ngadu sama mama?” “Pertanyaan aku bukan itu.” Alma menutup matanya, “Mas, mending kamu berangkat ke rumah sakit. Aku juga mau pergi sekarang.” Alma membalikkan badan dan akan pergi meninggalkan suaminya di kamar. Tapi urung, ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-29
  • (BUKAN) Duda Biasa   9. Belle sang Ratu Bayi

    Belle menjadi pusat perhatian di kafe sejak kedatangannya kesini. Kakak Sezan yang akan pergi bekerja pun menyempatkan diri sebentar untuk menggendong dan bermain dengan Belle. “Bang Ar, cepet lah nikah terus kasih cucu buat om tante. Sezan juga kayaknya udah ngebet jadi aunty.” Bang Armand tertawa, “Karir dulu lah, Ma. Kasian, mau di kasih makan apa anak istri abang nanti.” “Kalo nikah sama Audy dikasih makan sehari sekali juga gak papa katanya.” ledek Alma. Audy melotot disebrang meja, “Kunyuk lo ya! Kucing gue aja makannya tiga kali. Ini sehari sekali kayak dapet nasi santunan.” Samua tertawa mendengar jawaban Audy. “Ada-ada aja sih jawaban kamu, Dy.” cuap bang Armand menggelengkan kepalanya. “Kalo ngobrol sama si Alma mah emang harus on otak tuh, bang, biar gak kalah.” balas Audy. “Bang, udah nikahin aja Audy. Kasian tau dia pacaran sama aplikasi.” Bang Armand melirik Audy, “Ah masa sih, cantik gini pacaran sama aplikasi?” Audy salah tingkah mendengar pujian bang Armand.

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-30
  • (BUKAN) Duda Biasa   10. Usaha yang Super Gagal

    Belle mendendang-nendang air di bak kecil tempatnya mandi, membuat baju Alma semakin basah. Suster Ruth yang berdiri memegangi handuk di belakang tubuh Alma merasa tidak enak dan takut Alma akan marah.“Belle, pelan-pelan, nak, airnya jadi kena mami tuh.”“Huaaaaa.” Belle menangis kencang tanpa aba-aba membuat Alma tersentak kaget.Alma membuang nafas dan menutup matanya. Meski begitu ia belum menyerah dan ingin terus mencoba mendekati Belle.“Belle, liat ada bebek ikut mandi sama Belle. Tuh bebek aja mandinya tenang, Belle juga yang tenang ya.”“Oaaaaak.”“Belle, tenang ya.”Suster Ruth berdiri khawatir karena Alma tak kunjung meminta bantuan padanya. Ia ingin sekali menawarkan bantuan tapi takutnya Alma masih ingin terus mencoba memandikan Belle sendiri.Alma menoleh, “Sus, aku kasih sus aja nih.”“Iya.” Suster Ruth mengambil alih Belle, “Kamu ganti baju aja, takut masuk angin.”“Gak papa, aku mau nemenin sampe Belle sampe beres mandi.”Suster Ruth diam. Ia tidak mungkin

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31

Bab terbaru

  • (BUKAN) Duda Biasa   196. HAPPY ENDING?

    Satu bulan kemudian...Alma merapikan kemeja Adam yang diberikan Virza sebagai bagian dari groomsmen. Adam terlihat sangat tampan karena aura wajah bahagianya keluar. Akhirnya, sahabat dunia akhiratnya, Virza mengakhiri masa lajangnya hari ini dengan satu perempuan yang amat ia sayangi.“Udah rapi, mas.”Adam mengangguk, “Sayang, nanti kita join honey moon sama Virza dan kakak, ya?”Alma menggebung dada bidang Adam, “Mas, aku belum pasang kb loh. Kalo kebablasan gimana? Ngurus Arick aja aku masih bingung.”Adam tertawa, “Sayang, ‘kan aku udah bilang biar aku aja yang pasang kb. Ada banyak pilihan ‘kan buat laki-laki?"“Mas, emang gak papa?”“Ya gak papa lah, yang apa-apa itu kalo kamu pasang tapi malah gak cocok. Perempuan itu udah banyak mengorbankan diri. Menstruasi, hamil, melahirkan, semuanya mengendalikan hormon ‘kan? Masa masalah kb yang bisa aku gantiin harus kamu yang ngerasain juga?”Alma mengangguk, “Ya udah, terserah kamu.”“Aku udah konsul kok seminggu kemarin sam

