Share

3. Kebodohan

Penulis: Yenika Koesrini
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-05 08:51:02

Flash back

Sabtu sore Jamie bertandang ke rumah. Pemuda itu membawa dua buah tiket bioskop. Film yang sedang booming saat itu. Entah apa judulnya aku sudah lupa. Yang pasti teman-teman bercerita jika film horor tersebut sangatlah seru.

Sebenarnya aku paling enggan diajak pergi oleh Jamie. Karena ada pekerjaan yang menumpuk di rumah. Waktu itu Ibu sedang mendapat banyak orderan membuat seragaman gamis dari suatu majelis taklim. Sebagai anak sulung dari keluarga yang sederhana, aku dituntut untuk aktif membantu.

"Sudah sana pergi! Kasihan Jamie jauh-jauh datang ke sini, kalo kamu tolak ajakannya." Ibu menyuruh lembut ketika mendapati aku termenung bingung di depan kaca rias kamar.

"Tapi, Ibu lagi sibuk banget. Bukannya semua jahitan harus selesai dua jari lagi," balasku masih ragu.

"Gak papa." Aku meyakinkan, "kan ada Ayah sama Salwa yang bantuin Ibu. Lagian kamu sudah lembur terus seminggu ini bantuin ibu. Sudah saatnya kamu refreshing," papar Ibu bijaksana.

"Iya, deh." Akhirnya, aku mengangguk setuju. Kini tanpa ragu kuambil bedak, lalu mulai menyapukan spon ke wajah. Karena masih remaja tentu saja dulu aku lebih memilih lip color kalem untuk memperindah bibir.

"Kamu cantik lho, bersolek seperti itu." Pujian Ibu membuatku tersipu.

Selanjutnya kami melangkah ke ruang tamu. Tempat Jamie menunggu. Pemuda yang belum genap delapan belas tahun itu agak terpana melihat penampilanku malam ini.

Padahal aku hanya mengenakan bedak padat dan lip color biasa. Serta dress selutut yang juga sudah ketinggalan zaman. Namun, entah kenapa Jamie seolah tidak berkedip memandangku.

"Tolong jaga Shakira ya, Jam!" pesan Ibu pada pemuda yang setahun ini sering main ke rumah.

"Siap, Bu. Saya akan jaga Qiena sebaik-baiknya," sahut Jamie hormat.

"Ibu percaya sama kamu. Kamu anak baik kok."

"Makasih atas kepercayaannya, Bu. Kalo begitu kami permisi." Jamie berpamitan dengan sopan.

"Iya, hati-hati di jalan ya!" Ibu mengelus lembut kepala Jamie, saat pemuda itu menunduk untuk mengecup punggung tangan Ibu. "Jangan ngebut bawa motornya dan jangan pulang malam-malam ya!"

"Baik, Bu." Aku dan Jamie mengangguk kompak.

Usai salim pada Ibu, aku dan Jamie melangkah ke luar. Penuh kepedulian Jamie memasangkan helm pada kepalaku.

"Pegangan," suruhnya begitu menyalakan mesin motor.

"Gak ah! Bukan muhrim," tolakku asal.

Jamie tergelak kecil. Setahun menjalin kasih, aku memang belum pernah memeluk pinggangnya saat berboncengan motor. Selain menjaga dari hal yang tidak-tidak karena bersentuhan, aku juga tipe pemalu.

Seperti biasa, Jamie pun tidak memaksa. Lajang itu menjalankan motor besarnya dengan kecepatan sedang. Dia memang pemuda yang baik. Tidak suka kebut-kebutan saat naik motor. Tidak neko-neko walau dia termasuk idola di sekolah.

Dan yang paling membuat aku beruntung menjadi kekasihnya adalah Jamie begitu royal. Jamie tidak membelikanku kebutuhan sehari-hari. Baik itu keperluan sekolah maupun kebutuhan lainnya.

