Share

BIDADARI BUTA SANG PRESDIR
BIDADARI BUTA SANG PRESDIR
Penulis: Mblee Duos

Bab. 1 Dibuang Tante

Penulis: Mblee Duos
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ciiiiiiiit.....!" Suara sebuah mobil yang  mengerem mendadak dan lalu berhenti di tepian jalan yang nampak sunyi. Tak lama setelahnya, muncul dari dalam mobil, seorang wanita muda yang menggandeng seorang gadis kecil usia 5 tahunan dan berjalan ke arah belakang mobil.

"Sasya, kamu tunggu dulu di sini ya!" Kata wanita itu kepada si bocah, seraya melepaskan tautan tangan mereka.

"Tante mau ke mana?" 

"Ehm...begini Sasya, Tante kan udah ajak Sasya jalan jalan ke luar kota kali ini. Dan Tante Clara sekarang mau pulang ke rumah, Sayang," ucap wanita itu disertai senyum menyeringai. "Tapi Sasya nggak boleh ikut!"

"Tapi...tapi kenapa Sasya gak boleh ikut?  Sasya nanti sama siapa?" Bocah kecil itu nampak mulai bingung dengan maksud kata kata tantenya.

"Hahaha.....! Diam kamu bocah nakal!" bentak Clara sembari mencengkeram dagu anak didepannya itu. Sontak membuat jantung Sasya hampir saja copot karna terkejut oleh perlakuan kasar tersebut.

"Dengar baik baik Sasya! Kamu itu buta, jadi akan sangat merepotkan Tante bila Tante nantinya harus merawat kamu. Jadi jalan satu satunya adalah lebih baik membuang kamu sejauh jauhnya dari kehidupanku. Dengan begitu, Tante baru akan bisa menikmati kekayaan peninggalan Papa dan Mamamu dengan leluasa. Mengerti?"

"Hahaha....hahaha....!" Clara kembali tertawa keras seperti orang kesurupan.

"Tante..., tante... Sasya janji gak akan nakal juga repotin Tante Clara lagi. Tapi..tapi jangan tinggalin Sasya disini Tante, Sasya takut!" ucap Sasya terbata dengan nada memelas. Berharap tantenya tidak akan benar benar melakukan hal buruk itu padanya. 

"Tan...Tante....!" Sasya mengulurkan tangannya mencoba meraih tangan yang tadi telah menuntunnya ke sini. Tapi tangannya hanya menangkap angin. Karna tubuh wanita itu sepertinya telah menjauh darinya.

"Brukkk....!" 

"Ambil tuh! Di dalam tas itu ada beberapa  potong baju untukmu yang bisa kamu pakai. Itu juga kalau kamu masih bisa selamat dan bertahan hidup selepas ini!" Clara melempar dengan keras sebuah tas yang jatuh tepat mengenai bawah kaki Sasya, hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.

Sasya membungkukkan badan sambil kedua tangannya meraba di sekeliling kakinya. Ia pun segera meraih tas yang  tadi jatuh tergeletak disana. "Tante, Sasya ikut ya Tan?" melasnya lagi.

"Hahaha...jangan mimpi! Ini jauh lebih baik daripada aku harus membunuhmu bocah!" teriak Clara. Kemudian ia pun berjalan cepat dan masuk ke dalam mobil. Tak dihiraukannya lagi wajah dan teriakan keponakannya itu yang terus  menghiba mengharap belas kasihnya.

"Brummm...bruuummm....!"

"Tante...Tante Clara...jangan tinggalin Sasya. Tante Sasya takuuuut! Hu-hu-hu..! Tanteeeee...!" Teriakan dan tangis histeris Sasya kecil pecah begitu mendengar deru mesin dari mobil tantenya yang melesat pergi. 

Sasya berlari mencoba mengejar mobil tersebut. Tapi karna matanya yang tak bisa melihat, ia pun jatuh terpeleset kerikil kerikil kecil yang cukup licin.

"Bruuukkk...!"

"Aaaauuuwww!" Sasya meringis memegangi lututnya yang sepertinya terantuk batu saat jatuh. Tangan kecilnya mengusap pelan area itu, cairan hangat dan berbau amis keluar dari lukanya.

"Tante...apa salah Sasya? Kenapa Tante tinggalin Sasya? Hu-hu-hu.....!" tangis pilu bocah itu terdengar begitu menyayat hati.

