Karin menangis tersedu."Hhh …." Danu menarik napas panjang, pikirannya lelah dengan semakin rumitnya permasalahan dalam hidupnya. "Sudah jangan menangis, Mas akan cari cara agar bisa liburan keluar negri bersamamu. Jangan banyak pikiran, kasihan dedek bayinya." Danu mengelus perut Karin."Makasih Mas, aku akan jaga baik-baik anak kita." Karin kembali bergelayut manja di lengan Danu.***Danu menerawang ke atas, mengingat peristiwa satu minggu yang lalu. Ia sungguh lelah dengan masalah yang silih berganti menderanya, belum selesai ia berduka dengan kepergian Satria yang tiba-tiba. Diusir Risa dan sekarang ancaman Karin yang tidak main- main. 'Ya Tuhan terlalu banyak dosaku, ampuni aku Tuhan.'"Bagaimana keputusanmu, 'Mas? Apakah akan menyerah atau lanjut?" Karin masih ngotot memanipulasi pikiran Danu."Aku ingin istirahat dulu, Rin. Hati dan ragaku sangat lelah."***Malam harinya, ponsel Danu berdering berkali-kali. Karin yang terusik dari tidurnya, segera membangunkan Danu. "Mas, Ma
"Sudah siap, Jon?""Sudah, Non.""Kamu yakin, mereka hadir dalam formasi lengkap?" Risa melirik Jono."Informan kita sejauh ini bisa diandalkan, Non.""Bagus." Risa mengelus batu nisan Satria dan Hendi bergantian, ia menaburkan bunga segar dan memanjatkan do'a untuk kedua orang yang sangat dicintainya. 'Pa, Risa pergi dulu. Semoga Tuhan membantu Risa untuk mengambil apa yang menjadi hak kita.' "Ayo Jon, kita berangkat sekarang. Mumpung jalanan masih sepi daripada terjebak macet.""Mari, Non." Dengan setia Jono mengikuti Risa dari belakang. Ia telah berjanji kepada mendiang Hendi untuk menjaga dan membantu Risa dengan sekuat tenaganya. Di samping itu, dari dulu, ia telah mengagumi Risa secara diam-diam. ***Sesampainya di kantor pusat Bagaskara Grup. Risa dan Jono langsung masuk ke dalam ruangan direktur utama yang biasanya di tempati oleh Danu. Suasana yang masih pagi, tidak menarik perhatian karena cuma beberapa orang yang baru masuk kerja.Jono menghubungi asistenya untuk bergabung
"Tinggalkan kami, Jon. Kamu boleh keluar sekarang.""Baik, Non." Jono mengangguk kepada Danu yang berada di seberang Risa sebelum melangkah keluar ruangan."Silakan bicara, waktuku terbatas.""Sa …."" Danu menutup mulutnya ketika Risa melemparkan tatapan tidak suka padanya, di saat ia akan mengucapkan panggilan sayang kepada Risa."Ehm … Ris, apa benar kamu sudah memasukkan gugatan cerai ke pengadilan agama?""Benar.""K-kenapa?" Danu merasa kerdil di hadapan Risa saat ini. "kamu sudah tahu pasti alasannya, Dan."Dan? Danu sempat kaget setelah Risa memanggilnya tanpa embel-embel kata mas, seperti sebelumnya.Hening."A-aku ingin tahu.""Baiklah, kalau kamu ingin tahu." Risa menarik napas. "Dengarkan baik-baik, karena aku tidak akan mengulanginya lagi."Danu mengangguk dengan rasa was-was. Ia penasaran, sejauh mana Risa sudah mengetahui perbuatannya selama ini."Sebelumnya aku ingin tahu, apa motifmu menikahiku?" Risa menatap Danu dengan tajam.Danu terlihat pias. Ia tak menyangka Risa
Karin memandang Risa dengan tatapan mengejek. Ia mulai bercerita tentang kejadian lima tahun yang lalu."Kak Danu, udah lama?" tanya Karin riang."Baru saja, kok.""Tunggu ya, aku ganti baju dulu, sebentar.""Iya, Kakak, sabar nunggu, Rin." Selesai ganti baju, Karin segera keluar kamar menemui Danu yang sedang duduk di teras sambil memainkan ponselnya."Kakak nggak kuliah, hari ini?""Sengaja bolos, demi kamu." Danu menoel hidung mancung Karin."Ih gombal." Karin mencebik."Beneran, Rin. Kakak nggak bohong."Karin memilin ujung bajunya sambil memandang wajah tampan Danu."Kamu masih nggak percaya sama Kakak?" Danu balas memandang wajah Karin dengan lekat."Nggak romantis banget, sih?" Karin mengerucutkan bibirnya."Kamu menerima Kakak jadi pacar kamu?" Senyuman merekah dari bibir Danu."Emm … gimana, ya?" Karin pura-pura mengerutkan keningnya."Kakak akan beri kejutan Romantis tanda jadi kita berdua, Kakak janji, Rin."***SMA Bhakti Persada."Rin sini, gue udah cari tempat duduk buat