Begitu tiba di mall, kami langsung menuju ke lantai tiga. Tempat theater bioskop berada. Dengan dua buah cup besar berisi pop corn, Jamie mengajak masuk. Aku sendiri membawa dua minuman teh dalam botol.

Entah sengaja atau memang dapatnya, aku dan Jamie kebagian bangku di pojok ruangan barisan belakang. Begitu lampu dipadamkan, kami semua mulai serius menatap layar lebar.

Film yang kami tonton memang benar-benar seram. Aku yang memang paling takut sama yang namanya pocong sampai berteriak histeris saat hantu berbalut kain kafan itu mengagetkan para penonton. Saking takutnya di pertengahan film sampai akhir, aku sampai menempel pada punggung Jamie.

"Buka matanya, Ki! Gak asyik ah ... nonton film malah ngumpet di punggungku," biji Jamie lembut. Karena aku terus menempel padanya.

"Enggak ah ... takut."

Aku sama sekali tidak mau membuka mata. Ketika mendengar para penonton lain kian menjerit, pelukanku pada Jamie makin rapat. Dan itu berlaku sampai film selesai.

"Ya payah! Filmnya seru banget malah

gak mau lihat," sesal Jamie begitu kami ke luar theater.

"Kalo tahu ada pocongnya aku juga ogah," sahutku cemberut. Karena merasa dibohongi.

Jamie bilang akan menonton film komedi romantis, tidak tahunya horor. Jujur aku ini anak yang amat penakut. Bisa kebayang-bayang sosok putih itu di mata sepanjang malam. Alhasil jadi susah tidur.

"Kok manyun begitu? Kita makan yuk!" Jamie menawarkan dengan antusias.

"Tapi, Jam, ini udah malam." Kulirik jam kecil di pergelangan tangan kiri ini. Sudah pukul sembilan malam. "Sebentar lagi mal dan toko-tokonya pasti mau tutup."

"Sebentar doang. Aku laper berat nih!"

Sedikit memaksa Jamie menarik lenganku ke food court. Dia memesan nasi ayam dan dua botol minuman teh. Karena memang perut sendiri juga keroncongan, aku pun makan dengan lahap.

"Tadi menolak. Sekarang lahap banget," ledek Jamie melihat aku cepat menghabiskan makanan. "Nambah lagi gak?" tawar Jamie tulus.

"Enggak, makasih." Aku menggeleng pelan. "Pulang yuk! Udah malem nih."

Jamie mengangguk manut mendengar rengekan dariku. Usai membayar tagihan di kasir, aku dan Jamie turun ke lobi mall. Ternyata di luar hujan turun dengan begitu derasnya.

"Aduhhhh ... gimana ini?" keluhku resah. Apalagi petir juga terdengar menyambar-nyambar.

"Kita tunggu sampai hujannya reda," saran Jamie pelan, "soalnya aku lupa bawa jas hujan," imbuhnya dengan mimik bersalah.

"Tapi, hujan seperti ini kayaknya bakal lama, Jam." Aku menyahut sedih teringat pesan Ibu agar pulang jangan terlalu malam. Dan sekarang sudah mau pukul sepuluh malam.

Tiba-tiba ponselku berbunyi, ada nama Salwa adikku di layar. Namun, ketika kuangkat suaranya putus-putus. Cuaca buruk menjadi kendala. Tetapi, pesan dia yang menyuruh untuk lekas pulang aku dengar.

"Yakin mau pulang? Ini masih hujan lho, Ki."

"Iya, gak papa. Sudah mulai kecil ini," tukasku yakin.

"Baiklah."

Jamie agak ragu saat aku meminta pulang. Namun, pemuda itu lekas menurut karena aku terus memaksa. Sial bagi kami, di tengah jalan hujan kembali turun deras. Membuat pandangan mengabur. Jamie menepikan motornya di sebuah bangunan.

Setelah kuteliti dulunya ini adalah tempat cucian mobil yang sudah tidak digunakan lagi. Ada sebuah bilik kecil. Jamie membawaku ke sana.