Suasana begitu lengang. Hanya desir angin yang semilir menyapu tubuh kecilnya berkali kali. Hawa dingin mulai terasa menusuk kulit. Sinar sang surya pun semakin pudar kehangatannya memeluk semesta. Sepertinya hari memang telah akan berganti, malam akan segera tiba.

Dan entah sudah berapa lama gadis itu menangis seorang diri. Hingga suara tangisnya pun kian lama kian terdengar lirih. Bahkan hanya sesekali saja terdengar isakan isakan kecil dari bibirnya.

"Papaa...Mamaa..., papa....!" panggil gadis itu lirih berulang ulang. Tubuhnya pun lalu luruh terduduk di atas rerumputan di tepi jalan. 

Sasya, gadis itu merasa dirinya begitu malang kini. Seketika hidupnya berubah 180 derajat setelah insiden kecelakaan yang menimpa keluarganya beberapa bulan lalu.

Masih teringat di bayangan Sasya, bagian depan mobil yang dia tumpangi begitu rusak akibat kerasnya tumbukan. Dan yang lebih mengejutkan, adalah semua meninggal di tempat, kecuali dirinya yang harus dirawat intensif.

 Wajah Sasya kian jatuh tertunduk. Air mata kembali luruh menuruni pipi halusnya. Pandangannya yang hanya terisi oleh kegelapan membuatnya tak mampu melakukan banyak hal selain hanya menunggu. Ia begitu berharap tantenya akan kembali dan membawanya pulang. 

Namun penantiannya seperti hanya sebuah angan angan kosong, nyatanya bahkan tak ada sesiapapun yang melintas disitu. Kebingungan makin menyelimuti hatinya. Ia merasa kemarin kemarin tantenya masih bersikap sangat baik padanya. Tapi kenapa hari ini dirinya dibuang begitu saja di tempat  ini? 

"Hik..hik...hik..., aku harus ke mana?" Sasya mulai putus asa.

"Hey bocah, kenapa kamu duduk di tempat seperti itu?" Tiba-tiba suara lantang seorang laki laki yang berteriak mengejutkannya.

Gadis itu segera mengangkat wajahnya. Meski tak dapat melihat, tapi ia dapat mendengar jelas derap langkah seseorang yang berjalan ke arahnya.

 Lelaki itu adalah seorang yang berbadan tegap dengan kumis lebat dan cambang yang hampir menutupi semua pipinya. Sekilas wajahnya memang tampak sangar, ditambah lagi kulitnya yang legam dengan banyak tato di beberapa bagian tubuhnya. Di tangannya membawa sebuah senjata tajam yang bentuknya seperti sebuah parang dengan sedikit melengkung pada bagian ujungnya.

"Hey bocah, apa yang kamu lakukan di sini? Sebentar lagi hari gelap, apa kamu ingin dimakan binatang buas bila tidak segera pulang hah?" Kembali lelaki itu berteriak kasar.

"A - a - aku tidak bisa pulang." Sasya begitu gugup dan takut menjawab pertanyaan dari orang asing tersebut. Kedua tangannya memeluk erat tas di dadanya.

"Dasar anak nakal, kau pasti sudah bermain terlalu jauh dari rumahmu hingga tersesat!"

"Ti - tidak! Aku bahkan tidak tahu di mana diriku saat ini, dan akan ke mana nanti." 

"Hahaha...hahaha....!" Laki-laki itu terbahak begitu keras sambil mengayun-ayunkan senjata di tangannya. Suaranya yang menggelegar membuat Sasya semakin gemetar ketakutan.



"Anak nakal! Selain pandai berdusta, rupanya kamu juga tidak punya sopan santun. Dari tadi aku mengajakmu berbicara, tak sedikitpun kamu melihat ke arahku, hah!" Mata lelaki itu menatap tajam ke arah gadis kecil di depannya. Ia merasa sangat berang karna merasa tidak di hargai.


"Bukan begitu, Paman. Tapi, aku memang tidak bisa melihatmu." Sasya mencoba menoleh ke arah lelaki itu berdiri. Meski kenyataannya tetap saja sebuah arah yang salah yang ia tuju.


Kedua alis lelaki itu berkerut. Ia berjalan semakin mendekat dan mencengkeram salah satu bahu Sasya. Sasya begitu ketakutan dan mencoba berontak melepaskan. Tapi tubuh kecilnya tak mampu melawan lelaki sangar tersebut.


