Karin memandang Risa dengan tatapan mengejek. Ia mulai bercerita tentang kejadian lima tahun yang lalu."Kak Danu, udah lama?" tanya Karin riang."Baru saja, kok.""Tunggu ya, aku ganti baju dulu, sebentar.""Iya, Kakak, sabar nunggu, Rin." Selesai ganti baju, Karin segera keluar kamar menemui Danu yang sedang duduk di teras sambil memainkan ponselnya."Kakak nggak kuliah, hari ini?""Sengaja bolos, demi kamu." Danu menoel hidung mancung Karin."Ih gombal." Karin mencebik."Beneran, Rin. Kakak nggak bohong."Karin memilin ujung bajunya sambil memandang wajah tampan Danu."Kamu masih nggak percaya sama Kakak?" Danu balas memandang wajah Karin dengan lekat."Nggak romantis banget, sih?" Karin mengerucutkan bibirnya."Kamu menerima Kakak jadi pacar kamu?" Senyuman merekah dari bibir Danu."Emm … gimana, ya?" Karin pura-pura mengerutkan keningnya."Kakak akan beri kejutan Romantis tanda jadi kita berdua, Kakak janji, Rin."***SMA Bhakti Persada."Rin sini, gue udah cari tempat duduk buat
Mata Danu membulat."Kalau Kakak benar cinta sama aku, Kakak akan mengabulkan permintaanku." Karin mengatakannya tanpa ragu."Tapi bukan permintaan yang kayak gini, Rin. Kamu tahu dari dulu, Kakak hanya mencintaimu, kenapa kamu minta Kakak untuk memacari Risa?" Danu bingung dengan permintaan aneh dari Karin."Kalau Kakak nggak mau, jangan dekat-dekat aku, aku benci Kakak." ketus Karin."Rin, Rin tunggu." Danu mengejar Karin yang berlari meninggalkannya.Danu menyeruak masuk ke kamar Karin, ia melihat Karin sesegukan menangis sambil tengkurap di atas rànjang."Rin, kenapa kamu minta permintaan itu, Kakak ingin tahu." Danu berusaha menenangkan Karin.Karin diam, masih sesegukan menangis, tidak mempedulikan Danu. Ia sedang berusaha keras untuk meluluhkan hati Danu.Danu menghela napasnya. "Hhh … kalau kamu nggak ngomong mana Kakak tahu, ayo cerita apa alasannya." Danu meraih pundak Karin lalu membalikkan badannya. "Ayo ngomong." pinta Danu lembut.Karin bangkit dari duduknya, wajahnya be
Karin tertawa senang, rencananya mulai berjalan dengan mulus. Ia sudah bosan direndahkan dan dipermalukan, seumur hidupnya harus berteman dengan kekecewaan dan kesedihan. Tanpa ia sadari, ada sosok orang yang begitu tulus menyayangi dan mencintainya. Orang yang akan ia jadikan dari bagian rencananya, ya dia adalah Danu. Rasa cinta Danu kepadanya, akan ia jadikan alat untuk mencapai ambisinya. "Kak." "Ada apa, Sayang." Sejak peristiwa itu, Danu selalu memanggil Karin dengan panggilan sayang. "Kakak punya uang?" "Ini baru tanggal 20, Kakak belum gajian, Rin." "Kakak nggak punya simpanan, gitu?" "Maksud kamu tabungan? Ada sih, buat bayar semester bulan depan dan uang buat study tour kamu ke Bali." Danu heran, tidak biasanya Karin ngebet minta uang."Aku minta dulu, boleh nggak? Uang yang untuk study tour aku?" "Untuk apa? Tumben kamu butuh uang banyak." Danu menatap gadis cantik yang dicintainya itu dengan lekat. "Girls thing, ada sesuatu yang aku ingin beli sama kayak punya teman
"Sudah, sudah, jangan menangis. Kamu belum di apa-apain kan, sama dia?" Danu mengurai pélukannya. Risa menggeleng sambil sesegukan, ia masih ketakutan dengan peristiwa tadi. Danu mengambil sapu tangan, menghapus air mata yang mengalir di pipi Risa. Dari kejauhan, Karin sudah tidak tahan melihat Danu dan Risa berduaan. Rasa cemburu telah membakar hatinya. Ia bergegas menghampiri mereka, tidak ingin melihat adegan mesra lainnya. "Ya ampun, Rin, kamu kenapa nangis?" Karin pura-pura tidak tahu. "Eh, kak Danu, Kakak di sini?" "Tadi ada seorang preman yang ingin melecehkan Risa, untung Kakak datang tepat waktu. Kalau tidak, di tempat sepi seperti ini, Kakak nggak bisa bayangin." "Maaf, Ris. Seharusnya tadi gue nggak ninggalin elo sendirian." dusta Karin sambil memeluk Risa."Ayo segera pergi dari sini, Kakak takut preman tadi bakal balik dengan membawa teman-temannya." "Ayo," ucap Karin.Risa dan Karin pun berjalan bergandengan tangan diikuti Danu dari belakang. "Sebaiknya kita anta