"Ngapain?" tanyaku ragu-ragu.

"Kita istirahat di sana!"

"Tapi, Jam, aku takut. Mana gelap," rengekku takut.

"Sini pegangan!"

Karena takut aku mengamit lengan Jamie. Kami memasuki bilik tersebut. Lantai tampak kotor karena lama tidak terpakai. Ada sebuah dipan beralaskan tikar.

Aku dan Jamie duduk bersisian di tepi dipan tersebut. Tiba-tiba petir kembali menggelegar. Aku yang terkaget sontak memeluk Jamie rapat.

"Ki, plis jangan dekap aku erat begini," ujar Jamie serak. Tampak sekali dia tidak nyaman. "Aku ... aku takut tidak mampu menahannya," lanjutnya dengan tatapan sayu.

Perlu beberapa detik untuk mencerna omongan Jamie. Begitu paham aku langsung menjauhkan tubuh. Dalam hati aku juga mengutuk, kenapa bisa seberat tadi aku memeluk Jamie. Membuat dada ini menempel lembut padanya.

Namun, baru juga menyadari kekeliruan, kilat kembali bergemuruh. Dan aku sungguh takut sekali. Ketika aku kembali mendekap Jamie, pemuda itu membalas. Dia bahkan meremas area terlarangku.

"Jam!" Aku melotot marah.

"Kamu yang telah membangkitkan gairahku, Ki. So ... plis sekali saja aku menyentuhmu, ya?" pintanya sayu.

"Enggak, Jam. Kita masih kecil." Aku menolak tegas.

"Gak papa cuma sekali doang kok. Aku janji gak akan mengulanginya lagi," bujuk Jamie sambil terus membelaiku.

"Enggak, Jam! Aku takut hamil."

"Gak kan hamil kalo cuma sekali." Jamie tiada lelah untuk merayu, "kita butuh kehangatan, Kira. Ayolah!"

Karena terus memaksa dan suasana yang mendukung, malam itu kuserahkan kehormatan pada Jamie secara cuma-cuma.

next

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
kilas balik yg sempurna..saat sakhira menyerahkan kehirmatan utk jamie calon suami
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   4. Jatuh Ke lubang yang Sama

    Aku menangis. Bukan hanya karena sekujur tubuh terasa sakit. Serta area intim yang seperti terbelah ini. Namun, aku terisak karena menyesal. Merasa amat bodoh yang karena telah berbuat sesuatu yang dilarang oleh agama."Cup ... cup ... cup ...." Jamie meraih kepalaku. Dia memeluk untuk menenangkan. "Sudah jangan menangis! Gak akan terjadi apa-apa. Percaya deh," bujuknya sambil terus membelai rambut panjangku."Aku takut hamil, Jam," isakku sedih."Kalo cuma sekali gak bakalan.""Tapi, kalo iya bagaimana?" tukasku marah sekaligus khawatir."Aku pasti tanggung jawab," janji Jamie mantap.Pemuda itu menyeka air mataku. Bibirnya terus memberikan kalimat yang menenangkan. Serta janji-janji manis.Ketika terasa sinar matahari menerobos celah ventilasi bilik, Jamie mengajak balik. Pemuda itu mengulurkan tangan. Dengan menahan sakit,

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-05
  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   5. Benih Cinta

    Ujian sudah di depan mata. Jamie semakin intens mendekat. Dia butuh aku untuk mengajari. Dan aku butuh dia untuk berbagi resah.Mungkin karena imanku yang lemah atau justru sudah menikmati, dosa-dosa itu terjadi berulang. Bagaikan asupan gizi usai belajar bersama, Jamie akan mengajakku tidur.Rumahnya yang memang selalu sepi menjadi tempat teraman kami memadu kasih. Walau pun setelah itu aku akan menangis dan menyesali. Seperti biasa dengan janji-janji manis Jamie selalu bisa menenangkan.Lalu hari menegangkan itu tiba. Kami para siswa akhir bertempur menghadapi ujian. Seminggu lebih otak kami benar-benar diperas. Beruntung sedari kecil Allah menganugerahi aku otak yang lumayan encer. Sehingga ujian ini dapat kulalui sebaik mungkin.Ujian yang sudah berakhir membuat aku dan Jamie jarang bertemu kembali. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas dua belas sudah tidak ada lagi. Kami hanya sese

