Share

BIDADARI BUTA SANG PRESDIR
BIDADARI BUTA SANG PRESDIR
Author: Mblee Duos

Bab. 1 Dibuang Tante

"Ciiiiiiiit.....!" Suara sebuah mobil yang  mengerem mendadak dan lalu berhenti di tepian jalan yang nampak sunyi. Tak lama setelahnya, muncul dari dalam mobil, seorang wanita muda yang menggandeng seorang gadis kecil usia 5 tahunan dan berjalan ke arah belakang mobil.

"Sasya, kamu tunggu dulu di sini ya!" Kata wanita itu kepada si bocah, seraya melepaskan tautan tangan mereka.

"Tante mau ke mana?" 

"Ehm...begini Sasya, Tante kan udah ajak Sasya jalan jalan ke luar kota kali ini. Dan Tante Clara sekarang mau pulang ke rumah, Sayang," ucap wanita itu disertai senyum menyeringai. "Tapi Sasya nggak boleh ikut!"

"Tapi...tapi kenapa Sasya gak boleh ikut?  Sasya nanti sama siapa?" Bocah kecil itu nampak mulai bingung dengan maksud kata kata tantenya.

"Hahaha.....! Diam kamu bocah nakal!" bentak Clara sembari mencengkeram dagu anak didepannya itu. Sontak membuat jantung Sasya hampir saja copot karna terkejut oleh perlakuan kasar tersebut.

"Dengar baik baik Sasya! Kamu itu buta, jadi akan sangat merepotkan Tante bila Tante nantinya harus merawat kamu. Jadi jalan satu satunya adalah lebih baik membuang kamu sejauh jauhnya dari kehidupanku. Dengan begitu, Tante baru akan bisa menikmati kekayaan peninggalan Papa dan Mamamu dengan leluasa. Mengerti?"

"Hahaha....hahaha....!" Clara kembali tertawa keras seperti orang kesurupan.

"Tante..., tante... Sasya janji gak akan nakal juga repotin Tante Clara lagi. Tapi..tapi jangan tinggalin Sasya disini Tante, Sasya takut!" ucap Sasya terbata dengan nada memelas. Berharap tantenya tidak akan benar benar melakukan hal buruk itu padanya. 

"Tan...Tante....!" Sasya mengulurkan tangannya mencoba meraih tangan yang tadi telah menuntunnya ke sini. Tapi tangannya hanya menangkap angin. Karna tubuh wanita itu sepertinya telah menjauh darinya.

"Brukkk....!" 

"Ambil tuh! Di dalam tas itu ada beberapa  potong baju untukmu yang bisa kamu pakai. Itu juga kalau kamu masih bisa selamat dan bertahan hidup selepas ini!" Clara melempar dengan keras sebuah tas yang jatuh tepat mengenai bawah kaki Sasya, hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

Sasya membungkukkan badan sambil kedua tangannya meraba di sekeliling kakinya. Ia pun segera meraih tas yang  tadi jatuh tergeletak disana. "Tante, Sasya ikut ya Tan?" melasnya lagi.

"Hahaha...jangan mimpi! Ini jauh lebih baik daripada aku harus membunuhmu bocah!" teriak Clara. Kemudian ia pun berjalan cepat dan masuk ke dalam mobil. Tak dihiraukannya lagi wajah dan teriakan keponakannya itu yang terus  menghiba mengharap belas kasihnya.

"Brummm...bruuummm....!"

"Tante...Tante Clara...jangan tinggalin Sasya. Tante Sasya takuuuut! Hu-hu-hu..! Tanteeeee...!" Teriakan dan tangis histeris Sasya kecil pecah begitu mendengar deru mesin dari mobil tantenya yang melesat pergi. 

Sasya berlari mencoba mengejar mobil tersebut. Tapi karna matanya yang tak bisa melihat, ia pun jatuh terpeleset kerikil kerikil kecil yang cukup licin.

"Bruuukkk...!"

"Aaaauuuwww!" Sasya meringis memegangi lututnya yang sepertinya terantuk batu saat jatuh. Tangan kecilnya mengusap pelan area itu, cairan hangat dan berbau amis keluar dari lukanya.

"Tante...apa salah Sasya? Kenapa Tante tinggalin Sasya? Hu-hu-hu.....!" tangis pilu bocah itu terdengar begitu menyayat hati.

