"Aku tidak peduli. Kalau Mas mengajakku untuk hidup miskin, akan kugugurkan janin ini!""Apa?!" Danu membulatkan matanya. Tidak percaya dengan keputusan gila dari Karin. "Bagaimana membesarkan anak ini, kalau kamu miskin!" Karin berteriak."Ayo pulang, otakmu sudah tidak waras." Danu menyeret karin yang meronta karena menolak ajakan Danu untuk meninggalkan kantor Bagaskara Grup. ***Satu minggu kemudian. Satu jam sebelum sidang dimulai. Danu sudah hadir di Pengadilan Agama ditemani pengacaranya. Walau laki-laki itu tidak yakin akan memenangkan tuntutan harta gono gini. Karena desakan Karin, Danu akhirnya menyetujui untuk menyewa seorang pengacara menemaninya sidang.Karin sendiri akan hadir setelah jam sidang dimulai. Karena kondisi fisiknya yang mengalami morning sickness di trimester pertama tidak memungkinkan untuk beraktivitas berlebih di luar rumah. Danu hanya menunduk ketika melihat Risa datang bersama pengacaranya. Diam-diam ia mencuri pandang. Risa nampak begitu tenang, pen
"Prang …!" suara nyaring barang yang dibanting terdengar dari dalam suatu kamar kontrakan. Danu hanya diam menatap Karin yang sedang meluapkan emosinya dengan membanting barang-barang yang ada di dalam kamar kontrakan.Selesai mengobrak-abrik kamar, Karin menangis di pojokan kamar. Ia tergugu meratapi nasibnya yang sial. Impiannya pupus sudah setelah perceraian antara Risa dan Danu tidak mendapatkan harta yang sudah diinginkan sejak lama. Dalam hatinya ia mengumpat kepada Tuhan. Kesialan telah mewarnai hidupnya sejak lahir. Dibuang orangtua kandungnya, hidup ala kadarnya di panti asuhan, diejek di sekolah karena miskin dan di saat ia punya peluang emas menjadi kaya harus menelan kekecewaan ketika rencananya selama lima tahun sia-sia tidak menghasilkan harta yang ia butuhkan. Setelah diam cukup lama Danu bersuara. "Rin?" Karin semakin muak dengan kehidupannya. Ditambah sekarang tubuhnya lemah karena hamil muda. Kehamilan yang ingin ia gunakan sebagai alat untuk mengikat Danu setelah
Sisi dan Tata bersamaan memberi saran kotor yang menurut mereka sah-sah saja dalam memperoleh pundi-pundi rupiah. Tidak peduli jalan yang mereka tempuh adalah hal kotor dan terlarang. Dosa yang tidak terlihat, menjadikan mereka tersesat jauh ke dalam lubang maksiat. Usia muda yang menggelora, menjadikan Sisi dan Tata hilang arah karena jauh dari keluarga."Perbaiki make up elo, setelah itu ikut gue ke lantai atas, cuma servis dua jam langsung dapat segepok uang." Sisi menarik tangan Karin. "Si, gue nggak bisa." Karin sudah tidak tahan dengan bau udara yang pengap. "Ngapain sih lo? Elo mau hidup di kolong jembatan?" Sisi menghempas tangan Karin. "Eh bentar, Si. Kayaknya ada yang nggak beres sama Karin." Tata menangkup wajah Karin yang terlihat pucat. "Iya juga sih!" Sisi ikut memperhatikan wajahnya Karin."G-gue hamil." Karin mengatakannya dengan bergetar. "What?! Tata dan Sisi kompak menjerit. Mereka menatap perut Ksrin dengan lekat."Ssstt … kalian ngapain teriak gitu, sih?" kesa
"Mas ingin menceraikan aku karena telah menggugurkan janinku?!" Karin mendengkus. Danu menarik napasnya dalam. Ia memejamkan mata untuk mengontrol emosinya. "Katakan sekarang apa maumu karena telah menggugurkan darah dagingku? Bukankah kamu mencintaiku? Lalu kenapa, tega sekali kau membunuh anak yang belum terlahir ke dunia?" Danu menunggu jawaban Karin. "Aku tidak bisa hidup susah." "Lalu?" tanya Danu, hatinya terasa getir. "Aku ingin pergi dari sini." "Pergi?" "Ya, pergi dari sini. Mencari kehidupan yang lebih baik." Karin berusaha menghundar dari tatapan Danu."Bagaimana dengan pernikahan kita?" Danu menatap tajam Karin. "Kita hanya nikah siri." "Baiklah, aku mengerti maksudmu. Akan kuturuti permintaan darimu untuk yang terakhir kalinya." Danu sudah mantap dengan keputusannya. Tidak ada yang perlu dipertahankan lagi. Semuanya telah berakhir, mungkin ini karma baginya yang telah dengan sadar mempermainkan kehidupan Risa. Danu melangkah mendekati Karin. Tangannya memeg
"Wanita itu adalah Non. Saya menyukai non Risa sejak lama." Jono mengatakannya dengan mantap. "Tunggu dulu, kamu menyukai saya sejak lama?" Risa terkejut."Iya, sejak Non Risa belum menikah." Jono menatap Risa dengan penuh cinta. "Tapi Jon, saya …." Risa madih belum percaya dan sangat terkejut dengan pengakuan Jono."Saya mengerti, saya tidak minta dibalas perasaan saya, Non. Saya cukup lega bisa mengutarakan perasaan saya yang terpendam kepada, Non." "Jadi alasan kamu menjomlo selama ini karena saya?" Risa memastikan Jono mengangguk lalu tersenyum.Risa merasa tidak enak, ia sudah menganggap Jono sebagai adik kandungnya. "Non, nggak usah bingung. Asal Non bisa hidup bahagia, saya juga ikut bahagia." ucap Jono tulus. Sumpah demi apa pun, rasa sayang Jono kepada Risa adalah sebuah ketulusan. Sekali pun tidak mengharap balasan. Walaupun rasa cintanya begitu kuat."Ya Tuhan, Jon, kamu juga harus memikirkan kehidupan kamu sendiri." keluh Risa. Ia membayangkan perasaan laki-laki muda i