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-05
  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   6. Tidak Direstui

    Rasanya duniaku hancur mengetahui fakta mencengangkan ini. Berulang kali kugosok mata, berharap jika penglihatan ini salah. Nyatanya alat itu menunjukkan tanda dua garis merah.Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, aku ke luar dari kamar mandi. Lalu bergegas menuju kamar untuk menumpahkan segala ketakutan ini pada bantal. Menangis sejadi-jadinya dengan mulut kubungkam agar suara isakannya tidak sampai terdengar di luar. Seharian aku terus mengurung diri di kamar. Merutuk, menyesal, dan mengumpati kebodohan sendiri. Jangankan berselera makan, untuk membersihkan badan yang mulai lengket pun rasanya enggan."Kira ... sudah magrib, Nak. Jangan tidur terus!" Di luar Ibu mengetuk-ngetuk pintu kamar. Dia pikir aku tidak ke luar kamar karena istirahat. "Ayo bangun, Ki! Mandi dan ibadah Maghrib," perintah Ibu sambil terus mengetuk pintu.Mau tidak mau aku harus bangun dari ranjang. Sebelum ke luar kulirik cermin di lemari. Mata ini sembap. Berulang kali kugosok, tetap saja bekas tangis ini teta

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   7. Pernikahan

    Walau pun tidak mendapatkan restu dari kedua orang tua Jamie, kami tetap melangsungkan pernikahan. Tidak ada yang istimewa. Karena serba mendadak semua dikerjakan sendiri oleh Ibu. Baju pengantin Ibu yang menjahit. Begitu juga dengan jas yang dipakai Jamie.Sebenarnya aku kasihan pada Ibu, wanita itu harus mengeluarkan banyak uang untuk biaya pernikahan kami. Keluarga Jamie sama sekali tidak peduli. Jangankan untuk hadir, ATM yang Jamie punya justru sudah diblokir. Pemuda itu frustasi karena sama sekali tidak memegang uang. Namun, kami sekeluarga menguatkan bahwa semua akan baik-baik saja.Kami melangsungkan pernikahan di kantor urusan di daerahku.Saat mengucap janji suci, suara Jamie terdengar sangat lirih. Membuat bapak penghulu dan saksi kurang jelas mendengarnya. Tentu saja Bapak penghulu menyuruh Jamie mengulangi ucapannya.Di ikrar kedua, suara Jamie sudah lumayan lantang. Namun, terdengar tergetar. Di tengah sumpah pemuda itu tiba-tiba diam. Kemudian bibirnya terlihat mencebik

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   8. Pekerjaan Baru Jamie

    Aku melangkah gontai keluar dari ruangan dokter yang memeriksa Jamie. Pandangan ini tunduk menekuri lantai rumah sakit. Bingung."Saudara Jamie harus diopname karena kondisinya sudah semakin memburuk."Ucapan dokter perempuan seumuran Ibu terngiang kembali. Kaki yang lemas ini membuat memilih duduk di bangku yang ada di selasar rumah sakit ini. Kubuka kembali hasil tes laboratorium milik Jamie.Trombosit darahnya sangat rendah hanya sembilan puluh ribu per mikroliter darah. Padahal kadar normalnya sekitar seratus empat puluh sampai seratus lima puluh ribu per mikroliter darah. Pantas saja jika Jamie terlihat amat pucat dan lemas.Tas selempang warna hitam yang sudah pudar warnanya ini aku buka resletingnya untuk mengeluarkan sebuah dompet. Kuintip uang di dalamnya. Sebelum pergi membawa Jamie ke rumah sakit ini, aku terlebih dulu meminjam uang milik Salwa.Kasihan gadis itu. Berkali-kali dia meminjamkan uangnya padaku. Dan hingga detik ini masih sebagian yang belum kulunasi.Dengan ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   9. Anak Pertama Kami

