Share

Bab 6. Terkejut Dengan Uang Yang Sangat Banyak Di dalam Keranjang

"Dasar gadis bod*h ! Apa kau tak bisa sembunyi saat para petugas itu datang, hah?" Sani berteriak murka. Matanya melotot melihat keranjang bunga yang sudah sedikit penyok di tangan Syadilla.

"Ma - maaf Bibi ! A - aku benar benar tidak tahu harus berbuat apa saat itu. Suasana begitu kacau. Semua orang berteriak panik dan berlarian. Dan aku..."

"Tidak tahu harus berbuat apa ? Dengan kata lain kamu ini memang benar idiot !" Sani meraung memotong ucapan Syadilla, dan dengan kasar merebut keranjang dari gadis yang kini tertunduk takut di depannya.

"Lihat! Lihat karenamu semua bunga bunga ini rusak!" Sani menepuk jidatnya frustasi. "Ya Tuhan, mau makan apa kita hari ini?"

Kedua mata Sani kembali memeriksa semua bunga bunga itu. Rasa marahnya semakin besar karna ternyata hampir tak ada bunga yang selamat. Bila tidak tangkainya yang patah, pastilah kelopaknya yang rusak. Satu tangannya yang gemuk kemudian mencengkeram bunga bunga itu dan melemparkannya tepat di muka Syadilla sambil berteriak, "Ini semua gara gara Kamu ! "

"Sudahlah istriku, jangan marah marah terus ! Aku tadi yang terlambat menjemputnya, saat para petugas itu datang," kata Juang yang tiba tiba muncul dengan segelas air putih di tangan. Rupanya lelaki itu sedari tadi menyimak semua kejadian dari ruang sebelah. Ia pun akhirnya keluar karna tak tahan mendengar teriakan istrinya yang meraung memekakkan telinga.

"Ya benar, ini semua salahmu ! Kamu yang telah membawa bocah tak berguna ini ke dalam rumah kita. Dan satu lagi, ke mana kamu saat petugas penertiban itu menyerbu?"

A - aku..." Juang kehilangan kata kata. Sebab tak mungkin jua ia berterus terang kalau saat itu ia tengah asik duduk di meja judi bersama teman temannya.

Melihat Juang gelagapan, membuat Sani curiga akan kebiasaan buruk suaminya. Otomatis kemarahannya pun menjadi berlipat kali dari sebelumnya. Dan dengan keras kemudian melempar keranjang di tangannya. Sehingga berhamburan seluruh isi keranjang itu keluar. Kelopak bunga yang telah rusak dan berguguran, semua beterbangan bersamaan banyaknya lembaran kertas yang turut tertumpah.

"A - apa ini?" Sani bertanya dengan mata membola saat menatap kertas kertas berwarna merah yang kini telah jatuh berserakan di bawah kakinya.

Tak terkecuali Juang yang bibirnya ikut melongo, hingga muat sebutir telur masuk ke dalam mulutnya. Terheran bagaimana keranjang itu memuntahkan begitu banyak uang di dalamnya.

"Uang? Semua ini uang? Apakah ini semua asli?" mulut Sani tak henti meracau sambil berlutut memunguti uang uang itu. Dan seketika matanya membulat semakin lebar saat meyakini bahwa semua itu bukanlah uang palsu.

"Be - benarkah?" Juang bertanya menimpali kata kata istrinya. Sudut matanya berkedut melihat uang yang begitu banyak jumlahnya di lantai.

Sementara paman dan bibinya sibuk mengumpulkan dan menghitung semua uang, Syadilla masih saja berdiri terpatung di tempatnya. Memorinya berputar cepat mengingat rangkaian peristiwa siang tadi. Dari mulai saat kepanikan orang orang yang berlari dari kejaran petugas, saat dirinya pun ikut berlari dan terjatuh, hingga seorang pemuda menyelamatkannya.

