Hanya tuhan yang berhak menentukan takdir kita, sebagai seorang hamba, kita hanya bisa pasrah dan rela menjalani kehidupan sementara di dunia fana ini.Sudah beberapa jam lamanya Risa tertidur akibat suntikan bius yang diberikan padanya karena ia terus berteriak histeris mendengar Satria sudah meregang nyawa meninggalkannya."Bik Sum." panggil Danu."Den.""Gimana Satria sekarang, kok tiba-tiba dibawa kemari." Danu bertanya kepada Bi Sumi. Karena Danu melihatmya melintas di depan koridor rumah sakit."Den Satria sudah sembuh, dia tidak akan merasa sakit lagi. Aden nggak usah khawatir." "Syukurlah, dimana Istri saya, Bik. Kenapa ponselnya nggak bisa dihubungi? Saya sangat khawatir."Non Risa jangan diganggu dulu Den, dia kecapek'an. Sebaiknya Aden mandi dulu sana, bau parfum yang nempel di badan aden bikin Bibik pusing, pasti Non Risa juga nggak suka sama bau ini, Den." Bi Sumi menutup hidungnya.Danu membaui kemejanya, benar saja, bau parfumnya Karin masih tertinggal di seluruh badann
Wanita itu adalah Karin, ia membuka kacamata hitamnya, lalu berjalan menghampiri Risa.Danu terkejut dengan kedatangan Karin yang tanpa diundang. Ia ingin mengusirnya, tapi tidak memungkinkan untuk buka suara di depan Risa yang akan curiga kepadanya."Ris …."Di luar dugaan, Risa berjalan menabrak bahu Karin dan meninggalkan pemakaman tanpa berbicara, diikuti oleh Bi Sum di belakangnya."Apa-apaan ini, kenapa dia sok banget, sombongnya nggak ketulungan, dasar …." umpat Karin."Diam!" Danu berteriak."Mas, kamu lihat nggak kelakuannya, dia sudah menghina aku secara tidak langsung.""Bisa diem, nggak?!" Danu melotot garang, ia berjalan meninggalkan pemakaman."Mas, Mas Danu tunggu. Mas, jangan tinggalin aku." Karin berlari mengejar Danu yang sudah masuk ke dalam mobilnya. Dengan napas yang terengah, Karin akhirnya berhasil menyusul Danu lalu duduk di sebelah Danu.Danu mencengkeram setir mobil dengan kuat, kukunya memutih, meluapkan emosinya pada stang bundar itu."Ngapain kamu kesini. H
"Mas, kok bisa Risa mengusirmu dari rumah? Apa penyebabnya?" Karin penasaran."Jawab dong, Mas. Jangan diam saja.""Bisa diam nggak? Biarin aku fokus mengemudi dulu. Nanti aku ceritain kalau sudah nyampe apartemen." bentak Danu."Ayo mas ceritain, kenapa Risa berani mengusirmu?" Setelah sampai di apartemen, Karin mulai mencecar Danu."Biarin aku bernapas dulu Rin, kamu jangan kayak rentenir yang nagih utang ke aku." Danu menyandarkan tubuhnya di sofa sambil menutup matanya."Baiklah aku mandi dulu, keluar dari kamar mandi pokoknya kamu harus cerita sedetilnya ke aku, Mas."Karin mengambil baju santai lalu bergegas membersihkan dirinya di kamar mandi.Sesaat kemudian, dengan keadaan yang sudah segar, Karin langsung memburu Danu untuk bercerita. "Buruan Mas, cerita sekarang.""Baiklah." Danu menceritakan dari awal sejak kepulangannya dari makam hingga diusir dari rumah. "Tuh kan, lihat, Risa memang kejam telah membuangmu. Aku kata juga apa, jadi sebaiknya kita lanjutkan rencana kita." h
Karin menangis tersedu."Hhh …." Danu menarik napas panjang, pikirannya lelah dengan semakin rumitnya permasalahan dalam hidupnya. "Sudah jangan menangis, Mas akan cari cara agar bisa liburan keluar negri bersamamu. Jangan banyak pikiran, kasihan dedek bayinya." Danu mengelus perut Karin."Makasih Mas, aku akan jaga baik-baik anak kita." Karin kembali bergelayut manja di lengan Danu.***Danu menerawang ke atas, mengingat peristiwa satu minggu yang lalu. Ia sungguh lelah dengan masalah yang silih berganti menderanya, belum selesai ia berduka dengan kepergian Satria yang tiba-tiba. Diusir Risa dan sekarang ancaman Karin yang tidak main- main. 'Ya Tuhan terlalu banyak dosaku, ampuni aku Tuhan.'"Bagaimana keputusanmu, 'Mas? Apakah akan menyerah atau lanjut?" Karin masih ngotot memanipulasi pikiran Danu."Aku ingin istirahat dulu, Rin. Hati dan ragaku sangat lelah."***Malam harinya, ponsel Danu berdering berkali-kali. Karin yang terusik dari tidurnya, segera membangunkan Danu. "Mas, Ma