    Aku terdiam mendengar ucapan keras serta ketus dari Jamie. Rasanya sakit yang menyerang perut tidak sebanding dengan sakit dibentak oleh dia. Lelaki yang baru enam bulan ini sah menjadi imamku. Sedih karena semarah apapun Ibu atau Ayah, keduanya tidak pernah meninggikan suara padaku atau pun pada Salwa."Ki, kamu masih di situ?" Di seberang sana suara Jamie mulai merendah."Agrhhh!" Aku tidak membalas pertanyaan dari Jamie. Bibir ini justru mengerang. Menahan rasa sakit yang melesak di perut ini."Ki, kamu kenapa?" Suara Jamie terdengar sedikit panik."Ahhh ... kata Ibu, aku mau melahirkan, Jam," balasku sambil menggigit bibir bawah. Berusaha mengalihkan rasa sakit yang menghebat ini."Apa? Yang bener?!" Jamie berseru tidak percaya. "Bukannya masih satu bulan lagi?" cecar Jamie. Memang usia kandunganku baru menginjak tiga puluh dua minggu. Sementara bayi normal biasanya lahir di usia tiga puluh enam sampai tiga puluh delapan minggu."Ini sudah sakit banget, Jam. Awww!""Aduuuh ... ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   10. Gibranku yang Malang

    Usia Gibran belum genap lima bulan waktu itu. Bayi itu masih ASI eksklusif. Berbekal bacaan di buku KIA yang menyatakan jika obat mujarab untuk bayi adalah ASI, maka kususui Gibran.Sayangnya bayi prematur yang sudah mulai menggembul itu tidak mau menyusu. Suhu badannya masih tetap panas walau telah dikompres."Jam, sebaiknya bawa Gibran ke dokter deh. Kasihan dia gak mau nyusu," mohonku dengan penuh harap.Jamie melihat waktu. "Oke. Masih ada waktu dua jam lagi. Semoga nanti setelah dikasih obat sama dokter jadi baikan," sambutnya setuju.Persetujuan Jamie laksana hujan di alas yang kering. Menyejukkan. Tanpa buang waktu lekas kugendong Gibran.Kami pergi ke klinik dengan mengendarai motor. Sebulan setengah kemarin Jamie baru mengambil kendaraan roda dua itu dari dealer. Dia merasa mampu untuk mencicil.Karena memang sangat butuh, aku pun mendukung. Namun, konsekuensi yang kudapat adalah makin jarangnya Jamie di rumah. Hari-harinya dipenuhi untuk mencari uang. Jika ada waktu luang, k

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-09
  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   11. Pertengkaran Hebat

    Aku membuka mata saat mendengar isak tangis yang menggema. Kusapu keliling ruangan. Ruangan yang tidak asing. Setelah seksama mencerna, ternyata aku sudah berada di kamar sendiri. Sinar matahari yang menerobos ventilasi menjadi penanda jika hari telah beranjak pagi.Tidak jauh dari ranjang ada Ibu dan Salwa yang saling terdiam menatapku. Keduanya bermata basah. Mereka sama-sama mengenakan pakaian bernuansa hitam.Sementara di ruang tamu sana terdengar suara yang riuh rendah. Seperti pengajian.Ya ... mereka sedang membaca surat Yasin. Ada apa?Tiba-tiba aku teringat putra semata wayang. "Bu ... Gi-Gibran mana?" tanyaku lemah. Walau masih pusing kucoba untuk bangkit dari rebahan. Ibu dan Salwa kembali hanya saling berpandangan saja."Dada aku sakit," kataku menahan nyeri yang menggerus dada. Perlahan kuremas dada yang terasa bengkak ini, "mana Gibran, Bu? Mau aku susuin? Terus di luar itu ada apa? Kenapa sepertinya ramai orang?" Bingung membuatku bercerocos panjang.Ibu membesit hidung