Mata Danu membulat."Kalau Kakak benar cinta sama aku, Kakak akan mengabulkan permintaanku." Karin mengatakannya tanpa ragu."Tapi bukan permintaan yang kayak gini, Rin. Kamu tahu dari dulu, Kakak hanya mencintaimu, kenapa kamu minta Kakak untuk memacari Risa?" Danu bingung dengan permintaan aneh dari Karin."Kalau Kakak nggak mau, jangan dekat-dekat aku, aku benci Kakak." ketus Karin."Rin, Rin tunggu." Danu mengejar Karin yang berlari meninggalkannya.Danu menyeruak masuk ke kamar Karin, ia melihat Karin sesegukan menangis sambil tengkurap di atas rànjang."Rin, kenapa kamu minta permintaan itu, Kakak ingin tahu." Danu berusaha menenangkan Karin.Karin diam, masih sesegukan menangis, tidak mempedulikan Danu. Ia sedang berusaha keras untuk meluluhkan hati Danu.Danu menghela napasnya. "Hhh … kalau kamu nggak ngomong mana Kakak tahu, ayo cerita apa alasannya." Danu meraih pundak Karin lalu membalikkan badannya. "Ayo ngomong." pinta Danu lembut.Karin bangkit dari duduknya, wajahnya be
Karin tertawa senang, rencananya mulai berjalan dengan mulus. Ia sudah bosan direndahkan dan dipermalukan, seumur hidupnya harus berteman dengan kekecewaan dan kesedihan. Tanpa ia sadari, ada sosok orang yang begitu tulus menyayangi dan mencintainya. Orang yang akan ia jadikan dari bagian rencananya, ya dia adalah Danu. Rasa cinta Danu kepadanya, akan ia jadikan alat untuk mencapai ambisinya. "Kak." "Ada apa, Sayang." Sejak peristiwa itu, Danu selalu memanggil Karin dengan panggilan sayang. "Kakak punya uang?" "Ini baru tanggal 20, Kakak belum gajian, Rin." "Kakak nggak punya simpanan, gitu?" "Maksud kamu tabungan? Ada sih, buat bayar semester bulan depan dan uang buat study tour kamu ke Bali." Danu heran, tidak biasanya Karin ngebet minta uang."Aku minta dulu, boleh nggak? Uang yang untuk study tour aku?" "Untuk apa? Tumben kamu butuh uang banyak." Danu menatap gadis cantik yang dicintainya itu dengan lekat. "Girls thing, ada sesuatu yang aku ingin beli sama kayak punya teman
"Sudah, sudah, jangan menangis. Kamu belum di apa-apain kan, sama dia?" Danu mengurai pélukannya. Risa menggeleng sambil sesegukan, ia masih ketakutan dengan peristiwa tadi. Danu mengambil sapu tangan, menghapus air mata yang mengalir di pipi Risa. Dari kejauhan, Karin sudah tidak tahan melihat Danu dan Risa berduaan. Rasa cemburu telah membakar hatinya. Ia bergegas menghampiri mereka, tidak ingin melihat adegan mesra lainnya. "Ya ampun, Rin, kamu kenapa nangis?" Karin pura-pura tidak tahu. "Eh, kak Danu, Kakak di sini?" "Tadi ada seorang preman yang ingin melecehkan Risa, untung Kakak datang tepat waktu. Kalau tidak, di tempat sepi seperti ini, Kakak nggak bisa bayangin." "Maaf, Ris. Seharusnya tadi gue nggak ninggalin elo sendirian." dusta Karin sambil memeluk Risa."Ayo segera pergi dari sini, Kakak takut preman tadi bakal balik dengan membawa teman-temannya." "Ayo," ucap Karin.Risa dan Karin pun berjalan bergandengan tangan diikuti Danu dari belakang. "Sebaiknya kita anta
Lima bulan kemudian. Hubungan Risa dan Danu semakin dekat. Hendi papanya Risa yang semula tidak setuju akhirnya harus menyerah dan merestui hubungan mereka setelah Risa mengancam untuk mogok makan. Sedangkan hubungan Danu dan Karin masih berjalan di belakang Risa. Ancaman Karin yang akan memutuskan hubungan jika tidak menuruti kemauannya membuat Danu menjadi dilema. Risa sudah benar-benar jatuh cinta padanya, sedangkan hatinya hanya mencintai Karin seutuhnya. "Sayang, Kakak tidak ingin sampai sejauh ini menjalin hubungan dengan Risa. Rasanya terlalu berat buat Kakak, sampai membuatku sulit untuk bernapas." Danu masih memèluk Karin dari sisa-sisa percìntaan panas mereka. "Kak, dengerin, ya? Ini demi masa depan kita. Aku nggak mau, anak kita nantinya punya masa depan suram. Aku juga merasakan sakit ketika melihat Kakak bersama Risa." Karin mengusap dáda bidang Danu. "Masa depan kita nggak akan suram, Kakak akan bekerja keras untuk menafkahimu dan anak kita, kelak." Danu melepaskan K