  • (BUKAN) Duda Biasa   195. Pura-Pura Marah

    Alma menggedor pintu rumah Arden dengan kencang. Adam yang berdiri dibelakangnya hanya diam saja karena tidak tahu sesakit apa perasaan istrinya begitu mendengar ucapan pak Bowo tadi dirumahnya mengenai Arden yang akan menikah tanpa memberi tahunya.Ceklek.“Alma, Adam?” Arden menatap Alma dan Adam datar.Alma mendorong tubuh Arden agar bisa masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan cepat mencari seseorang yang mungkin sengaja sembunyi begitu tahu ia datang.“Audy! Audy!”Audy yang sedang bermain salon-salonan dengan Belle di ruang tivi terperanjat kaget melihat kedatangan dan suara menggelegar Alma, “Alma?”“Apa?’Audy beringsut berdiri sejajar dengan Belle yang seolah sama kagetnya melihat Alma.“Mami?”Alma melirik ke arah Belle yang belepotan dengan lipstik mainannya. Rambutnya yang sudah keriting tertempel roll rambut seperti ibu kost yang membuatnya tidak kuat untuk pura-pura marah.“Hahahaha.”Audy dan Belle, serta Adam dan Arden yang baru sampai dengan suster Tiwi yang m

  • (BUKAN) Duda Biasa   194. Kejutan

    “Kamu habis besuk Mario?”Alma mengangguk.“Ayo duduk sebentar, ada yang mau om sampaikan sama kamu dan suami. Mari Adam.”Adam memberikan Arick pada suster Tiwi, “Sus, tunggu di mobil aja, kasian Arick kepanasan. Ini kunci mobilnya.”“Baik, pak, permisi, kak, pak.”Semua mengangguk.Adam menggandeng Alma untuk duduk diruang tunggu yang sedang kosong di lobi ruangan polres.“Gimana kabar kamu?” tanya om Indra setelah mereka bertiga duduk.“Baik, om. Aku... dibantu pemulihan dengan obat dari psikiater sih.”Om Indra membetulkan kaca matanya, “Kamu hebat karena sudah bertahan di situasi sulit itu.”“Iya, om.”“Oyah, persidangan Mario akan digelar minggu depan. Kamu gak perlu ikut kalo gak sanggup memberikan kesaksian. Ibu Ratih aja cukup.”Alma melirik Adam.Adam menggenggam tangan Alma, “Om Indra bener, kalo kamu gak sanggup, kamu gak perlu maksain diri.

  • (BUKAN) Duda Biasa   193. Menjenguk Mario

    Adam membukakan pintu mobil untuk Alma yang tengah menggendong Arick. Begitu sampai di depan polres yang memenjarakan Mario sementara karena ulahnya, Arick terus menangis. “Mas, apa aku gak perlu ikut masuk ya?” Adam diam sejenak lalu menatap suster Tiwi yang berdiri dekat mereka, “Arick biar sama suster Tiwi aja. Nanti kalo Arick udah tenang boleh dibawa ke dalem, takutnya Mario pengen liat.” Alma mengangguk. Ia memberikan Arick pada suster Tiwi, “Sus, kita masuk dulu ya.” “Iya, kak Alma, silakan.” Alma menggandeng lengan Adam dan berjalan pelan ke dalam pelataran polres. Alma merasa bulu kuduknya berdiri ketika masuk. Ini pertama kalinya ia datang kesini, dan semoga untuk terakhir kalinya. Karena tidak terbayang bagaimana mentalnya yang belum stabil jika harus kembali datang kesini. “Selamat siang, pak, ada yang bisa kami bantu?” tanya seorang personil polisi yang menjaga di meja depan. “Pagi. Saya ingin bertemu dengan pelaku penculikkan dan penganiaya istri saya, namanya Mar

  • (BUKAN) Duda Biasa   192. Kepincut?

    Pov AudyAudy berjalan pelan ketika tangannya sibuk membawa banyak paper bag pesanan Alma. Temannya yang satu itu memang senang membuatnya kewalahan. Alma memintanya membelikan banyak makanan dan pernah-pernik untuk dipakainya diruang rawat inap karena belum bisa pulang hari ini, karena kondisinya yang harus dalam bawah pengawasan dokter.“Emang bener-bener si Alma. Awas aja kalo gue nanti lahiran, gue bakal lebih ngerepotin elo!”Seseorang tertawa dibelakangnya, membuat Audy membalikkan badan. Ia berhenti dan menatap orang itu, “Ini mas Adam atau dokter Arden?”“Menurut kamu?”Audy membuang nafas pelan, “Dokter Arden.”Arden memegang dua bahu Audy dan menyeretnya ke pinggir agar tidak menghalangi mobilitas lorong menuju ruang perawatan, “Mau kemana?”“Mau kasih pesenan tuan puteri.”Arden menatap banyak paper bag yang Audy bawa, “Jangan sekarang.”“Kenapa?”“Adam lagi dinas.”“Aku perlunya sama Alma, bukan sama mas Adam.”“Kan saya bilang Adam lagi dinas.” tutur Arden pen