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17

Bab terbaru

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   78. Sagara

    Pov author"Alhamdulillah!"Shakira meraupkan kedua tangannya pada wajah. Air matanya merembes. Namun, ini air mata kebahagiaan dan haru. Anaknya baru saja lolos dari maut."Aku ingin ketemu bayiku, W*." Shakira merengek. Ia ingin sekali melihat rupa putrinya. Dalam mimpi wajah sang putri terlihat samar."Nanti kalo Mbak Kira pulih, kita lihat bareng, ya." Salwa membujuk lembut.Shakira mengangguk manut. Pengaruh anastesi sudah mulai menghilang. Wanita itu meringis menahan perih di perut bekas sayatan operasi. Untuk menyamarkan sakit, dirinya memilih memejam kembali.Sementara itu Ibu yang kepayahan dari tadi siang merasa amat lelah. Wanita itu merebahkan tubuh pada sofa kecil yang tersedia di ruang itu. Tidak sampai lima menit dirinya sudah menyelami alam mimpi.Di sisi lain Salwa merasakan lapar yang menghebat. Terakhir kali ia makan tujuh jam lalu di kampusnya. Dia ingin mengajak Ibu. Namun, melihat sang Ibu tertidur dengan lelapnya, Salwa memilih pergi sendiri. Gadis itu meninggalk

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   77. Doa Jamie

    Pov Jamieidaaak!"Aku berseru takut. Sementara Ibu Siti dan Salwa pun sudah pecah tangisnya. Beruntung ada dokter didampingi perawat yang masuk untuk memeriksa bayi lain."Dokter, tolong bayi saya," mohonku dengan suara yang bergetar."Iya, Bapak mohon tenang dan tunggu di luar, ya." Pria berseragam itu mengangguk pelan."Tolong lakukan yang terbaik untuk anak saya, Dok. Berapa pun biayanya akan saya bayar," desakku saking ketakutannya."Iya, Bapak tunggu di luar, ya!"Perawat pendamping dokter pun mendorong tubuhku untuk ke luar ruangan. Salwa dan Ibu Siti cukup patuh untuk beranjak sebelum disuruh. Sementara beberapa tenaga medis masuk untuk ikut melakukan tindakan.Aku yang merasa tidak bertenaga bersandar pada dinding. "Kamu harus kuat putraku," kataku pada diri sendiri.Mata ini kembali menatap ruangan di depan. Rasanya tidak sanggup jika harus melihat putriku kecilku yang tengah mendapatkan penanganan.Tiba-tiba saja aku teringat Allah. Aku perlu menghadap Sang Pencipta. Akan k

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   76. Bayi Mungilku

    Lampu di atas pintu kamar operasi telah padam. Pertanda jika operasi telah usai. Hati ini kian dag dig dug rasanya. Harap-harap cemas. Ketika pintu terbuka, aku, Aldi, dan Sandrina langsung bangkit berdiri. Aku sendiri lekas beranjak menemui dokter pria yang sedang membuka masker wajahnya. "Dok, bagaimana keadaan istri saya?" Aku bertanya dengan penasaran."Seperti yang sudah sangat saya jelaskan. Ibu dan anak sama-sama dalam keadaan bahaya," tutur Pak Dokter terdengar hati-hati. "Dan sesuai persetujuan jika kami harus memprioritaskan ibunya dulu--""Jadi anak saya gak selamat?" Aku menyambar karena takut. Rasanya tubuh ini terasa lemas. Dokter itu membetulkan letak kacamatanya. "Beruntungnya kami bisa menyelamatkan keduanya."Ucapan dokter tersebut laksana air es yang mengguyur kekeringan di hati ini. "Alhamdulillah!" Aku, Aldi dan Sandrina lagi-lagi kompak berseru karena lega. Tidak lupa aku langsung sujud syukur. "Terima kasih banyak ya Allah ...." Tangan ini meraup wajah deng

