Tatapan Tania jatuh ke dada bidang pria itu, yang terlihat polos, karena ia tidak memakai baju. Aroma maskulin bercampur dengan parfum membuat hati Tania menjadi kacau. Dialihkannya tatapan dari dada Ryan ke wajahnya.
Sontak saja Tania menjadi terkejut, ia langsung memundurkan badannya. Dengan suara yang tergagap, ia berkata, “R-Ryan! Mengapa kau yang berada di sini?”
Tania membalikkan badan, ia hendak kabur dari Ryan, karena dirinya masih merasakan sakit hati atas apa yang dilakukan dan dikatakan oleh Ryan kepadanya selama pernikahan singkat mereka.
Ryan dengan cepat menarik tangan Tania masuk apartemen, dengan satu kaki ia menendang pintu apartemen, sehingga tertutup dengan suara berdebam yang nyaring.
Diangkatnya kedua tangan Tania menempel pada pintu di atas kepala Tania. “Kau tidak bisa pergi kemanapun juga! Saya sudah membelimu sekarang kau adalah milikku!” Bisik Ryan tepat di telinga Tania.
Jantung Tania terasa berhenti berdetak mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Ia menggigit bibir untuk mengusir rasa gugup dan takut yang mendera dirinya bercampur dengan rasa sakit hati.
Dicobanya menendang lutut Ryan menggunakan kakinya yang bebas. Namun, ia justru mendapati dirinya semakin rapat dengan Ryan.
Ryan mempererat cekalannya di tangan Tania, dengan raut wajah dingin. “Apa yang membuatmu menjadi begitu menyedihkan, seperti ini Tania? Ke mana pria yang menjadi kekasihmu? Apakah ia sudah bosan, setelah mendapatkan tubuhmu?” ejek Ryan.
Diamatinya Tania dari atas ke bawah berulang kali. Ia harus menelan ludah dengan sukar, karena mantan Istrinya ini terlihat lebih menggoda dari terakhir mereka bersama.
Tangannya terulur untuk mengusap pipi Tania, yang masih sama lembut, seperti terakhir ia menyentuhnya. Hanya saja bibir Tania sekarang terlihat begitu seksi dengan lipstik yang berwarna merah menyala, begitu menggoda untuk ia kecup.
Diusapnya bibir Tania dengan pelan sampai terbuka. Ditundukkan kepala, untuk menggantikan jarinya dengan bibir. “Sudah berapa banyak lelaki yang mencicipi bibir ini?” Bisik Ryan tepat di telinga Tania.
Tania menelan ludah dengan sukar, ia mencoba untuk mendorong Ryan menjauh darinya menggunakan tangannya, yang sudah bebas dari cekalan Ryan. Namun, pria itu terlalu kuat untuknya, sehingga ia tidak bisa melakukannya.
“Kenapa kamu melakukannya, Ryan? Bukankah kamu sangat membenci diriku?” Tanya Tania dengan suara tercekat.
Ryan melepaskan kukungannya pada Tania, ia berjalan menjauh menuju meja di mana terdapat beberapa macam botol berisi minuman. Ryan menuang botol anggur ke gelas, kemudian menyesap isinya sampai tandas.
“Mengapa? Kamu hadir di saat yang tepat dan kamu tidak dapat menolak apapun yang akan kutawarkan kepadamu, kecuali kamu bisa mengganti uang 500 juta yang sudah kukeluarkan untuk membelimu.” Ryan meletakkan dengan kasar gelas yang ada di tangannya.
Tania memejamkan mata, ia menarik napas dengan keras, lalu mengembuskannya dengan kasar. Ia berjalan untuk mengambil botol anggur yang ada di atas meja, lalu menenggak isinya langsung dari botol itu.
Ia memerlukan minuman itu untuk menaikkan keberaniannya menghadapi Ryan. Ia hanya bisa pasrah saja dengan apa yang akan ditawarkan oleh Ryan kepadanya. Ia tidak memiliki banyak uang untuk bisa mengganti uang yang telah dikeluarkan oleh Ryan untuknya. Ia mengabaikan tawa sinis yang terlontar dari bibir Ray, karena caranya meminum anggur, tersebut.
“Sekarang, katakanlah apa rencanamu kepadaku? Jangan buat diriku bertanya-tanya.” Tania menatap Ryan dengan wajah yang terlihat tegang.
Ryan tidak langsung menjawab Tania, ia terlihat lebih suka mempermainkan perasaan mantan istrinya itu. Ia tidak merasa perlu buru-buru menuntaskan rasa penasaran Tania. Dan membiarkan mantan istrinya tidak tenang, walaupun hanya beberapa saat.
