Wajah Tania terlihat sedih dengan suara lemah ia berkata, “Dan kita baru saja menikah kau tidak dapat menahan diri untuk menghubungi wanita lain.”Ryan mendongak dari layar ponselnya, ia menatap Tania dengan tajam. “Apakah kau cemburu, Tania? Kau tidak akan pernah mengetahui apa arti wanita itu.”Ia, kemudian bangkit dari duduknya meninggalkan Tania seorang diri. Selera makannya sudah hilang dan ia tidak mau berlama-lama berada dekat dengan Tania.Diambilnya kunci mobil dari dalam kamar, kemudian ia berjalan keluar apartemen. Ia sama sekali tidak merasa perlu memberitahukan kepada Tania kemana dirinya akan pergi.Sementara itu, Tania tetap duduk di depan meja bar dengan kepala tertunduk. Ia merasa sedih dengan apa yang barusan terjadi. Ia tidak dapat mendustai hatinya, kalau sedari pernikahannya dengan Ryan, ia telah jatuh cinta kepada suaminya itu.‘Mengapa harus sesakit ini mencintai sendiri? Kenapa Ryan tidak pernah mau membuka hatinya buatku? Dan diriku begitu bodoh masih saja ter
Tania memutar bola mata dengan suara bergetar menahan air mata ia berkata, “Tentu saja kau akan melakukannya! Tidak dapat diragukan kembali.”Tidak menunggu Ryan membuktikan ucapannya Tania setengah berlari keluar kamar. Ia memasuki kamar tamu yang ada di apartemen tersebut, kemudian menguncinya.Dihempaskannya badan ke atas tempat tidur, lalu ia menumpahkan air mata di sana. Untuk meluapkan kesedihannya. ‘Ya, Tuhan! Bagaimana caranya bisa terbebas dari pernikahan yang menyesakkan ini? Jangan biarkan hati ini merasakan jatuh cinta semakin dalam untuk Ryan,’ batin Tania.Lelah menangis Tania tertidur dengan lelap. Pada saat hari sudah pagi barulah Tania terbangun dari tidurnya.‘Akhirnya, bisa tidur dengan nyenyak juga, setelah tidak berada dekat dengan Ryan,’ batin Tania. Walaupun ia tidak dapat memungkiri merasa kehilangan kehangatan pelukan Ryan.Ia berjalan menuju kamar mandi untuk melakukan kegiatan rutinnya di pagi hari. Selesai mandi dan berpakaian, ia duduk di depan cermin yang
Bunyi ponsel Ryan yang nyaring membuat Tania merasa memiliki kesempatan untuk terbebas dari Ryan.“R-Ryan ponselmu berdering, mungkin itu penting.” Tania mendorong Ryan, agar menjauh darinya.Ryan yang pada awalnya mengabaikan panggilan telepon itu menjadi gusar, karena ponselnya terus saja berdering. Ditambah dengan Tania yang mendesaknya untuk mengangkat membuat Ryan melepaskan Tania, walaupun ia merasa enggan.“Untuk sementara waktu kau selamat. Ingat! Jangan pancing emosiku,” peringat Ryan.Diambilnya ponselnya yang terletak di atas meja bar, kemudian ia mengangkat panggilan telepon dari seseorang yang berada di ujung sana.‘Halo! Kau harus memberikan informasi yang penting, karena sudah mengganggu!’ tegur Ryan kepada sekretarisnya, melalui telepon.Suara sekretarisnya terdengar gugup saat menyahut di ujung sambungan telepon, ‘Maaf, Pak! Saya hanya mau mengingatkan, kalau pesawat Bapak akan berangkat satu jam lagi dan Bapak harus segera check in.’‘Oke, terima kasih sudah menginga
Tania menggelengkan kepala, dengan suara lemah ia berkata, “Kamu tidak akan pernah mengerti, Ryan!”Ryan membungkukkan badan hendak mengambil ponsel Tania, tetapi Istrinya itu telah terlebih dahulu melakukannya.Dengan suara bernada tegas Ryan memberikan perintah kepada Tania, “Berikan secara sukarela, atau saya akan mengambilnya dengan paksa!”Tania mendongak ke arah Ryan dengan tatapan memohon. Namun, Ryan bergeming. Ia tetap mengulurkan tangan untuk menerima ponsel itu.Pundak Tania terasa lunglai dengan enggan ia menyerahkan ponselnya kepada Ryan. Ia memejamkan mata, karena tidak siap dengan apa yang akan dilakukan oleh Ryan kepadanya.Rahang Ryan mengetat, begitu melihat apa yang ada di ponsel Tania. Istrinya itu berada di atas tempat tidur dengan rambut yang tergerai acak-acakan di atas bantal. Selimut yang menutupi badannya tidak menutupi pundaknya yang telanjang. Di sampingnya berbaring seorang pria dan sayangnya wajah pria itu tidak tertangkap kamera.“Brengsek, Tania! Mengap