"Sudah siap, Jon?""Sudah, Non.""Kamu yakin, mereka hadir dalam formasi lengkap?" Risa melirik Jono."Informan kita sejauh ini bisa diandalkan, Non.""Bagus." Risa mengelus batu nisan Satria dan Hendi bergantian, ia menaburkan bunga segar dan memanjatkan do'a untuk kedua orang yang sangat dicintainya. 'Pa, Risa pergi dulu. Semoga Tuhan membantu Risa untuk mengambil apa yang menjadi hak kita.' "Ayo Jon, kita berangkat sekarang. Mumpung jalanan masih sepi daripada terjebak macet.""Mari, Non." Dengan setia Jono mengikuti Risa dari belakang. Ia telah berjanji kepada mendiang Hendi untuk menjaga dan membantu Risa dengan sekuat tenaganya. Di samping itu, dari dulu, ia telah mengagumi Risa secara diam-diam. ***Sesampainya di kantor pusat Bagaskara Grup. Risa dan Jono langsung masuk ke dalam ruangan direktur utama yang biasanya di tempati oleh Danu. Suasana yang masih pagi, tidak menarik perhatian karena cuma beberapa orang yang baru masuk kerja.Jono menghubungi asistenya untuk bergabung
"Tinggalkan kami, Jon. Kamu boleh keluar sekarang.""Baik, Non." Jono mengangguk kepada Danu yang berada di seberang Risa sebelum melangkah keluar ruangan."Silakan bicara, waktuku terbatas.""Sa …."" Danu menutup mulutnya ketika Risa melemparkan tatapan tidak suka padanya, di saat ia akan mengucapkan panggilan sayang kepada Risa."Ehm … Ris, apa benar kamu sudah memasukkan gugatan cerai ke pengadilan agama?""Benar.""K-kenapa?" Danu merasa kerdil di hadapan Risa saat ini. "kamu sudah tahu pasti alasannya, Dan."Dan? Danu sempat kaget setelah Risa memanggilnya tanpa embel-embel kata mas, seperti sebelumnya.Hening."A-aku ingin tahu.""Baiklah, kalau kamu ingin tahu." Risa menarik napas. "Dengarkan baik-baik, karena aku tidak akan mengulanginya lagi."Danu mengangguk dengan rasa was-was. Ia penasaran, sejauh mana Risa sudah mengetahui perbuatannya selama ini."Sebelumnya aku ingin tahu, apa motifmu menikahiku?" Risa menatap Danu dengan tajam.Danu terlihat pias. Ia tak menyangka Risa
Karin memandang Risa dengan tatapan mengejek. Ia mulai bercerita tentang kejadian lima tahun yang lalu."Kak Danu, udah lama?" tanya Karin riang."Baru saja, kok.""Tunggu ya, aku ganti baju dulu, sebentar.""Iya, Kakak, sabar nunggu, Rin." Selesai ganti baju, Karin segera keluar kamar menemui Danu yang sedang duduk di teras sambil memainkan ponselnya."Kakak nggak kuliah, hari ini?""Sengaja bolos, demi kamu." Danu menoel hidung mancung Karin."Ih gombal." Karin mencebik."Beneran, Rin. Kakak nggak bohong."Karin memilin ujung bajunya sambil memandang wajah tampan Danu."Kamu masih nggak percaya sama Kakak?" Danu balas memandang wajah Karin dengan lekat."Nggak romantis banget, sih?" Karin mengerucutkan bibirnya."Kamu menerima Kakak jadi pacar kamu?" Senyuman merekah dari bibir Danu."Emm … gimana, ya?" Karin pura-pura mengerutkan keningnya."Kakak akan beri kejutan Romantis tanda jadi kita berdua, Kakak janji, Rin."***SMA Bhakti Persada."Rin sini, gue udah cari tempat duduk buat
Mata Danu membulat."Kalau Kakak benar cinta sama aku, Kakak akan mengabulkan permintaanku." Karin mengatakannya tanpa ragu."Tapi bukan permintaan yang kayak gini, Rin. Kamu tahu dari dulu, Kakak hanya mencintaimu, kenapa kamu minta Kakak untuk memacari Risa?" Danu bingung dengan permintaan aneh dari Karin."Kalau Kakak nggak mau, jangan dekat-dekat aku, aku benci Kakak." ketus Karin."Rin, Rin tunggu." Danu mengejar Karin yang berlari meninggalkannya.Danu menyeruak masuk ke kamar Karin, ia melihat Karin sesegukan menangis sambil tengkurap di atas rànjang."Rin, kenapa kamu minta permintaan itu, Kakak ingin tahu." Danu berusaha menenangkan Karin.Karin diam, masih sesegukan menangis, tidak mempedulikan Danu. Ia sedang berusaha keras untuk meluluhkan hati Danu.Danu menghela napasnya. "Hhh … kalau kamu nggak ngomong mana Kakak tahu, ayo cerita apa alasannya." Danu meraih pundak Karin lalu membalikkan badannya. "Ayo ngomong." pinta Danu lembut.Karin bangkit dari duduknya, wajahnya be