Tania menahan umpatan yang hendak terlontar dari bibirnya, tetapi ia harus menahan diri. Bagaimanapun juga, Ryanlah yang memegang kartu as dan ia hanyalah pion yang harus menerima apa yang akan dilakukan oleh Ryan kepadanya.
Ryan berjalan mendekati Tania, lalu berdiri tepat di hadapannya. “Saya memerlukan seorang istri dan kamulah kandidat yang tepat untuk menjadi istriku!” tegas Ryan.
Sontak saja mata Tania membelalak menatap tidak percaya kepada Ryan. “Kita pernah menikah, walau hanya beberapa minggu. Dan itu tidak berhasil untuk kita,” sahut Tania dengan suara lemah.
Ryan memegang pundak Tania dengan kasar. Tatapan matanya dipenuhi dengan kebulatan tekad akan apa yang dikatakannya.
“Kau tidak dalam keadaan menolak tawaran dariku! Besok pagi kita akan bertemu dengan kedua orang tuaku dan menikah secepatnya!” tegas Ryan.
Tenggorokan Tania mendadak terasa kering dan lidahnya menjadi kelu. Ia sudah menduga, kalau berada dekat dengan pria itu hidupnya tidaklah akan tenang.
“Mengapa kamu tidak menikah dengan wanita lain saja, Ryan?” Tanya Tania, sambil menghela napas.
Ryan mendorong pundak Tania menjauh darinya dengan kasar, ia berjalan menuju jendela kaca apartemennya dengan pemandangan jalanan yang mulai lengang, karena hari yang semakin larut.
“Terima saja nasibmu, Tania! Kau seharusnya merasa senang, karena akan menjadi istriku kembali dan kau tidak akan mendapat kesulitan ekonomi, apapun alasan yang membuatmu menjual diri!” sindir Ryan.
Tania memejamkan mata tubuhnya mendadak terasa lemas. Ia masih takut untuk bertemu dengan kedua orang tua Ryan, setelah semua yang terjadi.
“Bisakah kita tidak bertemu dengan kedua orang tuamu?” Tanya Tania dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Ryan tertawa dengan keras mendengarnya. Senyum miring terbit di sudut bibir membuat Ryan terlihat begitu tampan di mata Tania. Namun, sayangnya wajah yang tampan itu menorehkan luka di hati Tania.
“Tidak ada kata menawar! Hidupmu berada di tanganku, kamu hanyalah bidak yang harus tunduk dan menerima apa yang kukatakan dan lakukan kepadamu!” tandas Ryan.
Tania memilih kedua tangannya di depan badan, sambil memijat-mijatnya dengan kasar. “Bagaimana dengan cinta? Akankah kau mencintaiku?” Tanya Tania dengan suara terbata.
Ryan memejamkan mata, disisirnya rambut yang memakai pomade menggunakan tangan. Sehingga rambut itu menjadi berantakkan.
Ryan mengangkat pundak dengan sikap acuh, yang membuat Tania merasa gatal hendak mengguncang badan Ryan menggunakan kedua tangan sekuat tenaga.
Dalam dua langkah lebar Ryan berjalan kembali mendekati Tania. Dengan suara mendesis menahan emosi ia berkata, “Diriku tidak peduli dengan cinta! Diriku tidak percaya dengan adanya cinta!”
Mata Tania berkabut dengan bulir-bulir air mata yang siap tumpah membasahi wajahnya. Apakah sudah takdirnya harus menikah untuk yang kedua kali, dengan pria yang sama tanpa cinta?
Melihat mata Tania yang hendak menangis Ryan mengumpat dengan kasar. “Sialan, Tania! Kau pikir air matamu akan membuatku berubah pikiran dan menyatakan cinta kepadamu? Jangan naif! Pernikahan kita, bukanlah pernikahan romantis.”
Tania menarik napas dalam-dalam dengan cepat diusapnya air mata yang mulai turun membasahi wajah.
Dicobanya untuk mengusir rasa sakit, karena apa yang dikatakan oleh Ryan. Akan tetapi, setidaknya pria itu berkata jujur sedari awal kepadanya.
Setelah dirinya merasa tenang kembali, Tania memberanikan diri untuk menatap tepat mata Ryan. “Apakah kau akan setia selama pernikahan, kita?”