“Apa maksud ucapanmu itu, Tania?” Ryan mencoba mencegah Tania untuk berjalan.Tania mencoba menepis tangan Ryan, dengan suara lemah ia berkata, “Saya mau mun …” Belum selesai ia mengucapkan kata-katanya. Tania sudah memuntahkan isi perut ke arah Ryan.Ryan membulatkan mata menatap tidak percaya, karena Tania sudah memuntahi kemeja dan celananya. “Sialan, Tania! Kalau tidak kuat minum jangan minum sekarang kau mabuk dan hanya menyusahkan saja.”Tania menutup mulut menahan agar ia tidak mengeluarkan isi perutnya. Setengah sempoyongan dan hampir saja terjatuh, kalau ia tidak ia ditolong oleh Ryan.Dengan sigap Ryan membopong Tania membawanya ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi Ryan menurunkan Tania di depan walking closet. Sehingga ia bisa menumpahkan isi perutnya di sana.Setelah selesai, Tania membasuh wajahnya dengan air. Diterimanya handuk kecil untuk mengeringkan wajah, yang disodorkan Ryan kepadanya. Tania memejamkan mata, sambil memijat kepalanya yang terasa pusing.“Sekara
Tania menatap tidak percaya ke arah Ryan. Mulutnya terbuka, kemudian ia tutup kembali. Ia terdiam selama beberapa saat, sebelum membuka suaranya, “Me-mengapa harus tinggal bersama mereka? Tidak bisakah kita tetap tinggal di apartemen kita saja?”Ryan memandang Tania dengan penuh selidik. Ia mengamati wajah Istrinya itu yang terlihat gugup, tetapi ia berusaha untuk menyembunyikannya. “Mengapa kau terlihat gugup mendengarnya? Jangan berbohong lagi katakan saja apa yang membuat kau dan Ibu bertengkar?”Tania yang merasa terdesak oleh pertanyaan dan pernyataan dari Ryan bangkit dari duduk di atas tempat tidur. Ia berjalan menuju sofa yang ada di depan televsi, lalu duduk di sana, sambil menyenderkan punggung dan memejamkan mata.Didengarnya suara Ryan kesal, karena kotoran bekas muntahnya masih berceceran di lantai. Ia kembali mengangkat gagang telepon menghubungi pegawai hotel untuk mengirimkan petugas kebersihan.Tania baru saja terlelap, ketika ia merasakan lengannya disentuh dengan pe
Tania menyembunyikan rasa sakit mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. “Tentu saja saya tidak akan terlalu percaya diri untuk berpikir kau membeli kebun bunga ini untuk saya. Wanita itu beruntung mendapatkan hadiah kebun bunga darimu.”Tania, kemudian berjalan menjauh dari Ryan. Ia berjalan mendekati Budi dan asisten Ryan. Ia mencoba untuk menghindari Ryan. Setidaknya dengan berada jauh dari suaminya itu, ia dapat melupakan bayangan, kalau Ryan tentu saja mencintai wanita yang mendapatkan kebun bunga ini.“Kebun bunga ini sangat luas dan bunga-bunganya begitu cantik. Sungguh memanjakan mata melihatnya,” kata Tania, begitu ia sudah berada dekat dengan Budi.Budi tersenyum ke arah Tania, ia dapat melihat, kalau tadi Ryan dan istrinya yang cantik ini bertengkar. “Tentu saja, tetapi masih kalah cantik denganmu semua bunga itu.”Dan tentu saja Ryan mendengar apa yang dikatakan oleh Budi. Ia berdehem dengan nyaring. “Tentu saja kumbang, sepertimu akan suka untuk menggoda bunga yang cantik.
Ryan menghela napas, ia memejamkan mata. Ia tidak tahu mengapa suka sekali bertengkar dengan Tania. “Diamlah Tania! Kau sudah cukup membuat saya marah.”Tania menutup mulut dalam hati ia bertekad tidak akan membuka suara, biar saja Ryan nanti bicara sendiri.Suasana di dalam mobil terasa tegang, karena dua orang penumpang yang duduk di jok belakang memasang aksi saling diam.Beberapa jam, kemudian mobil berhenti di depan hotel. Ryan melirik Tania yang rupanya tertidur. Ia mencondongkan badan untuk membangunkan Tania dari tidurnya.“Bangunlah, kita sudah sampai!” seru Ryan.Perlahan Tania membuka matanya, ia membuka pintu mobil yang ada di sisinya duduk, lalu keluar disusul Ryan.Sesampainya di kamar hotel Tania langsung menuju kamar mandi. Ia membersihkan wajahnya di depan wastafel. Setelahnya, ia keluar kamar mandi dan dilihatnya Ryan yang sedang duduk, sambil menelepon.Begitu melihat Tania sudah keluar dari kamar mandi Ryan memandangnya dengan dingin. “Kita pulang! Berkemalah saya