Pemuda yang diingatnya bernama Morgan itu, memberinya sejumlah uang ganti rugi. Syadilla yang pikirannya masih polos menerima saja pemberian pemuda itu tanpa bertanya apalagi menghitung berapa jumlah uang tersebut. Lalu memasukkannya ke dalam lapisan kain di dalam keranjang. Bagaimanapun ia memang merasa takut akan kemarahan bibinya bila ia tak membawa uang sepeserpun. Ditambah kerusakan pada keranjang dan bunga bunga itu, pasti akan sangat menyusahkannya nanti.

Tapi sungguh tak disangka, ternyata Morgan telah memberinya uang yang sangat banyak. Hal itu dapat Syadilla ketahui dengan jelas ketika mendengar teriakan bibinya yang berseru girang melihat uang uang itu.

"Syadilla!" seruan Bibi Sani membuat terkejut gadis yang sedang sibuk dengan pikirannya itu.

"Darimana kamu mendapat semua uang uang ini?" cecar bibinya.

"Oh, itu - itu tadi hanya orang asing. Bibi, aku juga tidak mengenalnya. Dia bilang uang itu untuk mengganti semua kerusakan dagangan kita," Syadilla menjelaskan. Kemudian ia pun menceritakan lebih detail dari apa yang dialaminya hari ini.

"Hmm, begitu rupanya!" Sani berkomentar dan sedikit mengernyit setelah mendengar gadis itu berkisah. Meski ia menangkap sesuatu yang aneh dalam cerita tersebut, tapi ia urung bertanya lebih jauh lagi. Sebab yang terpenting baginya saat ini adalah ia telah mendapatkan banyak uang hari ini, dan bahkan sangat banyak.

"Eh, istriku berilah aku sedikit dari uang itu. Aku juga membutuhkannya," celetuk Juang kala melihat ekspresi istrinya sudah tak sesuram sebelum ia memegang uang di tangannya.

"Untuk apa uang?" sungut Sani. "Kau hanya akan menghabiskannya di meja judi!"

Juang melengos mendengar jawaban sang istri. Tatapan matanya begitu iri melihat banyaknya kertas bernominal itu di tangan Sani. "Dengan cepat uang bisa merubah wajah Sani menjadi cerah, tapi rupanya uang bisa cepat merubah watak pelit perempuan itu," begitu pikirnya

"Emm..., Paman, Bibi, bolehkah aku ke kamarku sekarang?" Syadilla bertanya dengan sangat hati hati kepada kedua orang di ruangan itu. Ia merasa lututnya sudah gemetar karna menahan tubuhnya berdiri berjam jam lamanya.

"Kenapa kamu menanyakan hal yang tidak penting seperti itu? Pergilah!" Sani menjawab tak acuh. Lalu ia pun melenggang masuk ke dalam kamarnya sendiri sambil mengibas ngibaskan uang ditangannya.

Lain halnya dengan Sani yang wajahnya begitu berseri setelah menguasai semua uang. Sebaliknya, Juang justru nampak kesal. Setelah dirinya membantu mengumpulkan dan menghitung uang yang bernilai lebih dari lima juta dollar itu, dengan serakah Sani merampas semua dari tangannya.

Di tengah kekesalannya, tangan Juang bergerak gerak masuk ke dalam saku celananya. Merogoh dan lalu mengeluarkan sesuatu. Tiga lembar uang kertas. Rupanya diam diam tadi ia berhasil menyembunyikannya dari mata jeli sang istri.

"Baiklah, aku juga butuh untuk bersenang senang bukan?" sambil menatap uangnya, Juang bermonolog. Setelah berkata demikian, ia lalu berjalan menuju pintu keluar rumah.

Namun sebelum tangannya benar benar menyentuh knop pintu, sekilas matanya melirik ke arah bilik tempat istrinya tadi masuk. Keningnya sedikit berkerut, dan sudut bibirnya tersenyum menyeringai kemudian. Seperti ia baru saja menemukan sebuah ide atau kelicikan yang entah apa, hanya dia yang mengetahuinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status