“Pertanyaan yang tidak perlu kujawab!” sahut Ryan dengan nada suara dingin.Secara tak terduga Ryan membopong tubuh Tania, lalu membaringkannya di atas tempat tidur dengan alas berwarna hitam.Ryan merendahkan badannya. “Kenapa kamu takut, Tania? Apakah kamu berpikir diriku akan menyakitimu?” Bisik Ryan tepat di telinga Tania dengan suara serak.Tania meletakkan tangan di dada Ryan bermaksud untuk mendorong pria itu menjauh. Namun, tangannya justru terasa bagai belaian di dada Ryan.Ryan tersenyum tipis melihat wajah Tania, yang menjadi merah dadu dan denyut nadinya terlihat berdenyut dengan cepat.Senyum Ryan semakin lebar, ketika ia mendengar suara lenguhan dari Tania. Dengan cepat ia mengangkat tubuh dari atas badan Tania. “Kamu terlihat tidak menolak sama sekali sentuhanku.”Ryan berdiri di samping ranjang, sambil memberikan tatapan yang tidak dapat dibaca oleh Tania. Tatapan keduanya bertemu dan Ryan dapat melihat, kalau Tania terlihat kecewa.“Kenapa kamu berhenti? Apakah itu ya
Tania melihat ke arah Ryan dengan raut wajah terkejut, ia tidak mengira Ryan akan bersungguh-sungguh mempertemukannya dengan kedua orang tua pria itu. “Ti-tidak bisakah ditunda sampai besok? Diriku belum siap bertemu dengan mereka.”‘Bagaimana diriku bisa sanggup bertemu kembali dengan kedua orang tua Ryan? Diriku bukanlah wanita yang mereka harapkan untuk menjadi istri Ryan,’ batin Tania.Ryan memberikan tatapan galak kepada Tania. Dengan suara dingin ia berkata, “Kau tidak memiliki hak untuk mendebat apa yang kukatakan!”Dengan enggan Tania bangkit dari duduknya berjalan mengikuti Ryan tepat di belakangnya.Secara mendadak Ryan menghentikan langkah, sehingga Tania menabrak punggungnya. “Nanti ketika di rumah kedua orang tuaku kau harus berjalan di sampingku! Dan bukannya menguntit di belakangku, seperti apa yang kamu lakukan sekarang ini,” tegur Ryan galak.Tania menganggukkan kepala dengan lemah, ia tidak memiliki kemampuan untuk menentang apa yang sudah diputuskan oleh Ryan. Sekal
Tubuh Tania bergetar, karena marah. Ia menghentikan langkah, sambil menarik lepas tangannya dari genggaman jemari Ryan. “Bagaimana kau bisa berkata sekejam itu, Ryan?”Ryan menatap dingin Tania dengan suara tegas ia berkata, “Berhentilah berpikir buruk tentangku!”Tania mendongakkan kepala menatap Ryan dengan berani. “Apakah kau juga akan berhenti menganggap diriku buruk di matamu?”Ryan memejamkan mata, kemudian membukanya kembali. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun diraihnya jemari Tania. Ia tautkan jemari mereka dengan erat, kemudian berjalan keluar kamar.Di ruang tengah sudah menunggu penghulu, kedua orang tua Ryan, serta seseorang yang tidak dikenal Tania. Air matanya menetes ia merasa sedih di saat akan menikah kembali dengan Ryan. Ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tidak hadir.Langkah Tania terasa berat untuk berjalan duduk di sofa yang berada di antara kedua orang tua Ryan. Kedua jemarinya ia letakkan di atas paha saling bertautan untuk mengusir rasa gugup di hati
Ryan melayangkan tatapan tajam ke arah Tania senyum jahat tersungging di bibirnya. Dengan suara mendesis ia berkata, “Lihat saja apa yang akan terjadi, jika ada sesuatu yang kamu lakukan menyakiti hati Ibuku!”Tania menahan balasan bernada tajam dari bibirnya. Ini adalah hari pernikahan mereka dan mereka berdua terus saja bertengkar. Dalam hati ia membatin, ‘Seandainya saja kamu mengetahui apa yang sudah dilakukan Ibumu, apakah kamu akan marah kepadaku?’Sentuhan lembut di pundaknya membuat Tania tersentak dari terdiamnya. Ia membalikkan badan langsung saja berhadapan dengan wajah sedih Ayahnya.“Tania, Ayah harus pulang! Ayah hanya bisa mendo’akan agar pernikahan kalian langgeng dan selalu dalam keharmonisan.” Ayah Tania meraih Tania kepelukan hangatnya. Air mata keduanya pun tumpah.“Mengapa Ayah harus cepat-cepat pergi? Tidak bisakah Ayah lebih lama berada di sini?” Tanya Tania, sambil mengusap air matanya.Gelengan kepala diberikan Ayah Tania. Ia jua mengusap air matanya yang turu