"Bila ternyata kau berbohong, awas saja aku akan benar benar mencongkel kedua matamu!" ancam lelaki itu sembari menggoyang goyangkan telapak tangannya di depan muka Sasya.


Bab terkait

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab. 2 Paman Galak?

    Lelaki itu mengamati wajah Sasya dengan seksama dan sepertinya gadis itu tidak berbohong. Seketika, dia tersadar sesuatu."Hahaha...." Tawa pria itu terlihat puas sebelum kembali berkata, "ternyata kau buta, ya! Bocah nakal, kau pasti dibuang oleh kedua orang tuamu karna tidak berguna!""Tidak! Aku tidak nakal. Aku juga tidak dibuang orang tuaku karena mereka sudah meninggal," ucap Sasya lirih."Haa...?" Seketika lelaki itu berhenti tertawa. Diamatinya wajah Sasya dalam dalam kemudian, seperti sedang mencari satu kebenaran di sana."Anak nakal, ketahuilah bila jalan ini sangat jarang sekali dilalui manusia. Apalagi, saat malam. Kau harus secepatnya pergi dari sini!" titah lelaki itu sembari membuang pandang dari wajah Sasya."Jangan panggil aku anak nakal, Paman. Namaku Syadilla, atau Paman bisa memanggilku Sasya.""Hmmm ... siapa yang peduli namamu!" katanya dengan senyum menyeringai.Sekilas si lelaki menatap wajah lugu bocah di depannya. Entah kenapa, tiba-tiba terselip rasa iba di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 3. Istri Paman Marah

    "Juaaaaaang!!!"Mendengar teriakan Sani, Juang hampir saja tersedak saat sedang asik asiknya mengunyah karna kaget. "Kenapa lagi perempuan itu, kenapa dia hobi sekali berteriak?" gerutu Juang kesal. Ia pun segera berjalan menyusul istrinya ke luar rumah."Juang, apa kamu tahu siapa bocah ini? Sepertinya dia adalah seorang penyusup di kampung ini. Aku tidak tahu apa tujuan dia ke sini, tapi yang jelas dia lah pasti orang yang telah merusak dan menginjak injak hasil kerja kerasmu hari ini!" Seperti laju kereta api, Sani merepet begitu cepat dan panjang menumpahkan kekesalannya.Juang yang belum menyadari apa yang sebenarnya tengah terjadi, sempat melongo beberapa detik mendengar rentetan panjang ucapan sang istri. Dan baru ia menyadari semuanya, tatkala kedua bola matanya mengikuti arah tatapan Sani."An - anak nakal? Astaga.....!" Juang menepuk keras jidatnya sendiri. Bagaimana dia bisa lupa telah membawa bocah itu sampai ke rumahnya?"Paman Juang...!" Sasya memekik girang saat mende

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab. 4 Setelah 14 tahun

    "Syadil...cepat kau cuci bajuku ini! Malam nanti aku akan memakainya ke pesta ulang tahun temanku!" Sebuah kain melayang dan jatuh tepat diwajah seorang gadis yang tengah sibuk meracik minuman ke dalam gelas."Syadil...bawakan minumanku ke sini! Cepatlah, aku sedang sangat terburu buru sekarang!" Belum genap lagi langkah kaki gadis itu mencapai tempat mencuci pakaian, orang itu kembali berteriak memanggilnya."Syadil...Syadilla...! Selain buta, apa kau juga tuli sekarang, hah? Aku bisa terlambat ke kampus karenamu!""Maaf! Maafkan aku, Elena! Aku tadi belum selesai membuat teh-mu saat kau menyuruhku mencuci bajumu." Syadilla tergopoh-gopoh membawa nampan berisikan secangkir teh di atasnya, sesuai pesanan Elena.Dengan gusar Elena segera menyambar minumannya. Tenggorokannya terasa sangat kering juga seret saat menyantap nasi goreng buatan ibunya."Phhuuuuufff....!" Tiba-tiba saja Elena menyemburkan minuman dari mulutnya. Entah sengaja atau tidak, yang jelas air teh itu mengenai tubuh S