  • (BUKAN) Duda Biasa   191. Tidak Jadi Benci

    Alma dan Adam saling lirik. Mereka menatap Sezan yang tersenyum manis seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa belakangan ini. “Sezan?” mama yang sedang memangku Arick melirik Sezan tidak suka. Mama takut kehadiran Sezan membuat Alma yang belum sembuh benar bisa stress. “Tante, aku boleh masuk?” Mama melirik Alma, Alma malah melirik Adam. Ia tidak tahu harus bagaimana. Tampak Virza melongokkan kepalanya dibelakang tubuh Sezan, ia mengangguk meminta Alma dan Adam mengizinkan Sezan masuk. “Boleh, sini masuk, Zan.” pinta Alma. Sezan masuk, ia melewati papa yang masih berdiri kaget di dekat pintu. Ia langsung menghampiri Alma yang tengah duduk diranjang, “Aku turut seneng sama kelahiran bayi kamu. Selamat ya, Ma.” Alma mengangguk. Kedatangan Sezan kesini baik-baik, maka ia harus tetap bersikap baik padanya. Kecuali kalau Sezan mulai membuat kegaduhan, ia tak segan mengusirnya dengan kasar. Virza yang seda

  • (BUKAN) Duda Biasa   190. Pemberian Nama Adam Junior

    Alma kembali ke kamar setelah selesai berbincang dengan Arden. Begitu kembali ia tidak menemukan mama-papa, ibu, Audy dan suster Ruth. Mungkin mereka pergi untuk makan siang. Ia hanya melihat Adam yang sedang menciumi wajah Adam junior dan menyanyikan lagu improvisasi buatannya sendiri.“Anak papa oh anak papa, kamu kuat dan begitu tampan.”Alma tertawa.Adam melirik ke arah pintu, dimana Alma berdiri memegangi besi infusan, “Kamu kapan dateng?”Alma berjalan mengampiri Adam, “Ternyata bener, cowok kalo lagi fokus istrinya dateng aja dia gak sadar.”Adam tersenyum. Ia mencium kening Alma, “Kamu udah ketemu kakak?”Alma mengangguk, “Aku seneng mas, akhirnya sekarang aku punya kakak ipar.”“Dia juga pasti seneng bisa punya adik ipar, masih muda begini lagi. Dia bisa jailin kamu sepuasnya.”Alma duduk di ranjang, “Mas, soal Belle—"“Sayang...”“Kembaliin Belle sama kak Arden bukan karena

  • (BUKAN) Duda Biasa   189. Permintaan Maaf Arden

    Alma ditinggalkan berdua bersama Arden di taman rumah sakit. Audy dan suster Ruth beralasan pergi untuk menemani Adam junior. Padahal anak tampan itu sedang jadi rebutan antara mama dan ibu.“Cuacanya lagi bagus banget ya.” tutur Arden sebagai pembuka pembicaraan mereka.Alma mengangguk, “Iya, kak.”Arden melirik Alma, “Alma, saya minta maaf untuk semuanya.”Alma menoleh. Ia hanya mengangguk.“Seandainya dari awal saya gak pergi begitu Belle dilahirkan, semuanya gak akan terjadi seperti ini.”“Takdir. Semuanya harus terjadi gini, kak.”Arden tersenyum, “Saya janji akan membereskan semua masalah yang saya buat dalam rumah tangga kalian.”“Misalnya?”“Belle. Saya akan ambil Belle biar kalian fokus membesarkan anak kalian sendiri. Saya tahu Adam berencana untuk punya banyak anak.”Alma membuang nafas pelan.“Kenapa?”Alma tertawa kecil, “Aku rasa mas Adam gak berniat

  • (BUKAN) Duda Biasa   188. Sebab - Akibat

    Alma melendot manja di lengan kekar Adam yang sedang menggendong anak tunggal mereka, “Mas, aku kangen.”Adam tersenyum, “Ini kangen yang mana nih maksudnya?”Alma tertawa, “Aku emang lahiran caesar, tapi... kamu tetep jangan nakal.”“Aku pikir kamu mau nambah adeknya Adam junior cepet-cepet.”“Adam junior?”Adam mengangguk, “Anak ini ‘kan anak aku.”Alma duduk tegap dan menatap Adam serius, “Kamu... udah buka hasil DNA nya?”Adam menaruh Adam junior di box bayi. Ia mengubah posisi duduknya menatap Alma. Dengan lembut ia membelai lembut pipi istrinya. Ia juga sempat mengusap pelan ujung bibir Alma yang semalam berdarah.“Udah. Dan anak ini anak aku.”“Kamu... serius, mas?”Adam mengangguk.Alma menangis. Ia memeluk Adam sangat erat, “Aku tahu ini anak kamu.”“Terus kenapa kamu tetep kaget?”“Aku cuma.... takut selama ini denial kalo ini anak Mario.”Adam tertawa, “Kenapa kamu gak bilang udah lakuin tes DNA sebelum kita kontrol terakhir? Hm?”“Aku cuma takut sama hasilny

DMCA.com Protection Status