Tania membalikkan badan dengan kening dikerutkan ia bertanya kepada Ryan, “Apa maksudmu berkata, seperti itu? Apa ada larangan untuk keluar dari apartemen ini?”Ryan meletakkan sendok yang ada di tangannya, lalu berjalan mendekati Tania dan berhenti tepat di hadapannya. Diceakaunya dagu Tania dengan kasar dan mata yang menyala, karena emosi.“Rasa percaya kepadamu hilang, setelah pernikahan kita yang kandas beberapa bulan yang lalu.” Bisik Ryan di telinga Tania.Ryan melepaskan cekauannya di dagu Tania, tatapan antara dirinya dan Tania bertemu. Mata Tania dan Ryan menyala-nyala, karena emosi.Dengan kedua tangannya Tania mendorong dada Ryan, sehingga membuatnya terdorong sedikit, karena tidak siap. “Kau pikir dirimu juga dapat dipercaya! Berapa banyak wanita yang pernah tidur denganmu selama pernikahan kita?”Ryan tertawa dengan keras, senyum mencemooh terbit di bibirnya. Ia berjalan menjauh dari Tania, lalu berhenti di depan jendela kaca dengan pemandangan jalanan yang ramai oleh la
Ryan memberikan senyum miring di wajah tampannya. Membuat Tania terpukau, karena ini untuk pertama kalinya, ia melihat Ryan tidak tersenyum sinis kepadanya. ‘Hmm, ide yang bagus! Kau bisa terus menggoda, biar segera mengandung pewaris untukku!’Rasa kagum Tania melihat senyum Ryan langsung berganti raut wajah kecewa. Kenapa Ryan selalu saja mengingatkan dirinya akan tujuan dari pernikahan mereka.Melihat roman muka Tania yang berubah Ryan tidak peduli sama sekali. ‘Jangan hanya tidur saja, lakukanlah tugas seorang Istri, selagi suami sedang bekerja,’ perintah Ryan dengan dinginnya.Tania mengacungkan jempol ke arah Ryan, ia terlalu marah untuk menjawab apa yang dikatakan oleh Ryan. Dimatikannya sambungan telepon, lalu ia lempar ponselnya ke atas tempat tidur.‘Ada apa dengan Ryan sebenarnya? Apa tujuannya membawa keluar kota? Masih ada waktu untuk mengunjungi Ayah dan memastikan ia sudah mendapatkan seorang perawat menemaninya di rumah,’ batin Tania.Dilemparkannya selimut yang menutu
Ryan berjalan masuk ruang kerja pemilik bar dengan tatapan yang tidak lepas dari wajah Tania. “Katakan Tania! Mengapa kau masih juga datang ke tempat ini?” Tanya Ryan, sambil mencekau dagu Tania dengan kasar.Tania menjadi gugup, ia menelan ludah dengan sukar. “Ini kesalahpahaman! Pria itu tidak jujur, ia hanya memberikan setengah dari harga lelang yang kau berikan. Sementara diawal kami sudah sepakat, kalau ia hanya akan mendapatkan bagian 25 persen saja.”Ryan memalingkan wajah dari Tania ke arah pemilik bar yang balas menatapnya dengan sikap angkuh.“Apakah kau akan marah? Ini adalah bar milikku dan tentu saja diriku bebas untuk mematok harga!” sahut pria itu dengan santainya.Tania membalikkan badan dengan cepat, ia berhasil melepaskan dirinya dari Ryan. Didekatinya pemilik bar itu dengan wajah merah, karena amarah. “Kau lelaki paling brengsek yang pernah kukenal! Kau tentu mengetahui, kalau uang itu sangat berarti bagiku!”Pria itu bangkit dari duduknya, dengan tinggi Tania yang
Tania menjadi gugup, ia tahu dengan pasti apa yang dimaksud oleh Ryan. Dengan suara lemah ia berkata, “Bukankah kita sedang bertengkar? Mengapa kau menginginkannya?”Ryan berhenti berjalan, ia menatap Tania dengan intens dan lembut. Membuat jantung Tania berdebar kencang jadinya.Ia melanjutkan langkah kembali, sesampainya di kamar ia membaringkan Tania ke atas tempat tidur dengan pelan. Ryan mencakungkan badan di atas Tania. Jarak keduanya begitu rapat hingga hembusan hangat napas keduanya dapat terasa menerpa wajah.“Mungkin sekarang saatnya kita membuktikan gosip, kalau bercinta setelah bertengkar itu jauh lebih indah dan mengga…” Ryan sengaja tidak menyelesaikan ucapannya.Dengan suara serak Tania menyahut, “Ryan jangan becanda! Kita tidak akan membuktikan rumor apapun juga!”Ryan tersenyum kecil membuat hati Tania terasa meleleh sampai-sampai ia tidak menyadari, saat dengan mahir suaminya itu melepaskan pakaian yang melekat di badan Tania.“R-Ray, jangan!” seru Tania.“Terlambat!