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab. 5 Tertangkap

    "Cepat tangkap gadis itu.!" Satu anggota aparat berteriak keras dengan jari telunjuk lurus ke arah Syadilla."Cekleek...!" Pintu mobil berwarna hitam metalik itu terbuka. Seorang pria berumur sekitar 40 tahunan keluar dari dalam mobil. Saat di dalam mobil, dirinya seperti mendengar keributan di luar, dan merasakan sesuatu telah membentur body mobil. Jadi ia putuskan keluar untuk mengeceknya."Astaga.....!" teriaknya lantang. Mata lelaki itu melotot seolah hendak keluar dari tempatnya. Ia tak percaya begitu melihat body mobil tlah tergores dengan goresan yang cukup panjang. Dan di bawah mobil itu, tergeletak sebuah keranjang dengan banyak bunga terserak di sekitarnya."Aduuuh...!" Syadilla merintih pelan sambil memegangi lututnya berusaha untuk berdiri. Namun belum lagi ia sanggup berdiri tegak, sebuah suara lagi lagi mengagetkan dirinya."Hey gadis...! Apa yang tlah kau lakukan, hah? Dan keranjang itu, keranjang itu pasti milikmu bukan?"Syadilla yang belum mengetahui apa yang terjadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 6. Terkejut Dengan Uang Yang Sangat Banyak Di dalam Keranjang

    "Dasar gadis bod*h ! Apa kau tak bisa sembunyi saat para petugas itu datang, hah?" Sani berteriak murka. Matanya melotot melihat keranjang bunga yang sudah sedikit penyok di tangan Syadilla. "Ma - maaf Bibi ! A - aku benar benar tidak tahu harus berbuat apa saat itu. Suasana begitu kacau. Semua orang berteriak panik dan berlarian. Dan aku...""Tidak tahu harus berbuat apa ? Dengan kata lain kamu ini memang benar idiot !" Sani meraung memotong ucapan Syadilla, dan dengan kasar merebut keranjang dari gadis yang kini tertunduk takut di depannya."Lihat! Lihat karenamu semua bunga bunga ini rusak!" Sani menepuk jidatnya frustasi. "Ya Tuhan, mau makan apa kita hari ini?"Kedua mata Sani kembali memeriksa semua bunga bunga itu. Rasa marahnya semakin besar karna ternyata hampir tak ada bunga yang selamat. Bila tidak tangkainya yang patah, pastilah kelopaknya yang rusak. Satu tangannya yang gemuk kemudian mencengkeram bunga bunga itu dan melemparkannya tepat di muka Syadilla sambil berteriak,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 7. Mereka Selalu Menganggapku Tak Berguna

    "Ibu, aku lapar! Apa Ibu memasak makanan enak hari ini?" tanya Elena yang baru keluar kamar, dan langsung menuju dapur karena mencium aroma masakan."Hmm, putri cantikku baru bangun rupanya. Tentu saja Ibu memasak makanan spesial dan lezat untukmu," Sani menjawab pertanyaan Elena sambil terus menuntaskan kegiatannya menggoreng beberapa potong ayam."Syadilla, cepat kamu tata semua piring dan makanan ini ke meja makan!" titah Sani pada Syadilla yang sedang mencuci perabotan bekas memasak di situ.Mendengar perintah Bibinya, Syadilla pun segera bangkit berdiri dan mengerjakan apa yang disuruhkan baginya. "Baik, Bibi!" Syadilla menurut.Dalam waktu singkat, semua hidangan telah tersaji di meja makan. Nasi, sayur beserta aneka lauk telah tertata rapi. Dan sesuai kebiasaan di keluarga ini, gadis itu pun memanggil bibi dan saudara perempuannya kemudian untuk bersantap. Sementara Syadilla sendiri masih harus meneruskan menyelesaikan semua pekerjaan rumah."Ibu, banyak sekali masakan lezat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 8 Fitnah

    "Hooaaam..." mulut Juang menguap lebar dengan kedua tangan terentang ke atas kepala. Kedua matanya juga masih sedikit terpejam, tanda kantuknya yang belum hilang."Eh, Paman!" sapa Syadilla tersadar dari lamunannya karna kedatangan lelaki tersebut."Kenapa sepi sekali rumah? Dimana bibi dan Elena?""Oh, mereka sedang keluar berbelanja Paman," jawab Syadilla. Ia kemudian segera membereskan piring bekas makannya sendiri."Paman, Bibi sudah menyimpan lauk khusus untukmu. Apa Paman ingin aku siapkan sekarang?""Hmm, Kau siapkan saja. Aku mau mandi," Juang menjawab dingin dan berlalu melewati Syadilla yang hendak mengeluarkan makanan dari lemari khusus.Saat Juang melintas, bau yang tidak sedap menusuk indera penciuman Syadilla. Hampir hampir ia muntah bila tak segera menutup hidungnya akibat bau itu. Siapapun pasti juga tidak akan tahan dengan bau yang begitu menyengat, antara bau alkohol yang berbaur dengan bau keringat. "Pantas saja Bibi seringkali menolak tidur sekamar dengan Paman!" b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 9. Kemarahan Bibi