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   75. Kondisi Shakira

    (Pov Jamie) "Shakira?!"Seseorang memanggil nama istriku. Shakira sendiri mengangkat wajah. Wajahnya yang pucat menjadi pertanda jika dia teramat kesakitan."Kamu gak papa, Kira?"Ternyata yang memanggil Shakira adalah Aldi. Pemuda itu datang bersama Sandrina. Keduanya gegas jongkok untuk menolong Shakira. Sedangkan aku masih membeku melihat darah merembes dari paha Shakira."Ini sakit banget, Nina," desis Shakira dengan tangan mencengkeram lengan Sandrina."Jamie, kok kamu cuma diam saja sih?" tegur Aldi tampak gemas, "cepetantolong selamatkan istri kamu!" desak Aldi sambil mengguncang lenganku.Aku tergagap. Syok membuat aku tidak mampu berpikir panjang. Dan sebenarnya diri ini sangat takut jika melihat darah. Namun, demi melihat wajah pucat Shakira aku harus kuat."Sa-kiiit ...." Shakirara merintih."Tolong jangan bicara lagi, Kira. Ini hanya akan membuatku semakin panik," pintaku kalut.Tanganku gemetar meraih pundak Shakira. Perlahan kuangkat tubuh wanita yang terus saja mendes

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   74. Musibah

    Malam minggu ini aku di rumah berdua saja sama Jamie. Kimie dari kemarin dibawa mama dan papanya Jamie untuk menginap di rumah mereka. "Jam, pergi nonton film di bioskop, yuk!" ajakku pada pria yang sedang asyik bermain game pada gadgetnya. Jamie menatapku dengan lekat. "Nonton film di bioskop?" Dia justru mengulangi perkataanku. "Iya nih, aku pengen banget nonton film KKN Di Desa Penari. Lagi sibuk banget nih di media sosial," jawabaku dengan wajah yang mupeng. "Jangan aneh-aneh deh, Kira." Mata Jamie kembali tertuju pada layar ipadnya. "Anehnya di mana? Orang istri pengen nonton film kok dibilang aneh," sahutku sedikit sewot. "Bukannya hari perkiraan lahir anak kita sebentar lagi?" tukas Jamie masih setia memainkan jarinya pada layar sentuh tersebut. "Lagian bukannya kamu paling anti sama film horor," imbuhnya sambil sedikit melirik padaku. "HPL anak kita masih dua minggu lagi kok." Aku mendekati pria yang malam ini begitu wangi itu. Padahal kemarin-kemarin aku justru membenc

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   73. Permintaan Konyol Shakira

    (POV Jamie) Yesss!" Aku meninju udara. "Terima kasih ya Allah," ucapku tulus sembari meraup wajahnya. "Yeahhh!"Aku kembali berseru gembira usai menerima telepon dari Shakira. Istri tercintaku mengabarkan habis test pack dan hasilnya positif.Tanpa berpikir panjang, aku bangkit dari kursi bersandaran tinggi ini. Blazer yang menyampir pada sandaran kursi lekas kukenakan. Setelah rapi kuraih ponsel dan kunci mobil baru melangkah ke luar menuju meja Tia, sekretarisku."Saya izin pulang, ya. Mau temani Shakira ke dokter," pamitku pada perempuan berkaca mata itu."Memang Bu Kira sakit apa, Pak Jamie?" tanya Tia tampak serius.Aku tersenyum kecil. "Kami mau cek ke dokter kandungan."Mulut Tia terbuka. "Ibu Shakira hamil?"Aku mengangguk pelan. "Barusan dites sih positif, tapi kami butuh kejelasan dari dokter. Doakan semoga berita ini benar, ya.""Aamiin." Tia langsung meraup wajahnya dengan kedua tangan. "Sebelumnta selamat ya, Pak.""Sama-sama."Aku pun beranjak meninggalkan perempuan itu

