"Wanita itu adalah Non. Saya menyukai non Risa sejak lama." Jono mengatakannya dengan mantap. "Tunggu dulu, kamu menyukai saya sejak lama?" Risa terkejut."Iya, sejak Non Risa belum menikah." Jono menatap Risa dengan penuh cinta. "Tapi Jon, saya …." Risa madih belum percaya dan sangat terkejut dengan pengakuan Jono."Saya mengerti, saya tidak minta dibalas perasaan saya, Non. Saya cukup lega bisa mengutarakan perasaan saya yang terpendam kepada, Non." "Jadi alasan kamu menjomlo selama ini karena saya?" Risa memastikan Jono mengangguk lalu tersenyum.Risa merasa tidak enak, ia sudah menganggap Jono sebagai adik kandungnya. "Non, nggak usah bingung. Asal Non bisa hidup bahagia, saya juga ikut bahagia." ucap Jono tulus. Sumpah demi apa pun, rasa sayang Jono kepada Risa adalah sebuah ketulusan. Sekali pun tidak mengharap balasan. Walaupun rasa cintanya begitu kuat."Ya Tuhan, Jon, kamu juga harus memikirkan kehidupan kamu sendiri." keluh Risa. Ia membayangkan perasaan laki-laki muda i
"Bapak nyari kerjaan?" Pak Budi bertanya dengan suara lantang seperti suara toa di masjid. "I-iya, Pak Budi." Jono memandang Risa yang terlihat cuek. "Non." Jono memanggil Risa pelan. Risa hanya menggidikkan bahunya. Selesai memungut lembaran kertas yang dibantu oleh pak Budi. Danu memutuskan untuk segera pergi dari hadapan Risa. Rasa malu yang menggunung membuat Danu seakan ingin menenggelamkan diri ke dalam lautan yang paling dalam."Permisi semuanya, mari." Danu mengambil langkah seribu. "Mari, Pak." ***Satu tahun kemudian. "Jon, sini." Risa melambaikan tangannya kepada Jono. "Non, sudah lama?" "Baru kok." "Oh kirain udah nunggu lama." Jono memperhatikan Risa yang dari hari ke hari bertambah cantik. Namun sayang, Risa hanya menganggapnya sebagai adik dan tidak lebih. Sampai detik ini perasaan Jono tidak berubah untuk wanita mungil yang ada di hadapannya. "Jon, Jono." Risa memanggil Jono yang sedang terpaku. "Eh iya, Non. Ngikut aja, saya apa aja oke, yang penting hala
"Mas Danu, aku rindu." Karin membuka pintu taksi bagian depan.Danu mematung tidak bersuara. Dari awal Karin masuk ke dalam, ia sudah tahu bahwa penumpangnya adalah Karin mantan istri sirinya. Wanita yang membuat hidupnya naik turun bak roller coaster. "Mas!" "Maaf, Anda salah orang." Danu tidak mau mengaku, ia membetulkan kacamata hitamnya yang sedikit turun ke hidung mancungnya. Karin yang tidak mau melepaskan pintu taksi membuat Danu tidak bisa segera pergi menyetir taksinya. Danu akhirnya menyerah, ia turun dari taksi. Karin segera menghambur memeluk Danu dari belakang. "Mas Danu, aku rindu."Danu mengembuskan napasnya kasar. Ia merasa risih dipeluk oleh Karin padahal dulu momen seperti ini sangat disukainya. "Mas, apa kabarnya? Mas kelihatan kurus sekarang." Karin menempelkan wajahnya di punggung Danu. Ia merasa sangat nyaman, aroma khas tubuh Danu membuatnya tenang. "Mbak, jangan begini. Bisa digeruduk masa, nanti." Danu berusaha melepaskan tangan Karin yang melingkar di t
"Menggantikan Non Risa menjadi CEO?" Jono kaget dengan permintaan Risa yang tiba-tiba. "Bagaimana, Jon?" "Ehm … Non Risa mau ke mana? Apa dewan direksi akan setuju dengan keputusan ini? Sedangkan saya hanya orang luar yang tidak mempunyai hak atas Bagaskara Grup." "Saham atas nama saya akan saya alihkan nama kamu. Sedangkan jumlah saham yang saya punya sekarang sebanyak enam puluh lima persen. Itu artinya saya punya suara mutlak di Bagaskara Grup. Mereka tidak punya hak untuk menggagalkan keputusan saya. Suara saya adalah mutlak yang mempunyai kekuatan hukum." "Non, tapi …?""Kalau kamu ingin melihat saya bahagia, tolong kabulkan permintaan saya, Jon." pinta Risa.Hening. "Saya memilih kamu bukan tanpa alasan. Kamu jujur, pekerja keras dan yang terpenting kamu mampu untuk memegang dan menjalankan perusahaan dengan baik." "Tapi, Non?" Jono terlihat gelisah. "Saya akan dampingi kamu, sampai kamu benar-benar mampu memimpin sendiri Bagaskara Grup. Kamu juga bisa menghubungi saya kap