    "Tidak Bibi, aku tidak melakukannya," Syadilla menggeleng cepat.Tapi sepertinya jawaban Syadilla tak membuat Sani percaya begitu saja. Dengan intonasi makin meninggi ia kembali bertanya, "Jawab yang jujur atau aku tidak akan segan memuk*lmu dengan rotan!"Ancaman sang Bibi tentu saja membuat Syadilla semakin bingung sekaligus ketakutan. Dengan cara apalagi dia harus meyakinkannya? Setengah menangis gadis itu kembali berusaha menjelaskan, "Bibi, aku sungguh tidak mengambil uang itu. Atas nama Tuhan aku berani bersumpah, Bibi!""Bu, mana ada pencuri yang mau mengaku. Sudahlah Bu, buat saja ia untuk berkata jujur!" Elena berkata dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada, angkuh. Gadis itu memandang sinis Syadilla yang kian tertunduk.Sejenak kening Sani berkerut memikirkan kata kata putrinya yang provokatif. Ia melihat Syadilla yang meremas ujung kemejanya sebab saking ketakutannya."Lihatlah,Bu! Dia begitu ketakutan. Orang yang tidak bersalah, tidak akan merasa takut bukan?""Tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab. 20 Saat Syadilla Menghilang

    "Ke mana perginya gadis buta si*lan itu? Sudah dua hari tak pulang?" Sani berkata dengan geram pada dirinya sendiri sambil terus memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci.Elena yang duduk di kursi makan tak jauh dari ibunya, pura pura saja tak mendengar cuitan cempreng sang ibu. Mulutnya sibuk mengunyah makanan. Sementara kedua matanya yang bulat tak lepas dari layar hp di tangan kirinya.Baginya pekerjaan rumah adalah sama sekali bukan urusannya. Jadi tidak penting apakah ibunya ataukah Syadilla yang mengerjakan semua itu."Istriku, kamu jangan ngomel terus! Pusing kepalaku mendengarnya," Juang yang baru masuk ke ruang makan memprotes. Dari pintu sekat di ruangan itu, ia melihat istrinya sibuk bekerja sekaligus mengomel. "Apa mulutmu itu tidak capek?" imbuhnya.Seperti halnya Elena, dari tadi Juang hanya diam mengabaikan repetan Sani yang terus saja melaju seperti kereta. Kalau bukan karena cacing di perutnya yang sudah ikut berteriak minta diisi, malas sekali dirinya berjalan ke dapu

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 19. Anda Tuan Morgan?

    Syadilla mengangkat kepalanya. Heran. Bagaimana lelaki ini tahu tentang keluarga angkatnya. "Kamu mengenal Paman Juang?" ia pun bertanya dengan ekspresi bingung memenuhi wajahnya.Lelaki di depan Syadilla sebenarnya tak lain adalah Morgan. Orang yang sama, yang telah menyelamatkan gadis itu saat terjadi razia pedagang kaki lima sebelumnya."Itu tidak penting. Sekarang baiknya kamu segera menghabiskan makananmu. Buka mulutmu!""A - aku bisa melakukannya sendiri," Syadilla masih menolak membuka mulutnya saat ujung sendok di tangan lelaki itu menyentuh bibirnya. "Tapi sebelumnya aku ingin mandi membersihkan badan. Tuan, bolehkah aku...""Berjalanlah sepuluh langkah ke kanan dari ranjangmu, kamu akan menemukan kamar mandi. Aku akan keluar. Setengah jam lagi aku kembali. Patuhlah, habiskan makananmu!" Morgan menyambar ucapan Syadilla yang belum selesai. Setelah kalimat tersebut selesai diucapkan, tak lama kemudian terdengar langkah sepatu yang berjalan keluar, diikuti suara pintu kamar ya

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 18. Tuan Penyelamat Misterius