"Bapak nyari kerjaan?" Pak Budi bertanya dengan suara lantang seperti suara toa di masjid. "I-iya, Pak Budi." Jono memandang Risa yang terlihat cuek. "Non." Jono memanggil Risa pelan. Risa hanya menggidikkan bahunya. Selesai memungut lembaran kertas yang dibantu oleh pak Budi. Danu memutuskan untuk segera pergi dari hadapan Risa. Rasa malu yang menggunung membuat Danu seakan ingin menenggelamkan diri ke dalam lautan yang paling dalam."Permisi semuanya, mari." Danu mengambil langkah seribu. "Mari, Pak." ***Satu tahun kemudian. "Jon, sini." Risa melambaikan tangannya kepada Jono. "Non, sudah lama?" "Baru kok." "Oh kirain udah nunggu lama." Jono memperhatikan Risa yang dari hari ke hari bertambah cantik. Namun sayang, Risa hanya menganggapnya sebagai adik dan tidak lebih. Sampai detik ini perasaan Jono tidak berubah untuk wanita mungil yang ada di hadapannya. "Jon, Jono." Risa memanggil Jono yang sedang terpaku. "Eh iya, Non. Ngikut aja, saya apa aja oke, yang penting hala
"Mas Danu, aku rindu." Karin membuka pintu taksi bagian depan.Danu mematung tidak bersuara. Dari awal Karin masuk ke dalam, ia sudah tahu bahwa penumpangnya adalah Karin mantan istri sirinya. Wanita yang membuat hidupnya naik turun bak roller coaster. "Mas!" "Maaf, Anda salah orang." Danu tidak mau mengaku, ia membetulkan kacamata hitamnya yang sedikit turun ke hidung mancungnya. Karin yang tidak mau melepaskan pintu taksi membuat Danu tidak bisa segera pergi menyetir taksinya. Danu akhirnya menyerah, ia turun dari taksi. Karin segera menghambur memeluk Danu dari belakang. "Mas Danu, aku rindu."Danu mengembuskan napasnya kasar. Ia merasa risih dipeluk oleh Karin padahal dulu momen seperti ini sangat disukainya. "Mas, apa kabarnya? Mas kelihatan kurus sekarang." Karin menempelkan wajahnya di punggung Danu. Ia merasa sangat nyaman, aroma khas tubuh Danu membuatnya tenang. "Mbak, jangan begini. Bisa digeruduk masa, nanti." Danu berusaha melepaskan tangan Karin yang melingkar di t
"Menggantikan Non Risa menjadi CEO?" Jono kaget dengan permintaan Risa yang tiba-tiba. "Bagaimana, Jon?" "Ehm … Non Risa mau ke mana? Apa dewan direksi akan setuju dengan keputusan ini? Sedangkan saya hanya orang luar yang tidak mempunyai hak atas Bagaskara Grup." "Saham atas nama saya akan saya alihkan nama kamu. Sedangkan jumlah saham yang saya punya sekarang sebanyak enam puluh lima persen. Itu artinya saya punya suara mutlak di Bagaskara Grup. Mereka tidak punya hak untuk menggagalkan keputusan saya. Suara saya adalah mutlak yang mempunyai kekuatan hukum." "Non, tapi …?""Kalau kamu ingin melihat saya bahagia, tolong kabulkan permintaan saya, Jon." pinta Risa.Hening. "Saya memilih kamu bukan tanpa alasan. Kamu jujur, pekerja keras dan yang terpenting kamu mampu untuk memegang dan menjalankan perusahaan dengan baik." "Tapi, Non?" Jono terlihat gelisah. "Saya akan dampingi kamu, sampai kamu benar-benar mampu memimpin sendiri Bagaskara Grup. Kamu juga bisa menghubungi saya kap
Delapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami
Keesokan harinya.Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini."Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta."Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
Satu bulan kemudian."Bagaimana? Nggak mungkin kamu terus- terusan menggantung perasaan mereka, Ris?" Sinta yang sedang menimang Satria, menanyakan keputusannya tentang dua lamaran dari dua orang yang berbeda.Risa diam, bimbang dengan pilihannya."Kamu juga harus memikirkan Satria, jika kamu sudah memutuskan untuk merawatnya. Harus menyiapkan juga lingkungan pendukung untuk tumbuh kembangnya. Bukan hanya harta, tapi kelengkapan sebuah keluarga yang akan membentuk kesehatan psikisnya. Seorang anak memerlukan poker lengkap,seorang Ayah dan ibu yang akan menjadi panutan sekaligus pelindungnya. Kasih sayang dari dua orang tua, jauh lebih baik dibandingkan dengan seorang single parents. Kamu sendiri sudah pernah merasakannya, bukan?""Iya, Ma, aku tahu." Risa menatap lekat S