Suasana begitu lengang. Hanya desir angin yang semilir menyapu tubuh kecilnya berkali kali. Hawa dingin mulai terasa menusuk kulit. Sinar sang surya pun semakin pudar kehangatannya memeluk semesta. Sepertinya hari memang telah akan berganti, malam akan segera tiba.

Dan entah sudah berapa lama gadis itu menangis seorang diri. Hingga suara tangisnya pun kian lama kian terdengar lirih. Bahkan hanya sesekali saja terdengar isakan isakan kecil dari bibirnya.

"Papaa...Mamaa..., papa....!" panggil gadis itu lirih berulang ulang. Tubuhnya pun lalu luruh terduduk di atas rerumputan di tepi jalan. 

Sasya, gadis itu merasa dirinya begitu malang kini. Seketika hidupnya berubah 180 derajat setelah insiden kecelakaan yang menimpa keluarganya beberapa bulan lalu.

Masih teringat di bayangan Sasya, bagian depan mobil yang dia tumpangi begitu rusak akibat kerasnya tumbukan. Dan yang lebih mengejutkan, adalah semua meninggal di tempat, kecuali dirinya yang harus dirawat intensif.

 Wajah Sasya kian jatuh tertunduk. Air mata kembali luruh menuruni pipi halusnya. Pandangannya yang hanya terisi oleh kegelapan membuatnya tak mampu melakukan banyak hal selain hanya menunggu. Ia begitu berharap tantenya akan kembali dan membawanya pulang. 

Namun penantiannya seperti hanya sebuah angan angan kosong, nyatanya bahkan tak ada sesiapapun yang melintas disitu. Kebingungan makin menyelimuti hatinya. Ia merasa kemarin kemarin tantenya masih bersikap sangat baik padanya. Tapi kenapa hari ini dirinya dibuang begitu saja di tempat  ini? 

"Hik..hik...hik..., aku harus ke mana?" Sasya mulai putus asa.

"Hey bocah, kenapa kamu duduk di tempat seperti itu?" Tiba-tiba suara lantang seorang laki laki yang berteriak mengejutkannya.

Gadis itu segera mengangkat wajahnya. Meski tak dapat melihat, tapi ia dapat mendengar jelas derap langkah seseorang yang berjalan ke arahnya.

 Lelaki itu adalah seorang yang berbadan tegap dengan kumis lebat dan cambang yang hampir menutupi semua pipinya. Sekilas wajahnya memang tampak sangar, ditambah lagi kulitnya yang legam dengan banyak tato di beberapa bagian tubuhnya. Di tangannya membawa sebuah senjata tajam yang bentuknya seperti sebuah parang dengan sedikit melengkung pada bagian ujungnya.

"Hey bocah, apa yang kamu lakukan di sini? Sebentar lagi hari gelap, apa kamu ingin dimakan binatang buas bila tidak segera pulang hah?" Kembali lelaki itu berteriak kasar.

"A - a - aku tidak bisa pulang." Sasya begitu gugup dan takut menjawab pertanyaan dari orang asing tersebut. Kedua tangannya memeluk erat tas di dadanya.

"Dasar anak nakal, kau pasti sudah bermain terlalu jauh dari rumahmu hingga tersesat!"

"Ti - tidak! Aku bahkan tidak tahu di mana diriku saat ini, dan akan ke mana nanti." 

"Hahaha...hahaha....!" Laki-laki itu terbahak begitu keras sambil mengayun-ayunkan senjata di tangannya. Suaranya yang menggelegar membuat Sasya semakin gemetar ketakutan.



"Anak nakal! Selain pandai berdusta, rupanya kamu juga tidak punya sopan santun. Dari tadi aku mengajakmu berbicara, tak sedikitpun kamu melihat ke arahku, hah!" Mata lelaki itu menatap tajam ke arah gadis kecil di depannya. Ia merasa sangat berang karna merasa tidak di hargai.


"Bukan begitu, Paman. Tapi, aku memang tidak bisa melihatmu." Sasya mencoba menoleh ke arah lelaki itu berdiri. Meski kenyataannya tetap saja sebuah arah yang salah yang ia tuju.


Kedua alis lelaki itu berkerut. Ia berjalan semakin mendekat dan mencengkeram salah satu bahu Sasya. Sasya begitu ketakutan dan mencoba berontak melepaskan. Tapi tubuh kecilnya tak mampu melawan lelaki sangar tersebut.


"Bila ternyata kau berbohong, awas saja aku akan benar benar mencongkel kedua matamu!" ancam lelaki itu sembari menggoyang goyangkan telapak tangannya di depan muka Sasya.


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status