    "Berhentiii...!" teriakan melengking terdengar tepat saat mereka akan benar benar menekan pistolnya.Seperti dikomando, seluruh mata segera menoleh ke sumber suara. Nampak berdiri dengan tubuh gemetar, seorang wanita yang menutupi kedua telinganya. Wajah putihnya nampak semakin putih seperti kapas saking pucatnya. Melihat wanita yang berdiri, lelaki pemimpin rombongan untuk sesaat membeku. Satu tangannya kemudian terangkat memberi kode. Dan secara serempak seluruh anggota menurunkan senjata mereka.Lelaki pemimpin langsung menghampiri wanita yang tak lain adalah Syadilla. Ia mendapati Syadilla dengan wajah yang sangat pucat dan dipenuhi air mata. "Nona, maaf kami datang terlambat!" "A - aku..." belum selesai kalimat yang diucapkan, Syadilla jatuh ambruk dikarenakan tubuhnya yang semakin lemah. Dengan sigap lelaki itu menangkapnya, sebelum tubuh Syadilla benar benar jatuh menyentuh tanah."Bawa Nona, dan tinggalkan dia!" perintah lelaki itu lagi sambil menatap tajam pada para bawahan

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 17. Lelaki Penculik VS Rombongan Misterius

    "Permisi, Nona! Aku disuruh seseorang untuk menjemputmu pulang!" Syadilla segera menghentikan aktifitasnya mencopot spanduk dagangannya kala seseorang menghampiri dirinya."Apakah Pamanku yang telah menyuruhmu?" setelah sejenak tertegun, Syadilla pun bertanya kepada orang itu."Hmm, benar. Pamanmu lah yang telah menyuruhku. Ayo, segera kita berangkat!" sahut orang itu sambil mendorong sedikit lengan Syadilla, dengan maksud agar gadis itu mengikutinya.Syadilla yang didorong tubuhnya, refleks mengikuti saja saat lelaki itu mulai membawanya berjalan keluar dari area pasar malam. Setelah berjalan kira kira dua puluh meter dari area pasar, mereka pun berhenti. Tepat di sisi sebuah mobil yang telah terparkir sebelumnya di sana."Nona, masuklah!" lelaki itu membuka pintu mobil."Mobil?" Syadilla tercenung. "Nona, cepatlah!""Eh, Tuan, mungkin Anda salah orang! Siapa nama orang yang Anda maksud, yang telah menyuruh Anda menjemputku?" tanya Syadilla memastikan.Bukan tanpa alasan Syadilla m

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 16. Perhatian Dan Ancaman

    Syadilla terduduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan meja panjangnya. Ia merasa sedikit letih setelah melayani banyaknya pembeli yang tak biasa seperti malam malam sebelumnya.Pengunjung hari ini memang membludak, dikerenakan adanya sebuah atraksi yang akan digelar. Mereka tampak antusias berbondong bondong untuk melihat atraksi tersebut. Dan banyaknya jumlah orang yang datang, ternyata berbanding lurus dengan meningkatnya pembeli. Dalam waktu singkat, banyak pedagang yang telah habis barang dagangan mereka. Termasuk Syadilla."Syadilla, aku lihat seluruh bungamu sudah habis, tapi kamu belum membereskan keranjangmu. Apa kamu tidak berniat untuk pulang lebih awal?" Syadilla merasakan satu tepukan di bahu kirinya saat suara itu menyapa."Bibi Sally?" Syadilla sedikit terkejut. "Aku masih harus menunggu Paman, Bibi. Dan sepertinya masih sedikit lama!"Orang yang dipanggil dengan Bibi Sally itu pun mengangguk. Tapi kemudian keningnya sedikit berkerut. Ia menangkap ekspresi yang tidak

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 15. Antara Penipu Dan Gadis Kecil Yang Polos

    Orang orang yang secara sengaja ataupun tidak, begitu mengetahui kejadian ini, mereka langsung berdiri menyaksikan drama penangkapan tersebut. Semakin lama bahkan semakin banyak orang yang menonton, seiring bertambahnya jumlah pengunjung yang datang ke pasar malam.Tentu saja, sebab rasa malu yang besar, Laura memilih meninggalkan Kevin dengan masalahnya. Dia tak ingin terseret dalam pusaran kasus yang bisa saja ikut menyeretnya bila tak secepatnya pergi. Toh, dia sama sekali tak ada urusan dengan uang palsu itu!"T - Tolong jangan bawa aku ke Kantor Polisi!" Mengabaikan rasa malunya ditonton banyak orang, Kevin menjatuhkan tubuhnya, hingga berlutut. Dengan bibir terbata dan hampir menangis, ia terus memohon, "Jangan bawa aku, atau Ibuku yang sedang sakit tidak akan ada yang mengurusnya!"Sekilas kedua petugas saling bertukar pandang. Lalu secara bersamaan, kompak mengendikkan bahu mereka.Kedua petugas hanya memicingkan sebelah mata mendengar rengekan dari lelaki yang kini telah ter