"Plak, gila kamu! Sayang sekali, tampan tapi gila." Risa dengan sangat kesal meninggalkan toko souvenir."Hei tunggu!" Lelaki itu ingin mengejar Risa namun dihentikan oleh pegawai toko. "Kak, ganti rugi dulu. Kakak tidak boleh pergi sebelum ganti rugi guci yang pecah itu." "Eh iya Dik, maaf ya? Kakak ganti, kok." ***"Dasar orang gila." Risa sedikit berlari karena Jono sudah meneleponnya dari tadi. "Non, sebelah sini!" Jono melambaikan tangannya ketika melihat Risa berdiri di ambang pintu. Risa bergegas menghampiri Jono. "Maaf, Jon. Tadi ada kejadian tak terduga sehingga tidak tahu kalau kamu menelepon saya." "Nggak pa pa, Non. Belum lama kok, saya nunggunya." Jono mengambil buku menu lalu menyodorkannya di hadapan Risa. "Kamu sudah pesan?" "Belum, nungguin Non Risa." "Mbak," Risa mengacungkan tangannya ke atas. "Iya Kak, ada yang bisa saya bantu?" "Kamu mau pesan apa, Jon?" "Ikut Non Risa aja." "Oke, tiga porsi gudeg spesial dan dua gelas es jeruk, Mbak. Itu dulu sementar
"Kamu!" Risa langsung mematung melihat calon bosnya adalah sesorang yang paling menyebalkan. "Silahmkan duduk, Nona Risa!" Al tidak menunjukkan sikap menyebalkan seperti di mall waktu itu. Ia terlihat berwibawa dan profesional. Risa bingung, antara menginginkan pekerjaan itu atau mengundurkan diri karena calon bosnya orang yang telah berseteru dengannya satu minggu yang lalu. Melihat Risa masih berdiri dalam diam, Al kemudian berkata. "Soal pekerjaan Anda harus profesional, Nona. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan.""Maaf, sepertinya pekerjaan ini tidak cocok untuk saya. Saya akan mengundurkan diri dari interview ini, Pak." Risa menganggukkan kepala sebagai tanda hormat. "Sayang sekali, wanita cerdas seperti Anda memilih menjadi seorang pecundang karena hal sepele." Al sengaja memancing emosi Risa. 'PECUNDANG,' Risa memejamkan matanya, tidak suka diremehkan dengan kata-kata pecundang. Pantang baginya mundur kalau sudah diragukan kemampuannya dalam bekerja. Ingi
"Ya ampun … cantik banget calon kamu, Al." puji mamanya Al."C-calon?" Risa bengong bagai orang bodoh yang telah dikerjai oleh Al. "Sayang, siapa namamu?" Wanita setengah baya beroaras anggun itu mendekati Risa."R-Risa, Tante." Risa tersenyum canggung. "Nama yang cantik, secantik orangnya." "Iya dong, Ma. Jangan sampai kalah cantik sama mama." Al memeluk mamanya dari belakang. "Dasar anak nakal, punya calon cantik kayak gini kok diumpetin. Mama sampai setres, mikirin nyari calon buat kamu." Risa merasa pusing di tengah perdebatan ibu dan anak yang saling menyerang. "Ma, kasihan kakak cantiknya dianggurin." Seorang anak lelaki tampan yang mirip dengan Al yang berusia dua puluhan muncul dari dalam. "Eh iya, Mama sampai lupa, sini Sayang." Mamanya Al menarik Risa untuk duduk di kursi. "Hari ini Tante dan Bibik berkolaborasi masak masakan ini khusus untuk menyambut kedatanganmu." Risa duduk sambil berulang kali menyugar rambutnya karena merasa tidak enak dengan perlakuan spesial d
"Ingat kalian belum nikah! Kalau mau yang aneh-aneh cepetan nikahi Risa!" 'CEPETAN NIKAHI RISA.' kata-kata mamanya Al membuat Risa dilema. Semalaman Risa tidak dapat memejamkan matanya. Alhasil pagi ini lingkaran matanya menghitam bak panda. "Pagi, Bu Manajer?" Risa langsung memegang dadanya karena kaget. Berondong yang satu ini selalu memberinya kejutan yang tak disangka."Pagi, Pak Al." Risa masih menunggu lift yang masih berada di lantai atas. "Ikut saya, Bu!" Al menarik tangan Risa. Risa langsung menepisnya." Apa-apaan sih, kamu. Dengar ya, saya memang setuju untuk berpura-pura untuk menjadi kekasihmu di depan keluargamu. Tapi itu bukan berarti kamu bisa seenaknya memperlakukanku sesuai dengan kehendakmu!""Ikut saya naik lift khusus, Bu. Di sini banyak mata-mata, saya takut ada yang laporan sama Mama saya. Mama pasti langsung tahu kalau kita pura-pura." Al sudah siap dengan segala trik untuk menjebak Risa."Bukanya Bapak bilang, kalau mamanya Bapak sedang sakit parah. Kenapa