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   72. Akhirnya Doa Kimie Terkabulkan

    Selain beribadah, Jamie juga membawaku jalan-jalan ke tempat yang romantis yaitu Jabal Rahmah atau bukit kasih sayang. Jabal Rahmah adalah bukit kecil dengan ketinggian sekitar tujuh puluh meter.Tempat itu diyakini sebagai tempat bertemunya kembali Adam dan Hawa setelah berpisah ratusan tahun. Usai mereka diturunkan ke bumi dari surga karena mereka memakan buah terlarang yakni buah khuldi. Padahal Allah SWT sudah melarang tetapi setan terus menggoda.Bagi umat Islam sendiri Jabal Rahmah memiliki nilai sejarah yang cukup penting. Sebab di tempat tersebutlah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu terakhir. Yakni pada saat beliau menunaikan Haji Wada atau Haji terakhir dan sedang melakukan wukuf.Tempat ini terletak persis di padang Arafah, pinggiran timur kota Makkah. Sengatan terik matahari yang tajam tidak menyurutkan niat kami untuk mendaki bukit tersebut. Di atas bukit pemerintah Arab Saudi sudah membangun sebuah Tugu. Tugu tersebut diyakini sebagai tempat bertemunya Nabi Adam dan Hawa.

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   71. Ibadah Umroh

    Keesokan harinya aku dan Lutfi mengisi waktu masih untuk bersantai di dalam hotel. Tujuan kami datang ke tanah suci selain untuk umroh juga memang ingin berbulan madu. Apalagi kami masih merasakan lelah setelah perjalanan panjang kemarin.Pukul delapan pagi waktu setempat aku dan Jamie turun untuk sarapan. Kebetulan kami mendapatkan fasilitas breakfast buffet. Di mana restoran tersebut menyajikan aneka makanan dan minuman.Berbagai sajian mulai dari hidangan pembuka sampai hidangan penutup tepah disediakan, ditata, dan diatur di atas meja buffet atau meja panjang. Pengunjung bisa bebas memilih dan mengambil makanan sendiri sesuai dengan selera makan mereka.Kebetulan pagi itu menu sarapannya adalah English breakfast. Pilihan aku jatuh pada sepotong roti bakar dengan olesan cokelat, telor omelet, sosis bakar, segelas cokelat hangat, dan beberapa potong buah semangka dan melon. Sementara Jamie mengambil roti panggang dengan olesan butter, daging asap, kacang yang dimasak dengan saos tom

  • BOSKU MANTAN SUAMIKU   70. Malam Di Kota Jedah

    Setelah puas berlibur dan menenangkan diri di vila Jamie selama seminggu, kami pun kembali ke Jakarta. Jamie langsung membawaku dan Kimie ke rumahnya sendiri. Rumah yang ia tinggali beberapa bulan terakhir saat ia memutuskan untuk hidup mandiri.Hal itu tentu saja membuat Kimie senang. Karena akhirnya mempunyai kamar pribadi sendiri. Selama ini dia harus berbagi ranjang denganku atau Ibu. Anak itu berulang kali mengucap terima kasih pada ayahnya karena kamarnya dikonsep laksana kamar seorang putri raja.Tujuh hari kemudian, jadwal keberangkatan ke tanah suci pun tiba. Sempat terjadi drama. Kimie memaksa ikut. Bocah itu nangis diajak serta."Bunda jahat! Bunda gak sayang aku! Kenapa aku gak boleh ikut," rajuknya dengan bibir yang maju sepuluh centi."Bukannya gak boleh, Sayang, tapi ini perjalanan khusus," jawabku mencoba memberi pemahaman."Perjalanan khusus apa?" tukas Kimie masih manyun. "Banyak kok teman-teman Kimie yang ikutan umroh. Jadi haji kecil," tuturnya kian jadi."Kimie ..

DMCA.com Protection Status