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 14. Insiden Uang Palsu

    Tapi ternyata semua tak berlangsung lama. Elena yang awalnya selalu menjadi sahabat dan pembela Syadilla atas cibiran dan perundungan dari teman teman lainnya, lambat laun juga mulai menyerah. Bagaimanapun jiwa kanak kanaknya yang menyukai keramaian dan permainan semakin tak tahan dengan keterasingan. Dan itu semua adalah konsekuensi akibat kedekatannya dengan seorang anak buta bernama 'Syadilla'.Sejak saat itu, tinggalah Syadilla sendiri menjalani hari harinya yang sepi. Sebab satu satunya sahabat dan saudara perempuannya pun telah memilih dan ikut menjauh.****"Tuan, uang Anda sepertinya palsu," seru seorang gadis pada lelaki yang baru saja membeli bunga.Sontak lelaki yang membeli bunga itu pun terkejut. Tapi saat itu, pacarnya sedang berdiri di sampingnya. Dan ia sendiri sengaja membeli bunga tersebut untuk sang Pacar. Kata kata gadis penjual bunga di depan pacarnya tadi, bagi lelaki itu seolah telah menguliti dirinya di depan 'wanitanya'.Wajah sepasang muda mudi yang tadinya ce

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 13. Mengapa Mereka Selalu Menolakku?

    "Ibu, ayolah Bu! Aku benar benar menginginkan sepatu, juga kalung itu," rengek Elena pada ibunya. Di tangan kanannya menenteng sebuah majalah bergambar berbagai fashion stylish wanita."Elena, berhentilah dengan rengekanmu. Pusing kepalaku mendengarnya! Lagipula, semua barang itu mempunyai harga yang sungguh sungguh gila!""Aah, Ibu! Ibu memang tak pernah mau menuruti permintaanku untuk membelikanku barang yang sedikit saja lebih bagus dari yang biasa kupakai selama ini," Elena mencebik mendengar penolakan ibunya yang ke sekian kali.Melihat raut sedih anaknya, Sani hanya menggelengkan kepalanya sambil berucap, "Sayang, kita harus berhemat. Kita tidak tahu kapan kita bisa berjualan lagi seperti biasa. Setelah dua pekan pasar malam ini berakhir, tidak tahu lagi ke mana harus mencari tempat!""Sudahlah, sebaiknya kamu segera berangkat kuliah!" Sani menepuk bahu Elena. "Ibu berangkat ke pasar sekarang!"Elena sama sekali tak puas atas jawaban Ibunya. Meski begitu, ia tak lagi sempat memba

  • BIDADARI BUTA SANG PRESDIR   Bab 12. Menggoda Morgan

    "Lama sekali kamu membuka pintu. Aku hampir mati berdiri menunggu, tahu!" sembur Elena langsung begitu pintu terbuka. Syadilla sendiri tak menyangka bahwa teriakan tadi adalah suara Elena. Ya, suara Elena kali ini terdengar sedikit parau, hingga Syadilla tak mengenalinya."Maaf...! Elena apa kau mabuk?" Syadilla mencium bau alkohol dari tubuh Elena."Bukan urusanmu!" ketus Elena. Matanya yang merah menatap nyalang Syadilla. "Jangan coba coba mengadu pada Ibu! Dan sekarang, cepat buatkan aku jeruk hangat!"Syadilla hanya mengangguk patuh. Ia pun menutup pintu kembali setelah Elena memasuki rumah dengan langkah yang sedikit terhuyung. Syadilla mengetahui hal ini dari suara sepatu Elena yang tidak beraturan saat berjalan. Ini membuat Syadilla khawatir. Tak ingin Elena terjatuh, ia pun berinisiatif untuk memapah gadis yang tengah mabuk itu.Braaakkk!Syadilla terhempas dengan keras ke lantai. Elena mendorong kasar tubuh Syadilla saat berusaha menyentuhnya. Bahkan dengan lantang memaki, "

DMCA.com Protection Status