Lima bulan kemudian. Hubungan Risa dan Danu semakin dekat. Hendi papanya Risa yang semula tidak setuju akhirnya harus menyerah dan merestui hubungan mereka setelah Risa mengancam untuk mogok makan. Sedangkan hubungan Danu dan Karin masih berjalan di belakang Risa. Ancaman Karin yang akan memutuskan hubungan jika tidak menuruti kemauannya membuat Danu menjadi dilema. Risa sudah benar-benar jatuh cinta padanya, sedangkan hatinya hanya mencintai Karin seutuhnya. "Sayang, Kakak tidak ingin sampai sejauh ini menjalin hubungan dengan Risa. Rasanya terlalu berat buat Kakak, sampai membuatku sulit untuk bernapas." Danu masih memèluk Karin dari sisa-sisa percìntaan panas mereka. "Kak, dengerin, ya? Ini demi masa depan kita. Aku nggak mau, anak kita nantinya punya masa depan suram. Aku juga merasakan sakit ketika melihat Kakak bersama Risa." Karin mengusap dáda bidang Danu. "Masa depan kita nggak akan suram, Kakak akan bekerja keras untuk menafkahimu dan anak kita, kelak." Danu melepaskan K
"Aku tidak peduli. Kalau Mas mengajakku untuk hidup miskin, akan kugugurkan janin ini!""Apa?!" Danu membulatkan matanya. Tidak percaya dengan keputusan gila dari Karin. "Bagaimana membesarkan anak ini, kalau kamu miskin!" Karin berteriak."Ayo pulang, otakmu sudah tidak waras." Danu menyeret karin yang meronta karena menolak ajakan Danu untuk meninggalkan kantor Bagaskara Grup. ***Satu minggu kemudian. Satu jam sebelum sidang dimulai. Danu sudah hadir di Pengadilan Agama ditemani pengacaranya. Walau laki-laki itu tidak yakin akan memenangkan tuntutan harta gono gini. Karena desakan Karin, Danu akhirnya menyetujui untuk menyewa seorang pengacara menemaninya sidang.Karin sendiri akan hadir setelah jam sidang dimulai. Karena kondisi fisiknya yang mengalami morning sickness di trimester pertama tidak memungkinkan untuk beraktivitas berlebih di luar rumah. Danu hanya menunduk ketika melihat Risa datang bersama pengacaranya. Diam-diam ia mencuri pandang. Risa nampak begitu tenang, pen
"Prang …!" suara nyaring barang yang dibanting terdengar dari dalam suatu kamar kontrakan. Danu hanya diam menatap Karin yang sedang meluapkan emosinya dengan membanting barang-barang yang ada di dalam kamar kontrakan.Selesai mengobrak-abrik kamar, Karin menangis di pojokan kamar. Ia tergugu meratapi nasibnya yang sial. Impiannya pupus sudah setelah perceraian antara Risa dan Danu tidak mendapatkan harta yang sudah diinginkan sejak lama. Dalam hatinya ia mengumpat kepada Tuhan. Kesialan telah mewarnai hidupnya sejak lahir. Dibuang orangtua kandungnya, hidup ala kadarnya di panti asuhan, diejek di sekolah karena miskin dan di saat ia punya peluang emas menjadi kaya harus menelan kekecewaan ketika rencananya selama lima tahun sia-sia tidak menghasilkan harta yang ia butuhkan. Setelah diam cukup lama Danu bersuara. "Rin?" Karin semakin muak dengan kehidupannya. Ditambah sekarang tubuhnya lemah karena hamil muda. Kehamilan yang ingin ia gunakan sebagai alat untuk mengikat Danu setelah
Sisi dan Tata bersamaan memberi saran kotor yang menurut mereka sah-sah saja dalam memperoleh pundi-pundi rupiah. Tidak peduli jalan yang mereka tempuh adalah hal kotor dan terlarang. Dosa yang tidak terlihat, menjadikan mereka tersesat jauh ke dalam lubang maksiat. Usia muda yang menggelora, menjadikan Sisi dan Tata hilang arah karena jauh dari keluarga."Perbaiki make up elo, setelah itu ikut gue ke lantai atas, cuma servis dua jam langsung dapat segepok uang." Sisi menarik tangan Karin. "Si, gue nggak bisa." Karin sudah tidak tahan dengan bau udara yang pengap. "Ngapain sih lo? Elo mau hidup di kolong jembatan?" Sisi menghempas tangan Karin. "Eh bentar, Si. Kayaknya ada yang nggak beres sama Karin." Tata menangkup wajah Karin yang terlihat pucat. "Iya juga sih!" Sisi ikut memperhatikan wajahnya Karin."G-gue hamil." Karin mengatakannya dengan bergetar. "What?! Tata dan Sisi kompak menjerit. Mereka menatap perut Ksrin dengan lekat."Ssstt … kalian ngapain teriak gitu, sih?" kesa